Anda di halaman 1dari 34

KONSENSUS

PNEUMONIA NOSOKOMIAL

PENDAHULUAN

Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP)


adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-
2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini akan
berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya
perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial terjadi 5-10
kasus/1000 penderita yang masuk ke rumah sakit dan akan menjadi
lebih tinggi 6-20x pada penderita dengan alat bantu napas mekanik.
Angka kematian pada pneumonia nosokomial 20-50%. Angka kematian
ini akan meningkat pada pneumonia yang disebabkan P.aeruginosa atau
bakteremia sekunder. Pada penderita pneumonia yang dirawat di
istalansi perawatan intensif (IPI) angka kematian meningkat 3-10x
dibandingkan dengan penderita tanpa pneumonia. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa lama perawatan meningkat 2-3x dibandingkan
penderita tanpa pneumonia, hal ini tentunya akan meningkatkan biaya
perawatan di rumah sakit. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lama
perawatan bertambah rata-rata 7-9 hari.

Angka kejadian pneumonia nosokomial di Jepang adalah 5 – 10


per 1000 kasus yang dirawat. Lebih kurang 10% yang dirawat di IPI
akan berkembang menjadi pneumonia dan angka kejadian pneumonia
nosokomial pada penderita yang menggunakan alat bantu napas
meningkat sebesar 20 – 30%. Angka kejadian dan angka kematian pada
umumnya lebih tinggi di rumah sakit yang besar dibandingkan di rumah
sakit yang kecil.

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 1
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
DEFINISI

Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi 48


jam setelah dirawat di rumah sakit dan menyingkirkan semua infeksi
yang inkubasinya terjadi pada waktu masuk rumah sakit.

Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang


terjadi lebih dari 48 – 72 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.

Healthcare associated pneumonia (HCAP) adalah mencakup


HAP, VAP dan setiap pasien pneumonia yang dirawat selama ≥ 2 hari
dalam 90 hari masa infeksi, tinggal di panti jompo atau fasilitas
perawatan kesehatan jangka panjang dalam terapi antibiotik intravena,
kemoterapi, perawatan luka dalam 30 hari terakhir infeksi atau
mengunjungi rumah sakit atau klinik hemodialisis.

ETIOLOGI

Pneumonia nosokomial sebagian besar disebabkan oleh bakteri


Gram (-), seperti Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebseilla
pneumoniae, Acinetobacter sp dan Gram (+) seperti S.aureus.
Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan
virus jarang terjadi. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri
penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan
bronkus, sikatan bronkus dan biopsi aspirasi transtorakal, biopsi aspirasi
transtrakea.
Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Asia
Pasifik termasuk Indonesia sangat sulit didapatkan disebabkan antara
lain data nasional tiap negara tidak ada dan data hanya didapatkan dari
beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta sangat bervariasi.
Berikut ini adalah pola kuman yang didapat dari pemeriksaan
sputum 52 pasien yang dirawat di ruang rawat intensif RS Persahabatan
Januari – Desember tahun 2004.

__________________________________________________________
2 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel 1. Pola kuman pasien di ruang rawat intensif RS persahabatan
Jakarta Januari-Desember tahun 2004. PR dr Erlina

No Diagnosis Jumlah Jenis kuman


1 Asma bronkial 1 Pseudomonas
2 Bronkiektasis 5 Acinetobacter
Klebsiella
Pseudomonas
3 Gagal ginjal kronik 1 Pseudomonas
4 Diabetes melitus 3 Klebsiella (2 galur)
Pseudomonas (1 galur)
5 Edema paru kardiogenik 1 Klebsiella
6 Gagal napas 4 Klebsiella
Pseudomonas
7 Pneumonia komuniti 7 Acinetobacter
Klebsiella
Pseudomonas
Staphylococcus
8 Pneumotoraks 2 Acinetobacter
9 Pascabedah 13 Acinetobacter
Klebsiella (2 galur)
Pseudomonas
10 PPOK 3 Acinetobacter
Klebsiella
Pseudomonas
11 Stroke 8 Acinetobacter
Klebsiella
Pseudomonas
12 TB paru 2 Klebsiella
13 Tetanus 1 Acinetobacter
14 Tumor paru 1 Klebsiella

Dari data tersebut tidak dapat disimpulkan bahwa ini merupakan infeksi
nosokomial.

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 3
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Pola kuman nosokomial dapat juga dibagi berdasarkan faktor risiko,
kuman patogen non core dan berdasarkan onset.

Tabel 2. Pola kuman pneumonia nosokomial non core berdasarkan


faktor risiko
PATOGEN NON
FAKTOR-FAKTOR RISIKO
CORE

PNEUMONIA NOSOKOMIAL KELOMPOK 2 (ATS)

Aspirasi / pembedahan abdomen Anaerob


Koma, trauma kepala, influenza sebelumnya, obat-obat iv, Staphylococcus
diabetes mellitus, gagal ginjal aureus
Steroid dosis tinggi Legionella
Rawat inap intensif jangka lama, steroid, antibiotik, Pseudomonas
penyakit dengan kerusakan struktur paru aeruginosa

PNEUMONIAL NOSOKOMIAL KELOMPOK 3 (ATS)

Penggunaan antibiotik sebelum onset pneumonia dan Acinetobacter


pemakaian alat bantu napas
Sama seperti di atas ditambah pemakaian kortikosteroid, Pseudomonas
malnutrisi, penyakit struktur paru (bronkiektasis, kistik aeruginosa
fibrosis), perawatan yang lama
Pemberian antibiotik sebelum onset pneumonia, Methicilin Resistance
pemakaian alat bantu napas yang lama ( > 3 minggu) Staphylococcus
aureus (MRSA)

PNEUMONIA NOSOKOMIAL BERAT > 4 HARI Dapat mencakup


RAWAT INAP semua patogen di atas

__________________________________________________________
4 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel 3. Pola kuman pneumonia nosokomial berdasarkan onset

Onset dini Onset lambat Lainnya


S. pneumonia P. aeruginosa bakteri anaerob
H. influenzae Enterobacter sp L. pneumophilia
M. cattarrhalis Acinetobacter sp Influenza A,B
S. aureus K. pneumoniae Respiratory syncitial
Aerobik gram negatif Serratia marcescens virus
Jamur
E. coli
GNB lainnya

…….data pola kuman surabaya (PR Dr. Sudarsono)…


Inikah yang dimaksud ???
No Nama mikroba Jumlah Persen
1 Pseudo aeruginosa 20 48.78
2 Klebsiella spp 8 19.51
3 Pseudomonas spp 5 12.2
4 Escherichia coli 3 7.32
5 Entero aerogenes 2 4.89
6 Staphy aureus 2 4.89
7 Candida 1 2.44

Jumlah 41

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 5
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
PATOGENESIS

Patogenesis pneumonia nosokomial pada prinsipnya sama dengan


pneumonia komuniti. Pneumonia terjadi apabila mikroba masuk ke
saluran napas bagian bawah. Ada empat rute masuknya mikroba
tersebut ke dalam saluran napas bagian bawah yaitu :
1. Aspirasi, merupakan rute terbanyak pada kasus-kasus tertentu
misalnya kasus neurologis, usia lanjut
2. Inhalasi, misalnya kontaminasi pada alat-alat bantu napas yang
digunakan penderita
3. Hematogenik
4. Penyebaran langsung

Penderita yang mempunyai predisposisi timbulnya aspirasi


mempunyai risiko mengalami pneumonia nosokomial. Apabila
sejumlah bakteri dalam jumlah besar berhasil masuk ke dalam saluran
napas bagian bawah yang steril, maka pertahanan pejamu yang gagal
membersihkan inokulum dapat menimbulkan proliferasi dan inflamasi
sehingga terjadi pneumonia. Interaksi antara faktor pejamu (endogen)
dan faktor risiko dari luar (eksogen) akan menyebabkan kolonisasi
bakteri patogen di saluran napas bagian atas atau pencernaan makanan.
Patogen penyebab pneumonia nosokomial ialah bakteri gram negatif
dan Staphylococcus aureus yang merupakan flora normal sebanyak <
5%. Kolonisasi dari saluran napas bagian atas dari bakteri-bakteri
tersebut merupakan titik awal yang penting untuk terjadi pneumonia.

__________________________________________________________
6 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Faktor risiko Faktor risiko
endogen Kolonisasi Kolonisasi eksogen
orofaring Lambung

Penderita: Intervensi
• Pembedahan
• Umur > 60
Aspirasi Inhalasi • Prosedur
tahun invasif
• Penyakit yang • Obat-obatan

mendasari
Bakteremia Translokasi
• Faktor
kebiasaan
hidup
Mekanisme Kontrol infeksi
• Kondisi akut pertahanan paru • Kolonisasi
(seluler, humoral) silang
• Desinfeksi
alat tidak
adekuat
Trakeobrontis Pneumonia • Kontaminasi
air & cairan

Gambar 1. Skema patogenesis pneumonia nosokomial

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 7
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
FAKTOR PREDISPOSISI ATAU FAKTOR RISIKO
PNEUMONIA NOSOKOMIAL

Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian:


1. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh
Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes,
alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama,
koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal,
malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan
antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik,
infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury)
serta bronkiektasis

2. Faktor eksogen adalah :


a. Pembedahan :
Besar risiko terjadinya pneumonia nosokomial tergantung
pada jenis pembedahan, yaitu torakotomi (40%), operasi
abdomen atas (17%) dan operasi abdomen bawah (5%).

b. Penggunaan antibiotik :
Antibiotik dapat memfasilitasi terjadinya kolonisasi,
terutama antibiotik yang aktif terhadap Streptococcus di
orofaring dan bakteri anaerob di saluran pencernaan.
Sebagai contoh : pemberian antibiotik golongan penisilin
mempengaruhi flora normal di orofaring dan saluran
pencernaan. Sebagaimana diketahui Streptococcus
merupakan flora normal di orofaring melepaskan
bacterocins yang menghambat pertumbuhan bakteri gram
negatif. Pemberian penisilin dosis tinggi akan menurunkan
sejumlah bakteri gram positif dan meningkatkan kolonisasi
bakteri gram negatif di orofaring.

c. Peralatan terapi pernapasan


Kontaminasi pada peralatan ini, terutama oleh bakteri
Pseudomonas aeruginosa dan bakteri gram negatif lainnya
sering berperan disini
__________________________________________________________
8 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
d. Pemasangan pipa/selang nasogastrik, pemberian antasida
dan alimentasi enteral ?????
Pada individu sehat, jarang dijumpai bakteri gram negatif di
lambung, karena dengan pH < 3 mampu dengan cepat
membunuh bakteri yang tertelan. Pemberian antasida /
penyekat H2 yang mempertahankan pH > 4 menyebabkan
peningkatan kolonisasi bakteri gram negatif aerobik di
lambung, sedangkan larutan enteral mempunyai pH netral
6,4 - 7,0.
e. Lingkungan rumah sakit
• Petugas rumah sakit yang mencuci tangan tidak sesuai
dengan prosedur
• Penatalaksanaan dan pemakaiaan alat-alat yang tidak
sesuai prosedur, seperti alat bantu napas, selang
makanan, selang infus, kateter dll
• Pasien dengan kuman MDR tidak dirawat di ruang
isolasi

Faktor risiko kuman MDR ( Multi Drug Resistence ) penyebab HAP,


VAP dan HCAP menurut ATS/IDSA 2004

• Pemakaian antibiotika pada 90 hari terakhir


• Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari
• Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di
rumah sakit tersebut
• Terdapat faktor risiko HCAP
- Perawatan di rumah sakit selama ≥ 2 hari dalam 90 hari
terakhir
- Tinggal di panti jompo atau fasilitas perawatan jangka panjang
- Pemberian infus di rumah (termasuk antibiotik)
- Dialisis kronik dalam 30 hari
- Perawatan luka di rumah
- Riwayat keluarga dengan kuman MDR
• Penyakit immunosupresi dan atau imunoterapi

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 9
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
DIAGNOSIS

Menganut kriteria dari The Centers for Disease Control (CDC-


Atlanta), diagnosis pneumonia nosokomial adalah sebagai berikut :
1. Onset pneumonia yang terjadi 48 jam setelah dirawat di rumah
sakit dan menyingkirkan semua infeksi yang inkubasinya terjadi
pada waktu masuk rumah sakit
2. Diagnosis pneumonia nosokomial ditegakkan atas dasar :
• Foto toraks : terdapat infiltrat baru atau progresif
• Ditambah 2 diantara berikut ini : - suhu tubuh > 38oC
- sekret purulen
- lekositosis

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah :

1. Pewarnaan Gram dan kultur dari dahak yang dibatukkan, induksi


sputum atau aspirasi sekret dari selang endotrakeal atau
trakeostomi. Jika fasilitas memungkinkan dapat dilakukan
pemeriksaan biakan kuman secara semikuantitatif atau kuantitatif
dan dianggap bermakna jika ditemukan ≥ 106 colony-forming
units/ml dari sputum, ≥ 105 – 106 colony-forming units/ml dari
aspirasi endotrracheal tube, ≥ 104 – 105 colony-forming
units/ml dari bronchoalveolar lavage (BAL) , ≥ 103 colony-
forming units/ml dari sikatan bronkus dan paling sedikit 102
colony-forming units/ml dari vena kateter sentral . Dua set kultur
darah aerobik dan anaerobik dari tempat yang berbeda (lengan kiri
dan kanan) sebanyak 7 ml. Kultur darah dapat mengisolasi bakteri
patogen pada > 20% penderita. Jika hasil kultur darah (+) maka
sangat penting untuk menyingkirkan infeksi di tempat lain. Pada
semua penderita pneumonia nosokomial harus dilakukan
pemeriksaan kultur darah.
2. Analisa gas darah untuk membantu menentukan beratnya
penyakit
3. Jika keadaan memburuk atau tidak ada respons terhadap
pengobatan maka dilakukan pemeriksaan secara invasif. Bahan

__________________________________________________________
10 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
kultur dari bilasan, sikatan bronkus kateter ganda melalui
bronkoskop, BAL.

KLASIFIKASI PNEUMONIA NOSOKOMIAL

American Thoracic Society (ATS) membagi pneumonia


nosokomial menjadi 3 kelompok. Pembagian ini didasarkan atas :
1. Berat penyakit yaitu ringan, sedang dan berat
2. Faktor risiko
3. Onset penyakit tersebut adalah : dini < 5 hari dan lanjut ≥ 5 hari
setelah perawatan

Ketiga kelompok tersebut adalah :


Kelompok I : Pneumonia ringan-sedang, onset setiap saat dan tidak
ada faktor risiko atau pneumonia berat dengan onset
dini dan tidak ada faktor risiko
Kelompok II : Pneumonia ringan-sedang, faktor risiko spesifik dan
onset setiap saat
Kelompok III : Pneumonia berat, onset dini dengan faktor risiko atau
pneumonia berat dengan onset lambat

Kriteria pneumonia nosokomial berat menurut ATS


1. Dirawat di ruang rawat intensif
2. Gagal napas yang memerlukan alat bantu napas atau
membutuhkan O2 > 35 % untuk mempertahankan saturasi O2 >
90 %
3. Perubahan radiologik secara progresif berupa pneumonia
multilobar atau kaviti dari infiltrat paru
4. Terdapat bukti-bukti adanya sepsis berat yang ditandai dengan
hipotensi dan atau disfungsi organ yaitu :
• Syok (tekanan sistolik < 90 mmHg atau diastolik < 60
mmHg)
• Memerlukan vasopresor > 4 jam
• Jumlah urin < 20 ml/jam atau total jumlah urin 80 ml/4 jam
• Gagal ginjal akut yang membutuhkan dialisis
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 11
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
PENGOBATAN

Beberapa pedoman dalam pengobatan pneumonia nosokomial ialah :


1. Semua terapi awal antibiotik adalah empirik dengan pilihan
antibiotik yang harus mampu mencakup sekurang-kurangnya 90%
dari patogen yang mungkin sebagai penyebab, termasuk dengan
memperhitungkan pola resistensi setempat
2. Terapi emperis pada pasien HAP/VAP yang berat dibutuhkan
antibiotik dosis optimal untuk menjamin kemanjuran maksimal.
Pemberian terapi emperis harus intravena dengan sulih terapi pada
pasien yang terseleksi, dengan respon klinik dan fungsi saluran
cerna yang baik. Obat yang bioavibiliti tinggi contohnya kuinolon
dan linazolid
3. Kombinasi antibiotik diberikan pada pasien dengan kemungkinan
terinfeksi kuman MDR
4. Pemilihan antibiotik berdasarkan tingkat keparahan penyakit
pneumonia, onset dan faktor risiko
5. Jangan merubah antibiotik sebelum 72 jam, kecuali jika keadaan
klinis memburuk
6. Data mikroba dan sensitiviti dapat digunakan untuk mengubah
pilihan empirik apabila respons klinik awal tidak memuaskan.
Modifikasi pemberian antibiotik berdasarkan data mikrobial dan
uji kepekaan tidak akan mengubah mortaliti apabila terapi empirik
telah memberikan hasil yang memuaskan.
7. Pemberian terapi awal antibiotik harus dimulai sedini mungkin
dan lama pengobatan kurang lebih 2 minggu atau 3 hari setelah
perbaikan foto toraks . (Tanya Prof Ben =Dr. Sudarsono)

Pilihan antibiotik sebagai terapi empirik haruslah mempertimbangkan


hal-hal sebagaimana dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

__________________________________________________________
12 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel .... Bakteri penyebab pneumonia nosokomial dan pilihan
antibiotiknya (diambil yang mana ...??, ATS ada di bawah)

Kelom
Bakteri Antibiotik iv
pok
1 Enterik Gram negatif Sefalosporin G2, sefalosporin nonpseudomonas
Enterobacter (non G3 (sefotaksim, seftriakson)
pseudomonal) ATAU
E.coli Amoksisilin / ampisilin + penghambat β-
Klebsiella laktamase
Proteus
Serratia marcescens Jika alergi penisilin: diberikan fluorokuinolon
H.influenzae respirasi (levofloksasin, gatifloksasin,
MSSA moksifloksasin)
S.pneumoniae

2 Kelompok 1 Sesuai dengan kelompok 1


+ +
anaerobs Klindamisin atau metronidazol
(pasca pembedahan
abdomen, aspirasi)

S. aureus (koma, Vankomisin atau teikoplanin (jika terdapat


trauma kepala, DM, MRSA)
gagal ginjal)

Legionella (steroid Makrolid atau fluorokuinolon respirasi


dosis tinggi) ((levofloksasin, gatifloksasin, moksifloksasin)

P. aeruginosa Diobati seperti pada kelompok 3


(perawatan lama di IPI,
steroid, antibiotik,
kerusakan paru luas)

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 13
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Kelom
Bakteri Antibiotik iv
pok
3 Kelompok 1 Sesuai dengan kelompok 1
+ +
Acinetobacter spp. Penisilin antipseudomonas + penghambat β-
P. aeruginosa laktamase (piperasilin + tasobaktam)
atau sefalosporin anti pseudomonas G3/G4
atau karbapenem
atau kuinolon (siprofloksasin, levofloksasin)
+/- aminoglikosida.

Kotrimoksazol
S. maltophilia Vankomisin atau teikoplanin
MRSA

Catatan : kombinasi antibiotik tidak dalam satu golongan

__________________________________________________________
14 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ...... Kerangka umum pemberian antimikroba awal secara
empirik pada ventilator associated pneumonia (VAP)
Pasien Golongan antimikroba Nama obat dan dosis
Pasien dengan ventilator
Onset dini Sefalosporin G2, atau Sefuroksim 3 x 1,5 g
tanpa factor
Risiko Sefalosporin G3, atau Sefotaksim 3 x 2 g
Seftriakson 2 x 1 g
Aminopenisilin/ penghambat Amoksisilin/ asam klavulanat 3
β-laktam , atau x 2,2 g
Kuinolon G2, atau Levofloksasin 2 x 500 mg
Klindamisin / aztreonam Klindamisin 3 x 600 mg
Aztreonam 3 x 2 g
Onset lanjut, Kuinolon, atau Siprofloksasin 3 x 400 mg
Tanpa faktor Aminogliksida Gentamisin 5-7 mg/kg
Risiko Tobramisin 5-7 mg/kg
Tambah Amikasin 1 x 15 mg/kg
Antipseudomonal β-laktam/ Piperasilin/tazobaktam 3 x 4,5 g
penghambat β-lactamase, atau
Seftazidim , atau Seftazidim 3 x 2 g
Karbapenem Imipenem/silastatin 3 x 1 g
Meropenem 3 x 1 g
Tambah / kurang
Vankomisin Vanckomisin 2 x 1 g
Onset dini/ Bila ada faktor risiko
Lanjut dengan P. aeruginosa anggap onset
faktor risiko Lanjut
Faktor risiko untuk MRSA :
+ Vankomisin Vankomisin 2 x 1 g
Faktor risiko untuk
Legionella spp. tambahkan Eritromisin 4 x 1 g , or
Makrolid Azitromisin 1 x 500 mg , or
Klaritromisin 2 x 500 mg , or
Levofloksasin 2 x 500 mg, or
Moksifloksasin 1 x 400 mg
Pasien tanpa ventilator
Onset dini, tanpa faktor risiko Sesuai dengan pasien VAP
Onset lanjut, tanpa faktor risiko Sesuai dengan pasien VAP
Bila tidak terdapat pneumonia berat dapat
diberikan monoterapi
Onset dini atau lanjut dengan Sesuai dengan pasien VAP
faktor risiko

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 15
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ..... Terapi antibiotika awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien tanpa faktor risiko patogen MDR, onset dini dan
semua derajat penyakit menurut ATS/IDSA 2004

Patogen potensial Antibiotik yang direkomendasikan


• Streptocoocus pneumoniae Seftriakson
• Hemophilus influenzae Atau
• Metisilin-sensitif Levofloksasin, moksifloksasin,
Staphylocoocus aureus siprofloksasin
• Antibiotik sensitif basil Gram Atau
negatif enterik Ampisilin / sulbaktan
- Escherichia coli Atau
- Klebseilla pneumonia Ertapenem
- Enterobacterr sp
- Proteus sp
- Seratia marcescens

__________________________________________________________
16 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel .... Terapi antibiotika awal secara empirik untuk HAP atau VAP
pada pasien dengan onset lanjut atau terdapat faktor risiko
patogen MDR dan untuk semua derajat penyakit menurut
ATS / IDSA 2004

Patogen potensial Terapi Antibiotika kombinasi


• Patogen pada tabel .... dan Sefalosporin antipseudomonal
patogen MDR (Sefepim, seftazidin)
Pseudomonas aeruginosa atau
Klebsiella pneumoniae Karbapenem antipseudomonal
(ESBL) (imipenem atau meropenem)
Acinetobacter sp atau
β-laktam / penghambat β
laktamase
(Piperasilin – tazobaktam)
tambah
Fluorouinolon antipseudomonal
(Siprofloksasin atau levofloksasin)
atau
Methicillin resisten Aminoglikosida
Staphylococcus aureus (Amikasin, gentamisin atau
(MRSA) tobramisin)
tambah
Linasolid atau vankomisin

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 17
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ... Terapi antibiotika intravena awal secara empirik dan dosis
untuk HAP, VAP dan HCAP pada pasien dengan onset lanjut
atau terdapat faktor risiko patogen MDR

Antibiotika Dosis
Sefalosporin antipseudomonal
Sefepim 1-2 gr setiap 8 – 12 jam
Seftazidim 2 gr setiap 8 jam

Karbapenem
Imipenem 500 mg setiap 6 jam atau 1 gr tiap
8 jam
Meropenem 1 gr tiap 8 jam

βlaktam / penghambat β laktamase


Piperasilin-tazobaktam 4,5 gr setiap 6 jam

Aminoglikosida
gentamisin 7 mg/kg BB/hr
Tobramisin 7 mg/kg BB/hr
Amikasin 20 mg/kg BB/hr

Kuinolon anti pseudomonal


Levofloksasin 750 mg setiap hari
Siprofloksasin 400 mg setiap 8 jam

Vankomisin 15 mg/kg BB/12 jam

Linasolid 600 mg setiap 12 jam

__________________________________________________________
18 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Suspek HAP, VAP atau HCAP
(semua derajat)

Onset lanjut (≥ 5 hari) atau


terdapat faktor risiko untuk MDR

Tidak Ya

Antibiotik spektrum terbatas Antibiotik spektrum luas


(Tabel 6) untuk patogen MDR
(Tabel 7 & 8)

Gambar 2. Skema terapi empirik untuk HAP, VAP dan HCAP

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 19
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Suspeks HAP, VAP atau HCAP

Kultur: diambil dari saluran napas bawah


(kuantitatif atau semikuantitatif) dan
pemeriksaan mikroskopis)

Mulai terapi antibiotik secara empirik


sesuai algoritma dan data mikrobiologi
lokal kecuali hasil pemeriksaan
mikroskopis negative dan klinis
pneumonia yang tidak terlalu
mendukung

Hari ke-2 & 3 : pemeriksaan kultur dan


nilai respons klinik (suhu, leukosit,
fototoraks, oksigenasi, sputum,
perubahan hemodinamik dan fungsi
organ)

Tidak Perbaikan klinis pada jam ke-48 – 72 Ya

Kultur (-) Kultur (+) Kultur (+) Kultur (-)

Cari:
Pertimbangkan
• Patogen lain
penghentian
• Diagnosis lain antibiotik
• Infeksi lain
• Komplikasi

• Sesuaikan terapi antibiotik • Penurunan antibiotik jika


• Cari: komplikasi mungkin
- patogen lain • Obati selama 7 – 8 hari dan
- diagnosis lain dievaluasi ulang
- Infeksi di tempat lain

Gambar 3. Ringkasan penatalaksanaan pasien HAP/VAP/ HCAP

__________________________________________________________
20 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
LAMA TERAPI

Jika pasien mendapat antibiotik empirik yang tepat, maka jangka


waktu pengobatan dapat diperpendek yang dahulu 14-21 hari menjadi 7
hari asalkan saja penyebabnya bukan P.aerugenosa dan pasien respon
klinik baik serta terjadi resolusi gambaran klinik dari infeksinya.
Pemberian antibiotika hingga 14 hari atau lebih, jika terdapat kolonisasi
baru terutama dari P.aeruginosa dan Enterobacteriaceae, yang
umumnya terjadi pada minggu kedua pemberian obat.

Respons Terapi

Pemberian antibiotik empirik harus dimodifikasi begitu ada hasil


kultur darah atau bahan saluran napas bawah. Modifikasi juga
diperlukan bila terdapat resistensi kuman atau patogen yang tidak
diduga pada kasus-kasus yang tidak memperlihatkan respons perbaikan.
Respons klinis berhubungan dengan faktor pasien (seperti usia dan
komorbid), faktor kuman (seperti pola resisten, virulensi dan keadaan
lain).

Resolusi dapat didefinisikan secara klinis maupun mikrobiologi.


Respons klinis terlihat setelah 48 – 72 jam pertama pengobatan
sehingga dianjurkan tidak merubah jenis antibiotik dalam kurun waktu
tersebut kecuali terjadi perburukan yang nyata.

Kultur yang tepat dari bahan saluran napas bawah dapat dipakai
untuk mendefinisikan resolusi secara mikrobiologis. Setelah dilakukan
kultur serial akan didapat definisi: eradikasi bakterial, superinfeksi,
infeksi berulang atau infeksi persisten. Hasil reevaluasi mikrobiologis
kemudian dapat dibandingkan dengan keadaan klinis.

Foto toraks tidak terlalu berperan dalam melihat perbaikan klinis


pneumonia berat. Pada kasus bakterimia atau infeksi kuman yang
sangat virulen biasanya gambaran foto toraksnya terlihat buruk.
Perbaikan dari foto toraks biasanya tidak sebanding dengan perbaikan

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 21
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
klinis terutama pada orang tua atau penderita dengan komorbid (seperti
PPOK).

Parameter klinik adalah jumlah lekosit, oksigenasi dan suhu


tubuh. Perbaikan klinis yang diukur dengan parameter ini biasanya
terlihat dalam 1 minggu pengobatan antibiotik.

Penyebab Perburukan atau Nonresolusi

Ada beberapa penyebab perburukan atau gagal terapi, termasuk


diantaranya bahwa yang diobati bukan pneumonia, atau tidak
memperhitungkan faktor tertentu pejamu, bakteri atau antibiotik,
Beberapa penyakit noninfeksi seperti atelektasis, gagal jantung, emboli
paru dengan infark, kontusio paru , pneumonia aspirasi akibat bahan
kimiaditerapi sebagai HAP.

Faktor pejamu yang menghambat perbaikan klinis adalah


pemakaian alat bantu mekanik yang lama, gagal napas, keadaan gawat,
usia di atas 60 tahun, infiltrat paru bilateral, pemakaian antibiotik
sebelumnya, pneumonia sebelumnya.

Faktor bakteri yang mempengaruhi hasil terapi adalaqh jenis bakteri,


resistensi kuman sebelum dan selama terapi terutama P.aeruginosa
yang diobati dengan antibiotik tunggal. Hasil buruk dihubungkan
biasanya dengan basil gram negatif, flora polimikroba atau bakteri yang
telah resisten dengan antibiotik. Pneumonia dapat juga disebabkan oleh
patogen lain seperti M.tuberculosis, jamur dan virus atau patogen yang
sangat jarang sehingga tidak diperhitungkan pada pemberian antibiotik.
Penyebab lain kegagalan terapi adalah komplikasi pneumoninya seperti
abses paru dan empiema. Pada beberapa pasien HAP dapat terjadi
sumber infeksi lain seperti sinuistis, infeksi karena kateter pembuluh
darah, enterokolitis dan infeksi saluran kemih. Demam dan infiltrat
dapat menetap karena berbagai hal seperti demam akibat obat, sepsis
dengan gagal organ multipel.

__________________________________________________________
22 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Penilaian kasus tidak respons

Orgsnisme yang salah


• Patogen resisten obat Salah diagnosis
(bakteri, • Atelektasis
mikobakterium, • Emboli paru
virus, jamur) • ARDS
• Pengobatan • Perdarahan
antibiotik yang tidak • Neoplasma
adekuat

Komplikasi
• Empiema atau abses
paru
• Kolitis
• Enfeksi “occult”
• Demam

Gambar 4. Berbagai kemungkinan penyebab tidak terjadi perbaikan


klinis setelah pengobatan antibiotik

Evaluasi Kasus Tidak Respons

Pada kasus-kasus yang cepat terjadi perburukan atau tidak


respon terapi awal perlu diberikan antibiotik sepktrum yang lebih luas
dan dilakukan evaluasi yang agresif mulai dengan mencari diagnosis
banding dan melakukan pengulangan pemeriksaan kultur dari bahan
saluran napas dengan aspirasi endotatrakeal atau dengan tindakan
bronkoskopi. Jika hasil kultur terlihat resiten atau terdapat kuman yang
jarang ditemukan maka dilakukan modifikasi terapi. Jika dari kultur
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 23
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
tidak terdapat resistensi maka perlu dipikirkan proses noninfeksi.
Pemeriksaan lain adalah foto toraks (lateral dekubitus) USG dan CT
scan dan pemeriksaan imaging lain bila curiga ada infeksi di luar paru
seperti sinusitis. Juga perlu dipikirkan terdapat emboli paru dengan
infark.

Bila hasil mikrobiologi negatif dan evaluasi foto toraks tidak


terdapat kelainan maka putuskan untuk melanjutkan atau mengganti
antibiotik atau melakukan biopsi paru untuk diagnosis pasti.

Pencegahan Pneumonia Nosokomial

1. Pencegahan pada orofaring dan koloni di lambung


• Hindari pemakaian antibiotik yang tidak tepat karena dapat
menyebabkan berkembangnya koloni abnormal di
orofaring, hal ini akan memudahkan terjadinya multi drug
resistant (MDR)
• Pemilihan dekontaminan saluran cerna secara selektif
termasuk antibiotik parenteral dan topikal menurut beberapa
penelitian sangat efektif untuk menurunkan infeksi
pneumonia nosokomial, tetapi hal ini masih kontroversi.
Mungkin efektif untuk sekelompok penderita misalnya
penderita umur muda yang mengalami trauma, penerima
donor organ tetapi hal ini masih membutuhkan survailans
mikrobiologi
• Pemakaian sukralfat disamping penyekat H2
direkomendasikan karena sangat melindungi tukak
lambung tanpa mengganggu pH. Penyekat H2 dapat
meningkatkan risiko pneumonia nosokomial tetapi hal ini
masih merupakan perdebatan.
• Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan gerakan
duodenum misalnya metoklopramid dan sisaprid, dapat pula
menurunkan bilirubin dan kolonisasi bakteri di lambung.
• Anjuran untuk berhenti merokok
• Meningkatkan program vaksinasi S.pneumoniae dan
influenza
__________________________________________________________
24 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
2. Pencegahan aspirasi saluran napas bawah
• Letakkan penderita pada posisi kepala lebih ( 30-45 O )
tinggi untuk mencegah aspirasi isi lambung
• Gunakan selang saluran napas yang ada suction subglotis
• Gunakan selang lambung yang kecil untuk menurunkan
terjadinya refluks gastro esofagal
• Hindari intubasi ulang untuk mencegah meningkatnya
bakteri yang masuk ke dalam saluran napas bawah
• Pertimbangkan pemberian makanan secara kontinyu dengan
jumlah sedikit melalui selang makanan ke usus halus

3. Pencegahan inokulasi eksogen


• Prosedur pencucian tangan harus dijalankan sesuai prosedur
yang benar, untuk menghindari infeksi silang
• Penatalaksanaan yang baik dalam pemakaian alat-alat yang
digunakan penderita misalnya alat-alat bantu napas, pipa
makanan dll
• Disinfeksi adekuat pada waktu pencucian bronkoskop serat
lentur
• Penderita dengan bakteri MDR harus diisolasi
• Alat-alat yang digunakan untuk penderita harus diganti
secara berkala misalnya selang makanan , jarum infus dll

4. Mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien


• Drainase sekret saluran napas dengan cara fisioterapi
• Penggunaan tempat tidur yang dapat diubah-ubah posisinya
• Mobilisasi sedini mungkin

PROGNOSIS

Prognosis akan lebih buruk jika dijumpai salah satu dari kriteria di
bawah ini, yaitu
1. Umur > 60 tahun
2. Koma waktu masuk

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 25
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
3. Perawatan di IPI
4. Syok
5. Pemakaian alat bantu napas yang lama
6. Pada foto toraks terlihat gambaran abnormal bilateral
7. Kreatinin serum > 1,5 mg/dl
8. Penyakit yang mendasarinya berat
9. Pengobatan awal yang tidak tepat
10. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten (P.aeruginosa,
S.malthophilia, Acinetobacter spp. atau MRSA)
11. Infeksi onset lanjut dengan risiko kuman yang sangat virulen
12. Gagal multi organ
13. Penggunaan obat penyekat H2 yang dapat meningkatkan pH pada
pencegahan perdarahan usus

__________________________________________________________
26 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

1. American thoracic society. Guidelines for management of adults


with community-acquired pneumonia. Diagnosis, assessment of
severity, antimicrobial therapy, and prevention. Am J Respir
Crit.Care Med 2001; 163: 1730-54
2. American Thoracic Society. Hospital-acquired pneumonia in
adults : Diagnosis, assessment of severity, initial antimicrobial
therapy and preventive strategies. Am J Respir Crit Care Med
1995; 153 : 1711-25
3. ATS (American Thoracic Societ) : Official ConsensusStatement
(1995) : Hospital Acquired Pneumonia in adults : Diagnosis,
assesment of severity, initial antimicrobial therapy and preventive
strategies. Am J Respir Crit Care Med. 153 : 1711-1725.
4. Bartlett JG (2001) : Hospital acquired pneumonia, in Management
of Respiratory Tract Infections. Ed Bartlett JG, Lippincott
Williams & Wilkins, 3rd, pp 71-78.
5. Berezin EB. Treatment and prevention of nosocomial pneumonia.
Chest 1995; 108: 1S-16S
6. Craven De, Steger KA. Epidemiology of nosocomial pneumonia
new perspectives on an old disease. Chest 1995; 108 : 1S-16S
7. Cunha BA (2001) : Nosocomial Pneumonia : Diagnostic and
therapeutic considerations. The Medical Clinics of North America
85 (1) : 79 – 114.
8. Dal Nogare AR (1996) : Nosocomial Pneumonia Outside The
Intensive Care Unit. In : Respiratory Infections. Ed : Niederman
MS, Sarosi GA, Glassroth J. WB Saunders. pp. 139 – 146.
9. Fein A, Grossman R, Ost D, Farber B, Cassiere H (1999) :
Diagnosis and Management of Pneumonia and Other Respiratory
Infections. 1st edit. Professional Communication Inc. pp 133-150.
10. Fiel S (2001) : Guidelines and critical pathways for severe
Hospital-acquired Pneumonia. Chest 119 : 412S-418S.
11. Guidelines for the management of hospitalized adults patients
with pneumonia in the Asia Pacific region. 2nd Consensus
Workshop. Phuket, Thailand 1998
12. Niederman MS. Hospital aquired pneumonia in and on out off the
intensive care unit. In : Niederman MS, Sarosi GA, Glassroth J
__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 27
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
ed. Respiratory Infections 2 nd ed. Philadelphia ; Lippincott
Williams & Wilkins , 2001:197-214
13. Read RC, Morrissey I, Ambler JE ( 2000) : Clinician’s manual on
Respiratory tract infections and fluoroquinolones. Science Press.
pp 25-27, 45-47.
14. Sprunt K, Redman W (1968) : Evidence suggesting the
importance of bacterial inhibition in maintaining the balance of
normal flora. Ann Intern Med. 68 : 579-590.
15. American Thoracic Society . Guideline for the Managerment of
Adults with Hospital-aquired, Ventilator-associated, and
Healthcare-associated Pneumonia. Am J Respir Crit Care Med
2005 ; 171: 388-416

__________________________________________________________
28 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
LAMPIRAN

Pembagian pneumonia nosokomial menurut The Japanese


Respiratory Society (2004)

1. Kel I : Penderita pneumonia ringan atau sedang tetapi


tanpa faktor risiko
2. Kel II : Penderita pneumonia ringan dengan 1 atau lebih
faktor risiko
3. Kel III : Penderita pneumonia sedang atau berat dgn 1 atau
lebih faktor risiko dan penderita pneumonia berat
dgn atau tanpa faktor risiko
4. Kel IV : Penderita dgn kondisi spesifik
a. Netropenia
b. Immunosupresi sellular
c. Immunosupresi humoral

Keterangan :
Faktor risiko :

1. CVD
2. Penyakit saluran napas kronik
3. gagal jantung
4. Diabetes, gahgal ginjal, penyakit hati kronik
5. Pemakaian penghambat H2 atau antasid
6. Pemakaian antibiotik jangka lama
7. Umur ≥65 tahun
8. Keganasan

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 29
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ...Pembagian kriteria pneumonia ringan-sedang-berat menurut
The Japanese Respiratory Society (2004)

No Parameter Ringan Sedang Berat


1. Infiltrat < 1 paru Tdk ringan > 2/3 parah
maupun berat 1 paru
2. Suhu tubuh < 37,50C Tdk ringan > 38,60C
maupun berat
3. Nadi < 100/m Tdk ringan > 130/m
maupun berat
4. Pernapasan < 20/m Tdk ringan > 30/m
maupun berat
5. Dehidrasi - - atau + +
3
6. Leukosit < 10.000/mm Tdk ringan > 20.000/mm3
maupun berat < 4000/m3
7. CRP < 10./mg/dl Tdk ringan > 20mg/dl
maupun berat
8. PaO2 > 70 torr Tdk ringan < 60 torr SpO2
maupun berat < 90%

__________________________________________________________
30 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Beratnya Penyakit

Ringan - Sedang Berat

Faktor Risiko Faktor Risiko

Tidak ada Ada Tidak ada Ada

Onset Onset Onset Onset Onset setiap


setiap saat setiap saat dini lambat waktu

Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok Kelompok


I II III I III

Gambar …Pembagian kelompok pneumonia nosokomial menurut


ATS 1995

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 31
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ....Bakteri penyebab pneumonia nosokomial dan pilihan
antibiotiknya

Kelompok Bakteri Antibiotik


Onset dini S. aureus Sefalosporin G2, sefalosporin
tanpa S. pneumoniae nonpseudomonas G3 (sefotaksim,
risiko H. influenzae seftriakson) atau penisilin + penghambat
Non resisten Enterik β-laktamase atau alternatif :
Gram negative : -fluorokuinolon atau
- E.coli -kombinasi klindamisin + aztreonam
- K. pneumoniae
- Proteus spp
- Serratia spp

Onset MRSA Penisilin antipseudomonas + penghambat


lanjut Gram negative extended β-laktamase (piperasilin + ……tazocin
tanpa betalactamase (GNEB) ??……/ atau sefalosporin, karbapenem +
risiko P.aeruginosa kuinolon (siprofloksasin), atau karbapenem
Acinetobcter spp + aminoglikosida.
S. maltophilia Vankomisin, teikoplanin (jika terdapat
MRSA)

Onset dini Kuman penyebab Seharusnya pengobatan disesuaikan


atau lanjut diusahakan untuk dengan kuman penyebab yang berhasil
dengan diidentifikasi diidentifikasi. Secara umum pengobatan
risiko identik dgn onset lanjut yang tidak ada
faktor risiko, kecuali ada risiko untuk
Legionella spp

__________________________________________________________
32 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel ....Pengobatan empirik pneumonia nosokomial menurut the
Japanese Respiratory Society (2004)

Kelompok Antibiotik
I Pneumonia ringan- 1. Sefalosporin 2G,3G tanpa
sedang tanpa faktor aktiviti pseudomonas
risiko 2. fluorokuinolon oral atau iv
3. klindamisin + monobactam
II Pneumonia ringan 1. Sefalosporin 3G, 4G dengan
dengan faktor risiko aktiviti pseudomonas
2. Karbopenem → untuk
pneumonia aspirasi
III Pneumonia sedang 1. Sefalosporin 4G dengan
dengan faktor risiko aktiviti antipseudomonas dan
atau pneumonia berat karbopenem + fluorokuinolon
atau imunoglukosida
2. Fluorokuinolon iv +
karbopenem
3. Bila MRSA Vancomycin atau
teccoplanin

__________________________________________________________
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan 33
Pneumonia Nosokomial di Indonesia
Tabel.... Appropriate empiric coverage in nosocomial pneumonia

Empiric coverage should be Coverage should be directed


directed againts common againts P. aeruginosa, which
nosocomial pathogens : automatically cover other common
Pseudomonas aeruginosa nosocomial pathogens
Klebsiella pneumoniae
Escherechia coli

Coverage should not be added to Coverage againts S. aureus only if


cover non pulmonary pathogens or proven by characteristic chest x-
Staphylococcus (MSSA / MRSA) ray or tissue biopsy. Isolates
should be considered colizers not
pathogen infection

Serratia Rarely cause nosocomial


pneumonia, but covered by anti P.
aeruginosa

Enterobacter, St. altophilia, Burk Potential pathogens in patients


cepacia with preexisting lung diseases e.g.
bronchiectasis, cystic fibrosis

Virtually all antibitics againts CAP


Oropharyngeal anerobes or HAP have activity againts
aspirated oral anaerobes (except B.
fragilis)

__________________________________________________________
34 Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Pneumonia Nosokomial di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai