Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN

Menurut Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang dapat mempengaruhi
jaringan biologi. Dalam WHO, obat didefinisikan sebagai zat yang dapat
mempengaruhi aktivitas fisik atau psikis. Menurut Katzung (2007), setiap obat
memiliki sifat khusus masing-masing agar dapat bekerja dengan baik. Sifat fisik
obat, dapat berupa benda padat pada temperatur kamar ataupun bentuk gas namun
dapat berbeda dalam penanganannya berkaitan dengan pH kompartemen tubuh
dan derajat ionisasi obat tersebut. Ukuran molekuler obat yang bervariasi dari
ukuran sangat besar (BM 59.050) sampai sangat kecil (BM 7) dapat
mempengaruhi proses difusi obat tersebut dalam kompartemen tubuh. Bentuk
suatu molekul juga harus sedemikian rupa sehingga dapat berikatan dengan
reseptornya. Setiap obat berinteraksi dengan reseptor berdasarkan kekuatan atau
ikatan kimia. Selain itu, desain obat yang rasional berarti mampu memperkirakan
struktur molekular yang tepat berdasarkan jenis reseptor biologisnya.
Untuk dapat mencapai tempat kerjanya, banyak proses yang harus dilalui obat.
Proses itu terdiri dari 3 fase, yaitu fase farmasetik, fase farmakokinetik, dan fase
farmakodinamik. Fase farmasetik merupakan fase yang dipengaruhi oleh cara
pembuatan obat, bentuk sediaan obat, dan zat tambahan yang digunakan
(Batubara, 2008). Fase selanjutnya yaitu fase farmakokinetik, merupakan proses
kerja obat pada tubuh (Katzung, 2007). Suatu obat selain dipengaruhi oleh sifat
fisika kimia obat (zat aktif), juga dipengaruhi oleh sifat fisiologi tubuh, dan jalur
atau rute pemberian obat (Batubara, 2008). Fase selanjutnya yaitu fase
farmakodinamik. Proses ini merupakan pengaruh tubuh pada obat (Katzung,
2007). Fase ini menjelaskan bagaimana obat berinteraksi dengan reseptornya
ataupun pengaruh obat terhadap fisiologi tubuh. Fase farmakodinamik
dipengaruhi oleh struktur kimia obat, jumlah obat yang sampai pada reseptor, dan
afinitas obat terhadap reseptor dan sifat ikatan obat dengan reseptornya (Batubara,
2008).

DIAZEPAM
Diazepam merupakan obat dari golongan Benzodiazepine. Benzodiazepine
merupakan obat yang paling banyak digunakan sebagai obat anti anxiolitik. Obat
ini juga telah menggantikan posisi barbiturate dan meprobamate sebagai obat anti
cemas, ini dikarenakan benzodiazepine masih lebih aman dan juga lebih efektif.
Obat pertama dari benzodiazepine adalah chlordiazepoxide, dimana obat
tersebut telah di temukan pada tahun 1955 oleh Leo Sternbach dan teman-teman..
Lalu kemudian diketahui bahwa obat ini memiliki efek sedative, relaksasi otot ,
dan anti konvulsi pada hewan terhadap meprobamate, tidak memiliki efek pada
system saraf otonom, dan secara umum rendah toksisitasnya. Percobaan klinis
membuktikan sediaan ini memiliki efek anti cemas dan anti kejang pada manusia
dan diperkenalkan dipasaran pada tahun 1960, dan hanya 2 tahun kemudian
dimulai penelitian tentang farmakologinya.
Diazepam, pertama kali berhasil di sintesis pada tahun 1959, memiliki
profil farmakologik yang hampir mirip tetapi 3 sampai 10 kali lebih poten
daripada chlordiazepoxide pada percobaan terhadap hewan. Obat ini mulai
dipasarkan sekitar akhir tahun 1963 dan sejak itu menjadi salah satu obat yang
penggunaannya luas di wilayah barat.

Gambar 1: Struktur kimia diazepam (Martindale: 2006)


Diazepam merupakan obat anti cemas yang termasuk pada kelompok
benzodiazepine, yang didalamnya juga terdapat alprazolam, clonazepam,
lorazepam, flurazepam dan lainnya. Nama sistematiknya (IUPAC) adalah 7-

chloro-1,3-dihydro-1methyl-5-phenyl-1,4-benzodiazepin -2-one. Dari sisi kimiawi


diazepam merupakan turunan yang paling sederhana dari 1,4-benzodiazepine-2ones. Telah ditemukan banyak cara untuk mensintesis diazepam dari 2-amino-5chlorobenzophenon salah satunya dengan siklokondensasi langsung dari 2-amino5-chlorobenzophenon atau 2-methylamino-5-chlorobenzophenon dengan ethyl
ester dari glycine hydrochloride. Diazepam muncul dalam bentuk padat putih
atau kristal kuning dan suhu leleh pada 131,5 sampai 134,5 celcius. pH dari
diazepam adalah netral. Diazepam dapat bertahan selama 5 tahun untuk tablet
oral, dan 3 tahun untuk solution IV/IM. Diazepam harus disimpan pada suhu
kamar (15-30C ).
I.

Absorpsi
Absorpsi obat didefinisikan sebagai penetrasi suatu obat melewati

membran tempat pemberian (site of application), dan obat tersebut berada


dalam bentuk yang tidak mengalami perubahan (Syukri, 2002). Dilihat dari
strukturnya , senyawa ini cenderung besifat

basa namun terikat dengan

klorida . Berdasarkan literatur diazepam diserap baik dalam saluran


pencernaan. Di lambung, molekulnya tidak akan mengalami ionisasi , karena
pada zat ini terikat klorida , dimana di dalam lambung dieksresikan asam
klorida yang menyebabkan suasana pH lambung yang sangat asam sehingga
tidak akan terionisasi sehingga membentuk molekul utuh yang menyebabkan
zat ini terserap di lambung. Molekulnya akan menembus membran biologis
dan masuk ke dalam sistem peredaran darah. Begitupun di dalam usus , karena
molekul ini memiliki gugus amina , maka dalam suasana basa dia cenderung
tidak terionisasi juga sehingga dapat diserap di dalam usus. Penyerapan oleh
usus bersifat selektif permeabel. Hal ini dipengaruh derajat ionisai, ukuran
partikel dan kelarutannya dalam lemak/air.
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan
memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam
dilarutkan dengan pelarut organik (propilen glikol, sodium benzoat) karena
tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Berdasarkan data

tersebut dapat dipastikan bahwa diazepam mudah diserap oleh membran


biologis yang merupakan lapisan lipid bilayer.
II.

Distribusi
Transpor sedatif-hipnotika di dalam darah merupakan proses

dinamis dimana molekul-molekul obat masuk dan keluar jaringan pada


kecepatan yang bergantung pada aliran darah, perbedaan konsentrasi, dan
permeabilitas membran . Kelarutan dalam lipid memegang peranan penting
dalam menentukan kecepatan dimana sedatif-hipnotika tertentu memasuki
sistem saraf pusat. Diazepam secara cepat terdistribusi dalam tubuh karena
bersifat lipid-soluble, volume distribusinya 1,1L/kg, dengan tingkat
pengikatan pada albumin dalam plasma sebesar (98-99%). Diazepam lebih
mudah larut didalam lipid sehingga mula kerjanya pada sistem saraf pusat
lambat. Kecepatan transformasi metabolisme dan eliminasi dari diazepam
pada manusia sangat lambat jika dibanding terhadap waktu yang relative
singkat untuk mengakhiri semua efek farmakologis utama.
Semua sedatif-hipnotika menembus sawar darah plasenta selama
kehamilan. Laju keseimbangan konsentrasi darah ibu dengan janin lebih
lambat dibandingkan laju keseimbangan antara darah ibu dengan system saraf
pusat, karena rendahnya aliran darah menuju plasenta. Jika sedative-hipnotika
diberikan pada masa-masa sebelum kehamilan, obat ini bisa menyebabkan
depresi pada fungsi-fungsi vital neonates. Sedatif-hipnotika dapat dideteksi di
dalam air susu dan dapat mengakibatkan efek-efek depresan terhadap fungsi
sitem saraf pusat pada bayi yang mengonsumsi air susu ibu tersebut.
Diazepam dan sebagian besar sedative-hipnotika lainnya berikatan
kuat dengan protein plasma. Kekuatan ikatannya berhubungan erat dengan
sifat lipofiliknya, pada diazepam adalah 99%. Kadarnya pada cairan
serebrospinal kira-kira sama dengan kadar obat bebas di dalam plasma.
Diazepam akan mengalami akumulasi pada penggunaan dosis berulang.
Diazepam diabsorpsi dengan cepat secara lengkap setelah pemberian peroral
dan puncak konsentrasi dalam plasmanya dicapai pada menit ke 15-90 pada
dewasa dan menit ke-30 pada anak-anak. Bioavailabilitas obat dalam bentuk

sediaan tablet adalah 100%. Range t1/2 diazepam antara 20-100 jam dengan
rata-rata t1/2 nya adalah 30 jam.
III.

Metabolisme

Diazepam diekskresi melalui urine, baik dalam bentuk bebas


maupun terkonjugasi. Diazepam di eksresi dalam urine sebagai glucuronides
atau oxidized metabolites. Waktu eliminasi plasma akan memanjang pada
neonates, geriatric, dang pasien dengan gangguan liver. Pada sebagian besar
kasus, perubahan fungsi ginjal tidak memiliki efek yang kuat terhadap
eliminasi obat induk. Sangat sedikit yang dikeluarkan melalui hemodialisa.
Metabolisme utama diazepam berada di hati, menghasilkan tiga metabolit aktif.
Enzim utama yang digunakan dalam metabolisme diazepam adalah CYP2C19
dan CYP3A4. N-Desmetildiazepam (nordiazepam) merupakan salah satu
metabolit yang memiliki efek farmakologis yang sama dengan diazepam,
dimana t1/2 nya lebih panjang yaitu antara 30-200 jam. Ketika diazepam
dimetabolisme oleh enzim CYP2C19 menjadi nordiazepam, terjadilah proses
N-dealkilasi. Pada fase eliminasi baik pada terapi dosis tunggal maupun multi

dosis, konsentrasi N-Desmetildiazepam dalam plasma lebih tinggi dari


diazepam sendiri. N-Desmetildiazepam

dengan bantuan enzim CYP3A4

diubah menjadi oxazepam, suatu metabolit aktif yang dieliminasi dari tubuh
melalui proses glukuronidasi. Oxazepam memiliki estimasi t1/2 antara 5-15
jam. Metabolit yang ketiga adalah Temazepam dengan estimasi t1/2 antara 1020 jam. Temazepam dimetabolisme dengan bantuan enzim CYP3A4 dan
CYP3A5 serta mengalami konjugasi dengan asam glukuronat sebelum
dieliminasi dari tubuh. Diazepam diekskresikan melalui air susu dan dapat
menembus barier plasenta, karena itu penggunaan untuk ibu hamil dan
menyusui sebisa mungkin dihindari. Di dalam tubuh embrio bahan metabolit
tersebut berpotensi menginhibisi neuron, meningkatkan pH di dalam sel, dapat
bersifat toksik. Dengan terinhibisinya neuron maka akan terganggu pula
transfer neurotransmiter untuk hormon-hormon pertumbuhan, sehingga
mengakibatkan pertumbuhan embrio yang lambat. Dengan pH yang tinggi
mengakibatkan sel tidak dapat tereksitasi, sehingga kerja hormon pertumbuhan
juga terganggu yang akhirnya pertumbuhan janin juga terganggu. Pada
trimester pertama masa kehamilan merupakan periode kritis maka bahan
teratogen yang bersifat toksik akan mempengaruhi pertumbuhan embrio,
bahkan dapat mengakibatkan kematian janin.Efek samping ringan Diazepam
dapat terjadi pada konsentrasi plasma mencapai 50-100g/L, tetapi ini juga
tergantung pada sensitivitas setiap individual. Efek anxiolitik terlihat pada
penggunaan secara long-term dengan konsentrasi 300-400g/L. Diazepam ini
tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang panjang (tidak boleh lebih
dari 3 bulan), karena berakibat buruk bagi tubuh penderita. Hal ini mungkin
dapat disebabkan karena t1/2 diazepam yang cukup panjang, ditambah lagi t1/2
N-Desmetildiazepam yang lebih panjang yaitu, 2 kali t1/2 Diazepam. Hal ini
berarti setelah konsentrasi diazepam dalam tubuh habis untuk menghasilkan
efek, masih dapat dihasilkan efek bahkan sebesar 2 kalinya yang diperoleh dari
N-Desmetildiazepam sebagai metabolit aktif diazepam.

Ditambah lagi

persentase metabolit yang terikat protein dalam plasma (97%), lebih sedikit
daripada prosentase diazepam yang terikat protein plasma (98%-99%). Oleh

karena itu penggunaan diazepam dalam terapi pengobatan harus ekstra berhatihati, yaitu perlu dipertimbangkan adanya efek yang ditimbulkan oleh metabolit
aktif Diazepam, untuk itu mungkin perlu dilakukan kontrol terhadap
konsentrasi diazepam dan metabolitnya dalam plasma.
IV.
Ekskresi
Diazepam diekskresi melalui urine, baik dalam bentuk bebas
maupun terkonjugasi. Diazepam di eksresi dalam urine sebagai glucuronides
atau oxidized metabolites. Waktu eliminasi plasma akan memanjang pada
neonates, geriatric, dan pasien dengan gangguan HATI. Pada sebagian besar
kasus, perubahan fungsi ginjal tidak memiliki efek yang kuat terhadap
eliminasi obat induk. Sangat sedikit yang dikeluarkan melalui hemodialisa.
Diazepam diekskresikan melalui air susu dan dapat menembus barier
plasenta, karena itu penggunaan untuk ibu hamil dan menyusui sebisa
mungkin dihindari.
V.

Farmakodinamik
Hampir semua efek benzodiazepine merupakan hasil kerja

golongan ini pada SSP dengan efek utama sedasi, hipnosis, pengurangan
terhadap rangsangan emosi/ ansietas, relaksasi otot, dan anti konvulsi. Hanya
dua efek saja yang merupakan kerja golongan ini pada jaringan perifer yaitu
vasodilatasi koroner setelah pemberian dosis terapi secara IV dan blokade
neuromuscular yang hanya terjadi pada pemberian dosis tinggi.
Target dari kerja benzodiazepine adalah reseptor GABA.
Reseptor ini terdiri dari subunit , , dan dimana berkombinasi dengan lima
atau lebih dari membran postsinaptik. Benzodiazepine meningkatkan efek
GABA dengan berikatan ke tempat yang spesifik dan afinitas tinggi. Reseptor
ionotropik ini, suatu protein heteroligometrik transmembran yang berfungsi
sebagai kanal ion klorida, yang diaktivasi oleh neurotransmitter GABA
inhibiotrik. Benzodiazepin meningkatkan frekuensi pembukaan kanal oleh
GABA. Pemasukan ion klorida tersebut menyebabkan hyperpolarisasi kecil
yang menggerakkan potensial postsinaps menjauh dari threshold sehingga
menghambat kejadian potensial aksi. Diazepam digunakan dalam pengobatan

jangka pendek untuk ansietas berat, hypnosis untuk manajemen sementara


insomnia, sebagai sedatif dan premedikasi, sebagai anti konvulsan, dan dalam
pengontrolan spasme otot.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 128-131, 153, Depkes


RI, Jakarta
Dollery, C, Therapeutic Drugs, 2nd Edition, D80-D82. Churchil Livingstone, London

Lacy, C.F., et al, 2003, Drug Information Handbook, 403-405, Lexi-Comp


Inc., Canada

Howland R.D, Mycek M.J. Lippincotts Illustrated Reviews Pharmacology 3 rd


Edition, NY: Lippincott Williams & wilkins
Sweetman Sean C. Martindale The complete Drug Reference. Thirty-sixth edition.
2006.London-Chicago : Pharmaceutical Press. 2006.

MAKALAH FARMAKOKIMIA
DIAZEPAM

Disusun oleh :
Retno Widiati
Ristanti Eka Yulia S
Nur Fajrina
Ronalisa

3311131011
33111310
33111310
33111310

KELAS A

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2015

Anda mungkin juga menyukai