Kalau kalian semakin acuh, nangis aku ketakutan. Daron dan Robinson seperti mena
mparku. Ia bilang negara yang kelembagaan ekonomi-politiknya bersifat ekstraktif
yakni dijalankan oleh segelintir elit yang menguras sumber daya negara untuk ke
pentingan mereka sendiri dan hanya menyisakan sedikit hasil untuk kepentingan ra
kyat, tinggal menunggu waktu untuk terseret ke dalam jurang kemiskinan, instabil
itas politik, dan menjadi negara gagal.
Aku berpesan dengan Indonesia 2015-an, bagaimana calon-calon pemimpinku? Sudah s
iapkah mereka dengan situasi ini? Lalu ia menjawab, tinggalah mereka menentukan
mau ke mana arahnya, sebab sampai pada tataran institusi pendidikan pun disulap
bak perusahaan.
Produknya mahasiswa yang bagaiamana caranya bisa laku dibeli pasar. Boro-boro me
mikirkan aku katanya, mereka juga ketakutan, apakah mereka laku dibeli pasar? Ia
kadang prihatin, katanya kalian sedang bingung dengan skripsi yang tak kunjung
rampung dan gundah kalau-kalau tak mampu mencari nafkah.
Aku jadi serba salah menuntut kalian yang macam-macam, jangankan menoleh kepadak
u, untuk menatap ke depan saja kalian masih bingung.
Tapi kok tidak sesuai dengan kehidupan kalian. Yang kaya makin tinggi diri denga
n mengkonsumsi brand terkini agar dibilang trendy, yang miskin malah terlihat so
k kaya. Kalian katanya suka sekali hura-hura padahal sebelumnya menghujat pemeri
ntah karena rupiah anjlok, itupun juga tahu dari headline berita.
Sebab kalian lebih suka membaca cerita-cerita dramatis di account official padah
al tak tahu sumber beritanya. Kalian juga ingin daerahnya berubah, tetapi milih
pemimpin masih cap cip cup . Kalau ada hari nasional seperti hari sumpah pemuda mis
alnya, buru-buru update quotes agar terlihat peduli.
Apa betul gelar agen perubahan itu hanya sampai diujung bibir, tak ada langkah n
yata. Kalian juga begitu suka sekali caci maki sana-sini. Semua cela hampir dipr
otes.
Ada lagi tipe kumpulan pemuda yang buat aku bangga karena kontribusinya untuk In
donesia. Tapi kok kalian suka sekali merendahkan kumpulan lain. Organisasi belum
terkenal, dikira tak se-level. Minta kerjasama sulitnya bukan main. Katanya kal
ian menunjunjung sinergitas? Tapi kok kontribusinya berjalan sendiri-sendiri. At
au memang orientasinya popularitas bukan sinergitas?
Sebegitunya kah kalian? Aku tak ingin kalian dicap menjadi generasi wacana, gene
rasi marah-marah, generasi kaya kritik namun miskin solusi. Karena kalian dilahi
rkan oleh revolusi nasional yang berhasil menghalau imperialisme disusul perjuan
gan menuntaskan revolusi.
Mulai dari sekarang, ketika kalian selesai membaca surat ini renungkan dan tanya
kan pada diri kalian, mau jadi seperti apa kalian nanti? Mau republik seperti ap
a yang ingin kamu wariskan?
Kawan muda yang baik, calon-calon pemimpinku. Maaf bila kiranya aku menjadi beba
n kalian. Surat ini aku tulis semata-mata bukan ingin mengganggu kenyamanan kali
an. Aku menulis surat ini bukan untuk ambisi-ku pribadi, tetapi ini soal kita, I
ndonesia.
Ini soal masa depan kalian akan jadi seperti apa, agar anak-anak kalian bisa sek
olah tinggi, orangtua kalian meninggal dengan bangga karena kesuksesan anaknya,
istri kalian tidak akan merongrong karena harga bahan pokok sangat mahal, atau s
uami kalian tidak akan frustasi karena sulitnya mendapat pekerjaan.
Kalian tidak perlu membalas surat ini. Balas saja dengan tindakan. Aku di sini t