Anda di halaman 1dari 7

VERTIGO

A. Landasan Teoritis.
1. Pengertian.
Vertigo adalah perasaan yang abnormal, mengenai adanya gerakan
penderita sekitarnya atau sekitarnya terhadap penderita; tiba-tiba semuanya serasa
berputar atau bergerak naik turun dihadapannya. Keadaan ini sering disusul
dengan muntah-muntah, bekringat, dan kolaps. Tetapi tidak pernah kehilangan
kesadaran. Sering kali disertai gejala-gejala penyakit telinga lainnya.
2. Tanda dan Gejala.
Jenis vertigo ini merupakan sindrom vestibular yang paling sering
dijumpai dalam praktek klinis. Pasien dengan kelainan ini tidak mengalami
vertigo bila duduk atau berdiri diam tapi serangann timbul bila terjadi perubahan
posisi ( misalnya sedang tidur terlentang ke depan dan ke belakang kemudian
miring ke posisi yang terganggu ). Atau gerakan kepala atau badan, umumnya
gerakan kedepan dan ke belakang yang memicu vertigo, vertigo biasanya hanya
berlangsung beberapa detik. Perubahan posisi kepala menghebat vertigo dan
helitonitis vestibulans dan beberapa vertigo lain yaitu perifer atau sentra, tetapi
pada gejala ini hanya timbul setelah gerakan kepala tertentu.
3. Patofisiologi.
Penyebab penyakit ini belum diketahui, kemungkinan karena pemasukan
cairan dan garam yang berlebihan, bekerja terlalu berat dan pengaruh emosi.
Pada penyakit ini ditemukan pelebaran labirin membran mukosa disertai
rusaknya sel saraf sensori pada ampula dan koklea. Biasanya yang terkena saraf
telinga lainnya.
Penyakit ini lazim terdapat pada penderita setengah tua, tiba-tiba
mendapat serangan vertigo berat diikuti mual dan muntah. Serangan timbul
beberapa jam, tetapi penderita memerlukan istirahat di tempat tidur selama dua

tiga hari. Diperlukan beberapa waktu untuk dapat bekerja kembali sebab penderita
masih belum bisa berjalan sempurna serta kurang percaya akan diri sendiri.
Penderita dapat sembuh setelah beberapa hari, tetapi dapat juga sampai beberapa
bulan. Selama serangan penderita menjadi tuli namun pulih kembali bila penyakit
telah sembuh. Keluhan tinitus pada teling yang terkena sering memburuk sebelum
atau selam serangan. Sayangnya banyak penderita yang makin lama makin tuli
selama penyakit berjalan.
4. Komplikasi.
Komplikasi penyakit vertigo ini biasanya adalah penyakit meniere, trauma
telinga dan labirimitis, epidemic atau akibat otitis media kronika. Vertigo juga
dapat disebabkan karena penyakit pada saraf akustikus serebelum atau sistem
kardiovaskuler.
5. Penatalaksanaan.
Pada fase akut penderita harus dibaringkan dan diberi Avoming 25 mg tiap
6 jam. Kalau muntah dan vertigo hebat penderita perlu dirawat di Rumah Sakit.
Promethazine 25 mg dan Chlorpromazine 1,25 mg melalui IM tiap 6jam selama
24 jam akan mengurangi muntah dan vertigo yang hebat.
Pada fase tenang penderita dianjurkan untuk :
a) Mengurangi minum hanya sampai tiga gelas sehari.
b) Pantang garam.
Sebagian besar penderita sembuh dengan cara tersebut diatas. Hanya
sebagian kecil saja vertigonya kambuh yang memerlukan operasi pada teling yang
terkena.
Bilamana

pendengaran

masih

baik

dianjurkan

operasi

untuk

menghilangkan vertigo sambil mempertahankan pendengarannya seperti :


a) Miringotomi dan pemasangan gromet dapat mengurangi vertigo.
b) Dekomprese sakus endolimfatikus untuk mengurangi tekanan di dalam
labirin mukosa dapat menghilangkan vertigo.

c) Perusakan dengan ultra sonik terhadap labirin untuk mempertahankan


koklea telah dicoba pula tetapi cara ini sudah banyak ditinggalkan oleh
ahli THT.
d) Bilamana satu telinga tuli besar dan menyebabkan kambuhnya vertigo
perusakan labirin membranosa perlu dilakukan dengan cara operasi ini
penderita dibebaskan sama sekali dari vertigo sedangkan hilangnya
pendengaran tidak merisaukan penderita.
B. Asuhan Keperawatan.
1. Pengkajian.
Aktifitas / Istirahat.
Letih, lelah, malaise, keterbatasan akibat keadaan, ketegangan mata,
insomnia.
Makanan / Cairan.
Mual / muntah, anoreksia ( selama nyeri ), penurunan berat badan.
Neurosensori.
Pening, disorientasi ( selama sakit kepala ), tidak mampu
berkonsentrasi, riwayat kejang, cedera kepala yang baru terjadi, trauma,
stroke, infeksi intra kranial, kraniotomi, aura; visual, olfaktorius tinitus,
perubahan visual, sensitif terhadap cahaya / suara yang keras, epistaksis,
parestesia, kelemahan progresif / paralisis satu sisi temporer.
Nyeri / kenyamanan.
Nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah, fokus menyempit, fokus
pada diri sendiri, respon emosional / prilaku tak terarah, seperti menangis,
gelisah, otot-otot daerah leher menegang, rigiditas nukal.
2. Data Fokus.
Inspeksi.
Letih, lelah, ketegangan mata, mual dan muntah, penurunan berat
badan, nyeri, kemerahan, pucat pada daerah wajah

Auskultasi.
Hipertensi ( peningkatan tekanan darah ).
Palpasi.
Perkusi.
3. Diagnosa Keperawatan.
1) Nyeri akut / kronis B.D stres dan ketegangan, iritasi / tekanan saraf,
vasospasme, peningkatan tekanan intra kranial.
2) Resiko tinggi tidak efektifnya koping individual B.D situasi krisis, kerentanan
personal, sistem pendukung tidak adekuat, kelebihan beban kerja / kurang
hiburan, ketidak adekuatan relaksasi, metode koping tidak ade kuat, nyeri
berat, ancaman berlebihan pada diri sendiri.
3) Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) mengenai kondisi dan kebutuhan
pengobatan B.D kurang pemajanan / kurang mengingat, tidak mengenal
informasi, keterbatasan kognitif.
4. Intervensi Keperawatan.
Diagnosa 1.
1) Teliti keluhan nyeri, catat intensitasnya ( skala 0 4 ), karakteristik
( misal; berat, berdenyut, konstan ), lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk, atau meredakan.
2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, seperti; ekspresi wajah,
posisi tubuh, gelisah, menangis / meringis, menarik diri, diaforesis,
perubahan frekuensi jantung / pernafasan, tekanan darah.
3) Catat adanya pengaruh nyeri, misalnya; hilangnya perhatian pada hidup,
penurunan aktifitas, penurunan berat badan.
Diagnosa 2.
1) Diskusikan mengenai metode koping, seperti pemakaian alkohol,
kebiasaan merokok, pola makan, strategi relaksasi mental / fisik.
2)

Bantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.

3)

Berikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penanganan dan hasil


yang diharapkan.

Diagnosa 3.
1) Diskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
2) Bantu pasien dalam mengidentifikasi kemungkinan faktor predisposisi,
seperti stres emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap makanan /
lingkungan tertentu.
3) Anjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
5. Implementasi dan Rasionalisasi Keperawatan.
Diagnosa 1.
1) Meneliti keluhan nyeri, mencatat intensitasnya ( skala 0 4 ), karakteristik
( misal; berat, berdenyut, konstan ), lokasi, lamanya, faktor yang
memperburuk, atau meredakan.
Rasional:
Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus dijelaskan oleh
pasien. Mengidentifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang berhubungan
merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih intervensi yang
cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan.
2) Mengobservasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, seperti; ekspresi
wajah, posisi tubuh, gelisah, menangis / meringis, menarik diri, diaforesis,
perubahan frekuensi jantung / pernafasan, tekanan darah.
Rasional:
Merupakan indikator / derajat nyeri yang tidak langsung yang
dialami. Sakit kepala mungkin bersifat akut atau kronis, jadi manifestasi
fisiologis bisa muncul / tidak.
3) Mencatat adanya pengaruh nyeri, misalnya; hilangnya perhatian pada
hidup, penurunan aktifitas, penurunan berat badan.

Rasional:
Nyeri dapat mempengaruhi kehidupan sampai pada suatu keadaan
yang cukup serius dan mungkin berkembang kearah depresi.
Diagnosa 2.
1) Mendiskusikan mengenai metode koping, seperti pemakaian alkohol,
kebiasaan merokok, pola makan, strategi relaksasi mental / fisik.
Rasional:
Tingkah laku maladaptif mungkin digunakan untuk mengatasi
nyeri yang menetap atau mungkin berperan dalam berlanjutnya nyeri
tersebut.
2) Membantu pasien dalam memahami perubahan pada konsep citra tubuh.
Rasional:
Pasien mungkin menganggap dirinya sebagai seseorang yang
mengalami sakit kepala dan mulai melihat dirinya sebagai seorang yang
tidak mengalami sakit kepala.
3) Memberikan informasi mengenai penyebab sakit kepala, penanganan dan
hasil yang diharapkan.
Rasional:
Pemahaman terhadap informasi ini dapat membantu pasien dalam
menentukan pilihan, belajar mengatasi masalah dan mendapatkan satu
sensasi dari pengendalian atas keadaan yang meningkatkan harga diri.
Diagnosa 3.
1) Mendiskusikan etiologi individual dari sakit kepala bila diketahui.
Rasional:
Mempengaruhi pemilihan terhadap penanganan dan berkembang
kearah proses penyembuhan.
2) Membantu

pasien

dalam

mengidentifikasi

kemungkinan

faktor

predisposisi, seperti stres emosi, suhu yang berlebihan, alergi terhadap


makanan / lingkungan tertentu.
Rasional:

Menghindari / membatasi faktor-faktor ini seringkali dapat


mencegah berulangnya / kambuhnya serangan.
3) Menganjurkan pasien untuk selalu memperhatikan sakit kepala yang
dialaminya dan faktor-faktor yang berhubungan atau faktor presipitasinya.
Rasional:
Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi / mengendalikan
faktor yang mungkin menjadi pencetus sakit kepala tersebut.
6. Daftar Pustaka.
Doengos, Marily E. 1998. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian. Edisi 3 EGC; Jakarta.
Mansjoer Arif, dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius
FKUI, EGC; Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai