Anda di halaman 1dari 38

Muhammad rizdimas ridho putra 181

1. Memahami dan menjelaskan hipertensi dalam kehamilan


Definisi
Hipertensi pada kehamilan terdapat pada 5-10% kehamilan, hipertensi merupakan salah satu dari
ketiga penyebab kematian pada ibu hamil selain perdarahan dan infeksi. World Health
Organization (WHO) menyatakan pada negara maju 16% kematian maternal diakibatkan karena
hipertensi pada kehamilan, dan menempati proporsi kematian pertama setelah perdarahan (13%),
aborsi (8%), dan sepsis (2%). Berg et all pada tahun 2003 melaporkan kematian maternal sekitar
16% karena komplikasi dari hipertensi pada kehamilan, dua tahun kemudian berg et al
melakukan penelitian yang menunjukan bahwa kematian maternal akibat hipertensi dapat
dicegah melalui beberapa tahapan(1,4)
Klasifikasi
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan terbagi berdasarkan pembagian dari :
a. The Working Group classification of hypertensive disorders complicating
pregnancy(4).
b. The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)(5).
A. Klassifikasi menurut The Working Group classification of hypertensive disorders
complicating pregnancy(4).
1.

Hipertensi Gestasional
a.

Tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan diastolik 90 mm Hg pertama


kali selama kehamilan

b.

Tanpa proteinuria

c.

Tekanan darah kembali normal sebelum 12 minggu post partum

2. Preeklampsia
a.

Tekanan darah 140/90 atau lebih yang terjadi setelah 20 minggu masa gestasi.

b.

Proteinuria +1 (Dipstick) atau > 300mg/24 jam

3. Eklampsia
Preeklamsia yang disertai oleh kejang.
4. Preeklampsia superimpose oleh hipertensi kronis

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Proteinuria 300mg/24 jam yang terjadi pada usia gestasi 20 minggu atau lebih pada
seorang wanita penderita hipertensi sejak sebulum hamil.

5. Hipertensi Kronis.
Tekanan darah 140/190 mmHg yang terjadi sejak sebelum hamil atau terdiagnosis
sebelum usia 20 minggu masa gestasi
B. Klassifikasi menurut The International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy
(ISSHP) (4).
1. Hipertensi gestasional dan / atau proteinuria yang terjadi selama masa kehamilan, persalinan
dan nifas pada seorang wanita hamil yang sebelumnya normotensif dan tanpa terjadi proteinuria,
terbagi menjadi :
a. Hipertensi Gestasional (Tanpa proteinuria)
b. Proteinuria Gestasional (Tanpa hipertensi)
c. Hipertensi dan Proteinuria gestasional (preeklamsia)
2. Hipertensi Kronik (hipertensi terjadi sebelum usia gestasi 20 minggu) dan penyakit ginjal
kronik (Proteinuria sebelum usia gestasi 20 minggu)
a. Hipertensi kronik (tanpa proteinuria)
b. Penyakit ginjal kronik (Proteinuria dengan atau tanpa hipertensi)
c. Hipertensi kronik superimpose preeklampsi (hipertensi kronik dengan onset proteinuria
setelah usia gestasi 20 minggu)
3. Hipertensi dan/atau proteinuria yang tidak dapat diklasifikasikan
4. Eklampsia
1.1. Hipertensi Gestasional
Diagnosis hipertensi gestasional ditegakan apabila wanita hamil memiliki tekanan darah sistolik
140 atau lebih dan diastolik 80 atau lebih yang terjadi pertama kali pada saat hamil, tanpa
disertai proteinura, dan tekanan darah akan kembali normal pada 12 minggu post partum.
Hampir 50% pasien dengan hipertensi gestasional akan berkembang menjadi preeklamsia dan
eklamsia yang ditandai dengan proteinuria. Proteinuria merupakan petanda dari kerusakan
endotelial yang mengakibatkan kebocoran glomerulus yang mengakibatkan proteinuria. (4)
Preeklampsia
2

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Preeklamsia merupakan peningkatan tekanan darah 140/90 atau lebih dan Proteinuria +1
(Dipstick) atau > 300mg/24 jam yang terjadi setelah 20 minggu masa gestasi. Derajat proteinuria
bersifat fluktuatif dari hari kehari, sehingga selain derajat proteinuria The American College of
Obstetricians and Gynecologists mengajukan modalitas pemeriksaan lain untuk menilai
proteinuria yang bersifat lebih stabil yaitu rasio protein:kreatinin > 0,3. (4)
Indikator derajat preeklamsia
The American College of Obstetricians and Gynecologists membagi derajat preeklampsia
menjadi ringan dan berat(4).
Tabel 2.1 : Derajat preeklampsia ringan dan berat berdasarkan ACOG.
Abnormalitas

Ringan

Berat

Tekanan darah diastolik

<110 mm Hg

>110 mm Hg

Tekanan darah sistolik

<160 mm Hg

>160 mm Hg

Proteinuria

2+

3+

Sakit kepala

Tidak ada

Ada

Gangguan Visual

Tidak ada

Ada

Nyeri perut

Tidak ada

Ada

Oliguria

Tidak ada

Ada

Kreatinin serum

Normal

Meningkat

Trombositopenia

Tidak ada

Ada

Peningkatan serum transaminase

Minimal

Meningkat

Hambatan pertumbuhan fetus

Tidak ada

Ada

Edema Pulmo

Tidak ada

Ada

Eklampsia
Awitan kejang pada seorang wanita hamil dengan preeklamsia yang tidak disebabkan oleh
penyebab lain disebut dengan eklamsia. Kejang yang terjadi merupakan tipe kejang generalisata
3

Muhammad rizdimas ridho putra 181


yang dapat terjadi sebelum, selam, atau setelah persalinan. 10% kasus eklamsia pada nulipara
terjadi setelah 48 jam post partum, dan 90% kasus terjadi sebelum dan 48 jam post partum. (4)
Hipertensi kronik disertai preklamsia
Hipertensi kronik baik primer maupun sekunder karena kelainan organ seperti kelainan pada
ginjal, vaskular, dan glandula adrenal dalam perjalanan penyakitnya dapat disertai preeklamsia
saat kehamilan. (4)
A.4 Etiologi
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan etiologi hipertensi pada kehamilan
terutama yang menjelaskan mengenai preeklamsia-eklamsia, diantaranya (4,5,6):
1. Implantasi plasenta dengan invasi tropoblas yang inkomplet.
2. Maladaptif imunologis antara ibu, plasenta dan fetus.
3. Faktor genetik yang terdiri dari gen-gen yang diturunkan
Invasi tropoblas yang inkomplet
Pada keadaan normal, arteriol spiral mengalami invasi oleh endovaskular tropoblas, sel sel ini di
ganti oleh endotel vaskular sehingga terbentuk pembuluh darah baru hasil remodeling dengan
karakteristik diameter pembuluh darah lebih besar dan resistensi vaskular yang lebih kecil,
berbeda dengan arteri, vena di invasi hanya sampai bagian permukaan saja. Pada preeklamsia
dapat terjadi invasi tropblastik inkomplet sehingga yang seharusnya terjadi proses remodeling
arteri spiral menjadi pembuluh darah baru dengan diameter yang lebih besar dengan resistensi
vaskular yang lebih rendah tidak terbentuk. (4,7)

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Gambar 2.1 Perbedaan proses remodeling arteri spiralis pada kondisi normal dibandingkan
dengan preeklamsia.

A. Implantasi tropoblas pada keadaan normal : pada trimester ke-tiga terjadi implantasi plasenta
yang disertai dengan proliferasi tropoblas ekstravilia, tropoblas tersebut menginvasi desidua
basalis dan menginvasi lebih dalam ke dinding arteriol spiral untuk mengganti jaringan endotel
dan lapisan muskular arteri spiral, proses remodeling ini menghasilkan pembuluh darah baru
yang lebih lebar dan memiliki resistensi vaskular yang lebih rendah.
B. Implantasi tropoblas pada keadaan preeklamsia : proses implantasi jaringan tropoblas
mengalami gangguan yang mengakibatkan tidak terjadi remodeling pada arteri spiral sehingga
mengakibatkan pembuluh darah yang membentuk plasenta menjadi berdiameter sempit dengan
resistensi vaskular lebih tinggi sehingga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
De Wolf et all melakukan penelitian terhadap vaskular plasenta yang menemukan terjadinya
kerusakan endotel, insudasi konstituen plasenta kedalam pembuluh darah, proliferasi lapisan
muskular pada vaskular, dan nekrosis pada area tertentu, selain itu terjadi deposit lipid pada sel
miosit tunika intima dan invasi oleh sel makrofag yang secara kolektif disebut dengan
(atherosis).(4)

Gambar 2.2 Perubahan histopatologis pembuluh darah plasenta pada pasien preeklamsia:

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Aterosis ditunjukan oleh pembuluh darah pada plasenta (kiri: pemeriksaan dengan mikroskop
cahaya, kanan: diagram skematik). Gangguan endotel mengakibatkan penyempitan lumen yang
diakibatkan oleh akumulasi lipid, dan sel makrofag yang berubah menjadi sel foam (sel busa).
Pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya tampak sel-sel busa yang ditunjukan panah
melengkukung, dan selain itu tampak kerusakan endotel vaskular yang ditunjukan oleh panah
lurus.
Karena gabungan faktor implantasi tropoblas yang tidak sempurna yang mengakibatkan tidak
terjadinya remodeling arteri spiralis dan penyempitan abnormal akibat deposit lipid dan sel foam
maka struktur vaskular akan menjadi sempit dengan resistensi vaskular yang tinggi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, penurnan perfusi utero-plasenter dan hambatan
pertumbuhan janin intrauterin (4,6,7).
Faktor-faktor imunologis
Pada preeklamsia terjadi intoleransi atau disregulasi imunologi. Terdapat beberapa komponen
imun yang berperan terhadap terjadinya preeklamsia. Diantaranya Haplotipe HLA-A, HLA-B,
HLA-D, HLA-Ia, HLA-II dan Hapltope reseptor sel NK.(4)
Redman et all menjelaskan bahwa pada preeklamsia terjadi gangguan toleransi antigenik
terhadap janin yang terbentuk, hal ini terutama terjadi pada masa kehamilan awal. Redman et al
menjelaskan bahwa pada awal kehamilan terjadi penurunan jumlah HLA-G yang bersifat
imunosupresif, penurunan jumlah HLA-G ini mengakibatkan hambatan dalam proses remodeling
arteri spiralis sehingga terbentuk vaskuler yang berdiameter sempit dengan resistensi vaskular
yang tinggi. Selain itu penghambatan oleh penurunan jumlah HLA-G, proses remodeling juga di
diakibatkan oleh aktivasi sel T Helper (Th-1, Th-2). Sel Th-2 mengaktifkan sistem imun humoral
melalui aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi, dan Th-1 menghasilkan sitokin. Aktivasi selsel tersebut terjadi melalui mekanisme yang belum diketahui dengan jelas (4).
Aktivasi sel endotel.
Pengeluaran faktor-faktor plasenta karena pemicu yang tidak diketahui seperti faktor
antiangiogenik dan faktor metabolik lain yang diketahui mengakibatkan kerusakan endotel
vaskular, selain faktor-faktor diatas kerusakan endotel juga dapat diakibatkan oleh stress
oksidatif yang ditandai oleh meningkatnya Reactive Oxygen Species (ROS) pada penderita
preeklamsia(8).
Faktor-faktor nutrisi
Berdasarkan penelitian John et al (2002) yang meneliti pengaruh nutrisi dengan kejadian
preeklamsia didapatkan kesimpulan bahwa pada kelompok dengan diet kaya buah-buahan dan
sayuran menunjukan angka kejadian preeklamsia, selain itu zhang et all melaporkan penurunan
angka kejadian preeklamsia dua kali lipat pada kelompok penelitian dengan intake vit C lebih
6

Muhammad rizdimas ridho putra 181


dari 85mg/hari, dibandingkan dengan kelompok dengan intake vit C kurang dari 85mg/Hari.
Intake sayuran, buah-buahan, dan vit C diketahui merupakan antioksidan yang berfungsi
menurunakan produksi ROS seperti lipid peroksida yang mengakibatkan kerusakan sel endotel
yang berperan dalam patogenesis preeklamsia (4).
Faktor-faktor genetik
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang bersifat poligenik, artinya dipengaruhi
beberapa ekspresi gen yang mengakibatkan serangakian proses kompleks yang menimbulkan
preeklamsia. Ward dan lindheumer meneliti keterkaitan faktor genetik dengan kejadian
preeklamsia. Penelitian tersebut menyebutkan bahwa terjadi peningkatan insidensi preeklamsia
sebesar 20-40% jika lahir dari ibu dengan riwayat preeklamsia, peningkatan insidensi
preeklamsia sebesar 11 -37% jika memiliki saudara kandung perempuan dengan riwayat
preeklamsia, dan peningkatan insidensi preeklamsia sebesar 22-47% jika memiliki saudara
kembar perempuan dengan riwayat preeklamsia. Menurut ward dan lindheimer melalui
penelitianya menyebutkan terdapat 70 jenis gen yang mungkin terkait dengan kejadian
preeklamsia. Tabel menunjukan beberapa gen yang terkait dengan kejadian preeklamsia. Tabel
dibawah menjelaskan beberapa faktor gen yang berperan terhadap terjadinya preeklamsia (4).
Tabel 2.2. Beberapa gen yang berperan dalam patogenesis hipertensi kehamilan(4)

Gen

Kromosom

MTHFR (C677T)

1p36.3

F5 (Gen Leiden)

1q23

AGT (M235T)

1q42-q43

NOS3 (Glu 298 Asp)

7q36

F2 (G20210A)

11p11-q12

Patofisiologi (4,5,7,8)
Redman et all menjelaskan bahwa hipertensi pada kehamilan merupakan penyulit kehamilan
yang terjadi melalui proses dua tahap:
1. Tahap pertama terjadi kegagalan remodeling vaskular oleh jaringan
tropoblas.

Muhammad rizdimas ridho putra 181


2. Tahap kedua merupakan manifestasi klinik akibat kegagalan proses
remodeling vaskular.

Faktor Immunologis
Hambatan implantasi tropoblas
1. Penurunan HLA-G
2. Aktivasi Sel Th-1 Sitokin
3. Aktivasi Sel Th-2 Aktivasi sel B Sistem imun humoral

Faktor Genetik:

Stadium I : Implantasi tropoblas inkomplet

Kegagalan remodeling arteri spiralis

Arteri spiralis berdiameter kecil dan resistensi vaskular yang besar

Aterosis:
Timbunan lipid dan sel foam di jaringan s

Keadaan hipoperfusi sirkulasi uteroplasenter


Mempersempit lumen vaskula

Stadium II: Sindroma klinis


Kerusakan Endotel glomerulus
Kerusakan endotel
Peningkatan respon terhadap vasopressor
Permeabilitas glomerulus meingkat
Intrauterin Growth Retardation (IUGR)
Hipertensi

Proteinuria

Preeklamsia-eklampsia
Gambar 2.3 : Patogenesis preeklampsia-eklampsia

Muhammad rizdimas ridho putra 181


1.2. Pre-eklampsi

1.3. Eklampsi

1.4. Superimposed Pre-eklampsi

1.5. Chronic Hypertension

2. Memahami dan menjelaskan perdarahan antepartum


2.1. Solusio Plasenta
1. Definisi
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari implantasi
normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum janin lahir . Cunningham
dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta sebagai separasi prematur plasenta dengan
implantasi normalnya korpus uteri sebelum janin lahir (2). Jika separasi ini terjadi di bawah
kehamilan 20 minggu maka mungkin akan didiagnosis sebagai abortus imminens (5). Sedangkan
Abdul Bari Saifuddin dalam bukunya mendefinisikan solusio plasenta adalah terlepasnya
plasenta dari tempat implantasi normalnya sebelum janin lahir, dan definisi ini hanya berlaku
apabila terjadi pada kehamilan di atas 22 minggu atau berat janin di atas 500 gram .

Gambar 1.Solusio Plasenta (Placental abrubtion).


2. Klasifikasi
1) Klasifikasi dari solusio plasenta adalah sebagai berikut:
a)

Solusio plasenta parsialis : bila hanya sebagian saja plasenta terlepas dari tempat
perlengkatannya.
9

Muhammad rizdimas ridho putra 181


b)

Solusio plasenta totalis ( komplek ) : bila seluruh plasenta sudah terlepas dari
tempat perlengketannya.

c)

Prolapsus plasenta : kadang-kadang plasenta ini turun ke bawah dan dapat teraba
pada pemeriksaan dalam.

2) Solusio plasenta di bagi menurut tingkat gejala klinik yaitu :


a)

Kelas 0 : asimptomatik

Diagnosis ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang
mengalami pendesakan pada plasenta. Rupture sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori
ini.
b)

Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat hampir 48 % kasus.

Solusio plasenta ringan yaitu : rupture sinus marginalis atau terlepasnya sebagian kecil plasenta
yang tidak berdarah banyak,sama sekali tidak mempengaruhi keadaan ibu atau janinnya.
Gejala : perdarahan pervaginam yang berwarna kehitam-hitaman dan sedikit sekali bahkan tidak
ada,perut terasa agak sakit terus-menerus agak tegang,tekanan darah dan denyut jantung
maternal normal,tidak ada koagulopati,dan tidak ditemukan tanda-tanda fetal distress.
c)

Kelas II : gejala klinik sedang dan terdapat hampir 27% kasus.

Solusio plasenta sedang dalam hal ini plasenta telah lebih dari seperempatnya tetapi belum
sampai dua pertiga luas permukaannya.
Gejala : perdarahan pervaginan yang berwarna kehitam-hitaman,perut mendadak sakit terusmenerus dan tidak lama kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam walaupun tampak
sedikit tapi kemungkinan lebih banyak perdarahan di dalam,didinding uterus teraba terusmenerus dan nyeri tekan sehingga bagian bagian janin sulit diraba,apabila janin masih hidup
bunyi jantung sukar di dengar dengan stetoskop biasa harus dengan stetoskop ultrasonic,terdapat
fetal distress,dan hipofibrinogenemi (150 250 % mg/dl).
d)

Kelas III : gejala berat dan terdapat hampir 24% kasus.

Solusio plasenta berat,plasenta lebih dari dua pertiga permukaannya,terjadinya sangat tiba-tiba
biasanya ibu masuk syok dan janinnya telah meninggal.
Gejala : ibu telah masuk dalam keadaan syok,dan kemungkinan janin telah meninggal,uterus
sangat tegang seperti papan dan sangat nyeri,perdarahan pervaginam tampaknya tidak sesuai
dengan keadaan syok ibu,perdarahan pervaginam mungkin belum sempat terjadi besar
kemungkinan telah terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal,hipofibrinogenemi (<
150 mg/dl)
10

Muhammad rizdimas ridho putra 181


3) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a)

Solusio plasenta ringan

Perdarahan pervaginam <100 -200 cc.


b)

Solusio plasenta sedang

Perdarahan pervaginam > 200 cc,hipersensitifitas uterus atau peningkatan tonus,syok


ringan,dapat terjadi fetal distress.
c)

Solusio plasenta berat

Perdarahan pervaginam luas > 500 ml,uterus tetanik,syok maternal sampai kematian janin dan
koagulopati.
4) Berdasarkan ada atau tidaknya perdarahan pervaginam
a)

Solusio plasenta yang nyata/tampak (revealed)

Terjadi perdarahan pervaginam,gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah,tidak


terdapat ketegangan uterus,atau hanya ringan.
b)

Solusio plasenta yang tersembunyi (concealed)

Tidak terdapat perdarahan pervaginam,uterus tegang dan hipertonus,sering terjadi fetal distress
berat. Tipe ini sering di sebut perdarahan Retroplasental.
c)

Solusio plasenta tipe campuran (mixed)

Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam,uterus tetanik.


5) Berdasarkan luasnya bagian plasenta yang terlepas dari uterus
a)

Solusio plasenta ringan

Plasenta yang kurang dari bagian plasenta yang terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.
b)

Solusio plasenta sedang

Plasenta yang terlepas - bagian. Perdarahan <1000 ml,uterus tegang,terdapat fetal distress
akibat insufisiensi uteroplasenta.
c)

Solusio plasenta berat

Plasenta yang terlepas > bagian,perdarahan >1000 ml,terdapat fetal distress sampai dengan
kematian janin,syok maternal serta koagulopati
11

Muhammad rizdimas ridho putra 181


3. Epidemiologi
Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain
menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam
500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia
adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden
solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya (8).
Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500
persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula
penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan (2). Menurut hasil penelitian
yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio plasenta di Amerika
Serikat menjadi sebab kematian bayi . Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di
Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta .
Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang
disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. 1 Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan (2).
No.

Penyebab Perdarahan

Sampel

(%)

1.

Solusio Plasenta

141

19

2.

Laserasi/ Ruptura uteri

125

16

3.

Atonia Uteri

115

15

4.

Koagulopathi

108

14

5.

Plasenta Previa

50

6.

Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata

44

7.

Perdarahan Uterus

44

8.

Retained Placentae

32

Pada tabel 2. 1 diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab
kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan (2).
Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo
(RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971
solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio
plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis,

12

Muhammad rizdimas ridho putra 181


mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu
ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya (5).
Sedangkan penelitian yang dilakukan Suryani di RSUD. DR. M. Djamil Padang dalam periode
2002-2004 dilaporkan terjadi 19 kasus solusio plasenta dalam 4867 persalinan (0,39%) atau 1
dalam 256 persalinan .
4. Etiologi
Penyebab primer solusio plasenta belum diketahui secara pasti, namun ada beberapa faktor yang
menjadi predisposisi :
1. Faktor kardio-reno-vaskuler
Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia . Pada
penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta
berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik,
sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan. Dapat terlihat solusio plasenta cenderung
berhubungan dengan adanya hipertensi pada ibu (2,3).
2. Faktor trauma
Trauma yang dapat terjadi antara lain :
- Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli.
- Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau
tindakan pertolongan persalinan.
- Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.
Dari penelitian yang dilakukan Slava di Amerika Serikat diketahui bahwa trauma yang terjadi
pada ibu (kecelakaan, pukulan, jatuh, dan lain-lain) merupakan penyebab 1,5-9,4% dari seluruh
kasus solusio plasenta (9). Di RSUPNCM dilaporkan 1,2% kasus solusio plasenta disertai trauma
(5)
.
3. Faktor paritas ibu
Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Holmer mencatat bahwa dari 83
kasus solusio plasenta yang diteliti dijumpai 45 kasus terjadi pada wanita multipara dan 18 pada
primipara. Pengalaman di RSUPNCM menunjukkan peningkatan kejadian solusio plasenta pada
ibu-ibu dengan paritas tinggi. Hal ini dapat diterangkan karena makin tinggi paritas ibu makin
kurang baik keadaan endometrium (2,3,5).
4. Faktor usia ibu
13

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Dalam penelitian Prawirohardjo di RSUPNCM dilaporkan bahwa terjadinya peningkatan
kejadian solusio plasenta sejalan dengan meningkatnya umur ibu. Hal ini dapat diterangkan
karena makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun (1,2,3,5).
5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila
plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomioma (3).
6. Faktor pengunaan kokain
Penggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan pelepasan
katekolamin, yang mana bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus
dan dapat berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitif.
Angka kejadian solusio plasenta pada ibu-ibu penggunan kokain dilaporkan berkisar antara 1335% .
7. Faktor kebiasaan merokok
Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta sampai dengan
25% pada ibu yang merokok 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang
perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada
mikrosirkulasinya . Deering dalam penelitiannya melaporkan bahwa resiko terjadinya solusio
plasenta meningkat 40% untuk setiap tahun ibu merokok sampai terjadinya kehamilan (12)
8. Riwayat solusio plasenta sebelumnya
Hal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio plasenta adalah
bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan ibu hamil lainnya yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta
sebelumnya (3).
9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava
inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain (16).

5. Patofisiologi
1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan
plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta
gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada
pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah
yang berwarna kehitam-hitaman.
14

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang
oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya.
Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh
plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban
keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau
mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.
Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru
atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat
kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan
masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimanamana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi
hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi
juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.
Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila
sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian
janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga
akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan
darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai
persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.
2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara
selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah
perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.
Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom
retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan
tersembunyi.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena
seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya lebih berbahaya
karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada
solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar
1. Keadaan umum penderita relative lebih
baik.
2. Plasenta terlepas sebagian atau
inkomplit.
3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

Perdarahan tersembunyi
1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.
2. Plasenta
terlepas
luas,uterus
keras/tegang.
3. Sering berkaitan dengan hipertensi.
15

Muhammad rizdimas ridho putra 181

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan
dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.
Penyulit terhadap ibu
Penyulit terhadap janin
1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi
1. Tergantung pada luasnya plasenta yang
darah umum
lepas dapat menimbulkan asfiksia
2. Terjadi
penurunan
tekanan
ringan sampai kematian dalam uterus.
darah,peningkatan nadi dan pernapasan
3. Ibu tampak anemis
4. Dapat timbul gangguan pembekuan
darah,karena
terjadi
pembekuan
intravaskuler diikuti hemolisis darah
sehingga fibrinogen makin berkurang
dan memudahkan terjadinya perdarahan
(hipofibrinogenemia)
5. Dapat timbul perdarahan packapartum
setelah persalinan karena atonia uteri
atau gangguan pembekuan darah
6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal
dan terjadi emboli yang menimbulkan
komplikasi sekunder
7. Timbunan darah yang meningkat
dibelakang
plasenta
dapat
menyebabkan
uterus
menjadi
keras,padat dan kaku.
6. Gambaran Klinis
Gambaran klinis dari kasus-kasus solusio plasenta diterangkan atas pengelompokannya menurut
gejala klinis:
1. Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan ini disebut juga ruptura sinus marginalis, dimana terdapat pelepasan
sebagian kecil plasenta yang tidak berdarah banyak. Apabila terjadi perdarahan pervaginam,
warnanya akan kehitam-hitaman dan sedikit sakit. Perut terasa agak sakit, atau terasa agak
tegang yang sifatnya terus menerus. Walaupun demikian, bagian-bagian janin masih mudah
diraba. Uterus yang agak tegang ini harus selalu diawasi, karena dapat saja menjadi semakin
tegang karena perdarahan yang berlangsung. Salah satu tanda yang menimbulkan kecurigaan
16

Muhammad rizdimas ridho putra 181


adanya solusio plasenta ringan ini adalah perdarahan pervaginam yang berwarna kehitamhitaman (2,5).
2. Solusio plasenta sedang
Dalam hal ini plasenta telah terlepas lebih dari satu per empat bagian, tetapi belum dua per tiga
luas permukaan. Tanda dan gejala dapat timbul perlahan-lahan seperti solusio plasenta ringan,
tetapi dapat juga secara mendadak dengan gejala sakit perut terus menerus, yang tidak lama
kemudian disusul dengan perdarahan pervaginam. Walaupun perdarahan pervaginam dapat
sedikit, tetapi perdarahan sebenarnya mungkin telah mencapai 1000 ml. Ibu mungkin telah jatuh
ke dalam syok, demikian pula janinnya yang jika masih hidup mungkin telah berada dalam
keadaan gawat. Dinding uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagianbagian janin sukar untuk diraba. Apabila janin masih hidup, bunyi jantung sukar didengar.
Kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal mungkin telah terjadi, walaupun hal tersebut
lebih sering terjadi pada solusio plasenta berat (2,5).
3. Solusio plasenta berat
Plasenta telah terlepas lebih dari dua per tiga permukaannnya. Terjadi sangat tiba-tiba.
Biasanya ibu telah jatuh dalam keadaan syok dan janinnya telah meninggal. Uterusnya sangat
tegang seperti papan dan sangat nyeri. Perdarahan pervaginam tampak tidak sesuai dengan
keadaan syok ibu, terkadang perdarahan pervaginam mungkin saja belum sempat terjadi. Pada
keadaan-keadaan di atas besar kemungkinan telah terjadi kelainan pada pembekuan darah dan
kelainan/gangguan fungsi ginjal (2,5,7).

7. Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas,
usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:


1. Syok perdarahan
Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah,
kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita
belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk
menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah.
Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang
terlihat (2,3,12).
17

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah
pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu
tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis
hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan
cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena
vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan
bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi.
Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar
selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan .
2. Gagal ginjal
Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada
dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi
nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan
yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan
proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak (2,5). Oleh
karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara
rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah
yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin
menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah (2).
3. Kelainan pembekuan darah
Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan
pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya (5).
Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara
300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi
gangguan pembekuan darah (2,5).
Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :
a. Fase I
Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut
disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi)
terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut,
maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik
mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat
gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang
penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria .
18

Muhammad rizdimas ridho putra 181


b. Fase II
Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran
darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang
berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan
patologis . Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan
pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara
pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu
lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu (2).
4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)
Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah
perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan
gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa
disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada
kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan .
Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :
1. Fetal distress
2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan
3. Hipoksia dan anemia
4. Kematian

8. Diagnosis
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh,
perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas
sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal
tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung
dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya
yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang
lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian
transfusi sering tidak memadai atau terlambat (2,3).
Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio
plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta (2,3) :
Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta
19

Muhammad rizdimas ridho putra 181


No
.

Tanda atau Gejala

Frekuensi (%)

1.

Perdarahan pervaginam

78

2.

Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang

66

3.

Gawat janin

60

4.

Persalinan prematur idiopatik

22

5.

Kontraksi berfrekuensi tinggi

17

6.

Uterus hipertonik

17

7.

Kematian janin

15

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda
dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.
Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak
sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan
ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya
cepat disertai uterus yang tegang terus menerus seperti papan, penderita menjadi anemia dan
syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan
dalam meraba bagian-bagian janin.
Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :
1. Anamnesis (5)
- Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang
dirasa paling sakit.
- Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent)
terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman .
- Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak
lagi).
- Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang
tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.
- Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.
2. Inspeksi (5)

20

Muhammad rizdimas ridho putra 181


- Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan.
- Pucat, sianosis dan berkeringat dingin.
- Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).
3. Palpasi (5)
- Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
- Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden uterus) baik waktu
his maupun di luar his.
- Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas.
- Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.
4. Auskultasi (5)
Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140,
kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per
tiga bagian.
5. Pemeriksaan dalam
- Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup.
- Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his.
- Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan turun ke bawah
dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta
previa.
6. Pemeriksaan umum (5)
- Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler,
tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.
7. Pemeriksaan laboratorium
- Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan
leukosit.
- Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada
solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan

21

Muhammad rizdimas ridho putra 181


pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes
kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).
8. Pemeriksaan plasenta .
Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta
yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di
belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.
9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)
Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :
- Terlihat daerah terlepasnya plasenta
- Janin dan kandung kemih ibu
- Darah
- Tepian plasenta

Gambar 2. 3 Ultrasonografi kasus solusio plasenta.


9. Terapi
Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis,
yaitu:
a. Solusio plasenta ringan
Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan
berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi
ketat, kemudian tunggu persalinan spontan (2).
22

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada
pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera
diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul
infus oksitosin untuk mempercepat persalinan (4).
b. Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit
meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria (5).
Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurangkurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan (5). Amniotomi akan
merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat
mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke
dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom
subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat
dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi
uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan (3,4).
Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah
nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang
baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap
oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat
diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada
penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan
preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan
infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat
mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.
Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan
darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu
pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan
pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah
kelainan pembekuan darah (19).
Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu
tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satusatunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria (5,17).
Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi,
jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan
histerektomi perlu dilakukan (5).

23

Muhammad rizdimas ridho putra 181


10. Prognosis
Prognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya
perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya
perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka
kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian
tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal (5).
Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur
yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio
plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari
dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari
2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio
sesaria dapat mengurangi angka kematian janin (5).

2.2. Plasenta Previa


Definisi dan klasifikasi
Plasenta previa adalah suatu kelainan dimana plasenta berimplantasi pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang
normal ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri (Ohio
State University, 2003).

Menurut Cunningham (2007) :


1. Plasenta previa totalis, yaitu seluruh ostium uteri internum tertutupi oleh plasenta
2. Plasenta previa parsialis, yaitu sebagian ostium uteri internum tertutupi oleh plasenta
3. Plasenta previa marginalis, yaitu bila pinggir plasenta tepat berada di pinggir ostium
uteri internum
4. Low-laying placenta (Plasenta letak rendah), yaitu tepi plasenta terletak pada 3-4 cm
dari tepi ostium uteri internum

24

Muhammad rizdimas ridho putra 181

Sumber : http://www.womenshealthsection.com/content/obs/obs018.php3
Epidemiologi
Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20% termasuk dalam plasenta
previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande multipara. Dari seluruh kasus perdarahan
antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu (Miller,
2009).
Etiologi
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya kurang
baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua. Keadaan
ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. kuretase yang berulang
4. Umur lanjut
5. Bekas seksio sesarea
6. Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan
hipertrofi plasenta. Hal ini terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang
sehari) (. Martaadisoebrata, 2005).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi luas
untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau menutupi
25

Muhammad rizdimas ridho putra 181


ostium uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari
tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang rendah dekat ostium uteri internum (.
Martaadisoebrata, 2005).
Ketika plasenta harus tumbuh membesar untuk mengkompensasi penurunan fungsinya
(penurunan untuk mengantarkan oksigen dan nutrisi lain), ada kemungkinan untuk pertumbuhan
plasenta previa. Beberapa contoh situasi yang membutuhkan fungsi plasenta yang besar dan
hasil peningkatan dari resiko plasenta previa termasuk kehamilan multiple, merokok, dan hidup
di dataran tinggi. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas,
seperti pada eritoblastosis, diabetes melitus atau kehamilan multipel (Stoppler, 2005).
Menurut Sarwono (2005), plasenta previa tidak selalu terjadi pada penderita dengan paritas yang
tinggi akibat vaskularisasi yang berkurang atau terjadinya atrofi pada desidua akibat persalinan
yang lampau. Plasenta yang letaknya normal dapat memperluas permukaannya sehingga
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum, seperti pada kehamilan kembar. Plasenta
previa berhubungan dengan paritas dan umur penderita. Hal ini dapat dilihat pada tabel dan
grafik 1 tentang hubungan plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya (Wiknjosastro, 2005).
Tabel 1. Hubungan frekuensi plasenta previa dengan umur ibu dan paritasnya di
RS Dr. Cipto Managunkusumo Jakarta tahun 1971-1975
UMUR

PRIMIGRAVIDA
(%)

MULTIGRAVIDA
(%)

15-19

1,7

1,6

20-24

2,3

6,9

25-29

2,9

7,9

30-34

1,7

9,7

>35

5,6

9,5

JUMLAH

2,2

7,7

26

Muhammad rizdimas ridho putra 181

Grafik 1. Insiden plasenta previa dan


solusio plasenta di Parkland Hospital dari
tahun1988 sampai 1999
Patofisiologi
Menurut DeCherney dan Nathan (2003), perdarahan pada plasenta previa mungkin berhubungan
dengan beberapa mekanisme sebagai berikut :
a. Pelepasan plasenta dari tempat implantasi selama pembentukan segmen bawah rahim
atau selama terjadi pembukaan ostium uteri internum atau sebagai akibat dari
manipulasi intravagina (Vaginal Touchae)
b. Infeksi pada plasenta (Plasentitis)
c. Ruptur vena desidua basalis
Gejala klinik
1.

Perdarahan tanpa nyeri

Pasien mungkin berdarah sewaktu tidur dan sama sekali tidak terbangun. Baru waktu ia bangun,
ia merasa bahwa kainnya basah. Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah
bulan ketujuh dan perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus (Martaadisoebrata, 2005).
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan dinding rahim.
Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding rahim karena isi rahim lebih cepat tumbuhnya
dari rahim sendiri. Akibatnya ismus uteri tertarik menjadi bagian dinding korpus uteri yang
disebut segmen bawah rahim (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan
dinding rahim. Saat perdarahan bergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan
pada istmus uteri. Dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan.
Sementara dalam persalinan, his pembukaan menyebabkan perdarahan karena bagian plasenta di

27

Muhammad rizdimas ridho putra 181


atas atau dekat ostium akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa terjadi
karena terlepasnya plasenta dari dasarnya (Martaadisoebrata, 2005).
Pada plasenta previa, perdarahan bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara
plasenta dan dinding rahim, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang. Namun,
dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru
(Martaadisoebrata, 2005).
Darah yang keluar terutama berasal dari ibu, yakni dari ruangan intervilosa. Akan tetapi dapat
juga berasal dari anak jika jonjot terputus atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka
(Martaadisoebrata, 2005).
2.
Bagian terendah anak masih tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul (Martaadisoebrata, 2005).
3.
Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih
sering disertai kelainan letak (Martaadisoebrata, 2005).
4. Perdarahan pasca persalinan
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan pascapersalinan karena kadang-kadang
plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta), daerah perlekatan luas dan
kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh darah pada
insersi plasenta tidak baik.
5. Infeksi nifas
Selain itu, kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan port d entree yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemia karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah.
Diagnosa
Diagnosa dapat ditegakkan dari anamnesa dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang
(Wiknjosastro, 2005) :
Anamnesa yang sesuai dengan gajala klinis, yaitu terjadi perdarahan spontan dan
berulang melalui jalan lahir tanpa ada rasa nyeri.
Pemeriksaan fisik :

Inspeksi : Terlihat perdarahan pervaginam berwarna merah segar.

Palpasi abdomen : Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah;
Sering disertai kesalahaan letak janin; Bagian bawah janin belum turun, apabila letak
28

Muhammad rizdimas ridho putra 181


kepala, biasanya kepala masih dapat digoyang atau terapung; Bila pemeriksa sudah
cukup pengalaman dapat dirasakan suatu bantalan pada segmen bawah rahim, terutama
pada ibu yang kurus.

Inspekulo : Dengan pemeriksaan inspekulo dengan hati-hati dapat diketahui asal


perdarahan, apakah dari dalam uterus, vagina, varises yang pecah atau lain-lain.

Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan di meja operasi (PDMO / Pemeriksaan


Dalam di Meja Operasi) karena dengan pemeriksaan dalam, akan menyebabkan
perdarahan pervaginam yang lebih deras.
Pemeriksaan penunjang :

Plasenta previa hampir selalu dapat didiagnosa dengan menggunakan USG abdomen,
yang 95% dapat dilakukan tiap saat.

Diagnosa Banding (Hanafiah, 2004)


Gejala dan tanda
* Perdarahan tanpa nyeri, usia
gestasi >28 minggu
* Darah segar
*Perdarahan dapat terjadi
setelah miksi atau defekasi,
aktivitas
fisik,
kontraksi
braxton hicks atau koitus

* Perdarahan dengan nyeri


intermitten atau menetap
* Warna darah kehitaman dan
cair, tapi mungkin ada bekuan
jika solusio relatif baru
* Jika ostium terbuka, terjadi
perdarahan berwarna merah
segar.

* Perdarahan intraabdominal

Faktor
predisposisi
* multipara
* mioma uteri
* usia lanjut
*kuretase
berulang
* bekas SC
* merokok

Penyulit lain

* Syok
* perdarahan setelah
koitus
* Tidak ada kontraksi
uterus
* Bagian terendah janin
tidak masuk PAP
*Bisa terjadi gawat
janin
* Hipertensi
* Syok yang tidak
* versi luar
sesuai dengan jumlah
*Trauma
darah (tersembunyi)
abdomen
* anemia berat
* Polihidramnion *
Melemah
atau
* gemelli
hilangnya
denyut
* defisiensi gizi
jantung janin
* gawat janin atau
hilangnya
denyut
jantung janin
* Uterus tegang dan
nyeri
* Riwayat seksio *Syok atau takikardia

Diagnosis
Plasenta
previa

Solusio
plasenta

Ruptur
29

Muhammad rizdimas ridho putra 181


dan/atau vaginal
* Nyeri hebat sebelum
perdarahan dan syok, yg
kemudian
hilang
setelah
terjadi regangan hebat pada
perut bawah (kondisi ini tidak
khas)

*Perdarahan berwarna merah


segar.
* Uji pembekuan darah tidak
menunjukkan adanya bekuan
darah setelah 7 menit
*
Rendahnya
faktor
pembekuan darah, fibrinogen,
trombosit, fragmentasi sel
darah

sesarea
*Partus lama atau
kasep
*Disproporsi
kepala /fetopelvik
*Kelainan
letak/presentasi
*Persalinan
traumatik

*Adanya cairan bebas


intraabdominal
*Hilangnya gerak atau
denyut jantung janin
*Bentuk
uterus
abnormal
atau
konturnya tidak jelas.
* Nyeri raba/tekan
dinding
perut
dan
bagian2 janin mudah
dipalpasi
* solusio plasenta * perdarahan gusi
*
janin
mati * gambaran memar
dalam rahim
bawah kulit
* eklamsia
*
perdarahan
dari
* emboli air tempat suntikan jarum
ketuban
infus

uteri

Gangguan
pembekuan
darah

Penanganan
Setiap ibu hamil dengan perdarahan antepartum harus segera dirujuk ke rumah sakit yang
memiliki fasilitas transfusi darah dan operasi, tanpa dilakukan pemeriksaan dalam terlebih
dahulu. Perdarahan yang pertama kali jarang mengakibatkan kematian dengan syarat tidak
dilakukan pemeriksaan dalam sebelumnya, sehingga masih cukup waktu untuk mengirimkan
penderita ke rumah sakit. Bila pasien dalam keadaan syok karena perdarahan yang banyak, harus
segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah (Hanafiah,
2005).
Selanjutnya penanganan plasenta previa bergantung kepada :

Keadaan umum pasien, kadar Hb

Jumlah perdarahan yang terjadi

Umur kehamilan/taksiran BB janin

Jenis placenta previa

Paritas dan kemajuan persalinan (Hanafiah, 2004)


30

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Penanganan pasien dengan plasenta previa ada 2 macam, yaitu:
1. Penanganan Pasif / Ekspektatif
Dahulu ada anggapan bahwa kehamilan dengan plasenta previa harus segera diakhiri untuk
menghindarkan perdarahan yang fatal. Namun sekarang ternyata terapi ekspektatif dapat
dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:

Perdarahan pertama pada plasenta previa jarang fatal

Untuk menurunkan kematian bayi karena prematuritas

Kriteria penanganan ekspektatif:

Umur kehamilan kurang dari 37 minggu

Perdarahan sedikit

Belum ada tanda-tanda persalinan

Keadaan umum baik, kadar Hb 8 % atau lebih

Perdarahan pada plasenta previa pertama kali terjadi biasanya sebelum paru-paru janin matur
sehingga penanganan pasif ditujukan untuk meningkatkan survival rate dari janin. Langkah awal
adalah transfusi untuk mengganti kehilangan darah dan penggunaan agen tokolitik untuk
mencegah persalinan prematur sampai usia kehamilan 36 minggu. Sesudah usia kehamilan 36
minggu, penambahan maturasi paru-paru janin dipertimbangkan dengan beratnya resiko
perdarahan mayor. Kemungkinan terjadi perdarahan berulang yang dapat mengakibatkan IUGR
harus dipertimbangkan. Sekitar 75% kasus plasenta previa diterminasi pada umur kehamilan 3638 minggu (Hanafi, 2005).
Dalam memilih waktu yang optimum untuk persalinan, dilakukan tes maturasi janin meliputi
penilaian surfaktan cairan amnion dan pengukuran pertumbuhan janin dengan USG. Penderita
dengan umur kehamilan antara 24-34 minggu diberikan preparat tunggal betamethason (12 mg
im 2x1) untuk meningkatkan maturasi paru janin. Berdasarkan data evidence based medicine
didapatkan pemakaian preparat ganda steroid sebelum persalinan meningkatkan efek samping
yang berbahaya bagi ibu dan bayi (Hanafi, 2005).
Pada terapi ekspektatif, pasien dirawat di rumah sakit sampai berat anak 2500 gr atau
kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan
lokasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Penderita
plasenta previa juga harus diberikan antibiotik mengingat kemungkinan terjadinya infeksi yang
besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan intrauterin. Setelah kondisi stabil dan

31

Muhammad rizdimas ridho putra 181


terkontrol, penderita diperbolehkan pulang dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika
terjadi perdarahan ulang (Nathan, 2003).
2.

Penanganan aktif / terminasi kehamilan

Terminasi kehamilan dilakukan jika janin yang dikandung telah matur, IUFD atau terdapat
anomali dan kelainan lain yang dapat mengurangi kelangsungan hidupnya, pada perdarahan aktif
dan banyak.
Kriteria penanganan aktif/terminasi kehamilan:

Umur kehamilan >/= 37 minggu, BB janin >/= 2500 gram

Perdarahan banyak 500 cc atau lebih

Ada tanda-tanda persalinan

Keadaan umum pasien tidak baik ibu anemis Hb < 8 gr % (Hanafi, 2005)

Jenis persalinan apa yang kita pilih untuk penanganan plasenta previa dan kapan
melaksanakannya bergantung pada faktor-faktor sebagai berikut :
Perdarahan banyak atau sedikit
Keadaan ibu dan anak
Besarnya pembukaan
Tingkat plasenta previa
Paritas
Ada 2 pilihan cara persalinan, yaitu persalinan pervaginam dan seksio sesarea. Persalinan
pervaginam bertujuan agar bagian terbawah janin menekan bagian plasenta yang berdarah
selama persalinan berlangsung, sehingga perdarahan berhenti. Seksio sesarea bertujuan
mengangkat sumber perdarahan, memberikan kesempatan pada uterus untuk berkontraksi
menghentikan perdarahannya, dan menghindari perlukaan servik dan segmen bawah uterus yang
rapuh apabila dilakukan persalinan pervaginam (Wiknjosastro, 2005).
Persalinan per vaginam dapat berupa :

Pemecahan ketuban

Versi Braxton Hicks

Cunam Willet-Gauss
32

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Pemecahan selaput ketuban merupakan cara pilihan untuk melangsungkan persalinan
pervaginam, karena (1) bagian terbawah janin akan menekan plasenta dan bagian plasenta yang
berdarah; dan (2) bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah
uterus, sehingga pelepasan plasenta dari segmen bawah uterus lebih lanjut dapat dihindarkan
(Wiknjosastro,2005).
Apabila pemecahan selaput ketuban tidak berhasil menghentikan perdarahan, maka dapat
dilakukan pemasangan cunam Willet dan versi Braxton-Hicks. Dalam dunia kebidanan kedua
cara ini telah ditinggalkan karena seksio sesaria dinilai lebih aman bagi ibu dan janin. Akan
tetapi pada keadaan darurat cara ini masih dilakukan sebagai pertolongan pertama untuk
mengatasi perdarahan yang banyak atau apabila seksio sesaria tidak mungkin dilakukan
(Wiknjosastro, 2005).
Cara ini mungkin dapat menolong ibu dengan menghentikan perdarahan, tetapi tidak selalu
menolong janinnya. Tekanan yang ditimbulkan terus menerus pada plasenta dapat mengurangi
sirkulasi darah uteroplasenta, sehingga mengakibatkan anoksia sampai kematian janin. Oleh
karena itu, cara ini biasanya dilakukan pada janin yang telah mati, janin yang prognosis untuk
hidup di luar uterus kurang baik, atau pada multipara yang persalinannya lebih lancar sehingga
tekanan pada plasenta tidak terlalu lama (Nathan, 2003).
Di rumah sakit yang lengkap, seksio sesarea merupakan cara persalinan terpilih. Di rumah sakit
dr. Cipto Mangunkusumo antara tahun 1971-1975, seksio sesarea dilakukan pada kira-kira 90%
dari semua kasus plasenta previa. Gawat janin bukan merupakan kontraindikasi dilakukan seksio
sesarea demi keselamatan ibu. Akan tetapi, gawat ibu mungkin terpaksa menunda seksio sesarea
sampai keadaannya dapat diperbaiki misalnya penanganan syok hipovolemik dengan resusitasi
cairan intravena dan darah (Nathan, 2003).
Plasenta previa totalis merupakan indikasi mutlak untuk seksio sesarea. Plasenta previa parsialis
pada primigravida sangat cenderung untuk seksio sesarea. Perdarahan banyak dan berulang
merupakan indikasi mutlak seksio sesarea karena perdarahan itu biasanya disebabkan oleh
plasenta previa yang lebih tinggi derajatnya dari pada yang ditemukan pada pemeriksaan dalam,
atau vaskularisasi yang hebat pada servik dan segmen bawah uterus. Multigravida dengan
plasenta letak rendah, plasenta previa marginalis atau plasenta previa parsialis pada pembukaan
lebih dari 5 cm dapat ditanggulangi dengan pemecahan selaput ketuban. Tetapi jika dengan
pemecahan selaput ketuban tidak mengurangi perdarahan yang timbul, maka seksio sesaria harus
dilakukan (Hanafiah, 2004).
Pada kasus yang terbengkalai dengan anemia berat karena perdarahan atau infeksi intrauteri, baik
persalinan pervaginam maupun seksio sesaria sama-sama tidak aman bagi ibu dan janin. Akan
tetapi dengan bantuan transfusi darah dan antibiotik yang adekuat, seksio sesaria masih lebih
aman dibanding persalinan pervaginam untuk semua kasus plasenta previa totalis dan
kebanyakan kasus plasenta previa parsialis. Seksio sesaria pada multigravida yang telah
33

Muhammad rizdimas ridho putra 181


mempunyai anak hidup cukup banyak dapat dipertimbangkan dilanjutkan dengan histerektomi
untuk menghindari terjadinya perdarahan postpartum yang sangat mungkin akan terjadi, atau
sekurang-kurangnya dipertimbangkan dilanjutkan dengan sterilisasi untuk menghindari
kehamilan berikutnya (Hanafiah 2004).
Persiapan untuk resusitasi janin perlu dilakukan. Kemungkinan kehilangan darah harus
dimonitor sesudah plasenta disayat. Penurunan hemoglobin 12 mg/dl dalam 3 jam atau sampai
10 mg/dl dalam 24 jam membutuhkan transfusi segera. Komplikasi post operasi yang paling
sering dijumpai adalah infeksi masa nifas dan anemia (Nathan, 2003).
Tindakan seksio sesarea pada plasenta previa, selain dapat mengurangi kematian bayi, terutama
juga dilakukan untuk kepentingan ibu. Oleh karena itu, seksio sesarea juga dilakukan pada
plasenta previa walaupun anak sudah mati (Nathan, 2003).

Bagan penanganan Plasenta Previa


Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu hamil dengan plasenta previa, adalah :
a. Perdarahan dan syok.
b. Infeksi.
c. Laserasi serviks.
d. Prematuritas atau lahir mati
34

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat kematian ibu karena plasenta previa seharusnya dapat
ditanggulangi. Sejak dilakukan penanganan pasif pada tahun 1945, kematian perinatal berangsurangsur dapat diperbaiki. Walaupun demikian, hingga kini kematian perinatal yang disebabkan
prematuritas tetap memegang peranan utama. Dengan persalinan seksio sesarea, fasilitas transfusi
darah, dan metode anestesi yang benar kematian ibu dapat diturunkan sampai kurang dari 1%.
Sedang kematian perinatal yang dihubungkan dengan plasenta previa sekitar 10% (Peedicayil,
1992).

2.3. Vasa Previa / Insersio Velamentosa

Definisi
Insersio velamentosa adalah tali pusat yang tidak berinsersi pada jaringan plasenta, tetapi pada
selaput janin sehingga pembuluh darah umblikus berjalan diantara amnion dan korion menuju
plasenta.
Pada persalinan, pembuluh-pembuluh darah tali pusat ini dapat turun ke bawah melalui
pembukaan serviks. Hal ini dapat diraba pada pemeriksaan dalam, disebut vasa previa, yang
dalam persalinan dapat menyebabkan perdarahan antepartum. Bila terjadi perdarahan banyak,
maka kehamilan harus segera diakhiri.
Hubungan plasenta dengan tali pusat :
Ditengah : keadaan ini disebut Insersio sentralis.
35

Muhammad rizdimas ridho putra 181


Agak kepinggir : keadaan ini disebut Insersio lateralis.
Dipinggir : keadaan ini disebut Insersio marginalis.
Diluar plasenta : keadaan ini disebut Insersio velamentosa. Hubungan tali pusat dengan
plasenta melalui selaput janin.
Etiologi
Insersi velamentosa ini biasanya terjadi pada kehamilan ganda/ gemeli, karena pada kehamilan
ganda sumber makanan yang ada pada plasenta akan menjadi rebutan oleh janin, sehingga
dengan adanya rebutan tersebut akan mempengaruhi kepenanaman tali pusat/ insersi.
Patofisiologi
Pada insersio velamentosa tali pusat yang dihubungkan dengan plasenta oleh pembuluhpembuluh darah yang berjalan dalam selaput janin. Kalau pembuluh darah tersebut berjalan di
daerah oestium uteri internum maka disebut vasa previa. Hal ini dapat berbahaya bagi janin
karena bila ketuban pecah pada permulaan persalinan pembuluh darah dapat ikut robek sehingga
terjadi perdarahan inpartum dan jika perdarahan banyak kehamilan harus segera di akhiri.
Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya belum diketahui secara pasti, perdarahan pada insersi velamentosa ini
terlihat jika telah terjadi vasa previa yaitu perdarahan segera setelah ketuban pecah dan karena
perdarahan ini berasal dari anak dengan cepat bunyi jantung anak menjadi buruk. Bisa juga
menyebabkan
bayi
itu
meninggal.
Satu-satunya cara mengetahui adanya insersi velamentosa ini sebelum terjadinya perdarahan
adalah dengan cara USG. Jadi sebaiknya pada ibu dengan kehamilan gemeli dianjurkan untuk
dilakukan pemeriksaan USG, karena untuk mengantisipasi dengan segala kemungkinan penyulit
yang ada, salah satunya insersio velamentosa ini.
Penanganan
Hanya melakukan diagnosa dan bila dicurigai bahwa ibu hamil mengalami kehamilan ganda
segera lakukan USG. Dan apabila mengetahui ibu positif mengalami insersio velamentosa,
lakukan rujukan pada Rumah Sakit (Seksio Sesarea)
Komplikasi
Pada insersi velamentosa, tali pusat dihubungkan dengan plasenta oleh selaput janin. Kelainan
ini merupakan kelainan insersi funiculus umbilikalis dan bukan merupakan kelainan
perkembangan plasenta. Karena pembuluh darahnya berinsersi pada membran, maka pembuluh
darahnya berjalan antara funiculus umbilikalis dan plasenta melewati membran. Bila pembuluh
darah tersebut berjalan didaerah ostium uteri internum, maka disebut vasa previa. Vasa previa ini
sangat berbahaya karena pada waktu ketuban pecah, vasa previa dapat terkoyak dan
36

Muhammad rizdimas ridho putra 181


menimbulkan perdarahan yang berasal dari anak. Gejalanya ialah perdarahan segera setelah
ketuban pecah dan karena perdarahan ini berasal dari anak maka dengan cepat bunyi jantung
anak menjadi buruk.
Bila perdarahan banyak, maka kehamilan harus segera diakhiri. Perdarahan vasa previa sering
diikira sebagai plasenta previa atau solusio plasenta. Untuk membedakannya dapat dilakukan tes
sebagai berikut. Kira-kira 2 atau 3 cc darah yang keluar dicampur air dalam jumlah yang sama
lalu disentrifusi dengan kecepatan 2000 rpm selama 2 menit. Supernatan dipisahkan, lalu
dicampurkan dengan NaOH 0,25 N dengan perbandingan 5 : 1. Dalam waktu 1 atau 2 menit akan
kelihatan perubahan warna. Warna kuning coklat menunjukkan bahwa darah itu berasal dari ibu.
Sedangkan warna merah berarti hemoglobin fetal. Angka kematian janin karena vasa previa
dapat mencapai 60%.
Diagnosis
Jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga bila usg antenatal dengan Coolor
Doppler memperlihatkan adanya pembuluh darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri
internum.
Tes Apt : uji pelarutan basa hemoglobin. Diteteskan 2 3 tetes larutan basa kedalam 1 mL
darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap berwarna merah. Jika
darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah dan campuran berubah warna menjadi
coklat.
Diagnosa dipastikan pasca salin dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta.
Seringkali janin sudah meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit
perdarahan yang terjadi sudah berdampak fatal bagi janin
Vasa Previa
Keadaan ini terjadi pada insersi velamentosa apabila sebagian dari pembuluh janin di selaput
ketuban memotong daerah os internum dan menempati posisi di depan bagian terbawah janin.
Pada pemeriksaan yang cermat kadang-kadang dapat diraba sebuah pembuluh janin tubular di
selaput ketuban yang menutupi bagian terbawah janin.
Penekanan pembuluh oleh jari pemeriksa ke bagian terbawah janin kemungkinan akan
menyebabkan perubahan frekuensi denyut jantung janin.
Pada vasa previa terdapat bahaya yang sangat besar bagi janin karena pecahnya ketuban dapat
disertai oleh ruptur pembuluh janin yang menyebabkan kehilangan banyak darah.
Apabila terjadi perdarahan antepartum atau intrapartum, terdapat kemungkinan vasa previa atau
ruptur pembuluh janin. Sayangnya, jumlah darah janin yang boleh keluar tanpa mematikan janin
relatif sedikit. Cara tercepat dan mudah untuk mendeteksi darah janin adalah dengan
37

Muhammad rizdimas ridho putra 181


mengapuskan darah pada kaca obyek, warnai apusan dengan pewarna Wright, dan periksa
preparat untuk mencari sel darah merah berinti, yang dalam keadaan normal terdapat dalam
darah tali pusat tetapi tidak dalam darah ibu.

38

Anda mungkin juga menyukai