Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pada jenjang pendidikan dasar memfokuskan
kajiannya kepada hubungan antar manusia dan proses membantu pengembangan
kemampuan

dalam

hubungan

tersebut.

keterampilan

dan

sikap

yang

dikembangkan melalui kajian ini ditunjukan untuk mencapai keserasian dan


keselarasan dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan IPS sudah lama dikembangkan dan dilaksanakan dalam
kurikulum-kurikulum di Indonesia, khususnya pada jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan ini tidak dapat disangkal telah membawa beberapa hasil, walaupun
belum

optimal.

Secara

umum

penguasaan

pengetahuan

sosial

atau

kewarganegaraan lulusan pendidikan dasar relatif cukup.Kelemahan tersebut


sudah tertentu terkait atau dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama proses
pendidikan atau pembelajarannya, kurikulum, para pengelola dan pelaksananya
serta

faktor-faktor

yang

berpengaruh

lainnya.Banyak

penyebab

yang

melatarbelakangi pendidikan IPS belum dapat memberikan hasil seperti yang


diharapkan. Faktor penyebabnya dapat berpangkal dari kurikulum, rancangan,
pelaksana,

pelaksanaan

ataupun

faktor-faktor

pendukung

pembelajaran.

Berkenaan dengan kurikulum dan rancangan pembelajaran IPS


2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi pokok permasalahan dari penulisan makalah ini
adalah :
1) Apa itu pendidikan IPS?
2) Apa saja permasalahan pendidikan IPS di sekolah dasar?
3) Apa yang dimaksud dengan model pembelajaran?
4) Bagaimana mengembangkan model pembelajaran untuk mengatasi
masalah pendidikan IPS di sekolah dasar?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1) Untuk menjelaskan tentang pendidikan IPS.
1

2) Menggambarkan permasalahan pendidikan IPS di SD.


3) Untuk menjelaskan tentang model pembelajaran.
4)

Mendeskripsikan pengembangan model pembelajaran untuk mengatasi


masalah pendidikan

IPS di SD

BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 Pendidikan IPS
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi dan modifikasi yang diorganisasikan dari
konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan Sejarah, Geografi, Sosiologi,
Antropologi, dan Ekonomi (Puskur, 2001: 9). Geografi, Sejarah dan Antropologi
merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran
Geografi memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dengan
wilayah-wilayah, sedangkan Sejarah memberikan kebulatan wawasan berkenaan
dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi-studi
komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai kepercayaan, struktur sosial,
aktivita-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-ekpresi dan spritual,
teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya terpilih. Ilmu Ekonomi
tergolong kedalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas-aktivitas yang
berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi merupakan ilmu-ilmu tentang
perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol
sosial.
Muriel Crosby menyatakan bahwa IPS diidentifikasi sebagai studi yang
memperhatikan pada bagaimana orang membangun kehidupan yang lebih baik
bagi dirinya dan anggota keluarganya, bagaimana orang memecahkan masalahmasalah, bagaimana orang hidup bersama, bagaimana orang mengubah dan
diubah oleh lingkungannya (Leonard S. Kenworthi, 1981:7). IPS menggambarkan
interaksi individu atau kelompok dalam masyarakat baik dalam lingkungan fisik
dan lingkungan sosial. Interaksi antar individu dalam ruang lingkup lingkungan
mulai dari yang terkecil misalkan keluarga, tetangga, rukun tetangga atau rukun
warga, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara dan dunia.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu
sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi,
sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari masalah-masalah
sosial.
Dengan demikian Pendidikan IPS di sekolah dasar adalah disiplin ilmu-ilmu
sosial seperti yang disajikan pada tingkat menengah dan universitas, hanya karena

pertimbangan tingkat kecerdasan, kematangan jiwa peserta didik, maka bahan


pendidikannya disederhanakan, diseleksi, diadaptasi dan dimodifikasi untuk
tujuan institusional didaksmen (Sidiharjo, 1997).
2.2 Permasalahan Pendidikan IPS di SD
Tujuan

utama

Ilmu

Pengetahuan

Sosial

ialah

untuk

mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai manakala program-program pelajaran
IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat
dirinci sebagai berikut (Awan Mutakin, 1998).
1) Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau lingkungannya,
melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan mastarakat.
2) Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan metode
yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk
memecahkan masalah-masalah sosial.
3) Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta membuat
keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di
masyarakat.
4) Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial, serta mampu
membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang
tepat.
5) Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu membangun diri
sendiri agar survive yang kemudian bertanggung jawab membangun
masyarakat.

PIPS menurut NCCS mempunyai tujuan informasi dan pengetahuan


(knowledge and information), nilai dan tingkah laku (attitude and values), dan
tujuan keterampilan (skill): sosial, bekerja dan belajar, kerja kelompok, dan
keterampilan intelektual (Jarolimele, 1986: 5-8).
Secara umum, pencapaian tujuan Pendidikan IPS lulusan pendidikan SD
belumlah optimal. Kelemahan tersebut dilatarbelakangi oleh banyak hal, terutama
proses pendidikan dan pembelajarannya.
Dalam

proses

pendidikan

IPS

di

SD,

pembelajarannya

kurang

memperhatikan karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan


perkembangan psikologis siswa. Menurut Jean Piaget (1963), anak dalam
kelompok usia SD (6-12 tahun) berada dalam perkembangan kemampuan
intelektual/kognitifnya pada tingkatan konkrit operasional. Mereka memandang
dunia dalam keseluruhan yang utuh dan menganggap tahun yang akan datang
sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang
(=konkrit) dan bukan masa depan yang belum bisa mereka pahami (=abstrak).
Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang bersifat abstrak.
Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity) arah mata
angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan,
permintaan atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program
studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
2.3 Model Pembelajaran
1) Pengertian Model Belajar-Mengajar
Dalam keseharian istilah model dimaksudkan terhadap pola atau
bentuk yang akan menjadi acuan. Dalam konteks pendidikan agaknya
tidak jauh juga maknanya, yakni sebagai kerangka konseptual berkenaan
dengan rancangan yang berisi langkah teknis dalam kesatuan strategis
yang harus dilakukan dalam mendorong terjadinya situasi pendidikan;
dalam wujud perilaku belajar dan mengajar dengan kecenderungan
berbeda antara satu dengan lainnya atau dengan yang biasanya. Dengan
demikian sebuah model dalam konteks pembelajaran, tidaklah dapat

diterima sebagai sebuah model jika tidak memperliahatkan ciri


khususnya sebagai sesuatu yang berbeda dari yang lainnya. Adapun
menurut Sarifudin (Wahab, Azis, 1990: 1) yang dimaksud dengan model
belajar mengajar adalah kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur

yang

terorganisasikan

secara

sistematik

dalam

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar


tertentu, yang berfungsi sebagai pedoman bagi perancang.
2) Macam-macam Model Mengajar
a. Model-model Pemrosesan
Model-model yang berorientasi pada kemampuan pemrosesan
informasi dari siswa dan cara memperbaiki kemampuannya dalam
menguasai informasi, merujuk pada cara orang menangani stimulus dari
lingkungannya,

mengorganisasikan

data,

menginderai

masalah,

melahirkan konsep dan pemecahan masalah, dan menggunakan simbol


verbal da non-verbal. Sungguhpun model-model yang termasuk ke dalam
rumpun ini berkesan akademik namun tetap peduli akan hubungan sosial
dan pengembangan diri. Model-model yang termasuk dalam rumpun ini
antara lain adalah; Model Berpikir (Inquiry Training Model), Inkuiri
Ilmiah (Scientific Inquiry), Perolehan Konsep (Concept), Model Advance
Organizer (Advance Organizer Model), dan Ingatan (Memory). Model
berpikir yang dikembangkan Hilda Taba, dirancang terutama untuk
pengembangan proses mental induktif dan penalaran akademik atau
pembentukan

teori,

namun

kapasitasnya

berguna

pula

untuk

pengembangan personal dan sosial.

b. Model-model Personal
Model-model

yang

termasuk

ke

dalam

rumpun

personal

berorientasi pada pengembangan diri individu, model-model ini


menekankan proses pembentukan individu dalam mengorganosasikan
6

realitasnya yang unik. Fokus pengembangan diri berkesan menekankan


pada pembinaan emosional antara individu dalam hubungan produktif
dengan lingkungannya hingga diharapkan menghasilkan hubungan
interpersonal yang lebih kaya dan kemampuan pemrosesan yang lebih
efektif lagi. Terliput ke dalam rumpun ini adalah; Pengajaran NonDirektif (Non-directive Teaching), Pelatihan Kesadaran (Awraness
Training), Sinektic (Synectics), Sistem Konseptual (Conceptual System)
dan Pertemuan Kelas (Classroom Meeting).

2.4 Pengembangan Model Pembelajaran Untuk Mengatasi Masalah


Pendidikan IPS di SD
Sejumlah model pendekatan pembelajaran tersebut diatas, masing-masing
mengedepankan keunggulan dalam mengupayakan pencapaian sasaran yang
diyakini oleh setiap pengembangannya, namun untuk penerapan praktis di tempat
yang sangat mungkin berbeda, harus dikalkulasikan dengan berbagai aspek
kondisional yang tentu tidak sama. Sekurang-kurangnya dimana, oleh, atau
dengan dan terutama untuk siapa proses pembelajaran dilakukan. Khusus
berkaitan dengan kebutuhan pembelajaran pada anak usia pertumbuhan, dari
sejumlah model tersebut tentunya dapat dirujuk model pendekatan yang menjadi
rujukan di atas dengan sebutan model Cognitive Emotion and Social
Development. Dasar pandangannya adalah anak merupakan produk berbagai
pengaruh, mulai dari keluarganya, kesehatan, kondisi sosial ekonomi dan
sekolah. Bahwa masing-masing pendekatan pada pandangan teoritis berkenaan
dengan stressingnya, dalam praktisnya dapat terjadi saling berkait antara satu
pendekatan dengan pendekatan lain secara bersamaan. Untuk itu, memenuhi
keperluan teknis operasional dalam mengembangkan pembelajaran Pengetahuan
Sosial berbasis pendekatan nilai khususnya, berikut dipetikan langkah teknis
sejumlah model pilihan yang dipandang mewakili tuntutan karakteristik materil,
peserta didik dan setting sosial yang menjadi lingkungan kultur dan belajar SD/MI
umumnya di tanah air. Beberapa dari sejumlah pendekatan yang menjadi rujukan

tersebut, secara parsial terliput dalam kerangka teknis model pilihan berikut,
antara lain: Model Inkuiri, VCT, Bermain Peta, ITM (STS), Role Playing, dan
Portofolio.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pendidikan IPS adalah disiplin ilmu-ilmu sosial ataupun integrasi dari
berbagai cabang ilmu sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan
antropologi yang mempelajari masalah-masalah sosial.
Dalam

proses

pendidikan

IPS

di

SD, pembelajarannya

kurang

memperhatikan karakteristik anak usia sekolah dasar, yakni terkait dengan


perkembangan psikologis siswa. Anak dalam kelompok usia SD (6-12 tahun)
berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan
konkrit operasional. Padahal bahan materi IPS penuh dengan pesan-pesan yang
bersifat abstrak. Konsep-konsep seperti waktu, perubahan, lingkungan, ritual,
akulturasi, demokrasi, nilai, peranan merupakan konsep-konsep abstrak yang
dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.
Jika hal ini dibiarkan terus, maka pembelajaran IPS dapat menjadi
pelajaran yang membosankan bagi siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
diperlukanlah model pembelajaran yang sesuai untuk materi IPS di SD dan
memperhatikan karakteristik anak usia SD.

2. Saran
Dalam mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah
sosial yang terjadi di masyarakat, kita harus memiliki sikap mental positif
terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi
setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun
yang menimpa masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, program-program
pelajaran IPS di sekolah haruslah diorganisasikan secara baik.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Lamri Ichas Hamid dan Tuti Istianti Ichas. 2006. Pengembangan Pendidikan
Nilai dalam Pembelajaran Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar. Jakarta :
Departemen Pendidikan Nasional
http://massofa.wordpress.com/2008/02/27/pendekatan-konsep-ilmu-teknologidan-masyarakat-dalam-pembelajaran-ips-di-sd/
http://www.puskur.net/produkpuskur/form/upload/52_Kajian%20Kebijakan
%20Kurikulum %20IPS.pdf

10

Anda mungkin juga menyukai