Anda di halaman 1dari 22

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Fraktur"

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya
bagi masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah kesemrawutan
arus lalu lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan
kecenderungan terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut
sering kali menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Menurut Smeltzer (2001 : 2357) fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang
dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
Penanganan segera pada klien yang dicurigai terjadinya fraktur adalah dengan
mengimobilisasi bagian fraktur adalah salah satu metode mobilisasi fraktur adalah
fiksasi Interna melalui operasi Orif (Smeltzer, 2001 : 2361). Penanganan tersebut
dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi umumnya oleh
akibat tiga fraktur utama yaitu penekanan lokal, traksi yang berlebihan dan infeksi
(Rasjad, 1998 : 363).
Peran perawat pada kasus fraktur meliputi sebagai pemberi asuhan
keperawatan langsung kepada klien yang mengalami fraktur, sebagai pendidik
memberikan pendidikan kesehatan untuk mencegah komplikasi, serta sebagai
peneliti yaitu dimana perawat berupaya meneliti asuhan keperawatan kepada klien
fraktur melalui metode ilmiah.
B. TUJUAN
Menentukan asuhan keperawatan yang akan dilakukan pada pasien fraktur
displaced baik itu cara penanganannya maupun solusi dalam melaksanakan
asuhan keperawatan.

BAB II
TINJAUN TEORI
A. TRIAGE
Persiapan penderita berlangsung selama 2 keadaan berbeda; yang pertama
adalah tahap pra rumah sakit (pre-hospital), dimana seluruh kejadian idealnya
berlangsung dalam koordinasi dengan dokter di rumah sakit. Fase kedua adalah
fase rumah sakit (in-hospital) dimana dilakukan persiapan untuk menerima
penderita sehingga dapat dilakukan resusitasi dalam waktu cepat.

1. Tahap Pra-Rumah Sakit


Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas lapangan
akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit sudah diberitahukan
sebelum penderita diangkat dari tempat kejadian. Yang harus diperhatikan disini
adalah menjaga airway, breathing, control perdarahan dan syok, imobilisasi
penderita dan pengiriman ke rumah sakit terdekat yang cocok, sebaiknya ke suatu
pusat trauma. Harus diusahakan untuk mengurangi waktu tanggap (respons time).
Jangan sampai terjadi bahwa semakin tinggi tingkatan paramedik, semakin lama
penderita berbeda di TKP.
Harus menyertai penderita keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit, yaitu:
Waktu kejadian, sebab kejadian, riwayat penderita dan mekanisme di rumah sakit,
dapat menerangkan jenis berlakuan dan beratnya perlakuan.
2. Tahap Rumah Sakit
TRIASE:
Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia. Terapi didasarkan pada keadaan ABC (Airway, dengan
cervical spine control, breathing dan Circulation dengan kontrol perdarahan).
Triase berlaku untuk pemilahan penderita baik di lapangan maupun
dirumah sakit. Merupakan tanggung jawab tenaga pra-rumah sakit (dan pimpinan
tim lapangan) bahwa penderita akan dikirim ke rumah sakit yang sesuai.
Merupakan kesalahan besar untuk mengirim penderita ke rumah sakit non-trauma
bila ada pusat trauma tersedia. Suatu sistem scoring akan membantu dalam
pengambilan keputusan ini.
Dua jenis keadaan triase dapat terjadi:
1. Jumlah penderita dan beratnya perlakuan tidak melampaui kemampuan petugas.
Dalam keadaan ini penderita dengan masalah gawat-darurat dan multi trauma
akan dilayani terlebih dahulu.
2. Jumlah penderita dan beratnya perlakuan melampaui kemampuan petugas. Dalam
keadaan ini yang akan dilayani terlebih dahulu adalah penderita dengan
kemungkinan survival yang terbesar dan membutuhkan waktu, perlengkapan
dantenaga paling sedikit.
B. LINGKUP PELAYANAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang


ditujukan kepada pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam
keadaan gawat atau akan menjadi gawat dan terancam nyawanya/ anggota
badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat pertolongan secara cepat dan
tepat.
C. DEFINISI
Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur: Fraktur atau patah tulang
adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disEbabkan oleh rudapaksa (Syamsuhidayat. 2004).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth. 2001).
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress
pada tulang yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993).
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan
lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap
atau tidak lengkap. (Price and Wilson, 1995).
Fraktur menurut Rasjad (1998) adalah hilangnya konstinuitas tulang, tulang
rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan dari tulang itu sendiri dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap, tidak
lengkap. (Arice, 1995)
Patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan.(Oswari, 2000 )
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan
pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan.

D. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a.Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan
berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
2) Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D
yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh
defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi
Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya
pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.
E. KLASIFIKASI FRAKTUR
Berikut ini terdapat beberapa klasifikasi fraktur sebagaimana yang di
kemukakan oleh para ahli :
1.
Menurut DEPKES RI(1995), berdasarkan luas dan garis fraktur meliputi :
a. Fraktur komplit

Adalah patah atau diskontuinitas jaringan tulang yang luas sehinggatulang


menjadi terbagi dua bagian dan garis patahnya menyebrang dari satu sisi kesisi
lain serta mengenai seluruh korteks
b. Fraktur inklomplit
Adalah patah atau diskoninuitas tulang dengan garis patah tidak
menyebrang sehingga tidak mengenai korteks(masih ada korteks yang utuh)
2.
Menurut Black dan Matasarrin (1993) yaitu fraktur berdasarkan
hubungan dengan dunia luar, meliputi :
a. Fraktur tertutup yaitu fraktur tanpa adanya komplikasi, kulit masih utuh,
tulang tidak menonjol melalui kulit.
b. Fraktur terbuka yaitu fraktur yang merusak jaringan kulit, karena danya
hubungan dengan lingkungan luar, maka fraktur terbuka potensial terjadi infeksi.
c. Ftaktur terbuka dibagi menjadi 3 grade yaitu :
1)
Grade I : Robekan kulit dengan kerusakan kulit otot.
2)
Grade II : seperti Grade I DENGAN MEMAR KULIT DAN OTOT.
3)
Grade III : Luka sebesar 6-8 cm dengan kerusakan pembuluh darah, saraf
otot dan kulit.
3.

Long (1996) membagi fraktur berdasarkan garis patah tulang, yaitu :


a. Green Steick yaitu pada sebelah sisi dari tulang, sering terjadi pada anak-

anak dengan tulang lembek.


b. Transverse yaitu patah melintang
c. Longitudinal yaitu patah memenjang.
d. Oblique yaitu garis patah miring.
e. Spiral yaitu patah melingkar.
4.
Black dan Matassarin (1993) mengklasifikas lagi fraktur berdasarkan
kedudukan fragmen yaitu :
a. Tidak ada dislokasi.
b. Adanya dislokasi, yang dibedakan menjadi :
1)
Dislokasi at axim yaitu membentuk sudut.
2)
Disklokasi at lotus yaitu fragmen tulang menjauh.
3)
Dislokasi at longitudinal yaitu kejauhan memanjang.
4)
Dislokasi at lotuscum controltinicum yaitu fragmen tulang berjauhan dan
memendek.
F. PATOFISIOLOGI
Menurut Black dan Matassarin (1993) serta Patrick dan Wodds (1989) ketika
patah tulang, akan terjadi di korteks, pembuluh darah,,sum sum tulang jaringan
lunak. Akibat dari hal tersebut adlah terjadi perdarahan, kerusakan tulang dan
jaringan di sekitarnya. Keadaan ini menimbulkan hematom pada kanal medula

antara tepi tulang di bawah periostium dengan jaringan tulang yang mengatasi
fraktur. Terjadinya respon inflamasi akibat sirkulasi jaringan nekrotik adalah di
tanda dengan fasodilatasi dari plasma dan leukosit. Ketika terjadi kerusakan
tuang, tubuh mulai melakukan proses penyembuhan untuk memperbaiki cidera,
tahap ini menunjukan tahap awal penyembuhan tulang. Hematon yang terbentuk
bisa menyebabkan peningkatan tekanan dalam sum sum tulang yang kemudian
merangsang pembebasan lemak dan gumpalan lemak tersebut masuk kedalam
pembuluh darah yang mengsuplai organ-organ yang lin. Hematom menyebabkan
dilatasi di otot, sehingga meningkatkan tekanan kapiler, kemudian menstimulasi
sistamin pada otot yang iskhemik dan menyebabkan protein plasma hilang dan
masuk ke interstitial hal ini menyebabkan edema. Edema yang terbentuk akn
menekan ujung syraf, yang bila berlangsung lama menyebabkan syindroma
comportement.

PATHWAY

Trauma
Fraktur
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka

Kerusakan korteks, pembuluh darah, sum-sum tulang dan jaringan


lunak
Pergeseran tulang
Kerusakan
rangka
Imobilitas
Hambatan mobilitas fisik
Laserasi kulit
Spasme otot
Nyeri
Kerusakan integritas kulit

G. GAMBARAN KLINIK
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik fraktur adalah sebagai berikut:
1.
Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini di karenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
2.
Bengkak/Edema
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada daerah
fraktur dan ekstravasi daerah di jaringan sekitarnya.
3.
Memar/Ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah dijaringan
sekitarnya.
4.
Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
5.
Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan saraf, terkenanya saraf karena edema.
6.
Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
Paralysis dapat terjadi karena kerusakan saraf.
7.
Mobilitas abnormal
Pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi normalnya tidak
terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
8.
Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagian tulang di gerakkan.
9.
Defirmitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma dan
pergerakan otot yang mendorong fragmentulang ke posisi abnormal, kan
menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
10. Syok hipovolemik
Syok terjadi sebagai komplikasi jika terjadi perdarahan hebat.
11. Gambaran x/ray menentukan fraktur
Gambaran ini akan menentukan lokasi dan tipe fraktur.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan rongent: Menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trauma .
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI: Memperlihatkan fraktur: juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung Darah Lengkap: Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
4. Arteriogram: dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
5. Kreatinin: Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil Koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi
multipel, atau cedera hati.
I.

PENATALAKSANAAN FRAKTUR

1. Penatalaksanaan kedaruratan
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan
pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan (breathing) dan
sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila sudah dinyatakan tidak
ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara terperinci.
Waktu tejadinya kecelakaan penting ditanyakan untuk mengetahui berapa lama
sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi
infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat,
singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai
dilakukan untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak menyadari
adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang patah, maka bila
dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi bagain tubuh segara
sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang mengalami cedera harus
dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat dilakukan pembidaian, ekstremitas
harus disangga diatas dan dibawah tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi
maupun angulasi. Gerakan fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri,
kerusakan jaringan lunak dan perdarahan lebih lanjut.
Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi dengan
menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur. Pembidaian yang

memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan jaringan lunak oleh fragmen
tulang.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara dengan
bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang. Imobilisasi
tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan membebat kedua
tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak sebagai bidai bagi
ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas, lengan dapat dibebatkan ke
dada, atau lengan bawah yang cedera digantung pada sling. Peredaran di distal
cedera harus dikaji untuk menntukan kecukupan perfusi jaringan perifer.
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk
mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali melakukan
reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar melalui luka.
Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.
Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian
dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian dari
sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera. Ektremitas
sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah kerusakan lebih
lanjut.
2. Penatalaksanaan bedah ortopedi
Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus menjalani
pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat dikoreksi
meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan infeksi atau
nekrosis, gangguan peredaran darah (mis; sindrom komparteman), adanya tumor.
Prpsedur pembedahan yang sering dilakukan meliputi Reduksi Terbuka dengan
Fiksasi Interna atau disingkat ORIF (Open Reduction and Fixation). Berikut
dibawah ini jenis-jenis pembedahan ortoped dan indikasinya yang lazim
-

dilakukan :
Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran tulang yang patah

setelah terlebih dahulu dilakukan diseleksi dan pemajanan tulang yang patah
Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi dengan skrup, plat,

paku dan pin logam


Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog maupun heterolog) untuk
memperbaiki penyembuhan, untuk menstabilisasi atau mengganti tulang yang

berpenyakit.
Amputasi : penghilangan bagian tubuh

Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop (suatu alat yang


memungkinkan ahli bedah mengoperasi dalamnya sendi tanpa irisan yang besar)

atau melalui pembedahan sendi terbuka


Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak
Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan logam atau

sintetis
Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan artikuler dalam sendi

dengan logam atau sintetis


Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki fungsi
Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan konstriksi otot atau

J.

1.
2.
3.
4.
5.

mengurangi kontraktur fasia.


KOMPLIKASI
Komplikasi akibat fraktur yang mungkin terjadi menurut Doenges (2000)
antara lain :
Shock
Infeksi
Nekrosis divaskuler
Cidera vaskuler dn saraf
Mal union
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a.

Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat

kelemahan reflek batuk.


b. Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang
c.

sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi / aspirasi.
Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi,
bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa
pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

2. Pengkajian sekunder
a.
1)
2)
b.
1)

Aktivitas/istrahat
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
Keterbatasan morbilitas.
Sirkulasi
Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).

2)
3)
4)
5)
6)
7)
c.
1)
2)
3)
d.
1)
2)
e.
1)
2)
3)
4)

Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ).


Tachikardi
Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
Capilary refil melambat.
Pucat pada bagian yang terkena.
Massa hematoma pada sisi cedera
Neurosensori
Kesemutan
Deformitas,krepitasi, pemendekan
Kelemahan
Kenyamanan
Nyeri tiba-tiba saat cidera
Spasme / kram otot
Keamanan
Laserasi kulit
Perdarahan
Perubahan warna
Pembengkakan lokal

ANALISA DATA
NO
1 DS :

DATA

Klien mengatakan tidak


mampu melakukan

ETIOLOGI
Trauma

PROBLEM
Hambatan mobilitas
fisik

aktivitas
DO :

Fraktur

Klien nampak kesulitan


untuk mengubah posisi
Klien nampak kesulitan

Fraktur tertutup dan


fraktur terbuka

untuk berpindah tempat


Kerusakan korteks,
pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak
Pergeseran tulang

Kerusakan rangka

Imobilitas

Hambatan mobilitas fisik


2

DS :

Trauma

Klien mengeluh nyeri pada


bagian yang fraktur
DO :

Fraktur

Klien nampak meringis


Klien nampak gelisah
menahan nyeri

Fraktur tertutup dan


fraktur terbuka

Skala nyeri 7
Kerusakan korteks,
pembuluh darah, sumsum

Nyeri

tulang dan jaringan lunak


Pergeseran tulang
Spasme otot

Nyeri
3

DS :

Trauma

Kerusakan integriras

Klien mengeluh susah

kulit

beraktivitas karena terdapat


laserasi.

Fraktur

DO :
Nampak laserasi pada kulit

Fraktur tertutup dan

Nampak tonjolan tulang

fraktur terbuka
Kerusakan korteks,
pembuluh darah, sumsum
tulang dan jaringan lunak
Laserasi kulit
Kerusakan integriras kulit

B. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO

DX

NOC

KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas Tujuan :
fisik b/d cedera

Kerusakan mobiltas fisik

NIC
Pertahankan tirah baring
dalam posisi yang di

jaringan sekitar

dapat berkurang setelah

fraktur, kerusakan

dilakukan tindakan

rangka neromuskuler keperawatan


Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobiltas pada
tingkat yang lebih tinggi
Mempertahankan posisi
fungsional
Meningkatkan

programkan
Tinggikan ekstermitas
yang sakit
Instrusikan klien/bantu
dalam latihan rentang
gerak pada ektermitas
yang sakit dan tak sakit
Beri penyangga pada
ekstermitas yang sakit di

atas dan di bawah ketika


kekuatan/fungsi yang sakit
Menunjukan tehnik mampu fraktur ketika bergerak
Jelaskan pandangan dan
melakukan aktifitas
keterbatasan dalam
aktivitas
Berikan dorongan pada
pasien untuk melakukan
AKS dalam
lingkupketerbatasan dan
beri bantuan sesuai
kebutuhan.
Kaji tekanan darah , nadi
dengan melakukan
aktivitas.
Ubah posisi secara
periodik
Kolaborasi fisioterapi
2 Nyeri b/d spasme

Tujuan :

otot, pergeseran

Nyeri berkurang setelah

fragmen tulang

dilakukan tindakan
perawatan
Kriteria hasil :
Klien menyatakan nyeri

/okulasi terapi
Kaji ulang lokasi,
intensitas dan tipe nyeri
Pertahankan imobilisasi
bagian yang sakit dengan
tirah baring
Berikan lingkungan yang

tenang dan berikan


berkurang
dorongan untuk
Klien nampak rileks, mampu
melakukan aktivitas

berpartisipasi dalam aktivitas hiburan


Ganti posisi dengan
/ aktivitas / tidur / istrahat
bantuan bila ditoleransi
dengan tepat.
Jelaskan prosedur sebelum
Tekanan darah normal
Tidak ada peningkatan nadi memulai
Lakukan dan awasi latihan
dan RR.
rentang gerak pasif / aktif
Dorong menggunakan
tehnik manajemen stress,
contoh : relaksasi, latihan
nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
Observasi tanda-tanda
vital
Kolaborasi : pemberian
3 Kerusakan intgritas Tujuan :

analgetik
Kaji ulang integrias luka

jaringan b/d fraktur Kerusakan integritas jaringan dan observasi terhadap


terbuka, bedah
berbaikan

dapat diatasi setelah tindakan tanda infeksi atau drainase


Monitor suhu tubuh
perawatan.
Lakukan perawatan kulit,
Kriteria hasil :
dengan sering pada patah
Penyembuhan luka sesuai
tulang yang menonjol
waktu
Lakukan alih posisi
Tidak ada laserasi, integritas
dengan sering,
kulit baik
pertahankan kesejajaran
tubuh
Pertahankan seprei tempat
tidur tetap kering dan
bebas kerutan
Memasage kulit sekitar
gips dengan alkohol
Gunakan tempat tidur busa
atau kasur udara sesuai
indikasi
Kolaborasi pemberian
antibiotik.

C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
DX KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas fisik b/d
cedera jaringan sekitar fraktur,
kerusakan rangka neromuskuler

IMPLEMENTASI
Memertahankan tirah baring dalam posisi
yang di programkan
Meninggikan ekstermitas yang sakit
Menginstrusikan klien/bantu dalam latihan
rentang gerak pada ektermitas yang sakit
dan tak sakit
Memberi penyangga pada ekstermitas yang
sakit di atas dan di bawah ketika fraktur
ketika bergerak
Menjelaskan pandangan dan keterbatasan
dalam aktivitas
Memberikan dorongan pada pasien untuk
melakukan AKS dalam
lingkupketerbatasan dan beri bantuan
sesuai kebutuhan.
Mengkaji tekanan darah , nadi dengan
melakukan aktivitas.
Mengubah posisi secara periodik
Mengkolaborasikan fisioterapi /okulasi

terapi
2 Nyeri b/d spasme otot, pergeseran Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
fragmen tulang

nyeri
Mempertahankan imobilisasi bagian yang
sakit dengan tirah baring
Memberikan lingkungan yang tenang dan
berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan
Mengganti posisi dengan bantuan bila
ditoleransi
Menjelaskan prosedur sebelum memulai
Melakukan dan awasi latihan rentang gerak
pasif / aktif
Mendorong menggunakan tehnik
manajemen stress, contoh : relaksasi,

latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi.


Mengobservasi tanda-tanda vital
Mengkolaborasikan : pemberian analgetik
3 Kerusakan intgritas jaringan b/d Mengkaji ulang integrias luka dan
fraktur terbuka, bedah berbaikan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainase
Memonitor suhu tubuh
Melakukan perawatan kulit, dengan sering
pada patah tulang yang menonjol
Melakukan alih posisi dengan sering,
pertahankan kesejajaran tubuh
Mempertahankan seprei tempat tidur tetap
kering dan bebas kerutan
Memasage kulit sekitar gips dengan
alkohol
Menggunakan tempat tidur busa atau kasur
udara sesuai indikasi
Mengkolaborasikan pemberian antibiotik.
D. EVALUASI
NO
1

DX KEPERAWATAN
Kerusakan mobilitas fisik b/d cedera

EVALUASI
S : klien mengatakan mampu

jaringan sekitar fraktur, kerusakan

melakukan aktivitas

rangka neromuskuler

O : Klien nampak mampu untuk


mengubah posisi
Klien nampak mampu untuk
berpindah tempat
A : masalah teratasi

Nyeri b/d spasme otot, pergeseran

P : intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan nyeri pada

fragmen tulang

bagian yang fraktur sudah


berkurang
O : Klien nampak rileks
Skala nyeri 2
A : masalah teratasi

P : intervensi dihentikan
Kerusakan intgritas jaringan b/d fraktur S : Klien mengatakan tidak

terbuka, bedah berbaikan

susah beraktivitas karena


terdapat laserasi.
O : Tidak nampak laserasi pada
kulit
Tidak nampak tonjolan tulang
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan
yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. (Mansjoer, 2000)
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia
luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit,
dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 1999).Jadi berdasarkan
pengertian diatas fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau
tulang rawan.
B. SARAN

Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab,


penatalaksanaan , agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat
intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai
evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien fraktur. Selain itu
Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan
membaca dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya Medika,
Jakarta, 1995.
Black, J.M, et al, Luckman and Sorensens Medikal Nursing : A Nursing
ProcessApproach, 4 th Edition, W.B. Saunder Company, 1995.
Carpenito, Lynda Juall, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,
EGC, Jakarta, 1999.
Dudley, Hugh AF, Ilmu Bedah Gawat Darurat, Edisi II, FKUGM, 1986.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Sistem Kesehatan Nasional,
Jakarta, 1991.
Henderson, M.A, Ilmu Bedah untuk Perawat, Yayasan Essentia Medika,
Yogyakarta, 1992.
Hudak and Gallo, Keperawatan Kritis, Volume I EGC, Jakarta, 1994.
Ignatavicius, Donna D, Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach,
W.B. Saunder Company, 1995.
Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.
Long, Barbara C, Perawatan Medikal Bedah, Edisi 3 EGC, Jakarta, 1996.
Mansjoer, Arif, et al, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid II, Medika Aesculapius
FKUI, Jakarta, 2000.
Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993.
Price, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta
1997.
Reksoprodjo, Soelarto, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI/RSCM, Binarupa
Aksara, Jakarta, 1995.
Tucker, Susan Martin, Standar Perawatan Pasien, EGC, Jakarta, 1998.
SEMOGA BERMANFAAT

Diposkan oleh Wa Ode Sitti Yusniar di 17.13


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke
FacebookBagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2015 (27)
o Oktober (4)
o Agustus (5)
o Juli (4)
o Mei (14)

TEMAN SEPERJUANGAN

KEGAWATDARURATAN "Konsep Medis Laserasi Wajah"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Trauma Hampir


Tenggelam"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Asma Bronchial"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Luka bakar"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Fraktur"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Trauma Abdomen"

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Cronic Kidney


Disease (Gag...

KAMU

Saya tidak Pintar

ASKEP KEGAWATDARURATAN "Keracunan


Asetaminofen

ASKEP HORDEOLUM (PENYAKIT KELOPAK MATA)

TROPICAL DISEASE "Askep Tetanus"

ASKEP KEGAWATDARURATAN CEDERA KEPALA

2013 (1)

Mengenai Saya

Wa Ode Sitti Yusniar


Lihat profil lengkapku
Template Ethereal. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai