Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian
mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. Banyak teori
yang menjelaskan terjadinya pembesaran kelenjar prostat, namun sampai sekarang
belum ada kesepakatan mengenai hal tersebut. (PPNI, DKK, Surabaya, 2012)
Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada
populasi pria lanjut usia. Hiperplasia prostat sering terjadi pada pria diatas usia 50
tahun (50-79tahun) dan menyebabkan penurunan kualitas hidup seseorang. Sebenarnya
perubahan-perubahan kearah terjadinya pembesaran prostat sudah dimulai sejak dini,
dimulai pada perubahan-perubahan mikroskopik yang kemudian bermanifestasi
menjadi kelainan makroskopik (kelenjar membesar) dan kemudian bermanifes dengan
gejala klinik. Dengan adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi
saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara mulai
dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai
tindakan yang paling berat yaitu operasi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
2. Apa etiologi dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
3. Apa manifestasi Klinis dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
4. Bagaimana patofisiologi dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
5. Bagaimana pathway dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
6. Bagaimana pemeriksaan Penunjang dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)?
8. Bagaimana Asuhan Keperawatan gawat darurat BPH (Benign Prostatic
Hyperplasia)
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat yaitu tentang
askep gadar dan kritis pada pasien BPH (Benign Prostatic Hyperplasia) agar
mahasiswa/i dapat memberikan asuhan keperawatan dawat darurat yang tepat dan
benar pada pasien BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
1

2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui tentang askep gadar dan kritis pada pasien BPH (Benign
Prostatic Hyperplasia)
a. Definisi dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
b. Etiologi dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
c. Manifestasi Klinis dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
d. Patofisiologi dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
e. Pathway dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
f. Pemeriksaan Penunjang dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
g. Penatalaksanaan dari BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)
h. Asuhan Keperawatan gawat darurat BPH (Benign Prostatic Hyperplasia)

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Benigna prostat hipertropi adalah hyperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
dkk, 2000).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun
(Smeltzer, 2001).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi
urethral dan pembatasan aliran urinarius (Doengoes, Morehouse , dkk, 2000).
Kelenjar prostat bila mengalami pembesaran, organ ini membuntu uretra Pars
Prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli
(Poernomo, 2000).
Prostatektomi adalah pembedahan mengangkat prostata (Ramali, Pamoentjak,
2000).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Post operasi Benigna
Prostat Hipertrofi adalah suatu keadan di mana individu sudah menjalani tindakan
pembedahan pengangkatan kelenjar psostat.

B. Etiologi
Penyebab BPH belum jelas namun terdapa faktor resiko umur dan hormon androgen
(Mansjoer, 2000).
Ada beberapa hipotesis yang menyebutkan bahwa hiperplasia prostat erat kaitannya
dengan peningkatan kadar Dehidrotestosteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat adalah:
1. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia
lanjut
3

2. Peranan dari growth faktor sebagai pemicu pertumbuhan stroma kelenjar prostat
3. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
Teori sel steam menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel steam sehingga
menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi berlebihan
(Poernomo,2000)
C. Manifestasi Klinis
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinari Tract Symptoms
(LUTS) terdiri atas gejala iritatif dan gejala obstruktif. Gejala iritatif yaitu sering
miksi (frekuensi) terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan
ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi), dan nyeri pada saat miksi (disuria).
Gejala obstruktif meliputi: pancaran lemak, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau
miksi harus menunggu lama (hesitancy), harus mengejan (straining) anyanganyangen (intermittency) dan waktu miksi yang memanjang yang akhirnya menjadi
retensi urine dan inkontinensia karena overflow. Untuk menilai tingkat keparahan
dari keluhan saluran kemih sebelah bawah, beberapa ahli urology membuat sistem
scoring yang secara subyektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.

2.

Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas, berupa
gejala obstruksi antara lain: nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan
tanda dari hidronefrosis), yang selanjutnya dapat menjadi gagal ginjal dapat
ditemukan uremia, peningkatan tekanan darah, perikarditis, foetoruremik dan

neuropati perifer.
3. Gejala di luar saluran kemih
Pasien yang berobat ke dokter biasanya mengeluh adanya hernia inguinalis dan
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi
sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal (Poernomo, 2000)
dan (Mansjoer, 2000).
Menurut( Long ,1996) pada pasien post operasi BPH, mempunyai tanda dan gejala:
a. Hemorogi
4

1) Hematuri
2) Peningkatan nadi
3) Tekanan darah menurun
4) Gelisah
5) Kulit lembab
6) Temperatur dingin
b. Tidak mampu berkemih setelah kateter diangkat
c. Gejala-gejala intoksikasi air secara dini:
1) bingung
2) agitasi
3) kulit lembab
4) anoreksia
5) mual
6) muntah
7) warna urin merah cerah, pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi menjadi lebih
tua.
D. Patofisiologi
Proses pembesaran

prostat

terjadi

secara

perlahan-lahan

seiring

dengan

bertambahnya usia sehingga terjadi perubahan keseimbangan hormonal yaitu terjadi


reduksi testosterone menjadi Dehidrotestosteron dalam sel prostat yang kemudian
menjadi faktor terjadinya penetrasi DHT ke dalam inti sel. Hal ini dapat menyebabkan
inskripsi pada RNA sehingga menyebabkan terjadinya sintesis protein yang kemudian
menjadi hiperplasia kelenjar prostat (Mansjoer, 2000 hal 329; Poernomo, 2000).
Pada tahap awal setelah terjadi pembesaran prostat, maka akan terjadi penyempitan
lumen uretra prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intra vesikel. Untuk dapat mengeluarkan urine buli-buli harus
berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan tersebut, sehingga akan terjadi resistensi
pada buli-buli dan daerah prostat meningkat, serta otot detrusor menebal danmeregang
sehingga timbul sakulasi atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase
kompensasi. Apabila keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi
retensi urine (Mansjoer, Poernomo, 2000).
Tekanan intravesikel yang tinggi akan diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat
menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks-vesiko

ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,


hidronefrosis bahkan akhirnya dapat terjadi gagal ginjal (Poernomo,2000).

E. PATHWAY
Usia Lanjut
Produksi hormone estrogen dan testosterone tdk seimbang
Testosterone

Kadar estrogen

Mempengaruhi RNA
Dalam inti sel

Hyperplasia sel stoma pada jaringan

Poliferasi sel2 prostat


Penyempitan lumen uretra

BPH
kurangnya informasi ttg penyakit

Tekanan intra vesikel

Kurang pengetahuan

Otot destrusor hipertrofi


(fase kompensasi)

Pembedahan/operasi

Bila keadaan berlangsung lama


Dekompensasi otot detrusor (otot melemah,
Tidak mampu kontraksi lagi)

Cemas
Insisi prosektomi

Krisis situasi
Ancamana perubahan
Situasi kesehatan

Resiko
Impotensi

Sindrom TRUP
Perubahan disfungsi seksual

Terputusnya Kontinuitas jaringan


Penurunan pertahanan tubuh
Resti Infeksi

Pelepasan mediator
kimiawi/nyeri
6

Resiko Perdarahan

Nyeri akut

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Analisis urine dan pemeriksaan mikroskopik urine penting untuk melihat adanya
sel leukosit,bakteri, dan infeksi. Elektrolit, kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan fungsi metabolik. Pemeriksaan
prostate specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya biopsy
atau sebagai deteksi dini keganasan.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena,
USG dan sistoskopi. Tujuan pemeriksaan pencitraan ini adalah untuk
memperkirakan volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume
residu urine. Dari foto polos dapat dilihat adanya batu pada traktus urinarius,
pembesaran ginjal dan buli-buli. Dari pielografi intravena dapat dilihat supresi
komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter.
3. Pemeriksaan Uroflowmetri dan Colok Dubur
a. Uroflowmetri
Untuk mengetahui derajat obstruksi, yaitu dengan mengukur pancaran urine
pada waktu miksi. Kecepatan aliran urine dipengaruhi oleh kekuatan kontraksi
detrusor, tekanan intra buli-buli, dan tahanan uretra.
b. Colok Dubur
Pada perabaan colok dubur, harus diperhatikan konsistensi prostat (biasanya
kenyal), adakah asimetri, adakah nodul pada prostat, apakah batas atas teraba
(Mansjoer, 2000).

G. Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer ,2000):
1. Observasi (Watchfull Waiting)
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhanringan, nasehat yang diberikan
yaitu mengurangiminum setelah makan malam untuk menguranginocturia,
menghindari obat-obatan dekongestan,mengurangi minum kopi dan tidak
diperbolehkanminum alkohol.
2. Terapi medikamentosa
a. Penghambat adrenergic alfa, contoh: prazosin,doxazosin, terazosin, afluzosin.
b. Penghambat enzim 5 alfa reduktasi, contoh:firasterid (proscar).
c. Fitoterapi
Pengobatan fototerapi yang ada di Indonesiaantara lain: eviprostat.
Substansinya misalnyapygeum africanum, sawpalmetto, serenoarepelus.
3. Terapi bedah
a. TURP
b. TUIP
c. Prostatektomi terbuka
4. Terapi invasif minimal
a. TUMT (Trans Urethral Micro webThermotherapy)
b. Dilatasi balon trans uretra (TUBD)
c. High Intensity Focus Ultrasound
d. Ablasi jarum trans uretra
e. Stent Prostat

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a) Airway (jalan nafas) dengan kontrol servikal
Kaji :
1) Bersihkan jalan nafas
2) Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
3) Distress pernafasan
4) Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
b). Breathing dan ventilasi
Kaji :
1) Frekuensi nafas, usaha nafas dan pergerakan dinding dada
2 ) Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
3) Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
c). Circulation dengan kontrol perdarahan
Kaji :
1) Denyut nadi karotis
2) Tekanan darah
3) Warna kulit, kelembaban kulit
4) Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
d). Disability
Kaji :
1) Tingkat kesadaran
2) Gerakan ekstremitas
3) Glasgow coma scale (GCS), atau pada anak tentukan : Alert (A), Respon verbal
(V), Respon nyeri/pain (P), tidak berespons/un responsive (U)
4) Ukuran pupil dan respons pupil terhadap cahaya

e). Exposure
Kaji :
1) Tanda-tanda trauma yang ada
Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah airway, breathing, dan
circulation yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder
meliputi pengkajian objektif dan subjektif dari riwayat keperawatan (riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat
keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki.
f). Fahrenheit (suhu tubuh)
Kaji :
1) Suhu tubuh
9

2) Suhu lingkungan
g). Get Vital Sign/ Tanda-tanda vital secara kontiny
Kaji :
1) Tekanan darah
2) Irama dan kekuatan nadi
3) Irama, kekuatan dan penggunaan otot bantu
4) Saturasi oksigen

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter

2. Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan 1. :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan
derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
a)
b)

Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.


Pasien dapat beristirahat dengan tenang.
Intervensi :
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)

10

b) Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta
penghilang nyeri.
c) Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut,
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
d) Beri ompres hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
e) Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen
tegang)
f) Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
g) Lakukan perawatan aseptik terapeutik
h) Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan 2. :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan .
Kriteria hasil :
a) Klien akan melakukan perubahan perilaku.
b) Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
c) Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
berobat lanjutan.

Intervensi :
d) Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
e) Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu;
dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
f) Pemasukan cairan sekurangkurangnya 2500-3000 ml/hari.
g) Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
h) Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.

11

3. Diagnosa Keperawatan 3. :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
a) Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
b) Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
c) Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
d) Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan
kemungkinan cara untuk menghindari.
Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi
kebisingan.
e) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
f) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi
nyeri (analgesik).

12

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Benigna prostat hipertropi adalah hyperplasia kelenjar peri urethral yang merusak
jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, Suprohaita,
dkk, 2000).
BPH adalah kondisi patologis yang paling umum pada pria lanjut usia dan penyebab
kedua yang paling sering untuk intervensi medis pada pria diatas usia 60 tahun
(Smeltzer, 2001).

13

DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.PPNI, DKK,
Surabaya 2012.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya,
Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University
Press. Surabaya
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

14

Anda mungkin juga menyukai