Anda di halaman 1dari 12

1

Perpustakaan Unika

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Ikan merupakan sumber protein hewani dan memiliki kandungan gizi yang tinggi
diantaranya mengandung mineral, vitamin dan lemak tidak jenuh. Ikan Bandeng memiliki
banyak kelebihan antara lain kandungan proteinnya relatif tinggi, kandungan lemaknya
rendah, rasanya gurih dan harganya terjangkau. Selain itu, tahan terhadap serangan
penyakit, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga sangat baik
dibudidayakan, dan dapat menembus pasar ekspor. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan pengganti sel-sel tubuh yang telah rusak. Ikan mempunyai kadar protein yang sangat
tinggi yaitu sekitar 20%. Di samping itu, protein yang terkandung dalam ikan mempunyai
mutu yang baik, sebab sedikit mengandung kolesterol dan sedikit lemak.

Di samping kelebihan tersebut, ikan memiliki kelemahan antara lain mudah membusuk.
Ikan relatif lebih cepat mengalami pembusukan dibandingkan daging unggas dan mamalia,
karena pada saat ditangkap ikan selalu berontak sehingga banyak kehilangan glikogen dan
glukosa. Glikogen dan glukosa pada hewan yang mati dapat mengalami glikolisis menjadi
asam piruvat yang selanjutnya diubah menjadi asam laktat. Apabila ikan terlalu banyak
berontak pada saat ditangkap maka akan banyak kehilangan glikogen dan glukosa sehingga
kandungan asam laktat ikan menjadi rendah. Dengan demikian nilai pH-nya relatif
mendekati normal. Nilai pH yang mendekati normal ini sangat cocok untuk pertumbuhan
bakteri, sehingga ikan segar harus segera diolah dengan baik agar layak untuk dikonsumsi
(Syarief & Halid, 1991). Teknologi pasca panen freeze blooding merupakan teknik
mengolah ikan dengan cara mengiris bagian di bawah kepala ikan kemudian dicelupkan ke
dalam es sehingga darah keluar semua dan dihasilkan daging ikan yang putih sehingga
diterima di pasar internasional. Pengolahan pasca panen ikan ini dilakukan untuk
memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimumkan
manfaat hasil tangkapan maupun hasil budidaya (Turmudzi, Pers kom). Teknik freeze
blooding ini juga dilakukan oleh PT. Aquafarm di Yogyakarta dalam menyediakan ikan
Nila untuk ekspor ke Prancis.

2
Perpustakaan Unika

1.2 Tinjauan Pustaka

1.2.1 Ikan Bandeng


Ikan Bandeng termasuk ikan pemakan tumbuhan (herbivora) yang dapat hidup di air tawar,
air payau, dan air laut. Tubuhnya memanjang, bersisik halus, dan putih seperti susu. Oleh
karena itu, di luar negeri terkenal dengan nama milkfish. Berat Bandeng yang biasa
dikonsumsi antara 200-350 gram (Evy, 2001). Badannya yang langsing berbentuk torpedo
dengan sirip ekor yang bercabang menandakan bahwa ikan bandeng merupakan perenang
cepat. Ikan bandeng berwarna putih keperak-perakan. Sepintas mirip ikan dengan ikan
Salem. Hanya saja dagingnya tidak berwarna merah, melainkan putih (Soeseno,1985).
Kepala ikan tidak bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi. Lubang hidung
terletak di depan mata. Mata diliputi oleh selaput bening (subcutaneus). Warna badan putih
keperak-perakan dan punggung biru kehitaman (Kordi, 1997). Ikan Bandeng merupakan
produk perikanan penting dari daerah Indo-Pasifik dan secara intensif dibudidayakan di
beberapa negara seperti Filipina, Indonesia dan Taiwan. Intensifikasi dalam budidaya ikan
Bandeng diperlukan untuk meningkatkan produksi (Borlongan and Coloso, 1992).

Gambar 1. Ikan Bandeng

Penggolongan ikan Bandeng secara taksonomi adalah sebagai berikut


Filum

: Chordata

Kelas

: Pisces

Ordo

: Malacopterigii

Famili

: Chanidae

Genus

: Chanos

Species

: Chanos chanos (Kordi, 1997).

3
Perpustakaan Unika

Keunggulan ikan Bandeng antara lain rasanya gurih, harganya terjangkau, tahan terhadap
serangan penyakit, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga sangat
baik dibudidayakan, dan dapat menembus pasar ekspor (Kordi,1997). Ciri-ciri bandeng
segar adalah matanya cemerlang, kornea bening, bulat dan cembung. Insang berwarna
merah tua,cerah dan tidak berbau menyimpang. Selain itu, mempunyai lendir alami yang
menutupi ikan, yang bening dan berbau khas bandeng. Sisik ikan bandeng teratur, kuat,
dan mengkilap. Sayatan daging cerah (Ikrawan, 2006).

Kandungan protein dalam ikan Bandeng sekitar 20% berat basahnya, tidak kalah bila
dibandingkan dengan jenis ikan segar lainnya, bahkan juga dengan beberapa jenis daging
ternak. Kandungan lemaknya hanya 4,8% bahan segar, masih termasuk rendah bila
dibandingkan dengan jenis ikan lain seperti ikan Tawes (13%), Sidat (27%), Lemuru dalam
kaleng (27%), Sepat kering (14%), Teri bubuk (15%), daging ayam (25%), daging babi
(45%), daging anak sapi (25%), daging domba (35%), daging sapi (14%), dan daging
kambing (14,8%). Keuntungan yang lain yaitu terjaminnya mutu protein sebab protein
daging ikan Bandeng merupakan protein yang asam amino esensialnya lengkap. Asam
amino esensial yang terkandung di dalam daging ikan Bandeng antara lain arginin, histidin,
isoleusin, lelusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, dan valin (Mudjiman,
1995).

1.2.2 Proses Pembusukan Ikan


Proses pembusukan pada ikan dapat disebabkan terutama oleh aktivitas enzim yang
terdapat dalam tubuh ikan sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi pada
lemak tubuh oleh oksigen dari udara. Biasanya pada tubuh ikan yang telah mengalami
proses pembusukan terjadi perubahan seperti timbulnya bau busuk, daging menjadi kaku,
sorot mata pudar, serta adanya lendir pada insang maupun tubuh bagian luar (Afrianto &
Liviawaty, 1989). Kecepatan pembusukan dipengaruhi selain oleh suhu lingkungan, juga
oleh sifat daging itu sendiri terutama aktivitas air (Aw), pH, dan potensial oksidasireduksinya. Faktor suhu mempunyai pengaruh yang besar sekali pada proses pembusukan
dan merupakan faktor utama diantara faktor-faktor lain (Hadiwiyoto, 1993).

4
Perpustakaan Unika

Penyebab sifat mudah rusak dari produk perikanan adalah tingginya pH daging ikan karena
rendahnya cadangan glikogen dalam daging ikan. Pada saat penangkapan, ikan selalu
bergerak-gerak sehingga cadangan glikogen menurun. Walaupun demikian ikan tidak akan
mengalami kerusakan bakteri sampai rigor motis selesai. Tanpa perlakuan pendinginan,
ikan basah akan busuk setelah 3-10 jam. Kecepatan penurunan mutu ikan sangat ditentukan
oleh faktor dari dalam yaitu jenis kelamin, ukuran, jenis ikan, keadaan lapar/kenyang, dan
aktivitas enzim serta faktor luar yaitu kondisi lingkungan, perlakuan fisik, dan jumlah jasad
renik (Syarief & Halid, 1991).

Pada saat ikan ditangkap, ikan masih bernafas hingga beberapa waktu kemudian. Seluruh
jaringan peredaran darah ikan masih mampu menyerap oksigen sehingga proses kimia yang
terjadi dapat berlangsung secara aerob (memanfaatkan oksigen). Reaksi aerob yang
terpenting adalah reaksi glikolisis, yaitu proses perubahan glukosa menjadi dua molekul
piruvat dengan menghasilkan ATP. Oksidasi lengkap dari piruvat melalui siklus Krebs
menghasilkan 30 mol ATP. Setelah ikan mati, tidak terjadi aliran oksigen di dalam jaringan
peredaran darah karena aktivitas jantung dan kontrol otaknya telah terhenti. Akibatnya
didalam tubuh ikan mati tidak terjadi reaksi glikolisis yang dapat menghasilkan ATP.
Terhentinya aliran oksigen kedalam jaringan peredaran darah menyebabkan terjadinya
reaksi anaerob yang tidak diharapkan karena sering mengakibatkan kerugian. Reaksi
anaerob akan memanfaatkan ATP dan glikogen yang telah terbentuk selama ikan masih
hidup sebagai sumber energi, sehingga jumlah ATP terus berkurang. Akibatnya, pH tubuh
menurun dan jaringan otot tidak mampu mempertahankan fleksibilitasnya (kekenyalannya).
Kondisi inilah yang dikenal sebagai istilah rigor mortis (Afrianto & Liviawaty, 1989).

Tubuh ikan mempunyai kadar air tinggi (80%) dan pH tubuh mendekati netral sehingga
merupakan

media

yang

baik

untuk

pertumbuhan

bakteri

pembusuk

maupun

mikroorganisme lain. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan pengikat (tendon),
sehingga sangat mudah dicerna oleh enzim autolisis. Autolisis adalah proses penguraian
organ-organ tubuh ikan oleh enzim-enzim yang terdapat di dalam tubuh ikan sendiri. Proses
ini biasanya terjadi setelah ikan yang mati melewati fase rigor mortis. Hasil pencernaan ini

5
Perpustakaan Unika

menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga merupakan media yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh
yang sifatnya sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau
tengik pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa
menggunakan antioksidan (Afrianto &Liviawaty, 1989).

1.2.3 Peningkatan Kualitas Daging Ikan


Mutu ikan sebagian besar ditentukan berdasarkan penampilan, keseragaman, tidak adanya
cacat dan penyimpangan. Selain itu, memiliki karakter yang baik dan normal terutama pada
tekstur, flavour dan bau. Karena susunan struktur daging ikan sangat halus, maka ikan
sangat cepat busuk (Winarno, 1993). Sekalipun lemak dalam ikan diperlukan tetapi
kecenderungan masyarakat tetap memilih produk ikan dengan kadar protein tinggi dan
lemak yang rendah termasuk pada pasar ekspor. Sejumlah peneliti dan praktisi ikan
berusaha untuk meningkatkan mutu daging ikan dengan meningkatkan kandungan protein
dan mengurangi kadar lemak pada daging ikan secara bersamaan. Salah satu cara yang
dilakukan adalah mengubah komposisi kimia dari pakan ikan. Akan tetapi, teknik ini akan
mengakibatkan kenaikan biaya produksi ikan yang tidak sebanding dengan kenaikan harga
ikan di pasaran.

E. Mojo (Aegle marmelos, L. Corr)

Gambar 2. Buah Mojo


Sejak dulu, masyarakat Jawa dan India sudah menggunakan serbuk buah Mojo (Aegle
marmelos L. Corr) untuk mengurangi stress dan rasa sakit. Berdasarkan hasil investigasi
lebih lanjut, diketahui bahwa zat tersebut mengikat tiga buah gugus amina pada rantai
karbon ke-2, ke-6, dan ke-7 yang dikenal sebagai sebagai zat antioksidan dan mudah

6
Perpustakaan Unika

menguap, tetapi tidak berbau pada suhu ruang (Li et al,2005). Sifat lainnya yaitu
mempunyai titik didih 42,6oC, titik bekunya -46oC, tidak berwarna, sensitif terhadap cahaya
dengan frekuensi rendah dan reaktif terhadap asam dengan atau tanpa katalis (US patent
No. 5847164). Struktur kimia dari 2,6,7 chromanone dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Struktur Kimia 2,6,7- Chromanone amine


Berdasarkan sifat fisikokimiawi 2,6,7-Chromanone amine, proses deaminasi dapat
dilakukan dengan mereaksikan beberapa asam termasuk asam amino dan dilanjutkan
dengan tekanan fisik pada suhu rendah yang ekstrim. Karena adanya perbedaan sifat
fisikokimia antara gugus amina (-NH3) dan ion hidrogen (H+), maka gugus amina yang
telah terdeaminasi tersebut akan digantikan oleh gugus hidrogen pada kondisi vakum yang
ekstrim (Patent Indonesia No. P 00200500690) untuk menghasilkan 2,6,7-Chromanone
deamine. Reaksi deaminasi Chromanone dari 2,6,7 Chromanone amine menjadi 2,6,7
Chromanon deamine dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Reaksi deaminasi Chromanone dari 2,6,7 Chromanone amine menjadi 2,6,7
Chromanon deamine

7
Perpustakaan Unika

Hasil deteksi serapan proton 2,6,7 Chromanone amine dan 2,6,7 Chromanon deamine
adalah sebagai berikut

Gambar 5. Grafik serapan proton 2,6,7 Chromanone amine (kiri) dan 2,6,7 Chromanon
deamine (kanan)
Chromanone dalam kondisi terdeaminasi akan mengikat nitrogen bebas. Di dalam proses
pencernaan makanan, nitrogen bebas akan dihasilkan dari setiap konsumsi makanan, dan
akan diekskresikan bersama dengan feses dan urine. Aplikasi 2,6,7 Chromanon deamine ke
akan mengikat nitrogen bebas tersebut, sehingga aplikasinya pada ayam broiler
menghasilkan daging dengan kandungan protein yang tinggi (Lasmono & Sumardi, 2006),
sedikit kandungan lemak serta bau feses yang tidak menyengat (Kusumowardani &
Sumardi, 2006).

1.2.4 Pengolahan Pasca Panen Freeze Blooding pada Ikan Bandeng


Kualitas makanan dari produk perikanan untuk dapat bersaing di pasar bebas, harus
memiliki kualitas terbaik, mempunyai rasa yang diterima konsumen dan bebas bahaya
kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan adanya peraturan tentang pengggunaan bahan kimia
dan antibiotik dalam setiap budidaya ikan. Perlakuan pasca panen harus memenuhi
peraturan tersebut dan tiap tahapan prosesnya harus higienis dan aman agar dapat diterima
sebagai makanan manusia (Ackefors, 2002). Tingkat penerimaan konsumen terhadap
produk perikanan meliputi penerapan prosedur yang efektif dalam pengelolaan dan
manajemen perikanan, memenuhi persyaratan produksi perikanan, setiap produk pangan

8
Perpustakaan Unika

dari sektor perikanan harus bernutrisi dan aman, serta dampak lingkungan harus
diminimalkan (Hough, 2002).

Untuk memperlambat proses pembusukan dan meningkatkan kualitas daging ikan,


diperlukan suatu pengolahan pasca panen yang tepat. Freeze blooding merupakan teknik
pengolahan pasca panen ikan dimana kepala ikan dipotong kemudian dicelupkan ke dalam
es (suhu <4oC) hingga darahnya keluar dan dagingnya berwarna putih. Kelebihan dari
metode ini yaitu daging ikan tetap berwarna putih bila dilakukan secara tepat dan cepat.
Kelemahannya rawan terjadi pencoklatan pada daging (browning) (Turmudzi, Pers comm).

Adapun langkah-langkah proses freeze blooding adalah sebagai berikut pertama-tama Ikan
Bandeng yang sudah dipanen segera disortir sesuai ukuran yang ditetapkan. Kemudian ikan
disembelih tepat di bagian lehernya. Tujuan penyembelihan ini untuk mengeluarkan darah
yang ada di tubuh ikan. Langkah berikutnya yaitu segera mencelupkan leher ikan yang
sudah disembelih tersebut ke dalam air es selama beberapa menit. Saat pencelupan ini
darah yang keluar akan semakin banyak bila suhu air celupannya antara 0 4 oC, karena
pada saat tersebut volume air paling kecil yang berarti berat molekul air paling besar.
Proses ini dihentikan apabila sudah tidak ada lagi darah yang keluar. Tahap berikutnya
yaitu pembuangan bagian dalam (jerohan). Setelah jerohan dibuang, ikan segera dicuci
bersih. Ikan-ikan hasil freeze blooding ini segera dimasukkan ke dalam ice box yang sudah
diisi dengan es batu. Ice box langsung ditutup dan ikan siap diangkut (Turmudzi, Pers
komm).

Persyaratan utama untuk menghasilkan produk daging yang layak dikonsumsi dan memiliki
kualitas tinggi adalah menghilangkan darah sebanyak mungkin dari karkas. Darah dapat
menyebabkan kenampakan daging yang tidak diinginkan. Selain itu, darah dapat menjadi
media berkembangnya mikroorganisme (Lawrie, 1991).

9
Perpustakaan Unika

1.2.4 Pengujian Kualitas Daging Ikan


Jenis-jenis metode untuk pengujian kesegaran ikan :
1.

Metode sensori

Prinsip dari uji ini adalah ikan yang membusuk terjadi perubahan-perubahan pada ikan
yang dapat dideteksi dengan mata (indra penglihatan), indra peraba (tangan), indra pembau
(hidung), dan rasa. Metode sensori lainnya yang dilakukan adalah dengan pemberian
skoring meliputi observasi dari indra penglihatan, pembau, perasa, dan peraba (Aitken et
al., 1982).

2.

Metode non sensori

Jumlah mikroba, dimana mikroba merupakan penyebab kebusukan. Pengukuran


mikroba menunjukkan indeks kesegaran ikan. Sebenarnya tidak semua mikroba
penyebab kebusukan ikan, sebab itu kadangkala metode ini menyesatkan.
Kimia, bertujuan menentukan kadar amin terutama trimetil amin dan hipoxantin pada
ikan. Tes kimia tidak menunjukkan kesegaran ikan secara langsung, tetapi
menghubungkan konsentrasi bahan kimia yang terbentuk selama proses penyimpanan.
Kekurangan dari metode ini adalah merusak sampel yang digunakan, serta
membutuhkan peralatan laboratorium yang lengkap.
Fisik, dengan pengukuran kerusakan serat otot dan kulit pada ikan dengan
menggunakan alat (Aitken et al., 1982).

Metode sensorik masih merupakan metode yang paling memuaskan untuk menilai
kesegaran ikan dan produk ikan. Metode ini dapat diterapkan pada semua spesies ikan,
tidak membutuhkan fasilitas laboratorium, cepat, dan tidak merusak ikan meski sampel
dimasak. Kerugiannya adalah sulit untuk menstandarisasi dan hasilnya subjektif (Meritt et
al., 1982).

Nilai TVN atau Total Volatile Nitrogen, identik dengan TVB, karena yang diukur adalah
banyaknya amonnia yang terbentuk pada ikan segar dan pada ikan yang telah mengalami
penyimpanan. Basa merupakan komponen kimia yang dikombinasikan dan dinetralisasi

10
Perpustakaan Unika

oleh asam. Ketika ikan membusuk akan mengandung beberapa basa yang menguap saat
daging/ekstrak dibuat alkali. Basa yang mudah menguap kemudian didistilasi, dikumpulkan
dan dinetralisasi dengan asam. Jumlah asam yang digunakan untuk menetralisasi basa
tersebut merupakan jumlah kandungan TVN (Aitken et al., 1982).

Sedangkan TVA adalah analisa seberapa banyak senyawa amine yang dihasilkan oleh
bakteri baik pada ikan segar maupun setelah mengalami penyimpanan, TVA dikenal
sebagai Total Volatile Amine dan uji ini sama dengan uji TMA (Trimethylamine). Salah
satu senyawa amine yang dihasilkan oleh bakteri adalah trimetilamine (TMA). TVA
merupakan salah satu metode penyelidikan yang paling luas untuk mengukur bau dan rasa
pada kualitas kesegaran dari seafood (Botta & Shahidi, 1994). Menurut Windsor et al., (
1982 ) trymetilamine (TMA) terbentuk dalam ikan busuk karena aktivitas beberapa bakteri
tertentu pada substansi trimetilamine oksida ( TMAO ). Oksigen digunakan oleh bakteri.
Karena itu penentuan kandungan TVA merupakan pengukuran aktivitas bakteri dan
pembusukan. Pengukuran TVN seringkali digunakan sebagai alternatif pengukuran
kandungan TVA. Pengukuran TVA atau hypoxantine dapat menghasilkan perkiraan
kesegaran ikan pada saat beku dimana kandungan TVA atau hypoxantine tidak bertambah
atau berkurang selama penyimpanan beku.

Setiap produk bahan pangan mempunyai bau/ aroma tertentu karena menghasilkan senyawa
volatile tertentu. Oleh sebab itu pengujian bau dapat dilakukan dalam pengujian kesegaran
ikan, seperti uji TVN dan TVA.
TVN bertujuan :
y

Menentukan apakah ikan masih layak dikonsumsi maupun tidak

TVN tidak dapat mencerminkan kesegaran awal ikan

Penentuan TVN dengan cara destilasi merupakan metode standart yang digunakan
untuk ikan basah yang dipasarkan (Herschdoerfer, 1986).

11
Perpustakaan Unika

1.2.5 Tekstur Ikan


Empat faktor dasar mutu pangan, yaitu
1. Penampilan yang meliputi warna, bentuk, ukuran, dan kilap yang ditangkap oleh
indra penglihatan.
2. Flavour meliputi rasa (dirasakan oleh lidah) dan bau (dirasakan oleh hidung)
merupakan respon dari reseptor yang terdapat pada rongga hidung dan mulut
terhadap rangsangan kimiawi.
3. Tekstur adalah respon dari indera peraba terhadap rangsangan fisik yang dihasilkan
oleh kontak antara beberapa bagian tubuh dengan makanan.
4. Nutrisi meliputi nutrisi mayor (karbohidrat, protein dan lemak) dan nutrisi minor
(mineral, vitamin dan serat) (Bourne, 1982).

Dari keempat faktor di atas, tekstur merupakan segi penting dari mutu makanan. Tekstur
makanan dapat didefinisikan sebagai cara bagaimana berbagai komponen dan unsur
struktur ditata dan digabungkan menjadi mikro dan makro struktur. Lima parameter dalam
penentuan tekstur suatu bahan pangan yaitu
1. Kekerasan yaitu gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu
2. Viskositas yaitu laju aliran per satuan gaya
3. Elastisitas yaitu laju bahan yang dideformasikan kembali ke kondisi awal (tidak
terdeformasi) setelah gaya yang mendeformasi ditiadakan
4. Kekohesifan yaitu kekuatan ikatan-ikatan dalam pembentukan suatu tubuh produk
5. Keadhesivan yaitu kerja yang diperlukan untuk mengatasi gaya tarik menarik antara
permukaan makanan dan permukaan bahan lain yang bersentuhan dengan makanan
misal lidah, gigi dan langit langit mulut (de Man, 1997).

Pengukuran tekstur suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan dua cara pengujian yaitu
pengujian objektif yang dilakukan dengan alat dan pengujian subjektif atau sensori yang
dilakukan oleh orang. Pengujian objektif dibagi menjadi dua yaitu pengujian langsung
(direct test) dan pengujian tidak langsung (indirect test). Pengujian langsung mengukur

12
Perpustakaan Unika

tekstur dari bahan dan pengujian tidak langsung mengukur sifar fisik yang berkaitan erat
dengan sifat-sifat tertentu. Sedangkan pengujian sensori dapat dibagi menjadi oral
(pengujian menggunakan mulut) dan non oral (pengujian menggunakan beberapa bagian
tubuh selain mulut) (Bourne, 2002).

Tekstur daging dapat diukur dengan menggunakan dua macam metode yaitu WarnerBraztler dan Texture Profile Analyzer (TPA). TPA digunakan secara luas untuk mengukur
tekstur dari bermacam-macam produk pangan. Keuntungan menggunakan TPA adalah
dapat mengukur banyak variabel seperti hardness, springiness, chewiness, gumminess,
adhesivess dan lainnya (de Huidobro et al., 2004).

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan ekstrak herbal terhadap sifat
fisikokimiawi dan mikrobiologi serta keefektifan perlakuan freeze blooding terhadap
organoleptik daging ikan Bandeng (Chanos chanos L.). Pengujian fisikokimiawi dan
mikrobiologi daging ikan bandeng yang diberi perlakuan ekstrak herbal dilakukan untuk
mengetahui peningkatan mutu daging. Pada perlakuan ekstrak herbal tidak dilakukan
pengujian organoleptik karena produk ikan yang dihasilkan ini akan berupa ikan segar yang
akan mengalami berbagai pengolahan sebelum dikonsumsi. Sedangkan untuk perlakuan
freeze blooding hanya dilakukan pengujian organoleptik karena perlakuan pasca panen ini
ditujukan untuk diterapkan dalam usaha, memberikan dokumentasi tentang efektifitas
manajemen penanganan pasca panen yang praktis dan cepat namun hasilnya dapat dilihat
langsung sebagai suatu parameter mutu daging dalam perdagangan.

Anda mungkin juga menyukai