Anda di halaman 1dari 46

11

MENENTUKAN ARAH RUNWAY


Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan dan perancangan
bandar udara adalah penentuan arah landas pacu yang memungkinkan di lokasi rencana
pembangunan berdasarkan hasil analisis arah dan kecepatan angin. Selain itu, besar dan
kecilnya kecepatan angin dominan akan mempengaruhi penetapan jenis pesawat yang
dapat dioperasikan di bandar udara tersebut. Data arah dan kecepatan angin dapat
diperoleh dari stasiun meteorologi terdekat dengan rencana lokasi bandara merupakan
pendekatan terbaik untuk mengetahui karakteristik dan pola arah angin di rencana lokasi
bandar udara, karena ketersediaan data-series yang bisa mencakup rentang waktu yang
lama. Pada umumnya dipergunakan data-series dengan cakupan waktu 5 tahun terakhir
telah mampu menunjukkan kondisi wilayah kajian secara reliabel dan konsisten.

Analisis arah angin (windrose analysis) merupakan hal yang sangat esensial
guna penentuan arah landas pacu. Berdasarkan rekomendasi dari ICAO, arah landas
pacu sebuah bandar udara secara prinsip diupayakan sedapat mungkin harus searah
dengan arah angin yang dominan. Pada saat pesawat udara mendarat atau lepas landas,
pesawat udara dapat melakukan pergerakan di atas landasan pacu sepanjang komponen
angin yang bertiup tegak lurus dengan bergeraknya pesawat udara (cross wind) tidak
berlebihan. Beberapa referensi ICAO dan FAA menyatakan bahwa besarnya cross wind
maksimum yang diperbolehkan bergantung pada jenis dan ukuran pesawat yang
beroperasi, susunan sayap dan kondisi permukaan landasan pacu.

Penentuan arah landas pacu yang dipersyaratkan oleh ICAO adalah bahwa arah
landas pacu sebuah bandar udara harus diorientasikan sehingga pesawat udara dapat
mendarat dan lepas landas paling sedikit 95% dari seluruh komponen angin yang
bertiup. Adapun besarnya batas kecepatan komponen angin silang (cross wind) yang
diijinkan adalah 10 knot untuk bandar udara dengan panjang landas pacu kurang dari

11

1200 m, sebesar 13 knot untuk bandara dengan panjang landas pacu 1200 1500 m, dan
kecepatan angin silang 20 knot diijinkan untuk bandara dengan panjang landas pacu
lebih dari atau sama dengan 1500 m.

Selain faktor arah dan kecepatan angin, arah landas pacu juga harus
memperhatikan faktor kondisi topografi tapak rencana bandar udara serta relief
rupabumi yang terlingkupi dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan. Utamanya
kawasan ancangan pendaratan dan lepas landas harus bebas dari obstruction
(penghalang) berupa bentang alam, benda tumbuh atau bangunan fisik buatan (tower,
gedung, dsb.). Tolerasi variasi arah landas pacu yang diijinkan adalah dengan
memperhatikan usability factor tahunan menurut hasil windrore analysis adalah sama
atau lebih besar dari 95%.

Prosedur pengolahan data untuk analisis windrose adalah sebagai berikut :


1. Melakukan evaluasi terhadap kualitas data dan berkonsultasi dengan institusi
sumber data (di Indonesia dilakukan oleh BMKG-Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika) dalam hal tata cara pencatatan atau pendataannya,
untuk mengetahui perilaku dan karakteristik data yang akan diolah.
2. Melakukan pemilihan data yang akan dipakai untuk data terpakai
3. Membagi masing-masing data ke dalam beberapa kecepatan sehingga menjadi
enam kelompok sesuai ketentuan ICAO, yaitu:

Kecepatan kurang dari 4 knot

Kecepatan antara empat hingga 10 knot

Kecepatan antara 10 hingga 13 knot

Kecepatan antara 13 hingga 20 knot

Kecepatan antara 20 hingga 40 knot, dan

11

Kecepatan lebih dari 40 knot.

Langkah selanjutnya setelah pembangian data dalam kelompok kecepatan angin tersebut
adalah sebagai berikut:
1. Membagi masing-masing data dalam setiap kelompok ke dalam arah angin per
10 derajat untuk mengelompokkan data terhadap arah angin.
2. Membuat matrik arah angin terhadap kecepatan angin, sehingga didapatkan
sejumlah data untuk masing-masing arah dan kelompok kecepatan tertentu.
3. Membuat windrose type-1, terkait dengan prosentase jumlah data terhadap arah
angin yang dominan
4. Membuat windrose type-2, terkait dengan prosentase jumlah data terhadap arah
dan kecepatan angin sesuai matrik.\

Berdasarkan data dan metode pengolahan tersebut di atas didapatkan besarnya


prosentase arah angin yang dominan pada kecepatan angin yang telah ditentukan serta
jumlah frekuensi untuk masing-masing kecepatan tersebut. Untuk operasi bandara
selama 24 jam, maka analisis windrose dilakukan selama pencatatan data 24 jam dan
jika operasi bandara nantinya direncanakan hanya siang hari jam 06.00 s.d 18.00 waktu
setempat maka analisis windrose juga dilakukan pada rentang waktu tersebut. Dalam hal
ini dilakukan analisis untuk kondisi 24 jam tersebut sehingga akan didapatkan gambaran
kondisi arah dan kecepatan angin maupun usability factor yang terjadi.

Prosentase arah dan kecepatan angin untuk operasi bandara selama 24 jam dari hasil
analisis windrose pada umumnya disajikan dalam Tabel Perhitungan usability factor dan
Gambar Windrose.

11

ANALISA ANGIN
Analisa angin merupakan hal yang mendasar dari perencanaan landasan pacu utama.
Bandar udara sedapat mungkin searah dengan angin dominan.
Tabel 1. Frekuensi Angin
Kecepatan Angin (mil/Jam)
7 s/d
11 s/d
17 s/d
>
Jumla
10
16
21
22
h
19.5
N
4.5
7.8
3.5
2.9
22.7
NE
7.6
8.1
5.5
0.9
22.6
E
8.2
3.4
5.7
1.8
19.9
SE
3.7
4.5
3.4
4.2
25
S
9.1
5.6
4.5
3.9
15.6
SW
2.4
6.7
2.3
0.9
22.3
W
4.5
7.9
4.5
0.8
25.3
NW
6.6
3.6
5.2
3.4
18.
172.9
Jumlah
25.3
46.6
47.6
34.6
8
Dari data frekuensi angin diatas diperoleh persentase angin melebihi 100%, maka perlu
Arah
Angin

4 s/d
6
0.8
0.6
3.5
4.1
1.9
3.3
4.6
6.5

dihitung kembali. Untuk hasil perhitungan persentase tiap arah mata angin dapat dilihat
pada tabel 7.2.
Tabel 2. Persentase Kecepatan Angin
Kecepatan Angin (mil/Jam)
Arah
N
N-E
E
S-E

4 s/d
6
0.46
3
0.34
7
2.02
4
2.37
1

7 s/d
10

11 s/d
16

17 s/d
21

2.603

4.511

2.024

4.396

4.685

3.181

4.743

1.966

3.297

2.140

2.603

1.966

> 22
1.67
7
0.52
1
1.04
1
2.42
9

11
2,140

S
S-W
W
N-W
Jumlah

1.09
9
1.90
9
2.66
0
3.75
9
14.6
33

2,603

5.263

3.239

2.603

1,966

1.388

3.875

1.330

2.603

4.569

2.603

3.817
26.95
2

2.082

3.008

27.530

20.012

2.25
6
0.52
1
0.46
3
1.96
6
10.8
73

Menentukan Arah Runway Dengan Menggunakan Metode Wind Rose


Persyaratan ICAO, pesawat dapat mendarat atau lepas landas pada sebuah lapangan
terbang pada 95% dari waktu dengan komponen Cross Wind tidak melebihi :
a. 37 km/jam (20 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) lebih dari
1500 m
b. 24 km/jam (13 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) antara 1200
1499 m
c. 19 km/jam (10 knot) dengan Aeroplane Reference Field Length (ARFL) kurang dari
1200 m
1. Menentukan Arah Runway Dengan Menggunakan Metode Wind Rose
ARAH N S = S N
N

1,966

3,7590,463
0,347
2,660
2,024

11

1,909
2,371
1,099

2,429

Persentase Wind Rose Arah N S = S N


0,463 + 0,347 + 2,024 + 2,371 + 1,099 + 1,909 + 2,660 + 3,759

= 14,633

2,603 + 4,396 + 4,743 + 2,140 + 5,263 + 1,388 + 2,603 + 3,817

= 26,952

4,511 + 4,685 + 1,966 + 2,603 + 3,239 + 3,875 + 4,569 + 2,082

= 27,530

2,024 + 3,181 + 3,297 + 1,966 + 2,603 + 1,330 + 2,603 + 3,008

= 20,012

1,677 + 0,521 + (

6
7

x 1,041) + 2,429 + 2,256 + 0,521 + (

6
7

x 0,463) + 1,966=

10,659 +
Jumlah

= 99,785 %

11
2,140
2,603
1,966
2,429

ARAH NE SW = SW NE

1,677

3,759

2,660
1,909
0,463

0,347
2,024

11

1,099 2,371

2,256

Persentase Wind Rose Arah NE SW = SW NE


0,463 + 0,347 + 2,024 + 2,371 + 1,099 + 1,909 + 2,660 + 3,759

= 14,633

2,603 + 4,396 + 4,743 + 2,140 + 5,263 + 1,388 + 2,603 + 3,817

= 26,952

4,511 + 4,685 + 1,966 + 2,603 + 3,239 + 3,875 + 4,569 + 2,082

= 27,530

2,024 + 3,181 + 3,297 + 1,966 + 2,603 + 1,330 + 2,603 + 3,008

= 20,012

1,677 + 0,521 + 1,041 + (

6
7

x 2,429) + 2,256 + 0,521 + 0,463 + (

6
7

x 1,966)=

10,245 +
Jumlah

= 99,372 %

11
2,140
2,603
1,966
2,429

ARAH E W = W E

0,521

`
3,759 0,463
2,660

0,347

2,024
1,909
1,099 2,371

11
2,140
2,603
1,966
2,429
0,521

Persentase Wind Rose Arah E W = W E


0,463 + 0,347 + 2,024 + 2,371 + 1,099 + 1,909 + 2,660 + 3,759

= 14,633

2,603 + 4,396 + 4,743 + 2,140 + 5,263 + 1,388 + 2,603 + 3,817

= 26,952

4,511 + 4,685 + 1,966 + 2,603 + 3,239 + 3,875 + 4,569 + 2,082

= 27,530

2,024 + 3,181 + 3,297 + 1,966 + 2,603 + 1,330 + 2,603 + 3,008

= 20,012

6
7

x 1,677) + 0,521 + 1,041 + 2,429 + (

6
7

x 2,256) + 0,521 + 0,463 + 1,966=

10,311 +
Jumlah
ARAH SE NW = NW SE

= 99,438 %

11

`
3,759 0,463
2,660
0,463

0,347
1,041

2,024
1,909
1,099 2,371

Persentase Wind Rose Arah SE NW = NW SE


0,463 + 0,347 + 2,024 + 2,371 + 1,099 + 1,909 + 2,660 + 3,759

= 14,633

2,603 + 4,396 + 4,743 + 2,140 + 5,263 + 1,388 + 2,603 + 3,817

= 26,952

4,511 + 4,685 + 1,966 + 2,603 + 3,239 + 3,875 + 4,569 + 2,082

= 27,530

2,024 + 3,181 + 3,297 + 1,966 + 2,603 + 1,330 + 2,603 + 3,008

= 20,012

1,677 + (

6
7

x 0,521) + 1,041 + 2,429 + 2,256 + (

6
7

x 0,521) + 0,463 + 1,96

= 10,725 +
Jumlah

= 99,851 %

11

Tabel 3. Hasil Peninjauan Arah Mata Angin


Arah Mata Angin
NS=SN
NE SW = SW
NE
EW=WE
SE NW = NW
SE

Persentase Angin
(%)
99,785

Ranking

Keterangan

99,372

99,438

99,851

Pilihan Arah
Runway

Syarat arah angin dominan dan menjadi arah perencanaan runway adalah 95 %. Dari
hasil peninjauan diperoleh persentase angin > 95 % (memenuhi syarat), sehingga
diambil nilai persentase arah yang terbesar yaitu = 99,851 %.

RENCANA GEOMETRIK RUNWAY (LANDASAN PACU)


Tabel 4. Data kebutuhan panjang landasan pesawat yang dilayani:
N
o
1
2
3
4

Jenis Pesawat

Panjang Landasan Pacu (m)

A 300 B2
B 727 200
B 757 200
CV 880 M

6500 ft = 1981,200 m
8600 ft = 2621,300 m
5800 ft = 1767,840 m
5000 ft = 1524 m

Untuk penentuan panjang landasan rencana, diambil panjang landasan pacu pesawat:
B 727 200 = 2621,300 m (Landasan Pacu Pesawat Terpanjang)

Perhitungan Faktor Koreksi terhadap Panjang Landasan Pacu


Diketahui data:
Temperatur

= 25 0C

11

Elevasi

= 75 m

a. Koreksi terhadap ketinggian elevasi permukaan (Fe)


Menurut ICAO : Panjang landasan pacu akan bertambah besar 7% pada setiap
kenaikan 300 m (1000 ft) yang dihitung dari ketinggian muka air laut, ditentukan
dengan rumus:
Fe = 1 + 0,07 . h/300
Sehingga, Fe = 1 + 0,07 ( 75/300)
= 1,018
b. Faktor koreksi terhadap suhu (Ft)
Pada temperatur yang lebih tinggi dibutuhkan panjang landasan pacu yang lebih
panjang. Temperatur yang tinggi menyebabkan density udara (kerapatan udara)
yang menyebabkan daya dorong pesawat rendah. Standar temperatur dipilih di
atas muka air laut = 15 0C atau 59 0F.
Menurut ICAO : panjang landasan harus dikoreksi terhadap suhu sebesar 1%
untuk setiap kenaikan 1 0C atau 0,56% untuk setiap kenaikan 1
0

F. Sedangkan untuk kenaikan 1000 m dari muka air laut rata-

rata temperatur turun 6,5 0C atau setiap kenaikan 1000 ft faktor


angin turun sebesar 3,566 0F, dengan dasar ini diperoleh koreksi
terhadap suhu.
Ditentukan dengan rumus:
Ft

= 1 + 0,01 (T (15 0,0065 h))

Ft

= 1 + 0,0056 (T (59 0,0036 h))

Satuan faktor.
Satuan imperial.

Sehingga:
Ft = 1 + 0,01 (25 (15 0,0065 .75))
= 1,105
c. Faktor koreksi terhadap kemiringan landasan (Fs)
Kemiringan ke atas membutuhkan landasan yang lebih panjang dibandingkan
dengan landasan yang datar atau yang menurun. Faktor koreksi kemiringan (Fs)
sebesar 10% pada setiap kemiringan 1% berlaku untuk kondisi lepas landas,
sehingga faktor koreksi untuk kemiringan adalah:
Fs = 1 + 0,1 . S
Dimana : S

= kemiringan atau slope = 1,5 %

11

Fs = 1 + 0,1 . (1,5)
= 1,150
d. Faktor koreksi terhadap angin permukaan (Fsw)
Tabel 2.4. Pengaruh Angin Permukaan Terhadap Panjang Runway
Kekuatan

Persentase Pertambahan Pengurangan Runway

angin

(%)

+5
+10
-5
Sumber : Heru Basuki .1986

-3
-5
+7

Panjang runway minimum dengan metoda ARFL dihitung dengan persamaan


berikut:

Lro =Lo x ( Ft x Fe x Fs x (1+ Persentase pengaruh angin permukaan)

( Pers.1.1)
ARFL = Lro /( Ft x Fe x Fs)

( Pers.1.2)

Dengan: Lro : Panjang runway rencana, m


Ft

: Faktor koreksi temperatur

Fe : Faktor koreksi elevasi


Fs : Faktor koreksi kemiringan
Nilai kekuatan angin permukaan sebesar +10 diperoleh persentase pengurangan
panjang runway sebesar -5, Sehingga;
Fsw = 1 + (persentase pengaruh angin permukaan)
= 1 + (- 0,05)
= 0,950
Panjang landasan pacu setelah koreksi adalah:

11

Lro = ARFL . (Fe . Ft . Fs . Fsw)


= 2621,300 x (1,018 x 1,105 x 1,150 x 0,950)
= 3219,480 m
Panjang landasan pacu dengan menganggap angin permukaan Fsw = 1:
Lro = ARFL . (Fe . Ft . Fs . Fsw)
= 2621,300 x (1,018 x 1,105 x 1,150 x 1)
(panjang landasan pacu rencana)

= 3388,926 m

Tabel 2.5. Aerodrome Referene Code (ARC)


Kode Elemen I
Kode
Angka

ARFL
(m)

Kode
Huruf

< 800
800 1200
1200
1800
> 1800

2
3
4

Kode Elemen II
Jarak terluar
Bentang
pada
Sayap
pendaratan ( m
(m)
)
< 15
< 4.5

15 - 24

4.5 - 6

C
D
E

24 - 36
36 - 52
52 - 60

69
9 14
9 14

Sumber : Horonjeff .1994


Dari data ARFL dengan menggunakan tabel 2.5 dengan panjang ARFL sebesar =
2621,300 m dan bentang sayap sebesar = 108,00 ft = 32,92 m. Diperoleh kode angka
= 4 dan kode huruf = C

11

e. Menentukan Lebar Runway Dan Safety Area


1. Menentukan Lebar Runway
Tabel 2.6. Lebar Runway
Kode
Angka
A
1a
18 m
2a
23 m
3
30 m
4
Sumber : Basuki .1990

Kode Huruf
B
C
D
E
18 m 23 m
23 m 30 m
30 m 30 m 45 m
45 m 45 m 45 m

Dari tabel 2.6, untuk kode angka 4 dan kode huruf C diperoleh lebar Runway =
45 m
2. Kemiringan Memanjang Longitudinal Runway
Tabel 2.7. Kemiringan Memanjang (longitudinal) Landasan
Perihal
Max. Effective Slope
Max. Longitudinal Slope
Max. Longitudinal Slope Change
Slope Change per 30 m
Sumber : Basuki .1990

Kode Angka Landasan


4
3
2
1.0
1.0
1.0
1.25
1.5
2.0
1.5
1.5
2.0
0.1
0.2
0.4

1
1.0
2.0
2.0
0.4

Untuk kode angka 4 (Lihat tabel 2.7)


-

Max.Effective Slope
= 1.0 %
Max.Longitudinal Slope
= 1.25 %
Max.Longitudinal Slope Change
= 1.5 %
Slope Change per 30 m
= 0.1 %

Keterangan : Untuk landasan dengan kode angka 4 kemiringan memanjang


pada seperempat pertama dan seperempat terakhir dari panjang
landasan tidak boleh lebih dari 0.8 %.
3. Kemiringan Melintang
Untuk landasan dengan kode huruf C, D atau E.kemiringan melintangnya = 1.5
%
4. Panjang, Lebar, Kemiringan Dan Perataan strip Landasan
Tabel 2.8. Panjang, Lebar, Kemiringan dan Perataan Strip Landasan

11

a.

Catatan :
60 m bila landasan berinstrumen
30 m bila landasan tidak berinstrumen
b. Kemiringan transversal pada tiap bagian dari strip diluar diratakan
kemiringannya tidak boleh lebih dari 5%.
c. Untuk membuat saluran air kemiringan 3 m pertama kearah luar
landasan, bahu landasan, stopway harus sebesar 5%.
Sumber : Basuki .1990
Dari tabel 2.8, dengan kode angka 4 diperoleh nilai sebagai berikut:
a. Jarak min. dari ujung landasan atau stopway
b. Lebar strip landasan untuk landasan instrumen
c. Lebar strip landasan untuk landasan non instrumen
d. Lebar area yang diratakan untuk landasan instrumen
e. Kemiringan memanjang maks. untuk area yang diratakan = 1,5
f. Kemiringan transversal maks. dari areal yang diratakan = 2,5
(lihat catatan b dan c)

= 60 m
= 300 m
= 150 m
= 150 m
%
%

MENENTUKAN TEBAL PERKERASAN PADA RUNWAY


Penentuan tebal perkerasan landasan pacu dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai
berikut:
a. Berat kotor pesawat (MSTOW = Maximum Structural Take Off Weight).
b. Konfigurasi roda pendaratan utama.
c. CBR (California Bearing Ratio) tanah dasar landasan dan pondasi bawah landasan
pacu.
Tabel 7.5 Data Pesawat yang di layani
Jenis

MSTOW

Konfigurasi Roda

Keterangan

Pesawat
A 300 B2
B 727 200

(Kg)
142902,60
83689,20

Pendaratan Utama
Dual Tandem Wheel Gear
Dual Wheel Gear

Pesawat Rencana
-

11

B 757 200
CV 880 M

1.

99790,30
83705

Dual Tandem Wheel Gear


Dual Tandem Wheel Gear
(Catatan : 1 lb = 0,4536 Kg)

Menghitung Annual Forecasting Departure (AFD)


Diketahui data pesawat rencana yang dilayani:
a.
b.
c.
d.

A 300 - B2
B 727 - 200
B 757 - 200
CV 880 M

=1
=2
=2
=2

pesawat/jam
pesawat/jam
pesawat/jam
pesawat/jam

Dalam 1 tahun (365 hari) dengan jam operasi lapangan terbang = 22 jam/hari
pesawat akan Take Off di lapangan terbang sebanyak:
= 1

pesawat
jam

x 22

jam
h ari

b. B 727 - 200 = 2

pesawat
jam

x 22

jam
h ari

x 365 hari

= 16060

pesawat
jam

x 22

jam
hari

x 365 hari

= 16060

pesawat
jam

x 22

jam
hari

x 365 hari

= 16060

a. A 300 - B2

x 365 hari

8030

pesawat/tahun

pesawat/tahun
c. B 757 - 200 = 2
pesawat/tahun
d. CV 880 M
pesawat/tahun

= 2
+

Total = 56210 pesawat/tahun


Tabel 7.6. Nilai Persentase Tebal Perkerasan Untuk Keberangkatan Tahunan
Tingkat Keberangkatan

Persentase Tebal Perkerasan

Tahunan
25.000
50.000
100.000
150.000
200.000

(%)
100
104
108
110
120

11

Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh persentase tebal perkerasan dengan cara
interpolasi linier, sehingga untuk tingkat keberangkatan 56210 pesawat/tahun,
maka persentasenya adalah 104,4968 %.
2.

Menghitung Equivalent Annual Departure (EAD) R2


Dalam menghitung R2 jumlah take off dikalikan dengan faktor konversi dari tiap
roda pesawat rencana yaitu yang mengakibatkan perkerasan paling tebal adalah
A 300-B2 dengan konfigurasi roda pendaratan utamanya Dual Tandem
Wheel Gear.
Tabel 7.7. Faktor Konversi Roda Pendaratan
Konversi Dari
Single Wheel
Single Wheel
Dual Wheel
Double Dual
Tandem
Dual Tandem
Dual Tandem
Dual Wheel
Double Dual
Tandem

Ke
Dual Wheel
Dual Tandem
Dual Tandem

Faktor Pengali
0,80
0,50
0,60

Dual Tandem

1,00

Single Wheel
Dual Wheel
Single Wheel

2,00
1,70
1,30

Dual Wheel

1,70

R2 = Faktor konversi roda x jumlah keberangatan tiap pesawat pertahun

A 300 - B2
B 727-200
B 757-200
CV 880 M

= (1,00) x (8030) = 8030 (dual tandem dual tandem)


= (0,60) x (16060) = 9636 (dual wheel dual tandem)
= (1,00) x (16060) = 16060 (dual tandem dual tandem)
= (1,00) x (16060) = 16060 (dual tandem dual tandem)

Menghitung Berat Roda (Wheel Load) Pesawat Rencana, W1.


Wheel load pesawat rencana dianggap distribusi bebannya 95% ditumpu oleh
roda pendaratan. Dual wheel gear mempunyai 2 roda pendaratan utama (main
landing gear (m=2)) dan 4 jumlah roda untuk tiap roda pendaratan (wheel
gear(n=4)), maka wheel load pesawat rencananya adalah:
W1 (A 300-B2)= 0,95 x MSTOW x

1
m

1
n

11

= 0,95 x 142902,60 x

1
2

1
4

= 16969,68 kg
Menghitung Berat Roda (Wheel load) masing-masing pesawat, W2.
W2 (B 727-200)

1
4

= 0,95 x 83689,2 x
= 19876,185 kg

W2 (B 757 - 200)

= 0,95 x 99790,30 x

1
8

= 11850,10 kg
W2 (CV 880 M)

= 0,95 x 83705 x

1
8

= 9939,97 kg
Menghitung Equivalent Annual Departure Terhadap Pesawat Rencana (R1).
Digunakan rumus:
1/ 2

W2

Log R1 = Log R2

W1

Dimana :
R1 = Equivalent Annual Departure pesawat rencana.
R2 = Annual Departure pesawat-pesawat campuran (dinyatakan dalam
roda pendaratan).
W1

Beban roda pesawat rencana.

W2

Beban roda dari pesawat yang dinyatakan.

a. R1 (A 300 - B2)

Log R1 = Log 8030


R1

= 8030

16969,680

16969,680

1/ 2

11

b. R1 (B 727 - 200)
19876,185

16969,680

1/ 2

Log R1 = Log 9636


R1
= 10428,610
c. R1 (B 757-200)

Log R1 = Log 16060


R1
= 13420,529

11850,100

16969,680

1/ 2

9939,970

16969,680

1/ 2

d. R1 (CV 880 M)

Log R1 = Log 16060


R1
= 12291,395

Total Equivalent Annual Departure (R1) :


Total

= A 300-B2 + B 727-200 + B 757-200 + CV 880 M


= 8030 + 10428,610 + 13420,529 + 12291,395
= 44170,535

Jenis

MSTOW

Tipe

pesawat

(kg)
142902,60

Roda

A-300-B2
B-727200
B-757200
CV-880-

W1

W2

(kg)

(kg)

R1

R2

DT

8030

8030

83689,200

10428,610

9636

19876,185

99790,300

DT

13420,529

16060

11850,100

83705

12291,395

16060

9939,970

Ket.
Pesawat

16969,680

Rencana

11

7.3.3

Menghitung Tebal Perkerasan


Diketahui:

Pesawat rencana = A 300-B2


MSTOW
= 142902,600 kg
= 315041 lb

(1 lb = 0,4536 kg)

CBR tanah dasar = 25 %


CBR Sub base (Agregat Kelas B) = 40 % (asumsi)
Prosedur perhitungan tiap lapisan.

Data data di atas lalu diplotkan pada gambar kurva rencana perkerasan
flexible untuk daerah kritis. (Untuk pesawat rencana A 300-B2)

Diketahui: CBR subgrade= 25%


Weight On Main Gear = MSTOW x 95% = 315041 x 0,95 =
299288,95 lb

11

15,5
Kurva perencanaan perkersan fleksibel untuk daerah kritis (Dual Tandem
Gear)
Sumber : Grafik 6.17. Heru Basuki.1986
Dari hasil plot diperoleh:
Tebal perkerasan total = 15,5 inchi = 39,37 cm = 40 cm

Diketahui: CBR subbase= 40% (asumsi)

11

Weight On Main Gear = MSTOW x 95% = 315041 x 0,95 = 299288,950 lb

9,6
Kurva perencanaan perkersan fleksibel untuk daerah kritis (Dual Tandem
Gear)
Dari hasil plot diperoleh:
Tebal Sub Base = 9,6 inchi = 24.384 cm = 25 cm
Sehingga, tebal sub base = 40 25 = 15 cm

11

Didapat tebal base course = 33 cm


Jadi control

kembali tebal base


course

menjadi 33 cm
Sub Base Minimum = 4 inchi = 11 cm
Maka Tebal Sub Base Rencana = 15 cm
Tebal Lapisan Surface :
a) Untuk daerah kritis = 5 inchi = 13 cm

11

b) Untuk daerah non kritis = 4 inchi = 11 cm


Tebal surface yang digunakan adalah angka pada daerah kritis, sehingga tebal
surface rencana = 13 cm
Tebal Base Course digunakan adalah angka pada daerah kritis, sehingga tebal Base
Course rencana = 25 13 = 12 cm
Cek terhadap tebal minimum Base Course dengan
Tabel 7.8. Minimum Base Course Thickness
Design
Aircraft

Design Load Range

Minimum Base Course


Thickness
(mm)
(100)

Single Wheel

lbs.
30.000 50.000

(Kg)
(13.600 22.700)

In.
4

50.000 75.000
50.000

(22.700 34.000)

(150)

Dual Wheel

100.000

(22.700 45.000)

(150)

100.000

(45.000 90.700)

(200)

200.000
100.000

(45.000

250.000

113.400)

(150)

250.000

(113.400

(200)

757

400.000
200.000

181.000)
(90.700

767
DC-10

400.000
400.000

181.000)
(181.000

(150)

L1011
B-747

600.000
400.000

272.000)
(181.000

(200)

600.000

272.000)

(150)

600.000

(272.000

(200)

850.000
75.000

385.700)

125.000

(34.000 56.700)

(100)

125.000

(56.700 79.400)

(150)

Dual Tandem

C-130

175.000
Diperoleh base course minimum = 8 inchi = 20 cm.
~ Syarat : Tebal Base Course Rencana < Tebal Base Course Minimum
12 cm

20 cm

11

Maka dipakai tebal base course minimum = 20 cm


Dengan berubahnya ketebalan Base Course, maka ketebalan dari Sub Base = 40

33 cm

13 20 = 7 cm dan ketebalan dari lapisan surface tetap = 13 cm

11

7.4. RENCANA GEOMETRIK TAXIWAY ( LANDAS HUBUNG )


Kecepatan pesawat pada taxiway lebih rendah daripada kecepatan pesawat pada
runway, sehingga lebar taxiway lebih kecil, kurva vertikal, kemiringan dan jarak
pandang tidak sekotak pada runway. Taxiway ialah jalur yang dilalui dari apron ke
landasan pacu.
1. Lebar taxiway bisa dilihat pada tabel 3.2 (kode huruf yang digunakan adalah C).
Tabel 3.2 Lebar Taxiway

Lebar Taxiway
Lebar total
taxiway
dan bahu
landasnya
Taxiway Strip
Width

E
23 m
(75 ft)
18 m
(60 ft)

Kode huruf Taxiway


D
C
B
23 m
18 m
10.5 m
(75 ft)
(60 ft)
(35 ft)
15 m
(50 ft)

44 m
(145 ft)

38 m
(125 ft)

25 m
(82 ft)

93 m
(306 ft)

85 m
(278 ft)

57 m
(188 ft)

39 m
(128 ft)

27 m
(74 ft)

A
7.5 m
(25 ft)

Lebar area yang


44 m
38 m
25 m
25 m
22 m
diratakan untuk
(145 ft) (125 ft) (82 ft)
(82 ft) (74 ft)
strip taxiway
Catatan : Untuk pesawat dengan batas sisi luar roda utama 9 m (30 ft)
Untuk pesawat dengan Wheel base > 18 m (60 ft)
Untuk pesawat dengan Wheel base < 18 m (60 ft)
Sumber : Tabel 4-8.Heru Basuki .1986
2. Kemiringan dan Jarak Pandang Minimum bisa dilihat pada tabel 3.3 (kode huruf
yang digunakan adalah C).
Tabel 3.3 Kemiringan dan jarak pandang
Kode huruf Taxiway
E
D
C
B

11

Kemiringan
memanjang
maximum

1.50%

1.50%

1.50%

3%

3%

Perubahan
kemiringan
memanjang
maximum

1 % per
30 m

1 % per
30 m

1 % per
30 m

1 % per
25 m

1 % per
25 m

Jarak pandangan
Minimum

300 m
dari
3 m di
atas

300 m
dari
3 m di
atas

300 m
dari
3 m di
atas

250 m
dari
2 m di
atas

150 m dari
1.5 m di
atas

Kemiringan
transversal
1.50%
1.50%
1.50%
2.00%
2.00%
maximum dari
taxiway
Kemiringan
transversal
maximum dari
bagian
yang diratakan pada
strip taxiway
a. Miring ke atas
2.50%
2.50%
2.50%
3.00%
3.00%
b. Miring ke bawah
5%
5%
5%
5%
5%
Catatan : Kemiringan transversal dari bagian strip taxiway diluar yang diratakan
kemiringan keatasnya tak boleh lebih dari 5%.
Sumber : Tabel 4-9.Heru Basuki .1986
a. Exit Taxiway
Fungsi exit taxiway adalah membuat seminimal mungkin bagi runway yang
ditempati oleh pesawat yang baru saja mendarat (landing).
Exit taxiway yang bersudut 300 disebut high speed.
Exit atau kecepatan tinggi/cepat keluar, sebagai tanda bahwa exit taxiway
direncanakan untuk pesawat yang cepat keluar, yang penempatannya tergantung
pada jenis pesawat.
Kecepatan saat aproact, tingkat pengereman dan jumlah exit taxiway:
Jarak taxiway = jarak touch down + D dari Threshold
S12 S22
2a

Dimana:

11

= Jarak dari touch down ke titik perpotongan antara runway dan taxiway.

S1

= Kecepatan touch down (m/s).

S2

= Kecepatan awal ketika meninggalkan landasan (m/s).

= Perlambatan (m/s2).

Perlambatan diambil 1,5 m/s2 dan jarak harus ditambah 3% per 300 m (1000 ft)
setiap kenaikan dari muka air laut dan 1% setiap kenaikan 5,6 0C (10 0F) dari
temperatur 15 0C 50 0C.

Kecepatan touch down diambil dari tabel 3.7 Klasifikasi pesawat untuk
perencanaan taxiway.

Tabel 3.7 Klasifikasi Pesawat untuk Perencanaan Taxiway


Design
Group
I

II

III

Kecepatan
Touch Down
(Km/Jam)
< 167 km/jam
(90 knots)
169 222
km/jam
(90 120
knots)
> 224 km/jam
( > 121 knots)

Jenis Pesawat

Jarak Touch
Down (m)

Bristol Freighter 170, DC-3, DC4, F-27

300 m
(1000 ft

Bristol Britania, DC-6, F-28,


MK-100, Viscount 800

450 m
(1500 ft)

B-707, B-727, B-737, B-747, Air


Bus, DC-8, DC-9, DC-10, L1011, Trident

450 m
(1500 ft)

Jarak exit taxiway dari threshold:


a. Jenis pesawat

: A-300-B2, B727200, B757200, CV 880 M


(Termasuk dalam Design Group III)

b. Kecepatan touch down = 224 km/jam = 62,22 m/dt


c. Jarak touch down

= 450 m

d. Perlambatan

= 1,5 m/dt2

e. Kecepatan awal ketika meninggalkan landasan:


- Bersudut 900 = 32 km/jam = 8,89 m/dt
- Bersudut 300 = 93 km/jam = 25,83 m/dt
f. Temperatur

= 25 0C (dari soal)

g. Elevasi

= 75 m (dari soal)

11

Dengan data-data di atas, kemudian dapat dihitung masing-masing jarak exit taxiway
ke threshold.

Untuk exit taxiway yang bersudut 900.


Rumus yang digunakan :
S12 S22
2a

Sehingga:
(62,22)2 (8,89)2
2 (1,5)

=
= 1264,10 m

Jarak taxiway ke threshold = jarak touch down + D dari Threshold


= 450 m + 1264,10 m
= 1714,10 m

Pertambahan panjang karena elevasi dan temperatur:


- Koreksi Jarak Taxiway ke Treshold Terhadap Elevasi (JTE)
JTE

= jarak exit taxiway (1 + 0,03 (h/300)


= 1714,10 (1 + 0,03 (75/300))
= 1726,9558 m

- Koreksi JTE dari Taxiway ke Treshold Terhadap Suhu

T Tstandar

5,6

1 1%

JTESU

= JTE

25 15

5,6

1 0,01

= 1726,9558

= 1757,794 m 1758 m

11

Untuk exit taxiway yang bersudut 300.


Rumus yang digunakan :
S12 S22
2a

Sehingga:
(62,22)2 (25,83)2
2 (1,5)

=
= 1068,05 m

Jarak taxiway ke threshold = jarak touch down + D dari Threshold


= 450 m + 1068.05m
= 1518,05 m
Pertambahan panjang karena elevasi dan temperatur:
-

Koreksi Jarak Taxiway ke Treshold Terhadap Elevasi (JTE)


JTE

= jarak exit taxiway (1 + 0,03 (h/300)


= 1518,05 m (1 + 0,03 (75/300))
= 1529,4354 m

Koreksi JTE dari Taxiway ke Treshold Terhadap Suhu

T Tstandar

5,6

1 1%

JTESU

= JTE

25 15

5,6

1 0,01

= 1529,4354

= 1556,7467 m 1557 m
Kesimpulan:
Jarak exit taxiway dari threshold adalah:

Exit taxiway bersudut 900


Exit taxiway bersudut 300

= 1758 m.
= 1557 m.

11

Perbedaan letak dari kedua jenis exit taxiway ini tidak terlalu jauh, atas
pertimbangan faktor keamanan dan biaya, maka direncanakan satu jenis exit
taxiway yaitu exit taxiway menyiku (900). Keputusan untuk merencanakan dan
membuat/membangun exit taxiway menyudut siku-siku didasarkan pada analisa lalu
lintas yang ada. Apabila lalu lintas rencana pada jam-jam sibuk (puncak) kurang
dari 26 gerakan (mendarat dan lepas landas) maka exit taxiway menyudut siku
cukup memadai.

7.4.

MERENCANAKAN APRON (TEMPAT PARKIR PESAWAT)


Apron ialah suatu areal parkir pesawat untuk memuat dan menurunkan barang.
Tempat naik dan turunnya penumpang pesawat. Perencanaan apron dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
1. Karakteristik pesawat yang terdiri dari:

Panjang pesawat.

Lebar sayap pesawat

2. Jari-jari putar pesawat.


3. Jarak keamanan antar pesawat.
4. Volume penerbangan.
5. Kapasitas rencana lapangan terbang.
7.4.1

Menghitung Annual Forecasting Departure (AFD)


Diketahui data pesawat rencana yang dilayani :
a. A-300-B2

=1

pesawat/jam

b. B-727-200

=2

pesawat/jam

c. B-757-200

=2

pesawat/jam

d. CV 880 M

=2

pesawat/jam

Dalam 1 tahun (365 hari) dengan jam operasi lapangan terbang = 22 jam/hari
pesawat akan Take Off di lapangan terbang sebanyak:
a. A 300 - B2 = 1

pesawat
jam

x 22

jam
h ari

x 365 hari = 8030 pesawat/tahun

11

b. B 727 - 200 = 2

pesawat
jam

x 22

jam
h ari

x 365 hari = 16060 pesawat/tahun

c. B 757 - 200 = 2

pesawat
jam

x 22

jam
hari

x 365 hari = 16060 pesawat/tahun

d. CV 880 M = 2

pesawat
jam

x 22

jam
hari

x 365 hari = 16060 pesawat/tahun

Total = 56210 pesawat/tahun


Direncanakan jumlah pesawat tiba/berangkat per jam adalah sebagai berikut:
a. A - 300 - B2
Forecast Annual Departure =

8030 pesawat/tahun

= 8030/365
= 22 pesawat/hari
= 22/22 pesawat/jam = 1 pesawat/jam
b. B - 727 - 200
Forecast Annual Departure =

16060 pesawat/tahun

= 16060/365
= 44 pesawat/hari
= 44/22 pesawat/jam = 2 pesawat/jam
c. B - 757 - 200
Forecast Annual Departure =

16060 pesawat/tahun

= 16060/365
= 44 pesawat/hari
= 44/22 pesawat/jam = 2 pesawat/jam
d. CV 880 M
Forecast Annual Departure =

16060 pesawat/tahun

= 16060/365
= 44 pesawat/hari
= 44/22 pesawat/jam = 2 pesawat/jam
Sehingga, jumlah pesawat per jam = 1 + 2 + 2 + 2
= 7 pesawat/jam

11

Kontrol :
Kapasitas runway 7 pesawat/jam sama besar dari banyaknya pesawat yang tiba dan
berangkat 7 pesawat/jam sehingga, runway dapat menggunakan runway tunggal.
Menentukan gate position untuk tiap jenis pesawat digunakan rumus:

V .T

G =

(Pers.4.1)

Dimana: G

= jumlah gate position/parking stand

= jumlah pesawat per jam.

= Gate occupancy time untuk tiap pesawat berbeda.

Pesawat

Waktu di gate, T (menit)

Kelas A

60

Kelas B

45

Kelas C

30

Kelas D dan E

20

= faktor keamanan (0,6 0,8) diambil 0,8

Berdasarkan data forecast annual departure maka pembagian jumlah gate :


Untuk gate tipe C
V (B-727-200) = 2 pesawat/jam
T

= 30/60 = 0,5

2 x 0,5
0,8
G=

= 1,25 ~ 2 gate

Untuk gate tipe D


T

= 20/60 = 0,33

V (A-300-B2) = 1 pesawat/jam
V (B-757-200) = 2 pesawat/jam

11

V (CV 880 M

) = 2 pesawat/jam

Total = 5 pesawat/jam

5 x 0,33
0,8
G=

= 2,08 ~ 3 gate

Asumsi dipersiapkan Gate Position untuk pesawat yang mengalami perbaikan sebanyak
1 gate position
Asumsi dipersiapkan Gate Position untuk pesawat yang tidak terjadwal (non komersil)
sebanyak 1 gate position
Jadi jumlah Gate position = 2 + 3 + 1 + 1 = 7 gate position
Ukuran gate position tergantung dari jenis pesawat dan tipe parkir pesawat yang
digunakan, yaitu sebesar ( Turning Radius + Clearance )2 x .

Turning Radius (R) dihitung sebagai berikut:


R

= (wingspan + wheel track) + forward roll

Forward Roll (pada keadaan standar) = 3,048 m (10 ft)


Ukuran gate position

= 2.R + Clearance

Menghitung Ukuran Gate Position


Tabel Wing Tip Clearance yang disarankan oleh ICAO 2006
Code
Letter
A
B
C
D
E

Air Craft Wing Span

Clearance

Up to but including 15 m (49 ft)


15 m (49 ft) up to but not including 24 m (79
ft)
24 m (79 ft) up to but not including 36 m (118
ft)
36 m (118 ft) up to but not including 52 m
(171 ft)
52 m (171 ft) up to but not including 60 m
(197 ft)

3,0 m (10 ft)


3,0 m (10 ft)
4,5 m (15 ft)
7,5 m (25 ft)
7,5 m (25 ft)

11

Dari data pesawat yang ada:

Pesawat B727200 menggunakan gate tipe C (karena termasuk dalam group I

dengan wingspan antara 79 ft 118 ft).


Pesawat A-300-B2, B757200, CV 880 M menggunakan gate tipe D (karena
termasuk dalam group II dengan wingspan antara 118 ft 171 ft).

Perhitungan Ukuran Gate Position


1. Jenis pesawat

: A 300 - B2

Gate Tipe

:D

Dengan data sebagai berikut

Wing span

= 144,31 ft = 43,99 m

Wheel track

= 9,60 m

Clearance

= 7,50 m (15 ft)

= (43,99 + 9,60) + 3,048


= 29,84 m

Gate position = 2 . R + Clearance


= 2 (29,84) + 7,5
= 67,182 m
2. Jenis pesawat
Gate Tipe

: B - 727 - 200
:C

Dengan data sebagai berikut :

Wing span

= 108 ft = 32,92 m

Wheel track

= 5,72 m

Clearance

= 4,5 m (15 ft)

= (32,92 + 5,72) + 3,048


= 22,37 m

Gate position

= 2 . R + Clearance
= 2 (22,37) + 4,5
= 49,23 m

11

3. Jenis pesawat

: B - 757 - 200

Gate Tipe

:D

Dengan data sebagai berikut :

Wing span

= 124,10 ft = 37,83 m

Wheel track

= 7,315 m

Clearance

= 7,5 m (25 ft)

= (37,83 + 7,315) + 3,048


= 25,62 m

Gate position

= 2 . R + Clearance
= 2 (25,62) + 7,5
= 58,74 m

4. Jenis pesawat

: CV 880 - M

Gate Tipe

:D

Dengan data sebagai berikut :

Wing span

= 120,01 ft = 36,58 m

Wheel track

= 6,1265 m

Clearance

= 7,5 m (25 ft)

= (36,58 + 6,1265) + 3,048


= 24,40 m

Gate position

= 2 . R + Clearance
= 2 (24,40) + 7,5
= 56,30 m

Tipe
pesawat
A-300-B2
B-727-

Wingspa
n
(m)
43,99

Wheel
track (m)

Clearance
(m)

R
(m)

9,60

7,5

29,84

Gate
Position
(m)
67,18

32,92
5,72
4,5
22,37
49,23
200
B-75737,83
7,315
7,5
25,62
58,74
200
CV-880
36,58
6,1265
7,5
24,40
56,30
Catatan: untuk perencanaan diambil gate position yang paling besar

11

Luas apron ditentukan oleh = jumlah dan ukuran gate position, clearance antara pesawat
dengan pesawat. Ukuran lebar apron dipengaruhi oleh jenis pesawat terbesar yang akan
mendarat di bandara tersebut
Luas Apron

Panjang Apron (p)


P = 7 x gate position terbesar
= 7 x 67,18
= 470,26 m = 470 m

- Area untuk pergerakan lainnya di apron = 10000 m


7.gate . X = 10000
7 x 67,18 x X = 10000
470,26 X = 10000
X = 10000/470,26
X = 21,265 m
- Lebar apron
L = Gate total
= Gate position tipe C + Gate position tipe D + X
= 49,23 + (3 x 67,18) + 21,265
= 272,035 m = 272 m
- Jadi luas Apron

= (P x L)
= (470 x 272)
= 127840 m2

7.7 PERENCANAAN MARKING (TANDA-TANDA VISUAL)


Tanda-tanda garis dan nomor dibuat pada perkerasan landasan dan taxiway
agar pilot mendapat alat bantu dalam mengemudikan pesawatnya mendarat ke
landasan serta menuju apron melalui taxiway. Marking ini hanya berguna pada
siang hari saja, sedangkan malam hari fungsi marking digantikan dengan sistem
perlampuan.
Warna yang dipakai biasanya putih pada landasan yang mempunyai
perkerasan aspal, sedangkan warna kuning untuk taxiway dan apron. Pada dasarnya
warnanya harus mencolok terhadap sekitarnya. Jadi, kalau landasan berwarna putih
(landasan beton) harus diberi warna lain untuk markingnya. Kedua organisasi

11

penerbangan telah membuat standar marking. FAA dalam Advisory Circular


150/6340 1E kita pakai edisi tanggal 11-4-1980.
ICAO dalam Annox 14 Chapter 5, 6. 7 dipakai edisi kedelapan Maret 1983.
Ada 4 macam tipe marking:
a. Marking landasan.
b. Marking taxiway.
c. Marking untuk area yang dibatasi.
d. Marking untuk objek tetap.
7.7.1 Marking Landasan
ICAO membagi marking landasan menjadi tiga:
1. Landasan approach presisi.
2. Landasan approach non presisi.
3. Landasan non instrument.
Yang ketiga menurut FAA adalah basic runway, memang antara keduanya
(FAA dan ICAO) mengatur marking sama, hanya istilah yang kadang berbeda.
Landasan non presisi dioperasikan di bawah kondisi VFR (Visual Flight Rule).
Landasan approach non presisi, adalah landasan yang dibantu dengan peralatan
VOR (Veri High Frequency Omny Radio Range) bagi pesawat yang mendarat ke
landasan dengan VOR sebagai pedoman. Landasan instrument presisi adalah
landasan yang dilengkapi dengan ILS (Instrument Landing System).
Macam-macam marking sebagai alat bantu navigasi pendaratan adalah sebagai
berikut:
a. Nomor landasan (runway designation marking).
Ditempatkan di ujung landasan sebagai nomor pengenal landasan itu, terdiri
dari dua angka. Pada landasan sejajar harus dilengkapi dengan huruf L (Left), R
(Right), atau C (Central). Dua angka tadi merupakan angka persepuluhan
terdekat dari utara magnetis dipandang dari arah approach, ketika pesawat akan
mendarat.
b. Marking sumbu (runway centre line marking).

11

Ditempatkan sepanjang sumbu landasan berawal dan berakhir pada


nomor landasan, kecuali pada landasan yang bersilangan, landasan yang lebih
dominan, sumbunya terus, yang kurang dominan sumbunya diputus.
Merupakan garis putus-putus, panjang garis dan panjang pemutusan
sama. Panjang strip bersama gapnya tidak boleh kurang dari 50 m, tidak boleh
lebih dari 75 m. Panjang strip = panjang gap atau 30 m mana yang terbesar,
lebar strip antara 0,30 m sampai 0,90 m tergantung kelas landasan.
c. Marking Threshold.
Ditempatkan di ujung landasan, sejauh 6 m dari tepi ujung landasan
membujur landasan, panjang paling kurang 30 m, lebar 1,8 m. Banyaknya strip
tergantung lebar landasan.
Lebar Landasan
18 m
23 m
30 m
45 m
60 m

Banyaknya Strip
4
6
8
12
16

d. Marking untuk jarak-jarak tetap (fixed distance marking).


Berbentuk empat persegi panjang, berwarna menyolok. Biasanya oranye.
Ukurannya panjang 45 m 60 m, lebar 6 m 10 m terletak simetris kanan kiri
sumbu landasan. Marking ini yang terujung berjarak 300 m dari threshold.
e. Marking touchdown zone.
Dipasang pada landasan dengan approach presisi, tapi bisa juga dipasang
pada landasan non presisi atau landasan non instrumen, yang lebar landasannya
lebih dari 23 m.
Terdiri dari pasangan-pasangan berbentuk segiempat di kana kiri sumbu
landasan lebar 3 m dan panjang 22,5 m untuk strip-strip tunggal. Untuk strip
ganda ukuran 22,5 x 1,8 dengan jarak 1,5 m. Jarak satu sama lain 150 m
diawali dari threshold, banyaknya pasangan tergantung panjang landasan.
Panjang Landasan

Banyaknya

< 90 m

Pasangan
1

900 1200 m

11

1200 1500 m

1500 2100 m

> 2100 m

f. Marking tepi landasan (runway side stripe marking).


Merupakan garis lurus di tepi landasan, memanjang sepanjang landasan
dengan lebar strip 0,9 m. Bagi landasan yang lebarnya lebih dari 30 m atau
lebar strip 0,45 m bagi landasan kurang dari 30 m. Berfungsi sebagai batas
landasan terutama apabila warna landasan hampir sama dengan warna
shouldernya.

7.8 PERENCANAAN BANGUNAN PELENGKAP


7.8.1. Hanggar
Yaitu tempat reparasi pesawat yang terlindung. Hanggar direncanakan untuk
menampung 4 buah pesawat yaitu: . A-300-B2, B-727-200, B-757-200, CV880-M.
Dimana:
a.
b.
c.
d.

A-300-B2, dengan turning radius


B-727-200, dengan turning radius
B-757-200, dengan turning radius
CV-880-M, dengan turning radius

= 29,84
= 22,37
= 25,62
= 24,40

Sehingga, untuk panjang hanggar (P).

m
m
m
m

= 2 . Turning Radius + Clearance

= 2 (29,84 + 22,37 + 25,62 + 24,40) + (5 x 7,5)


= 241,955 m 242 m

Lebar hanggar (b).


b

= (2 x turning radius terbesar) + (2 x Clearance)

= 2 (29,84) + 2 (7,5)

11

= 74,682 m 75 m

7,5 m

TR. A-300-B2

7,5 m

7,5 m

TR. B-727-200

7,5 m

TR. B-757-200

7,5 m

TR. CV-880-M

7,5 m

75 m

7,5 m

242 m

7.8.2. Terminal Building


Diperhitungkan berdasarkan jumlah penumpang pesawat pada saat sibuk (7
bh/jam). Kepadatan penumpang pesawat rata-rata pada setiap kali penerbangan
diambil 65%.
Dengan data penumpang sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.

A-300-B2
B-727-200
B-757-200
CV-880-M

= 250
= 189
= 200
= 88

Dengan demikian, pay load per jam adalah:


a)
b)
c)
d)

A-300-B2
B-727-200
B-757-200
CV-880-M

= (0,65)
= (0,65)
= (0,65)
= (0,65)

(1) (250)
(2) (189)
(2) (200)
(2) (88)

= 162,50
= 245,70
= 260,00
= 114,40

orang/barang
orang/barang
orang/barang
orang/barang

Total = 782,60 783 orang/barang

11

Facility
Ticket lobby
Baggage claim
Passanger loading and assembly
Visitor waiting rooms
Imigration
Custom
Ammunities (including eating
facilities)
Airline operation
Total gross area (domestic)
Total gross area (international)

Space Required in 1000 ft2


or 1000 m2 per Typical
Peak Hour
1,0
1,0
2,0
1,5
1,0
3,0
2,0
5,0
25,0
30,0

Untuk merencanakan luas ruangan yang dibutuhkan, maka harga-harga di atas


dikalikan dengan jumlah penumpang, dengan memperhitungkan faktor-faktor
keamanan, kelancaran, dan lain-lain. Dengan demikian, diperoleh masing-masing
ruangan fasilitas bangunan pelengkap sebagai berikut:
Tabel Luasan Ruangan Untuk Tiap-Tiap Fasilitas
Luas Ruangan yang
Fasilitas Terminal
Dibutuhkan (m2)
Ticket lobby
(1,0) (783) = 783
Pengambilan barang
(1,0) (783) = 783
Ruang tunggu penumpang
(2,0) (783) = 1566
(1,5) (783) =
Ruang tunggu pengunjung
1174,5
Imigrasi
(1,0) (783) = 783
Bea dan cukai
(3,0) (783) = 2349
Ammunities
(2,0) (783) = 1566
Airline operation
(5,0) (783) = 3915
(25,0) (783) =
Dimestic area
19575
(30,0) (783) =
International area
23490
7.8.3. Tempat Parkir
Tempat parkir di suatu bandar udara harus disediakan untuk:

11

a) Penumpang pesawat.
Jumlah penumpang yang tiba dan berangkat dalam 1 jam adalah 783
orang/barang. Dengan asumsi bahwa sebagian () dari jumlah penumpang
menggunakan mobil pribadi ke bandar udara. Maka, jumlah penumpang yang
menggunakan kendaraan pribadi adalah:
(783)

= 391,5 = 392 orang/barang

b) Pengunjung atau pengantar yang datang bersama-sama dengan pesawat.


Diasumsikan jumlah kendaraan (1/8) dari jumlah penumpang.
1/8 (783)

= 97,875 = 98 orang/barang

c) Penumpang yang datang hanya untuk melihat-lihat 10 orang.


d) Karyawan-karyawan bandar udara direncanakan 50 kendaraan.
e) Mobil-mobil sewaan diperkirakan 100 kendaraan.
f) Orang-orang yang melaksanakan bisnis di bandar udara diperkirakan 50
kendaraan.
Dengan demikian, total kendaraan

= 392 + 98 + 10+ 50 + 100 + 50


= 700 kendaraan

Adapun luas dari tempat parkir yang direncanakan tergantung pada tipe parkir. Dalam
hal ini digunakan tipe parkir 900. Tipe parkir dengan sudut 900 untuk sebuah kendaraan
diperkirakan membutuhkan tempat parkir seluas:

Panjang

Lebar = 2,6 m

Luasnya

= 5,50 m

= (5,5 m) (2,6 m)
= 14,3 m2 (untuk 1 kendaraan)

(Tipe Parkir. Ir. Heru Basuki. Hal. 122)


Jadi mobil tiap jalur = L/2,6 : dimana L= Panjang Jalur, diambil 200 m
= 200/2,6
= 77 buah mobil
Jumlah baris parkir
2,6 m

2,6 m

2,6 m

2,6 m

= Total Kendaraan / Total tiap jalur


= 700
/ 77
2,6 m

2,6 m

2,6 m

2,6 m

2,6 m

2,6 m

2,6 m

= 9,090 9 baris kendaraan

5,5 m

11

Anda mungkin juga menyukai