Anda di halaman 1dari 14

NAMA : MUTIA MUSTIKA SARI

NIM : 04011181419004
HASIL BELAJAR MANDIRI TUTORIAL B BLOK 13
ANALISIS MASALAH
a. Malina, 38 tahun, memiliki enam orang anak. Malina berkerja sebagai buruh cuci
pakaian sedangkan suaminya bekerja sebagai penarik becak. Sehari-hari Malina
sekeluarga hanya makan dengan nasi dan kecap, sesekali dengan tambahan telur atau
tempe.
i. Bagaimana pengaruh asupan makanan terhadap penyakit pada kasus? (xx)
(cila, mutia, taufik)
JAWABAN :
Pada kasus Ny. Malina hanya mengkonsumsi nasi dan kecap dengan tambahan telur
dan tempe sesekali. Pada dasarnya biji-bijian seperti beras giling masak mengandung zat
besi sebesar 1.2 mg/100 g sedangkan kecap mengandung kurang lebih 6 mg zat besi. Sesekali
Ny. Malina mengkonsumsi telur yang memiliki kandungan zat besi 2.7 mg/100 g dan Tempe
dengan kandungan zat besi 10 mg/100g. Kebutuhan Zat besi pada orang dewasa lenih kurang
4 g, dimana 3.5 g berasal dari jumlah simpanan tubuh, Wanita dewasa relatif memiliki
cadangan zat besi yang lebih sedikit dari pada Pria sehingga Intake yang adekuat dapat
menyebabkan Anemia def. Zat besi. Intake yang inadekuat pada Ny. Malina dapat
menyebabkan defisiensi zat besi selain itu pada kasus diketahui bahwa Ny. Maligna telah
mengkonsumsi antasid sejak 3 tahun terakhir. Hal ini menyebabkan gangguan absorpsi Fe di
dalam lambung, karena kondisi lambung menjadi basa sedangkan kondisi asam diperlukan
untuk mereduksi Ferri menjadi Ferro yang lebih mudah diserap oleh mukosa usus. Hal ini
menambah parah defisiensi zat besi sehingga timbul manifestasi klinis pada kasus akibat
Anemia Defisiensi zat besi.
Bagaimana nutrisi yang seharusnya dikonsumsi oleh Ny. Malina yang mengalami
defisiensi besi disertai aktivitas berat? (xxx)
(cila, mutia, taufik)
JAWABAN :
Nutrisi yang dapat dikonsumsi oleh Ny. Malina dapat berupa makanan hewani,
seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia tumbuk, kacangkacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan
kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik (bioavailbility). Pada
umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi,
besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang, dan
besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang mengandung asam oksalat tinggi, seperti
bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah. Walaupun terdapat sumber makanan nabati
yang kaya besi, seperti daun singkong, kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe
dalam makanan tersebut lebih sulit penyerapannya. Dibutuhkan porsi besar sumber nabati
tersebut, untuk mencukupi kebutuhan besi dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin
terpenuhi konsumsinya. Sehingga dalam kondisi kebutuhan besi tidak terpenuhi dari

makanan, maka pilihan untuk memberi Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi
anemia menjadi sangat efektif dan efesien
Kombinasi makanan sehari-hari, dapat terdiri atas campuran sumber zat besi berasal
dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat membantu absorbsi.
Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam, ikan, kacangkacangan, serta sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C.

Bagaimana tatalaksana dari keluhan (nyeri ulu hati, mual dan pertu kembung yang
timbul bila terlambat makan) yang dialami Ny. Malina? (xx)
(iis, etak, mutia)
Tata laksana Dispepsia :
1. Diit
Makan sedikit-sedikit, dan banyak mengandung susu. Makanan harus lembek dan
mudah dicerna tidak merangsang dan kemungkinan dapt menetralisir HCL. Pemberiannya
dalam porsi kecil berulang-ulang
2. Antasid
Berguna untuk menetralisir HCL dan mengurangi rasa nyeri. Dianjurkan untuk
dikonsumsi diantara waktu makan Sediaan suspensi lebih efektif karena kapasitas buffering
lebih baik dari tablet.
3. Golongan Antagonis Histamin H2
Seperti Simetididn, Ranitidin, Famotidin yang berfungsi menghambat sekresi asam
lambung.
4. Antikolinergik
Menghambat inervasi saraf kolinergik postganglionik pada otot polos dan memblokir aksi
aksi asetilkolin pada sel parietal sehingga mengurangi sekresi asam lambung.
5. Prokinetik
Metoklopramid dan domperidon yang berfungsi mengurangi rasa mual.

6. Sitoprotektif
Golongan Prostaglandin E bersifat anti-sekretorik. Prostaglandin akanmerangsang
sekresi bikarbonat dan memproduksi lendir dari mukosa gastroduodenal meningkatkan alirn
darah di mukosa dan memperbarui epitel yang rusak.
Golongan protektif lokal yang mampu membentuk rintangan mekanik, mekanisme :
membentuk rintangan pada lapisan mukosa, merangsang sekresi bikarbonat oleh sel epitel,
meningkatkan aliran darah yang adekuat. Contohnya : Sukralfat, garam alumunium dan
sukrose oktosulfat (zat yang mudah diserap) secara klinis efektif membantu penyembuhan
tukak dan mencegah kekambuhan.
Apa tujuan dilakukan pemeriksaan feses? (xx)
(habib, mutia, husna)
Pemeriksaan darah samar di tinja memiliki peranan penting untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopis, serta untuk mengenali
(deteksi) dini keganasan usus besar, perdarahan saluran cerna, dan anemia.
Adanya darah di dalam tinja selalu berarti abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan 0,5-2 ml darah/hari. Pada keadaan abnormal dengan hasil Tes darah Samar (+)
tubuh kehilangan darah >2 ml/hari.
Ada beberapa metode pemeriksaan darah samar tinja antara lain menggunakan tes
benzidine, guaiac test,imunokimia. Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa pemeriksaan
benzidine dikatakan sensitif tetapi
kurang spesifik, karena banyak dipengaruhi oleh diet dan obat yang diminum oleh penderita.
Di samping itu benzidine memiliki efek karsinogenik dan mulai banyak ditinggalkan.
Guaiacum test masih banyak memberi hasil positif palsu, dan dipengaruhi oleh diet, obat, dan
non-human hemoglobin, rehidrasi.
Metode imunokimia menggunakan antibodi terhadap hemoglobin manusia. Metode,
ini dapat dipakai sebagai metode alternatif karena cara pemeriksaannya praktis, cepat, tidak
memerlukan persiapan diet sebelum pemeriksaan, dan noninvasive. Pada tes Benzidine tes
berdasarkan aktivitas peroksidase eritrosit (Hb).

Bagaimana tatalaksana anemia mikrositik hipokrom defisiensi besi? (xxx)


(cila, mutia, taufik)
Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1]. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya
anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini
dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan.
2]. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:
1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh

kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat
ini lebih murah.
Preparat yang ter sedia berupa:
- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat
perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual,
nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan
dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain. (Metha A, Hoffbrand AV,
2000,p.33)
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada ferro
sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu
untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi.
Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira
kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu,
dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan
berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi
cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu
dipikirkan kemungkinan kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral.
Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral
antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan
(kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis
yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial. ( Bakta IM, 2007, hal
26-39; Hoffbrand AV, et al, 2005, hal 25-34).
2. Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat,
penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik dengan terapi besi
peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk
memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.(Bakta
IM, 2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34) Ada beberapa contoh preparat besi
parenteral:
- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan
dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus.
(Hoffbrand AV, et Al, 2005, hal 25-34) Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal
dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi
parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi
parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit
kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria,
bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek
samping maka pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara
infus harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes
hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar
kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. (Bakta IM,2007, hal 26-39;
Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68) Dosis besi parenteral
harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau berlebihan, karena jika kelebihan

dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM, perhitungannya memakai rumus
sebagai berikut: (2007, hal 26-39) Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb
sekarang) x BB x 3
3] Terapi lainnya berupa:
1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi
protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan
membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.
3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali
dengan indikasi tertentu.

DEFISIENSI ZAT BESI


Francin, dkk (2005) mengemukakan bentuk-bentuk konyugasi Fe adalah :
1. Hb mengandung ferro. Fungsi hemoglobin sebagai pertukaran CO2 dan O2 dari
paru-paru ke sel-sel jaringan. Hemoglobin terdapat dalam eritrosit.
2.Mioglobin terdapat di dalam sel-sel otot, mengandung fe bentuk ferro. Fungsinya untuk
proses kontraksi otot.
3.Transferin, mengandung Fe bentuk ferro. Berfungsi mentranspor Fe tersebut di dalam
plasma darah dari tempat penimbunan ke jaringan sel yang diperlukan.
4.Feritin adalah simpanan Fe mengandung bentuk ferri. Kalau Fe feritin diberikan pada
transfer untuk di ubah menjadi ferro yang berasal dari penyerapan usus, kemudian ditimbun.
5.Hemosiderin adalah konjugat protein dengan ferri dan merupakan bentuk simpanan zat
besi. Jumlah simpanan zat besi di dalam tubuh orang dewasa terdapat sekitar 3,5 gram
dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin, 25 % merupakan cadangan besi yang terdiri dari
feritin dan hemosiderin terdapat dalam hati, limpa dan sum sum tulang (Suhardjo dkk, 2006).

2.1.1 Sumber Zat Besi


Secara alamiah zat besi diperoleh dari makanan. Sumber baik zat besi adalah
makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber lainya adalah telur, serealia
tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Disamping jumlah besi,
perlu diperhatikan kualitas besi didalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik
(bioavailbility). Pada umumnya besi di dalam daging, ayam, dan ikan mempunyai
ketersediaan biologik tinggi, besi di dalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai
ketersediaan biologik sedang, dan besi di dalam sebagian besar sayuran, terutama yang
mengandung asam oksalat tinggi, seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah.
Sebaiknya diperhatikan kombinasi makanan sehari-hari, yang terdiri atas campuran sumber
zat besi berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan serta sumber gizi lain yang dapat
membantu absorbsi. Menu makanan di Indonesia sebaiknya terdiri atas nasi, daging, ayam,
ikan, kacang-kacangan, serta sayuran dan buah-buahan yang kaya akan vitamin C

Zat besi yang terdapat dalam tubuh orang dewasa sehari berjumlah + 4 g. Zat besi
tersebut berada dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (+ 2,5 g) Myoglobin (150 mg),
phorphyryn (enzim intraselular) cytocrome dan hati, limpa sumsum tulang (+200-1.500 mg).
Ada dua bagian zat besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan
metabolik, dan bagian yang merupakan cadangan (reserva). Hemoglobin,
myoglobin,cytocrome serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk zat besi yang fungsional
dan berjumlah antara 5-25 mg/kg berat badan. Feritin dan hemosiderin adalah bentuk zat besi
reserva yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang (Wirakusumah, 1999).
Keseimbangan besi dalam tubuh harus dipertahankan agar tubuh tidak mengalami
anemia. Artinya jumlah zat besi yang diperoleh tubuh lewat makanan. Zat besi dalam bentuk
reserva berfungsi untuk mempertahankan keseimbangan homeostatis tubuh. Feritin dan
hemosiderin akan membantu mempertahankan pembentukan hemoglobin, bila zat besi dari
makanan yang dikonsumsi tidak mencukupi, jumlah zat besi yang harus diserap oleh tubuh
untuk mempertahankan zat besi akibat eksresi cukup kecil, yaitu sebesar 1 mg
(Wirakusumah,1999).
Secara garis besar metabolisme zat besi dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan,
pengangkutan dan pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi dari makanan di
serap ke usus halus kemudian masuk kedalam plasma darah, selain itu ada sejumlah zat besi
yang keluar dari tubuh melalui tinja. Didalam plasma berlangsung proses turn over, yaitu selsel darah yang lama di ganti dengan sel-sel yang baru. Jumlah zat besi yang mengalami turn
over setiap hari berkisar hanya kira-kira 35 mg berasal dari makanan, hemoglobin, dan sel-sel
darah merah yang sudah tua dan diproses oleh tubuh agar dapat di pergunakan lagi
(Wirakusumah,1999).

2.1.2 Angka Kecukupan Besi yang Diajurkan


1 Menurut Widya karya Pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan besi
untuk Indonesia sebagai berikut :
2
3

Bayi : 3 5 mg

Balita : 8 9 mg

Anak sekolah : 10 mg

Remaja laki-laki : 14 17 mg

Remaja Perempuan : 14 25 mg

Dewasa laki-laki : 13 mg

Dewasa Perempuan : 14 26 mg

10 Ibu hamil : + 20 mg
11 Ibu menyusui : + 2 mg

Walaupun terdapat sumber makanan nabati yang kaya besi, seperti daun singkong,
kangkung dan sayuran berwarna lainnya, namun Fe dalam makanan tersebut lebih sulit
penyerapannya.
Dibutuhkan porsi besar sumber nabati tersebut, untuk mencukupi kebutuhan besi
dalam sehari, yang jumlah tersebut tak mungkin terpenuhi konsumsinya. Sehingga dalam
kondisi kebutuhan besi tidak terpenuhi dari makanan, maka pilihan untuk memberi
Suplementasi Fe guna mencegah dan menanggulangi anemia menjadi sangat efektif dan
efesien (Depkes RI,1995).
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup mengandung zat besi atau
absorbsinya rendah, maka ketersediaan zat besi dalam tubuh tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi
makanan yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan
kacang kacangan. Tetapi apabila dalam menu terdapat bahan-bahan makanan yang tinggi
absorbsi zat besi seperti : ayam, daging, ikan dan vitamin C, maka ketersediaan zat besi yang
ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga kebutuhan akan zat besi dapat terpenuhi
(Husaini, 1989).
METABOLISME Fe
Besi yang ada pada bahan makanan adalah besi elemen. Hanya Fe++ ini yang
diabsorbsi usus halus. Untuk mengatur masuknya besi dalam tubuh maka tubuh memiliki
suatu cara yang tepat guna. Besi hanya dapat masuk ke dalam mukosa apabila ia dapat
bersenyawa dengan apoferritin. Jumlah apoferritin yang ada dalam mukosa usus tergantung
pada kadar besi tubuh. Bila besi dalam tubuh sudah cukup maka semua apoferritin yang ada
dalam mukosa usus terikat oleh Fe menjadi Ferritin.
Dengan demikian tidak ada lagi apoferitin yang bebas sehingga tidak ada besi yang
dapat masuk ke dalam mukosa. Besi yang ada dalam mukosa usus hanya dapat masuk ke
dalam darah bila ia berikatan dengan -globulin yang ada dalam plasma. Gabungan Fe
dengan -globulin disebut ferritin.
Apabila semua -globulin dalam plasma sudah terikat Fe (menjadi feritin) maka Fe+
+ yang terdapat dalam mukosa usus tidak dapat masuk ke dalam plasma dan turut lepas ke
dalam lumen usus sel mukosa usus lepas dan diganti dengan sel baru. Hanya Fe++ yang
terdapat dalam transferrin dapat digunakan dalam eritropoesis, karena sel eritoblas dalam
sum-sum tulang hanya memiliki reseptor untuk ferritin.

Tubuh yang kekurangan zat besi akan mengatur agar kebutuhan zat besi untuk
pembentukan sel-sel darah merah tetap dapat terpenuhi. Oleh karena itu,sumsum tulang
bekerja lebih aktif serta semua kegiatan pencernaan dan absorbsi berlangsung lebih efisien.
Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan berasal dari hewan maupun tumbuhan. Zat yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya serap antara 1-6%, lebih rendah di banding zat
besi yang berasal dari hewan yang mempunyai daya serap 7-22% (Wirakusumah,1999).
Jumlah zat besi dalam tubuh terutama diatur oleh penyerapan yang bervariasi. Apabila
penyerapan zat besi dalam tubuh berkurang maka penyerapan akan meningkat. Mekanisme
kompensasi haemoestatic ini merupakan proteksi terhadap kemungkinan berkembangnya
kurang Fe karena konsumsi makanan yang berkurang mengandung Fe.
Tingkat kedua anemia kurang besi dini (Early Iron Defisiency Anemi) dimana penurunan
besi cadangan terus berlangsung sampai habis atau hampir habis, tetapi besi dalam sel darah
merah dan jaringan masih tetap belum berkurang.
Tingkat ketiga anemia kurang besi lanjut (Late Iron Defisiency Anemi) merupakan
perkembangan lanjut dari anemia kurang besi dini, dimana besi dalam sel. darah merah sudah
mengalami penurunan, namun besi dalam jaringan belum berkurang.

Tingkat keempat kurang besi jaringan (Iron tissue defisiency) terjadi setelah besi dalam jaringan
berkurang. Dengan demikian pada tingkatan ini semua komponen besi dalam tubuh telah
terganggu (Dallman dalam Suhardjo, 1992).

Suplementasi besi merupakan salah satu upaya penting dalam pencegahan dan
penanggulangan anemia. Anemia terbanyak di indonesia adalah Anemia gizi besi.
Selain itu suplementasi besi merupakan cara efektif karena kandungan besinya padat dan
dilengkapi asam folat yang sekaligus dapat mencegah dan menanggulangi anemia akibat
kekurangan asam folat, cara ini efisien, karena tablet besi harganya murah dan dapat
terjangkau oleh masyarakat luas serta mudah didapat (Depkes RI,1995).
Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan harus segera dimulai
untuk mencegahberlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas pemberian preparat besi
secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain), pengobatan ini
tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara lain Penyerapan akan lebih sempurna
lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat. Bila diberikan setelah makan
atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang hingga 40-50%. Namun mengingat efek
samping pengobatan besi secara oral berupa mual, rasa tidak nyaman di ulu hati, dan
konstipasi, maka untuk mengurangi efek samping tersebut preparat besi diberikan segera
setelah makan. Penggunaan secara intramuskular atau intravena berupa besi dextran dapat
dipertimbangkan jika respon pengobatan oral tidak berjalan baikmisalnya karena keadaan
pasien tidak dapat menerima secara oral, kehilangan besi terlalu cepat yang tidak dapat
dikompensasi dengan pemberian oral, atau gangguan saluran cerna misalnya malabsorpsi.
Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat memberikan efek samping berupa
demam, mual, ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia, bronkospasme sampai reaksi
anafilatik. Respons pengobatan mula-mula tampak pada perbaikan besi intraselular dalam
waktu 12-24 jam. Hiperplasi seri eritropoitik dalam sumsum tulang terjadi dalam waktu 3648 jam yang ditandai oleh retikulositosis di darah tepi dalam waktu 48-72 jam, yang
mencapai puncak dalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah pengobatan didapatkan
peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3 bulan setelah pengobatan

Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih dari 5
bulan. Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien ADB
dengan Hb 6g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk terjadinya gagal
jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis.12 Transfusi darah diindikasikan pula
pada kasus ADB yang disertai infeksi berat, dehidrasi berat atau akan menjalani operasi
besar/ narkose.
Besi non-heme yang antara lain terdapat di dalam beras, bayam, jagung, gandum,
kacang kedelai berada dalam bentuk senyawa ferri yang harus diubah dulu di dalam lambung
oleh HCL menjadi bentuk ferro yang siap untuk diserap di dalam usus. Penyerapan Fe-non
heme dapat dipengaruhi oleh komponen lain di dalam makanan. Fruktosa, asam askorbat
(vitamin C), asamklorida dan asam amino memudahkan absorbsi besi sedangkan tanin (bahan
di dalam teh), kalsium dan serat menghambat penyerapan besi. Berbeda dengan bentuk nonheme, absorpsi besi dalam bentuk heme yang antara lain terdapat di dalam ikan, hati, daging
sapi, lebih mudah diserap. Disini tampak bahwa bukan hanya jumlah yang penting tetapi
dalam bentuk apa besi itu diberikan.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM:
Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya menunjukkan klinisi arah dari
anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang rendah dan film darah hipokromik
sangat mengarahkan terutama jika pasien diketahui mempunyai hitung darah yang normal
dimasa lalu. (Ibister JP, Pittiglio DH, 1999, hal 43-54) Saturasi transferin biasanya dibawah
5%, serum ferritin kadarnya kurang dari 10ng/ ml, protoporfirin eritrosit bebas sangat
meningkat yaitu 200 g/dl, terjadi peningkatan TIBC [normal orang dewasa 240-360g/dl],
kadar besi serum kurang dari 40g/dl.
Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositik, anisositosis (banyak
variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk eritrosit), sel pensil, kadangkadang adanya sel target.

Pada pemeriksaan hapusan darah, sel merah mikrositik hipokromik apabila Hb < 12
g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan), mungkin leukopeni, trombosit tinggi pada

perdarahan aktif, retikulosit rendah. Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasi eritroid,
besi yang terwarnai sangat rendah atau tidak ada.
Pemeriksaan laboratorium untuk anemia selain menilai kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah leukosit, jumlah trombosit, hitung jenis leukosit, dan gambaran darah tepi, juga perlu
meninjau indeks eritrosit seperti MCV dan RDW. Pemeriksaan retikulosit juga berguna untuk
menilai aktivitas sumsum tulang. Pada pemeriksaan morfologi darah tepi, anemia defisiensi
besi menunjukkan kelainan yang khas berupa hipokrom, anisositosis dan adanya sel pensil
pada keadaan yang berat.
Pemeriksaan Hb merupakan pemeriksaan langsung utuk anemia, dan dikatakan
anemia bila mempunyai nilai Hb < 11 g/dL.Mean corpuscular volum (MCV) berguna untuk
membagi anemia menjadi mikrositik atau normositik. Red-cell distribution width (RDW)
digunakan untuk menilai anisositosis, merupakan penampakan hematologis pertama dan
meningkat pada pengurangan zat besi. Gabungan pemeriksaan Hb bersama MCV dan RDW
dapat mengarah kepada diagnosis ADB. beberapa literatur menyebutkan bahwa bentuk sel
pensil dan sigar hanya dapat ditemui pada anemia defisiensi besi. Apabila kadar hemoglobin
turun menjadi 7-9 g/dL dengan MCV antara 70-80 dan MCV 26-30, maka eritrosit menjadi
anisopoikilositosis, mikrositik hipokromik dengan eritrosit berbentuk pensil. Tanda
patognomonik anemia defisiensi besi adalah eritrosit berbentuk pensil.

TERAPI
Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan supaya terapi pada
anemia
ini berhasil. Dalam hal ini kausa yang mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus
juga diterapi.
Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1]. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang mendasari terjadinya
anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus dilakukan segera kalau tidak, anemia ini
dengan mudah akan kambuh lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan
memberikan hasil yang diinginkan.
2]. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:
1. Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi yang banyak disukai oleh
kebanyakan pasien, hal ini karena lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat
ini lebih murah.
Preparat yang ter sedia berupa:
- Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik, dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat
perut kosong [sebelum makan]. Jika hal ini memberikan efek samping misalkan terjadi mual,
nyeri perut, konstipasi maupun diare maka sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan
dengan makan atau menggantikannya dengan preparat besi lain. (Metha A, Hoffbrand AV,
2000,p.33)
- Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan kandungan besi lebih rendah daripada ferro
sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya hampir sama.
- Ferro Fumarat, Ferro Laktat. Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu
untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia sering kambuh lagi.

Berhasilnya terapi besi peroral ini menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira
kira satu minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu 2-4 minggu,
dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna dalam waktu 1-3 bulan. Hal ini bukan
berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi
cadangan besi tubuh. Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu
dipikirkan kemungkinan kemungkinannya sebelum diganti dengan preparat besi parenteral.
Beberapa hal yang menyebabkan kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral
antara lain perdarahan yang masih berkelanjutan
(kausanya belum teratasi), ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur) dosis
yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia multifaktorial. ( Bakta IM, 2007, hal
26-39; Hoffbrand AV, et al, 2005, hal 25-34).
2. Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan malabsorbsi berat,
penderita Crohn aktif, penderita yang tidak member respon yang baik dengan terapi besi
peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk
memulihkan besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.(Bakta
IM, 2007, hal 26-39; Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34) Ada beberapa contoh preparat besi
parenteral:
- Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian dilakukan secara intramuscular dalam dan
dilakukan berulang.
- Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer) Pemberian secara intravena lambat atau infus.
(Hoffbrand AV, et Al, 2005, hal 25-34) Harga preparat besi parenteral ini jelas lebih mahal
dibandingkan dengan preparat besi yang peroral. Selain itu efek samping preparat besi
parental lebih berbahaya. Beberapa efek samping yang dapat ditimbulkan dari pemberian besi
parenteral meliputi nyeri setempat dan warna coklat pada tempat suntikan, flebitis, sakit
kepala, demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri punggung, flushing, urtikaria,
bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis dan kematian. Mengingat banyaknya efek
samping maka pemberian parenteral perlu dipertimbangkan benar benar. Pemberian secara
infus harus diberikan secara hati-hati. Terlebih dulu dilakukan tes
hipersensitivitas, dan pasien hendaknya diobservasi selama pemberian secara infus agar
kemungkinan terjadinya anafilaksis dapat lebih diantisipasi. (Bakta IM,2007, hal 26-39;
Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34; Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68) Dosis besi parenteral
harus diperhitungkan dengan tepat supaya tidak kurang atau berlebihan, karena jika kelebihan
dosis akan membahayakan si pasien. Menurut Bakta IM, perhitungannya memakai rumus
sebagai berikut: (2007, hal 26-39) Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb
sekarang) x BB x 3
3] Terapi lainnya berupa:
1. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi dengan tinggi
protein dalam hal ini diutamakan protein hewani.
2. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat vitamin C ini akan
membantu penyerapan besi. Diberikan dengan dosis 3 x 100mg.
3. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan transfusi kecuali
dengan indikasi tertentu.

LAJU ENDAP DARAH


Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu : Rouleaux, tahap pengendapan
dan tahap pemadatan.
Erythrocyte Sedimentation Rate merupakan proses pemeriksaan sedimentasi atau
pengendapan darah yang diukur dengan memasukkan darah ke dalam tabung khusus selama
satu jam. Makin banyak eritrosit yang mengendap maka makin tinggi Laju Endap Darahnya.
Tinggi-rendahnya LED dipengaruhi oleh kondisi fisik tubuh terutama pada radang . Namun
peningkatan LED juga dapat terjadi pada Anemia. Faktor-Faktor yang dapat memepengaruhi
LED adalah faktor eritroait, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit /ul darah yang
kurang dari normal , ukuran yang lebih besar dari normal dan mudah beraglutinasi akan
meningkatkan LED. Namun tidak semua anemia akan meningkatkan LED seperti anemia sel
sabit dan akantositosis tidak meningkat karena pada keadaan ini rouleaux sulit terjadi.
Pembentukan rouleaux tergantung pada komposisi protein plasma. Peningkatan kadar
fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan rouleaux, sedangkan albumin akan
menghambat pembentukan.
TES DARAH SAMAR
Pemeriksaan darah samar di tinja memiliki peranan penting untuk mengetahui adanya
perdarahan kecil yang tidak dapat dinyatakan secara makroskopis, serta untuk mengenali
(deteksi) dini keganasan usus besar, perdarahan saluran cerna, dan anemia.
Adanya darah di dalam tinja selalu berarti abnormal. Pada keadaan normal tubuh
kehilangan 0,5-2 ml darah/hari. Pada keadaan abnormal dengan hasil Tes darah Samar (+)
tubuh kehilangan darah >2 ml/hari.
Ada beberapa metode pemeriksaan darah samar tinja antara lain menggunakan tes
benzidine, guaiac test,imunokimia. Dari beberapa penelitian disimpulkan bahwa pemeriksaan
benzidine dikatakan sensitif tetapi kurang spesifik, karena banyak dipengaruhi oleh diet dan
obat yang diminum oleh penderita. Di samping itu benzidine memiliki efek karsinogenik dan
mulai banyak ditinggalkan. Guaiacum test masih banyak memberi hasil positif palsu, dan
dipengaruhi oleh diet, obat, dan non-human hemoglobin, rehidrasi.
Metode imunokimia menggunakan antibodi terhadap hemoglobin manusia. Metode,
ini dapat dipakai sebagai metode alternatif karena cara pemeriksaannya praktis, cepat, tidak
memerlukan persiapan diet sebelum pemeriksaan, dan noninvasive. Pada tes Benzidine tes
berdasarkan aktivitas peroksidase eritrosit (Hb).
Daftar Pustaka
Abdulsalam.M , Daniel.A, Diagnosis, Pengobatan dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi.
Sari Pediatri, Vol. 4, No. 2, September 2002: 74 77
Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis Company.
Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai