Anda di halaman 1dari 11

Tugas Akhir Semester

Hukum Tentang Lembaga Lembaga Negara


Tinjauan Mahkamah Konstitusi Indonesia dengan Mahkamah Konstitusi
Korea Selatan

Nama Dosen: Drs. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.

Disusun Oleh:
Tya Dwiardianti Nugraha
110110130318

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJADJARAN

KATA PENGANTAR

Puji Syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayahNya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Tinjauan Mahkamah
Konstitusi Indonesia dan Mahkamah Korea Selatan.
Penulisan makalah ini adalah salah satu tugas akhir Ujian Akhir Semester
pada pelajaran Hukum tentang Lembaga Lembaga Negara. Penulis
mengucapkan ucapan terimakasih kepada Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M.
selaku dosen mata kuliah Hukum Tentang Lembaga Lembaga Negara atas
bimbingannya selama ini.
Penulis berharap penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena nya penulis meminta kritik dan sarannya agar
penulisan makalah ini bisa menjadi lebih baik lagi.
Terimakasih.

Bandung, 10 Juni 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Lembaga Negara atau yang akrab juga disebut Civilizated Organization"
adalah lembaga pemerintah dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara , dari
negara, dan untuk negara yang bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Lembaga negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya masing
masing. Dengan diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945 menyebabkan
perubahan sistem pemerintahan di Negara Indonesia, dari sistem pembagian
kekuasaan (distribution of power) menjadi sistem pemisahan kekuasaan (separation
of power). Suatu negara hanya akan hidup dan bergerak dinamis jika dijalankan oleh
lembaga-lembaga negara sebagai pemegang kekuasaan negara. Sedangkan
kekuasaan negara itu dijalankan oleh lembaga-lembaga negara pada tingkat pusat
maupun oleh lembaga negara pada tingkat lokal/daerah. Kekuasaan negara dibagi
kepada lembaga-lembaga negara yang menurut Miriam Budiardjo dapat dibagi
dalam dua cara, yaitu; pertama; secara vertikal, yaitu pembagian kekuasaan menurut
tingkatannya dan dalam hal ini yang dimaksud adalah pembagian kekuasaan antara
bebarapa tingkat pemerintahan. Pembagian kekuasaan ini nampak jelas dapat kita
saksikan kalau kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal dan negara
konfederasi. Kedua, secara horisontal, yaitu pembagian kekuasaan menurut
fungsinya.

Pembagian

ini

menunjukkan

pembedaan

antara

fungsi-fungsi

pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih dikenal
dengan trias politica. Salah satu contoh yang akan lebih dibahas dalam penulisan ini
adalah fungsi pemerintahan yang bersifat yudikatif.
Kekuasaan kehakiman adalah lembaga yang memiliki peranan yang sangat
penting dalam sistem ketatanegaraan suatu negara. Kekuasaan kehakiman ditujukan
untuk menciptakan checks and balances diantara lembaga negara lainnya terutama
dalam penegakan hukum dan melindungi hak asasi warga negara yang berpotensi
untuk dilanggar oleh perbuatan pemerintahan. Kekuasaan kehakiman memegang

peranan yang penting untuk menjadikan hukum supaya tidak menjadi alat
pelanggengan kekuasaan. Oleh karena itu, dibutuhkan kekuasaan kehakiman yang
bersifat merdeka, mandiri dan independen. Sebelum UUD 1945 diamandemen,
kekuasaan kehakiman hanya dilakukan oleh Mahkamah Agung sebagai badan
peradilan tertinggi bagi peradilan di bawahnya seperti peradilan umum, peradilan
agama, peradilan tata usaha negara, dan peradilan militer. Sedangkan pasca
perubahan UUD 1945, kekuasaan kehakiman tidak hanya dilakukan oleh Mahkamah
Agung, tetapi dibentuk lembaga baru yaitu Mahakamah Konstitusi.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah lembaga (tinggi) negara
yang baru yang sederajat dan sama tinggi kedudukannya dengan Mahkamah Agung.
Mahkamah Konstitusi dapat dikatakan mempunyai kedudukan yang sederajat dan
sama tinggi dengan Mahkamah Agung. Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung
sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman (judiciary) yang
merdeka dan terpisah dari cabang-cabang kekuasaan lain, yaitu pemerintah
(executive) dan lembaga permusyawaratan-perwakilan (legislature). Hanya struktur
kedua organ kekuasaan kehakiman ini terpisah dan berbeda sama sekali satu sama
lain. Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir
tidak mempunyai struktur organisasi sebesar Mahkamah Agung yang merupakan
puncak sistem peradilan yang strukturnya bertingkat secara vertikal dan secara
horizontal mencakup lima lingkungan peradilan, yaitu lingkungan peradilan umum,
lingkungan peradilan tata usaha negara, lingkungan peradilan agama, dan lingkungan
peradilan militer. Mahkamah Konstitusi berdasarkan Pasal 2 UU No 24 Tahun 2003
merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang
merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Sebagai mahasiswa fakultas hukum sebaiknya ilmu pengetahun yang kita dapatkan
tidaklah hanya berasal dari dalam negeri. Kita perlu melakukan perbandingan
dengan Negara lain guna mengetahui system perkembangan di Negara sendiri.
Dalam hal penulisan makalah ini maka akan lebih dispesifikan terhadap tinjauan
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga di Negara Indonesia dengan membandingkan
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan.

1.2 IDENTIFIKASI MASALAH


1. Bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi Indonesia?
2. Bagaimana kewenangan Mahkamah Konstitusi Korea Selatan?

1.3 TUJUAN PENULISAN


Tujuan adanya penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana wewenang
Mahkamah Konstitusi Indonesia maupun Korea Selatan sebagai lembaga Negara
yang diatur dalam perundangan. Setelah itu tujuan penulisan ini adalah unutk
mengetahui perbandingan wewenang yang diatur dalam Mahkamah Konstitusi
Indonesia dan korea Selatan.

BAB II
PEMBAHSAN
2.1 MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA
Mahkamah Konstitusi termasuk didalam Kekuasaan Kehakiman sebagaimana diatur
daalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Pada Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945 dijelaskan bahwa
Mahkamah Konstitusi memiliki wewenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga-lembaga Negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus
perselisihan tetang hasil pemilihan umum. Pada ayat (2) nya dijelaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan rakyat mengenai
dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang
Dasar. Pada ayat (3) diterangkan bahwa Mahkamah Konstitusi mempunyai Sembilan orang
anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masig tiga
oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan rakyat, dan tiga orang oleh
Presiden. Ayat ke (4) menyebutkan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konsititusi dipilih dari
dan oleh hakim konstitusi. Hakim konstitusi juga harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan serta
tidak merangkap sebagai pejabat Negara. Pengangkatan dan pemberhentian hakim
konstitusi, hukum acara serta ketentuan lain tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan
undang-undang.
Peraturan perundangan yang dimaksud adalah Undang Undang No 24 Tahun
2003. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku
kekuasaan kehakiman mempunyai peranan penting dalam usaha menegakkan konstitusi
dan prinsip negara hukum sesuai dengan tugas dan wewenangnya sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan
kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan. Mahkamah Konstitusi mempunyai 9 (sembilan) orang anggota hakim konstitusi
yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan Susunan, Mahkamah Kontitusi

terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota,
dan 7 (tujuh) orang anggota hakim konstitusi. Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh
hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun. Mengenai wewenang
Mahkamah Konstitusi dibahas dalam Bab III Kekuasaan Mahkamah Konstitusi Bagian
Pertama mengenai wewenang dalam Pasal 10 dan 11.
Pasal 10 mengatakan bahwa wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut:
(1) Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945; b. memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. c. memutus
pembubaran partai politik; d. memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
(2) Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden diduga

telah melakukan pelanggaran hukum

berupa

pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau
perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. pengkhianatan terhadap negara adalah tindak pidana terhadap keamanan negara
sebagaimana diatur dalam undang-undang; b. korupsi dan penyuapan adalah tindak pidana
korupsi atau penyuapan sebagaimana diatur dalam undangundang; c. tindak pidana berat
lainnya adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
d. perbuatan tercela adalah perbuatan yang dapat merendahkan martabat Presiden
dan/atau Wakil Presiden; e. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden adalah syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 6 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 11 berisikan untuk kepentingan pelaksanaan wewenang sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 10, Mahkamah Konstitusi berwenang 5 memanggil pejabat negara, pejabat
pemerintah, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
2.2 MAHKAMAH KONSTITUSI KOREA SELATAN
Mahkamah Konstitusi adalah kepala cabang yudikatif. Mahkamah Konstitusi
dibebankan murni dengan peninjauan konstitusional dan memutuskan kasus peradilan.
Bidang yudikatif lainnya diawasi oleh Mahkamah Agung. Sistem ini baru didirikan di
Republik Keenam , untuk membantu mencegah ekses-ekses yang ditunjukkan oleh rezim
masa lalu. Mahkamah Konstitusi terdiri dari sembilan hakim. Dari jumlah tersebut, tiga
diantaranya direkomendasikan oleh Hakim Ketua Mahkamah Agung , tiga oleh Majelis
Nasional, dan tiga oleh presiden, namun semua harus ditunjuk oleh presiden. Ketua
Pengadilan Konstitusi diangkat oleh presiden nasional, tunduk pada persetujuan Majelis
Nasional. Para anggota pengadilan melayani untuk jangka waktu enam tahun terbarukan,
dan tidak bisa lebih dari 65 (kecuali untuk Presiden pengadilan, yang mungkin setua 70).
Setelah amandemen 1927, Mahkamah Konstitusi didirikan pada bulan September 1988.
Berdasarkan

model

Eropa,

itu

adalah

pengadilan

khusus

yang

menentukan

Konstitusionalitas hukum, perselisihan antara badan-badan pemerintah, keluhan Konstitusi


diajukan oleh individu, pemecatan , dan pembubaran partai politik.
Sebelumnya konstitusi disediakan untuk berbagai bentuk judicial review , tapi
peradilan tidak menggunakan kebebasan yang sebenarnya. Sembilan Hakim Mahkamah
diperpanjang masa jabatan enam tahun. Pada Desember 2004, Mahkamah telah
menyatakan 418 hukum inkonstitusional dan mencabut sekitar 214 tindakan pemerintah. Di
Konstitusi Korea Selatan, MK diatur dalam Konstitusinya, yaitu pada Pasal 107 dan dalam
Bab VI yang berisi tiga pasal, yaitu Pasal 111, Pasal 112, dan Pasal 113. Menurut ketentuan
Pasal 111 ayat (2), jumlah anggotanya 9 orang. Pasal 111 (2), (3), dan (4) menentukan: (2)
MK terdiri atas 9 orang anggota yang memenuhi syarat sebagai hakim dan diangkat oleh
Presiden (The Constitutional Court is composed of nine adjudicators qualified to be court
judges, and they are appointed by the President); (3) Di antara Hakim Konstitusi tersebut
pada ayat (2), tiga orang berasal dari orang yang dipilih oleh Majelis Nasional, dan tiga orang
diangkat dari orang yang dicalonkan oleh Ketua MA (Among the adjudicators referred to in

Paragraph (2), three are appointed from persons selected by the National Assembly, and
three appointed from persons nominated by the Chief Justice); (4) Ketua MK diangkat oleh
Presiden dari anggota MK dengan persetujuan Majelis Nasional (The head of the
Constitutional Court is appointed by the President from among the adjudicators with the
consent of the National Assembly. Masa jabatan kesembilan anggota MK itu ditentukan
dalam Pasal 112 ayat (1) untuk 6 tahun dan dapat diangkat kembali sesuai ketentuan UU
(The term of office of the adjudicators of the Constitutional Court is six years, and they may
be reappointed under the conditions as prescribed by law). Dalam ayat (2) dinyatakan: The
adjudicators of the Constitutional Court may not join any political party nor participate in
political activities. Selanjutnya dalam ayat (3)-nya dinyatakan: No adjudicator of the
Constitutional Court can be expelled from office except by impeachment or a sentence of
imprisonment or heavier punishment.

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 KESIMPULAN
Lembaga Negara negara terbagi dalam beberapa macam dan mempunyai tugas nya
masing masing. Kekuasaan kehakiman adalah lembaga yang memiliki peranan yang sangat
penting dalam sistem ketatanegaraan suatu negara. Kekuasaan kehakiman ditujukan untuk
menciptakan checks and balances diantara lembaga negara lainnya terutama dalam
penegakan hukum dan melindungi hak asasi warga negara yang berpotensi untuk dilanggar
oleh perbuatan pemerintahan.
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia termasuk didalam Kekuasaan Kehakiman
sebagaimana diatur daalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945. Pada Pasal 24 C ayat (1) UUD 1945
dan diatur juga dalam Undang Undang No 24 Tahun 2003. Dalam wewenangnya MK
berhak menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, memutus
pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Pada Mahkaah Konstitusi di Korea Selatan, Mahkamah Konstitusi merupakan
pengadilan khusus yang menentukan Konstitusionalitas hukum, perselisihan antara badanbadan pemerintah, keluhan Konstitusi diajukan oleh individu, pemecatan , dan pembubaran
partai politik. Jumlah hakim Mahkamah Konstitusi RI dan Korea Selata memiiki persamaan
bahwa jumlah yang ditetapkan adalah 9 orang.
3.2 Saran
Sebagai mahasiswa fakultas hukum diperlukan keterampilan dalam mengetahui
lembaga-lembaga negara yang terdapat di pemerintahan Republik Indonseia. Untuk itu,
penulis menyarankan agar menambah pengetahuan kita terkait lembaga negara dengan
melihat pada peraturan UUD 1945 maupun peraturan perundangan lain. Selain itu perlu
juga mengetahui kondisi lembaga negara pada pemerintahan negara lain guna mempelajari
dan membandingkan dengan lembaga negara yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Asshidique, Jimly. Mahkamah Konstitusi dan Pengujian undang Undang, makalah
Kuliah Umum Program doktor (S-3) Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2
Oktober 2004.
Huda, NiMatul. 2013. Hukum Tata Negara: Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers
http://www.academica.com

Anda mungkin juga menyukai