Anda di halaman 1dari 4

Pengembangan

bersekala nanometer belumlah tergolong lama.


Orang yang pertama kali menciptakan istilah nanoteknologi

nanoteknologi

atau

teknologi

rekayasa

zat

adalah Profesor Nario Taniguchi dari Tokyo Science University pada


tahun

1940.

Ia

mulai

mempelajari

mekanisme

pembuatan

nanomaterial dari kristal kuarts, silikon dan keramik alumina dengan


menggunakan mesin ultrasonik. Komersialisasi (potensi penerapan
nanoteknologi

sesungguhnya

tidak

hanya

pada

piranti

mikroelektronik saja tetapi juga pada berbagai industri membuka


peluang aplikasi bahan dan teknologi nano di berbagai bidang, yakni
pada produk makanan, kemasan, mainan anak, peralaatan rumah /
kebun, kesehatan, kebugaran, obat-obatan, tekstil, keramik dan

kosmetik.
Nanomaterial merupakan bidang ilmu material dengan pendekatan

berbasis Nanoteknologi.
Nanoteknologi adalah pembuatan dan penggunaan materi atau
devais pada ukuran sangat kecil. Materi atau devais ini berukuran

antara (1 100) nanometer.


Sehingga Nanomaterial adalah material yang mempunyai ukuran

dalam skala nanometer yaitu berkisar 1-100 nm.


Pembuatan nanomaterial dapat dilakukan dengan menggunakan
dua pendekatan, yaitu pendekatan top-down dan bottom-up.
1) Top down ( membuat partikel berukuran nano secara
langsung dengan memperkecil material yang besar.)
Dalam pendekatan top-down, pertama bulk material dihancurkan
dan dihaluskan sedemikian rupa sampai berukuran nano meter.
Pendekatan

top-down

dapat

dilakukan

dengan

(mechanical

alloying-powder

metallurgy)

(mechanical

milling-powder

metallurgy),

teknik

MA-PM

atau

MM-PM

dan
Dalam

mekanisme

mechanical alloying, material dihancurkan hingga menjadi bubuk


dan dilanjutkan dengan penghalusan butiran partikelnya sampai
berukuran puluhan nanometer. Kemudian, bubuk yang telah halus
disinter hingga didapatkan material final. Contohnya nano baja
diperoleh

dari

penghalusan

bubuk

besi

dan

karbon

hingga

berukuran 30 nm, dan disinter pada suhu 723C pada tekanan 41


Mpa dalam suasana gas nitrogen.
Teknik MM-PM (mechanical alloying-powder metallurgy) ini dapat
dilakukan dengan :
a) Ball milling
Teknologi ball milling yaitu menggunakan energi tumbukan antara
bola-bola penghancur dann dinding wadahnya. Untuk mendapatkan
partikel nano dalam jumlah banyak dan dalam waktu relatif pendek,
dilakukan inovasi pada mesin ball mill, dengan merubah putaran
mill menjadi berlintasan planet (planetary) di dalam wadahnya yang
memiliki tuas pada kedua sisi, untuk mengatur sudut putaran yang
optimal. Dan distabilisasi dengan meng-gunakan larutan kimia
seperti

polyvinyl alcohol (PVA) atau

polyethilene glycol (PEG)

sehingga membentuk nanokoloid yang stabil (Fahlefi, 2010)


b) Ultrasonic milling atau sonikasi
Prosesnya dengan cara menggunakan gelombang ultrasonik dengan
rentang

frekuensi 20

kHz 10

MHz. Gelombang

ultrasonik

ditembakkan ke dalam mediium cair untuk menghasilkan kavitasi


bubble yang dapat membuat partikel memiliki diameter dalam skala
nano. Gelombang ultrasonik bila berada di dalam medium cair akan
dapat menimbulkan acoustic cavitation. Selama proses cavitation
akan terjadi bubble collapse (ketidakstabilan gelembung), yaitu
pecahnya gelombang akibat suara. Akibatnya akan terjadi peristiwa
hotspot yang melibatkan energi yang sangat tinggi. Dimana hotspot
adalah pemanasan lokal yang sangatintens sekitar 5000 K pada
tekanan sekitar 1000 atm, laju pemanasan dan pendinginannya
sekitar 1010 K/s
2) Bottom up (menyusun partikel berukuran nano dari atomatom atau molekul-molekul penyusunnya yang berukuran
lebih kecil)

Dalam pendekatan bottom-up, material dibuat dengan menyusun


dan mengontrol atom demi atom atau molekul demi molekul
sehingga menjadi suatu bahan yang memenuhi suatu fungsi
tertentu yang diinginkan. Sintesa nanomaterial dilaku-kan dengan
mereaksikan

berbagai

larutan

kimia

dengan

langkah-langkah

tertentu yang spesifik sehingga terjadi suatu proses nukleasi yang


meng-hasilkan

nukleus-nukleus

sebagai

kandidat

nanpar-tikel

setelah melalui proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan nukleus


dikendalikan sehingga menghasilkan nanopartikel dengan distribusi
uku-ran yang relatif homogen (Gambar 1).
Pembentukan nanomaterial logam koloid secara bottom up
(Kumar, 2005)
Paduan logam organik didekomposisi (di-reduksi) secara terkontrol
sehingga ikatan logam dan ligannya terpisah. Ion-ion logam hasil
posisi bernukleasi membentuk nukleus-nukleus yang stabil, yang
dibangkitkan baik dengan meng-gunakan katalis maupun melalui
proses tumbukan. Selanjutnya nukleus-nukleus stabil tersebut bertumbuh

membentuk

nanopartikel.

Untuk

menghindari

proses

aglomerasi antara nanopartikel-nanopartikel yang ada, lang-kah


stabilisasi dilakukan dengan menggunakan larutan separator.
Pendekatan bottom up ini dapat dilakukan dengan:
a) Dekomposisi termal
1. Evaporasi
Dekomposisi

lapisan

tipis

dengan

cara

penguapan

dan

pengembunan yang dilakukan di ruang vakum.


2. Sputtering
Proses sputering adalah proses dengan cara penembakan bahan
pelapis atau target dengan ion-ion berenergi tinggi sehingga terjadi
pertukaran momentum. Proses sputtering mulai terjadi ketika
dihasilkan lucutan listrik dan gas sputer secara listrik menjadi
konduktif karena mengalami ionisasi.

3. CVD (Chemical Vapour Deposition)


Merupakan

proses

yang

didasarkan

pada

hidrolisis

dan

polikondensasi dari prekusor yang dibentuk melalui metode dip


coating atau spin coating.
4. MOCVD
Merupakan teknik deposisi uap kimia dengan metode pertumbuhan
epitaksi pada material. Misalnya material semikonduktor yang
berasal dari material metalorganik dan hidrida logam.

Sumber:
http://material-sciences.blogspot.co.id/2010/03/sekilas-tentangnanomaterial-dan.html
http://rusman-buru.blogspot.co.id/2012/02/makalahnanomaterial.html

Anda mungkin juga menyukai