Anda di halaman 1dari 7

A.

LEARNING OBJECTIVES
Mengetahui penyakit sistem pernafasan pada ayam yang disebabkan oleh bakteri,
virus, dan fungi meliputi etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosa, dan
pengobatan.
B. PEMBAHASAN
1. Bakteri
a. CRD (Chronic Respiratory Disease)
1) Etiologi
Mycoplasmosis atau Cronic Respiratory Disease (CRD) merupakan suatu
penyakit saluran pernafasan menular pada ayam yang disebabkan oleh
Mycoplasma gallisepticum (Tabbu, 2000).
Pertumbuhan koloni Mycoplasma gallisepticum agak lambat berkisar 4-7
hari, pada suhu 37oC dengan PH 7,8, namum pewarnaan Giemsa dari
sedimen yang disentrifugasi memperlihatkan karakteristik Mycoplasma
gallisepticum berbentuk pleomorfik dan subkultur pada media padat
menghasilkan koloni-koloni cocoid dengan ukuran 0,25-0,50 mikron,
bersifat Gram negatif. Bentuk koloninya jernih dengan yang menebal
dibagian tengahnya dan kalau dilihat dibawah mikroskop menyerupai
bentuk-bentuk mata sapi, organisme ini dapat hidup secara aerob dan
fakultatif anaerob (Quinn, 2007; Tabbu, 2000).
Mycoplasma gallisepticum mampu memfermentasi glukosa. Untuk
menentukan spesies-spesies Mycoplasma dapat diidentifikasikan dengan
cara biokimia dan serologi. Antigen CF dari Mycoplasma adalah glikolipid.
Antigen untuk tes ELISA adalah protein. Beberapa spesies mempunyai
lebih dari 1 serotipe. Mycoplasma gallisepticum dapat hidup pada feses
ayam selama 1-3 hari pada suhu 20oC, pada kuning telur selama 18 minggu
dengan suhu 30oC atau 6 minggu pada suhu 20oC. kuman ini tetap efektif
pada chorio allantois selama 4 hari pada suhu 37 oC. Tetap hidup dalam
kaldu biakan selama 2-4 tahun jika disimpan pada suhu 30oC (Quinn, 2007;
Tabbu, 2000).
2) Patogenesis
Mycoplasma gallisepticum menempel pada permukaan sel yang bersilia
dan yang non silia melalui sel mukosa juga dan glikolipid sulfa (Calnek,
2003).
3) Gejala Klinis
Gejala yang paling menonjol adalah ngorok basah akibat bunyi cairan yang
melalui trakea, leleran dari hidung dan batuk. Pada hidung dapat ditemukan
adanya eksudat serus yang lengket. Pada mata dapat dilihat adanya eksudat
1

yang berbuih dan kadang-kadang sinus periorbitalis dapat membengkak.


Bulu sayap kerap kali menjadi kotor oleh karena ayam akan berusaha untuk
menggosok hidung dan mata yang mengeluarkan eksudat. Jika lesi hanya
terjadi pada kantong udara, maka gejala klinik yang spesifik tidak akan
muncul (Tabbu, 2000)
4) Diagnosa
Dagnosis sangkaan dapat didasarkan atas riwayat kasus, gejala klinis, dan
perubahan patologis. Diagnosis juga dapat dilakukan dengan pemeriksaan
serologis yaitu Rapid Plate Agglutination Test (RPAT), ELISA, Standard
Tube Agglutination Test, Standard Hemaglutination Inhibition (HI) test
(Tabbu, 2000)
5) Pengobatan
Mycoplasma gallisepticum sensitif terhadap berbagai antibiotik misalnya
spiramisin, tilosin, linkomisin, spektinomisin, eritromisin dan beberapa
golongan

kuinolon.

Diperlukan

juga

pengobatan

supportif

untuk

mempercepat kesembuhan jaringan yang rusak. (Tabbu, 2000)


2. Virus
a. Newcastle Disease
1) Etiologi
Newcastle Disease disebabkan oleh virus yang termasuk dalam famili
Paramyxoviridae, genus Paramyxovirus. Paramyxovirus mempunyai
genom virus ssRNA berpolaritas negative, panjangnya 15-16 kb dan
mempuyai kapsid simetris heliks tidak bersegmen, berdiameter 13-18 nm.
(Fenner, 1995), genom virus ND membawa sandi untuk 6 protein virus
yaitu protin L, Protein HN (hemaglutinin neuraminidase), protein F (protin
fusi), protein NP (protin nukleokapsid), protein P (Fosfoprotein), dan
protein M (matik) (Beard dan Hanson, 1984). Masa inkubasi penyakit ini
antara 2-15 hari, rata-rata 5-6 hari. Kejadian infeksi oleh virus ND terutama
terjadi secara inhalasi. (Alexander, 1991). Sifat-sifat fisik virus ND antara
lain virus ND mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi dan melisikan
eritrosit ayam. Selain eritrosit ayam, virus ND juga mampu mengaglutinasi
eritrosit mamalia dan unggas lain serta reptilian (Beard dan Hanson, 1984).
Virus ND bila dipanaskan pada suhu 56o C akan kehilangan kemampuan
untik mengaglutinasi eritrosit ayam, karena hemaglutininnya rusak. Selain
itu juga akan merusak infektivitas dan imunogenesitas virus. Cara

penularan secara langsung dari ayam sakit pada ayam yang peka, atau
melalui pakan (oral), dan secara inhalasi.
Sifat virus ND ini relatif tahan terhadap pemanasan, dapat bertahan selama
berbulan bulan di temperatur kamar bahkan dapat bertahan selama 1
tahun pada temperatur 4C, menggumpalkan butir darah merah, di bawah
sinar ultra violet akan mati dalam dua detik, mudah mati dalam keadaan
sekitar yang tidak stabil dan rentan terhadap zat-zat kimia, seperti : kaporit,
besi, klor dan lain-lain. Desinfektan yang peka untuk ND, antara lain
NaOH 2%, Formalin (1 2%), Phenol-lisol 3%, alkohol 95 dan 70%,
fumigasi dengan Kalium permanganat (PK) 1 : 5000. Cemaran virus di
kandang berasal dari hewan yang terinfeksi ND melalui feses, leleran dari
hidung dan mulut yang jatuh ke lantai kandang (Quinn, 2007).
Berdasarkan virulensi, ND dibedakan menjadi tiga galur, antara lain :
a) Galur velogenik : galur virus yang paling ganas, ditandai dengan
penyakit yang bersifat akut. Dengan angka sakit dan angka kematian
hewan yang tinggi dapat mencapai 100%.
b) Galur mesogenik : adalah galur virus dengan virulensi yang sedang,
ditandai dengan gejala klinis yang menciri serta angka sakit dan angka
kematian antara 40% 50%.
c) Galur lentogenik : gejala penyakitnya lebih ringan dibandingkan
dengan galur mesogenik, gejala penyakit sangat sedikit sampai bersifat
sub-klinis terutama pada hewan dewasa (Yuniati, 2012).
2) Patogenesis
Virus ND ditularkan melalui pernafasan sewaktu ayam menghirup udara
yang telah tercemari virus. Penularan penyakit ND secara aerosol dapat
terjadi meskipun jaraknya cukup jauh, yakni 64 meter dari sumber infeksi.
Penularan secara kontak langsung terjadi dari ayam sakit ke ayam peka
disekitarnya dalam 1 kandang. Meskipun sangat jarang, penularan penyakit
juga dapat terjadi melalui telur akibat kulit telur terkontaminasi oleh feses
yang telah mengandung virus ND. Penularan secara oral pada unggas juga
bisa terjadi karena pakan unggas dan air minum telah tercemari oleh leleran
hidung dan leleran mulut dari ayam terinfeksi. Masa inkubasi virus ND
velogenik adalah 2-6 hari (Yuniati, 2012).
Virus bereplikasi pada epitel mukosa saluran pernafasan bagian atas dan
saluran pencernaan. Selanjutnya penyebaran virus ND melalui aliran darah
yang disebut dengan viremia primer. Selanjutnya virus menyebar melalui

aliran darah menuju ke ginjal dan sumsum tulang yang menyebabkan


viremia skunder, kemudian menuju organ predileksi seperti usus, paru
paru, dan sistem syaraf pusat. Hal ini menyebabkan infeksi pada organ
paru-paru, usus dan sistem saraf pusat. Sulit bernafas timbul karena
penyumbatan paru-paru dan kerusakan pada pusat pernafasan di otak
(Yuniati, 2012).
3) Gejala Klinis
Secara umum penyakit diawali dengan anoreksia, terjadi peningkatan suhu
tubuh sampai 43C. gejala klinis ditandai dengan hewana tampak lesu,
muncul rasa haus yang sangat, diare, bersin bersin, bulu kering dan
kusam. Pada ayam petelur ditandai dengan penurunan produksi telur yang
terjadi selama 8 minggu. Bentuk telur yang dikeluarkan selama fase ini
ukurannya lebih kecil, dengan kerabang lembek seta albumin yang cair.
Pada ayam, virus ND strain lentogenik biasanya bersifat sub-klinis sampai
menimbulkan penyakit pernafasan ringan. Seperti batuk batuk, megap
megap dan bersih, disertai dengan sekresi leleran dari hidung. Kematian
unggas umumnya sangat rendah (Yuniati, 2012).
Virus strain mesogenik menimbulkan penyakit pernafasan akut dan
penyakit syaraf tetapi angka kematiannya rendah. Gejala klinis yang lain
pada ayam ditandai dengan penurunan nafsu makan, jengger dan pial
sianosis, dan pembengkakan di daerah kepala. Infeksi oleh virus ND
lentogenik dan mesogenik dapat bersifat lebih parah apabila disertai
dengan infeksi skunder oleh agen penyakit lain (Yuniati, 2012).
Virus ND strain velogenik menimbulkan penyakit parah yang fatal pada
ayam dengan angka kematian mencapai 100%, gejala klinis bervariasi dari
gejala lesu dan tidak ada nafsu makan, bulu kusam, konjuntiva merah dan
odema. Selain itu dapat pula terjadi diare cair yang berwarna kehijauan
atau keputihan. Gejala pernafasan akibat penyakit ND diantaranya adalah
sianosis dan pembengkakan jaringan di daerah leher dan kepala. Penyakit
ND juga ditandai dengan gejala syaraf yang meliputi tremor, spasmus,
paresis, ataxia, dan paralisis dari sayap dan kaki. Gejala yang khas yakni
tortikolis dan gerakan berputar putar (Yuniati, 2012).
Beberapa perubahan yang sifatnya patognomonis ditemukan pada bebagai
organ seperti perdarahan, ptechiae sampai eximose pada laryng, trachea,
oesophagus, proventrikulus, ventrikulus dan seca tonsil. eksudat dan

peradangan pada saluran pernapasan serta nekrosis pada usus (Calnek,


2003).
4) Diagnosa
Gejala penyakit ini tidak spesifik sehingga harus dipastikan dengan isolasi
virus dan serologi. Virus dapat diisolasi dari limpa, otak atau paru-paru
melalui inokulasi alantois dari telur berembrio umur 10 hari, virus
dibedakan dengan yang lainnya dengan menggunakan uji penghambatanjerapan darah dan penghambatan hemaglutinasi. Penentuan virulensi sangat
diperlukan untuk isolat lapangan. Sebagai tambahan atas indeks kerusakan
syaraf dan rataan waktu kematian dari embrio ayam, juga dipakai
pembentukan plak dalam keadaan ada atau tidak adanya tripsin pada sel
ayam. Uji penghambatan-hemaglutinasi digunakan dalam diagnosis dan
pemantauan penyakit ND kronis di negara tempat bentuk penyakit ini
merupakan endemis (Yuniati, 2012).
3. Fungi
a. Aspergillosis
1) Etiologi
Disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Aspergillus flavus. Organisme
tersebut tersebar luas di alam dan dapat tumbuh pada bahan-bahan yang
membusuk dan bahan yang berasal dari biji-bijian. Organisme ini dapat
tumbuh baik pada agar Sabouraud pada temperatur kamar atau yang lebih
tinggi. Sporanya dapat tahan untuk hidup diberbagai lingkungan (Tabbu,
2000)
2) Patogenesis
Penularan penyakit terjadi akibat menghirup sejumlah spora Aspergillus
yang berasal dari pakan atau litter. Kejadian Aspergilosis di mesin
penetasan merupakan indikasi tingkat sanitasi dan menejemen suatu
perusahaan pembibitan. Aspergillus bisa menembus kulit telur, terutama
telur yang kotor apalagi retak, sehingga terjadi kematian embrio saat umur
16 hari inkubasi atau jika berhasil menetas, maka akan menghasilkan DOC
yang lemah dengan paru-paru dan kantung udara terinfeksi Aspergillus.
DOC yang demikian menderita brooderpneumonia. Tingkat kematian DOC
rata-rata 5 10%, tingkat kematian tertinggi adalah 30% (Calnek, 2003).
3) Gejala Klinis

Masa inkubasi sekitar 4-10 hari, proses penyakit dapat berlangsung sekitar
dua sampai beberapa minggu. Penyakit ini dapat dalam 2 bentuk yaitu:
a) Bentuk akut: dyspnoe, bernapas melalui mulut dengan leher yang
dijulurkan keatas, peningkatan frekuensi napas, nafsu makan hilang,
mengantuk, paralisis (jarang terjadi), kejang karena toksin Aspergillus
sp.
b) Bentuk kronis: nafsu makan hilang, lesu, bernapas dengan mulut,
emasiasi, sianosis, dan dapat berlanjut dengan kematian. Pertumbuhan
ayam tidak seragam karena adanya hambatan pertumbuhan pada ayam
yang terinfeksi Aspergillus sp (Tabbu, 2000).
4) Diagnosa
Pemeriksaan mikroskopik terhadap jaringan dengan menempatkan
potongan nodule didalam larutan 20% KOH pada suatu gelas objek,
kemudian digerus lalu ditutup dengan gelas penutup. Preparat dapat
dipanaskan diatas lampu, lalu diperiksa dibawah mikroskop terdapat hypae
atau tidak. Jika terlalu tebal maka diinkubasi terlebih dahulu selama 12-24
jam. Larutan KOH dapat ditambah tinta untuk mewarnai hyphae supaya
terlihat biru. Isolasi dan identifikasi jamur dapat dilakukan pada perbenihan
khusus yaitu agar dekstrose Sabouraud, larutan agar Czapeks, dan agar
dekstrose kentang (Tabbu, 2000).

5) Pengobatan
Pemberian fungistat (mikostatin, mold crub, Na atau Ca propionate,
gentian violet) bersama pakan dengan/tanpa larutan 0,05% CuSO4 dalam
air minum untuk menghambat pertumbuhan jamur. (Tabbu, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, D.J. 1991. ND and Other Paramyxovirus Injection in Disease of Poultry, 9th ed.
USA: Iowa State University Press.
Beard, C.W, and Hanson. 1984. Newcastle Disease in Disease of Poultry, 8th ed. USA: Iowa
State University Press.
Calnek., 2003. Disease of Poultry. Iowa: Iowa State Press.
Fenner, F. J. 1995. Virologi Veteriner 2nd ed. California: Academic Press INC.
Quinn, P.J., Markey, B.K., Carter, M.E., Donnelly, W.J.C., Leonard, F.C. 2007. Veterinary
Microbiology and Microbial Disease. Iowa: Blackwell Science.
6

Tabbu, C.R. 2000. Penyakit Ayam dan Penanggulangannya Penyakit Bakterial, Mikal, dan
Viral. Yogyakarta: Penerbit Kanisisus.
Yuniati, G.A. 2012. Penyakit Virus Unggas. Bali: Udayana University Press.

Anda mungkin juga menyukai