Anda di halaman 1dari 5

Kebaradaan Batubara Bituminus

Parameter yang mengendalikan bembentukan batubara adalah (1) sumber vegetasi,


(2) posisi muka air tanah (3) penurunan yang terjadi bersamaan dengan pengendapan,
(4) penurunan yang terjadi setelah pengendapan, (5) kendali lingkungan geotektonik
endapan batubara dan (6) lingkungan pengendapan terbentuknya batubara. Batubara
lazim terbentuk di lingkungan (1) dataran sungai teranyam, (2) lembah aluvial, (3)
dataran delta, (4) pantai berpenghalang dan (5) estuaria (Diessel, 1992).
Batubara di Indonesia umumnya menyebar tidak merata, 60% terletak di Sumatera
Selatan dan 30% di Kalimantan Timur dan Selatan. Sebagian besar batubara
terbentuk di lingkungan litoral, paralik dan delta, sedang beberapa terbentuk di
lingkungan cekungan antar pegunungan. Kualitas batubara umumnya berupa
bituminous, termasuk dalam steaming coal. Antrasit berkualitas rendah karena
pemanasan oleh intrusi ditemukan di Bukit Asam, Sumatera dan Kalimantan Timur
sedang pematangan karena tekanan tektonik terbentuk di Ombilin, Sumatera Barat
(Sudradjat,

1999).

Urutan kualitas batubara cenderung menggambarkan umurnya. Selama ini batubara di


Indonesia dihasilkan oleh cekungan berumur Tersier. Gambut berumur Resen sampai
Paleosen, batubara sub bituminus berumur Miosen dan batubara bituminus berumur
Eosen.
KeberadaanPanasbumi
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki panas bumi terbesar di dunia.
Panasbumi sebaai energi alternatif tidak mempunyai potensi bahaya seperti energi

nuklir, serta dari sisi pencemaran jauh lebih rendah dari batubara. Keberadaan
lapangan panas bumi tersebut secara umum dikontrol oleh keberadaan sistem
gunungapi.
Di Indonesia lapangan panasbumi tersebar di sepanjang jalur gunungapi yang
memperlihatkan kegiatan sejak Kwarter hingga saat ini. Jalur ini merentang dari
ujung barat-laut Sumatera sampai kepulau Nusatenggara, kemudian melengkung ke
Maluku dan Sulawesi Utara. Pada jalur memanjang sekitar 7.000 km, dengan lebar
50-200 km tersebut, terdapat 217 lokasi prospek, terdiri dari 70 lokasi prospek entalpi
tinggi (t > 200oC) dan selebihnya entalpi menengah dan rendah. Lapangan prospek
tersebut tersebar di Sumatera (31), Jawa-Bali (22), Sulawesi (6), Nusatenggara (8)
dan Maluku (3), dengan seluruh potensi mencapai 20.000 MWe, dengan total
cadangan sekitar 9.100 Mwe. Pengembangan geotermal di Indonesia saat ini
dikonsentrasikan di Sumatera, Jawa-Bali dan Sulawesi Utara. Hal ini dikarenakan
kawasan tersebut telah memiliki infrastruktur yang memadai serta memiliki
pertumbuhan kebutuhan listrik yang tinggi. (Sudrajat, 1982: Sudarman dkk., 1998)
Mineralisasi

Busur

Vulkanik

Jawa:

Sebuah

Contoh

Busur vulkanik Jawa merupakan bagian dari busur vulkanik Sunda-Banda yang
membentang dari Sumatera hingga Banda, sepanjang 3.700 km yang dikenal banyak
mengandung endapan bijih logam (Carlile & Mitchell, 1994). Batuan vulkanik hasil
kegiatan gunungapi yang berumur Eosen hingga sekarang merupakan penyusun
utama pulau Jawa. Terbentuknya jalur gunungapi ini merupakan hasil dinamika
subduksi ke arah utara lempeng Samudera Hindia ke Lempeng Benua Eurasia (Katili,

1989) yang berlangsung sejak jaman Eosen (Hall, 1999). Kerak kontinen yang
membentuk tepi benua aktif (active continent margin) mempengaruhi kegiatan
vulkanisme Tersier Jawa bagian barat, sedang kerak samudera yang membentuk
busur kepulauan (island arc) mempengarui kegiatan vulkanisme Tersier Jawa bagian
timur

(Carlile

&

Mitchell,

1994).

Jalur penyebaran gunungapi di Indonesia terdiri dari jalur gunungapi tua (Tersier) dan
muda (Kwarter), yang sejajar dengan jalur penunjaman. Kegiatan vulkanisma Tersier
terjadi dalam dua perioda, yaitu perioda Eosen Akhir Miosen Awal yang sebagian
besar berafinitas toleitik dan perioda Miosen Akhir Pliosen yang sebagian besar
berafinitas alkali kapur K tinggi (Soeria-Atmadja dkk, 1991) beberapa batuan
berafinitas shosonitik terdapat di Pacitan dan Jatiluhur (Sutanto, 1993). Berdasarkan
pentarikhan umur dengan menggunakan metoda K/Ar, batuan volkanik Tersier tertua
terdapat di Pacitan dengan umur 42,7, juta tahun, sedang termuda terdapat di Bayah
dengan umur 2,65 juta tahun (Soeria-Atmadja, 1991). Kegiatan vulkanisma umumnya
menghasilkan komposisi batuan bersifat andesitik. Beberapa singkapan batuan beku
bersifat dasitik terdapat di beberapa tempat, misalnya intrusi dasit Ciemas Jawa Barat
dan granodiorit Meruberi Jawa Timur serta retas-retas basalt yang banyak terdapat di
Kulonprogo Yogyakarta dan Pacitan Jawa Timur (Soeria-Atmadja, 1991; Sutanto,
1993; Paripurno dan Sutarto, 1996). Pola ritmik initerjadi karena adanya perubahan
sudut

penunjaman.

Sutanto (1993) mengelompokkan batuan vulkanik Jawa berdasarkan waktu


terbentuknya, yaitu batuan-batuan vulkanik yang terbentuk oleh (1) Eosen-Oligosen

awal, (2) vulkanisme Eosen-Miosen Akhir, (3) vulkanisme Eosen Akhir Miosen
Awal, (4) vulkanisme Miosen Tengah Pliosen, serta (5) vulkanisme Kwarter.
Batuan-batuan volkanik Tersier di atas dikenal sebagai batuan vulkanik kelompok
Andesit Tua (van Bemmerlen, 1933), yang saat ini lebih dikenal dengan nama
Formasi Jampang, Formasi Cikotok dan Formasi Cimapag untuk wilayah Jawa Barat;
Formasi Gabo, Formasi Totogan, untuk wilayah Kebumen dan sekitarnya; Formasi
Kebo, Formasi Butak, Formasi Semilir, Formasi Nglanggran, Formasi Semilir, untuk
kawasan Gunungsewu dan sekitarnya; serta Formasi Kaligesing, Formasi Dukuh,
Formasi Giripurwo untuk wilayah Kulonprogo dan sekitarnya; serta di Jawa Timur
dikenal dengan nama Formasi Besole, Formasi Mandalika dan Fomasi Arjosari.
Proses hidrotermal di Jawa yang terdapat mulai dari Pongkor Jawa Barat sampai
Sukamade Jawa Timur. Sebagian besar cebakan merupakan tipe low sulphidation
epithermal mineralization. Tipe lain berupa volcanogenic massive sulphide
mineralization, misalnya terdapat di Cibuniasih; sedang tipe veins assosiated with
porphyry system misalnya terdapat di Ciomas, dan sediment hosted mineralization
hanya

terdapat

di

beberapa

tempat,

misalnya

di

Cikotok.

Secara umum cadangan yang terdapat di Jawa bagian barat lebih besar dibanding
yang terdapat di Jawa bagian timur. Cadangan terbesar di Jawa bagian barat terdapat
di Pongkor dengan kadar rata-rata 17,4 (Sumanagara dan Sinambela, 1991) dan
jumlah cadangan lebih dari 98 ton Au dan 1.026 Ag (Milesi dkk, 1999).
Vulkanisme yang terkait dengan mineralisasi umumnya menunjukkan umur yang
relatif muda, Miosen Tengah Pliosen. Pentarikhan pada beberapa urat di Pongkor

menunjukkan umur 2,7 juta tahun, di Cirotan menujukkan umur 1,7 juta tahun, serta
di Ciawitali menujukkan umur 1,5 juta tahun. Di Cirotan urat-urat tersebut memotong
ignimbrit riodasit berumur 9,5 juta tahun yang diintrusi oleh mikrodiorit berumur 4,5
juta tahun (Milesi dkk., 1994). Di Pongkor urat-urat tersebut berada pada lingkungan
vulkanik kaldera purba yang terdiri dari batuan tufa breksi, piroklastika dan lava
bersusunan andesit-basalt yang diintrusi oleh andesit, dasit dan basalt (Sumanagara
dan Sinambela, 1991).

Anda mungkin juga menyukai