BAB I Pendahuluan
BAB I Pendahuluan
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masa remaja merupakan masa transisi yang penting. Masa ini dapat menjadi
waktu dimana remaja melakukan disorientasi dan penemuan jati diri. Masa transisi
ini membawa issue yang harus diselesaikan oleh remaja yakni kemandirian, selfidentity; memilih dan terlibat dalam berbagai macam pilihan seperti fokus kepada
sekolah, seksualitas, alkohol, narkoba, hingga kehidupan sosial. Proses-proses
perubahan yang terjadi pada diri remaja mengakibatkan remaja mengalami tekanantekanan, baik itu tekanan dari dalam dirinya maupun tekanan dari orang-orang di
sekitarnya, terutama teman sebayanya. Hal ini membuat remaja rentan terlibat dalam
tindakan-tindakan kekerasan (Pellergini & Bartini, 2000 dalam Li, 2005).
Bullying adalah perilaku yang sengaja dilakukan oleh seseorang untuk
merugikan dan mempermalukan orang lain. Bullying sebagai bentuk dari peer
victimization, berbeda dengan bentuk agresi lain antara anak-anak (e.g., konflik
antar teman sebaya) (Espelage, Holt, & Henkel, 2003; Olweus, 1993, 2001; Olweus,
Limber, & Mihalic, 1999; Pellegrini, 2002). Maka dari itu perilaku bullying
didefinisikan sebagai perilaku agresif yang sengaja dilakukan oleh suatu kelompok
atau individu secara berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu untuk melawan
seorang korban yang tidak dapat dengan mudah membela dirinya sendiri (Olweus,
1993). Bullying menurut Olwues memiliki tiga karakteristik yakni intention to
harm/agresivity (niat untuk menyakiti/agresifitas), repetition (pengulangan), dan
power imbalance (ketidakseimbangan kekuatan). Karakteristik ini memberikan
perbedaan mengenai pengertian bullying dan perilaku kekerasan lainnya antara
individu seperti perkelahian antar teman, mengejek, memukul, maupun perilaku
lainnya yang hanya dilakukan dalam sekali waktu dan tidak memenuhi karakteristik
lainnya.
Bullying disekolah adalah masalah utama yang muncul di beberapa negara
(e.g. Borntrager et al. 2009; Eslea et al. 2004). Di Indonesia sendiri dilansir melalui
Republika.co.id, kasus bullying merupakan kasus yang menduduki tingkat utama
beberapa jenis bullying, yakni: (1) bullying fisik, yaitu jenis bullying yang
melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Perilaku yang termasuk, antara
lain:
memukul,
menendang,
meludahi,
mendorong,
mencekik,
melukai
cyberbullying. Selain itu, dari jurnal juga dapat diketahui bahwa pelaku
cyberbullying adalah orang orang yang mendapatkan perlakuan bullying di
sekolah dan didapatkan kemungkinan bahwa seseorang yang mengalami distress
akan melakukan perilaku cyberbullying kepada teman atau orang yang baru
ditemuinya di internet.
Meskipun tujuan utama jurnal pertama ingin mencari tahu mengenai
persamaan cyberbullying dan bullying yang ada di sekolah, peneliti dalam jurnal
Extending the School Grounds? Bullying Experiences in Cyberspace. tidak
mencari data melalui pihak sekolah. Sehingga hasil jurnal hanya mengacu pada
cyberbullying tanpa melakukan survei secara langsung ke sekolah sekolah.
Kelemahan yang lain dari jurnal adalah penggunaan sosial media yang sudah jarang
digunakan saat ini.
Jurnal kedua yang dapat dijadikan refrensi dapat membedakan intimidasi
tradisional dengan cyberbullying yang sedang marak dibicarakan dengan judul yaitu
Cyberbullying : A review of the Literature. Jurnal bertujuan mengumpulkan
berpikiran bahwa korban adalah orang yang jahat. Data menunjukkan bahwa
tindakan yang dilakukan remaja di Surabaya tidak hanya cyberbullying direct attact
saja tetapi cyberbullying by proxy juga, sehingga hal ini membuktikan bahwa pelaku
lebih pintar dalam hal teknologi informasi sehingga mereka dengan mudah
menggunakan account korban.
Jurnal selanjutnya juga membahas mengenai cyberbullying yang dialami
oleh siswa dan melihat permasalahan melalui prespektif korban dan berjudul
Cyberbullying, School Bullying, and Psychological Distress : A regional Census of
High School Student. Tetapi berbeda dengan jurnal sebelumnya, dalam jurnal ini
menggunakan sampel yang jelas yaitu murid SMA. Tujuan dari jurnal ini adalah
untuk mencari tahu hubungan antara korban dari cyberbullying, bullying yang
dilakukan di sekolah dengan distress yang dirasakan korban. Pada jurnal ini
ditemukan bahwa kedua korban dari bullying yang ada di sekolah dan cyberbullying
sama sama merasakan akibat distress.
Refrensi jurnal selanjutnya ingin menjelaskan apakah pelecehan secara
online (online harassment) dapat dikategorikan sebagai bentuk bullying dengan
membandingkan kateristik pada remaja yang dilecehkan, kejadian pelecehan secara
online, dan distress yang terjadi pada pelecehan online berdasarkan identitas dari
pelaku pelecehan (teman yang dikenal secara langsung vs hanya kenal secara
online). Judul dari jurnal Does Online Harassment Constitute Bullying? An
Exploration of Online Harassment by Known Peers and Online-Only Contacts
mengumpulkan data dengan cara survei telepon secara nasional kepada 1500 remaja
pengguna internet dengan usia 10 hingga 17 tahun yang dilakukan diantara bulan
Maret dan Juni tahun 2005.
Penjelasan mengenai pertanyaan Apakah pelecehan secara online dapat
dikategorikan sebagai bentuk bullying? dijawab melalui jurnal ini dengan tiga
karakteristik bullying, yang pertama adalah agresivitas yang terdiri dari perilaku
agresif beserta perkataan yang dilakukan dengan niatan untuk menyakititetapi dalam
penelitian ini tidak dapat menyimpulkan pelecehan online manakah yang ditujukan
sebagai bentuk agresivitas. Karakteristik bullying yang selanjutnya adalah terjadinya
pengulangan atau mendapatkan bentuk pelecahan secara berulang ulang dari
pelaku yang sama. Karakteristik bullying yang terakhir adalah ditemukannya
ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan korban, hasil presentase dari jurnal
adalah 25% remaja yang mendapatkan pelecehan dari teman yang ia kenali dan 21%
yang mendapatkan pelecehan dari teman dunia maya memenuhi kategori
ketidakseimbangan kekuatan.
Melalui temuan tersebut disimpulkan bahwa tidak semua pelecehan yang
terjadi secara online merupakan bullying atau dapat disebut cyberbullying karena
tidak memenuhi syarat atau kriteria bullying yang ada pada school-based research
yakni agresi, pengulangan, dan ketidakseimbangan kekuatan. Selain itu, penulis
mengungkapkan bahwa apabila pelecehan tersebut bukan merupakan perpanjangan
dari bentuk bullying di kehidupan nyata, istilah yang di gunakan seharusnya ialah
online harassment. Online harassment mengacu pada pelecehan yang terjadi
seluruhnya secara online tanpa perpanjangan dari bully yang dilakukan dikehidupan
nyata. Namun, hal ini bisa jadi dipicu oleh kejadian di sekolah, hubungan yang
dimiliki korban, dan memiliki akibat bagi korban.
Penelitian Does Online Harassment Constitute Bullying? An Exploration
of Online Harassment by Known Peers and Online-Only Contacts ingin
menjabarkan mengenai pelecehan online manakah yang merupakan bentuk bullying.
Manfaat penelitian ini dapat memberikan limit atau batasan yang jelas mengenai
bullying secara online atau yang biasa disebut cyberbullying. Kekurangannya,
penelitian ini menggunakan tiga kriteria bullying berdasar school-based research
sebagai dasarnya tetapi terdapat kriteria yang tidak dapat digali yakni agresivitas.
Meluasnya perilaku cyberbullying tidak lepas dari peningkatan kualitas
pelayanan yang memudahkan orang-orang untuk mengakses internet. Berbagai
provider internet berlomba-lomba untuk memberikan terobosan baru dalam layanan
pengaksesan. Internet tak ayal telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat abad
Teoritis
Menambah pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai teori
cyberbullying.
Memberikan perluasan teori di bidang psikologi klinis, khususnya
mengenai
hubungan
antara
perilaku
anti-sosial
pada
pelaku
cyberbullying.
Memperkaya sumber kepustakaan penelitian dalam ranah psikologi
klinis dan dapat dijadikan sebagai penunjang untuk penelitian lebih
lanjut.
Praktis
Dapat dijadikan alat ukur untuk mengetahui ukuran hubungan gangguan
antisosial yang terjadi pada seseorang dengan perilaku cyberbullying.
Hasil jawaban responden dapat menjadi bahan refleksi dan evaluasi terhadap
perilaku cyberbullying yang dilakukan terhadap orang lain maupun dirinya
sendiri.