BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah kesemrawutan
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah
fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh
akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
(Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
fraktur melalui metode ilmiah.
B. TUJUAN
Menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien fraktur
displaced baik itu cara penanganannya maupun solusi dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.
BAB II
TINJAUN TEORI
A. TRIAGE
Persiapan penderita berlangsung selama 2 keadaan berbeda; yang pertama
adalah tahap pra rumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian idealnya
berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah
fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima
penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.
D. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang di
kemukakan oleh para ahli :
1.
Menurut DEPKES RI(1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a. Fraktur komplit
antara tepi tulang di bawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi
fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah di
tanda dengan fasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tuang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk
bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sum sum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mengsuplai organ-organ yang lin. Hematom menyebabkan
dilatasi di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
sistamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial hal ini menyebabkan edema. Edema yang terbentuk akn
menekan ujung syraf, yang bila berlangsung lama menyebabkan syindroma
comportement.
PATHWAY
Trauma
Fraktur
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka
G. GAMBARAN KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
1.
Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di karenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.
Bengkak/Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3.
Memar/Ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan
sekitarnya.
4.
Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5.
Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya saraf karena edema.
6.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
Paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7.
Mobilitas abnormal
Pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8.
Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang di gerakkan.
9.
Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmentulang ke posisi abnormal, kan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai komplikasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Gambaran x/ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multipel, atau cedera hati.
I.
PENATALAKSANAAN FRAKTUR
1. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang
memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi
tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua
tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke
dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
2. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi
meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor.
Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim
-
dilakukan :
Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah
setelah terlebih dahulu dilakukan diseleksi dan pemajanan tulang yang patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,
berpenyakit.
Amputasi : penghilangan bagian tubuh
sintetis
Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi
J.
1.
2.
3.
4.
5.
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a.
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi / aspirasi.
Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a.
1)
2)
b.
1)
Aktivitas/istrahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
Keterbatasan morbilitas.
Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).
2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.
1)
2)
3)
d.
1)
2)
e.
1)
2)
3)
4)
ANALISA DATA
NO
1 DS :
DATA
ETIOLOGI
Trauma
PROBLEM
Hambatan mobilitas
fisik
aktivitas
DO :
Fraktur
Kerusakan rangka
Imobilitas
DS :
Trauma
Fraktur
Skala nyeri 7
Kerusakan korteks,
pembuluh darah, sumsum
Nyeri
Nyeri
3
DS :
Trauma
Kerusakan integriras
kulit
Fraktur
DO :
Nampak laserasi pada kulit
fraktur terbuka
Kerusakan korteks,
pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak
Laserasi kulit
Kerusakan integriras kulit
B. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
DX
NOC
KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas Tujuan :
fisik b/d cedera
NIC
Pertahankan tirah baring
dalam posisi yang di
jaringan sekitar
fraktur, kerusakan
dilakukan tindakan
programkan
Tinggikan ekstermitas
yang sakit
Instrusikan klien/bantu
dalam latihan rentang
gerak pada ektermitas
yang sakit dan tak sakit
Beri penyangga pada
ekstermitas yang sakit di
Tujuan :
otot, pergeseran
fragmen tulang
dilakukan tindakan
perawatan
Kriteria hasil :
Klien menyatakan nyeri
/okulasi terapi
Kaji ulang lokasi,
intensitas dan tipe nyeri
Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit dengan
tirah baring
Berikan lingkungan yang
analgetik
Kaji ulang integrias luka
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
DX KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas fisik b/d
cedera jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neromuskuler
IMPLEMENTASI
Memertahankan tirah baring dalam posisi
yang di programkan
Meninggikan ekstermitas yang sakit
Menginstrusikan klien/bantu dalam latihan
rentang gerak pada ektermitas yang sakit
dan tak sakit
Memberi penyangga pada ekstermitas yang
sakit di atas dan di bawah ketika fraktur
ketika bergerak
Menjelaskan pandangan dan keterbatasan
dalam aktivitas
Memberikan dorongan pada pasien untuk
melakukan AKS dalam
lingkupketerbatasan dan beri bantuan
sesuai kebutuhan.
Mengkaji tekanan darah , nadi dengan
melakukan aktivitas.
Mengubah posisi secara periodik
Mengkolaborasikan fisioterapi /okulasi
terapi
2 Nyeri b/d spasme otot, pergeseran Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
fragmen tulang
nyeri
Mempertahankan imobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
Memberikan lingkungan yang tenang dan
berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan
Mengganti posisi dengan bantuan bila
ditoleransi
Menjelaskan prosedur sebelum memulai
Melakukan dan awasi latihan rentang gerak
pasif / aktif
Mendorong menggunakan tehnik
manajemen stress, contoh : relaksasi,
DX KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik b/d cedera
EVALUASI
S : klien mengatakan mampu
melakukan aktivitas
rangka neromuskuler
P : intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan nyeri pada
fragmen tulang
P : intervensi dihentikan
Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur S : Klien mengatakan tidak
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan
pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing
ProcessApproach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional,
Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,
W.B. Saunder Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
1997.
Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.
SEMOGA BERMANFAAT
Arsip Blog
2015 (27)
o Oktober (4)
o Agustus (5)
o Juli (4)
o Mei (14)
TEMAN SEPERJUANGAN
KAMU
2013 (1)
Mengenai Saya