Modul Bea Materai DTSD Pajak
Modul Bea Materai DTSD Pajak
BEA METERAI
DIKLAT TEKNIS SUBSTANTIF
DASAR PAJAK I
JAKARTA, 25 FEBRUARI 9 MEI
2008
PUSDIKLAT
PERPAJAKAN
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Sejarah Singkat
a. Tahun 1817 1921
Pengenaan Bea Meterai di Indonesia sudah mulai dikenal sejak
tahun 1817 yaitu pada masa penjajahan Belanda, yang disebut De Heffing
Van Het Recht Kleinnegel.Dalam peraturan tersebutpengenaan Bea
Meterai didasarkan pada perbuatan atau persetujuan yang tercantum
dalam surat (akta). Tahun 1885 aturan pengenaan Bea Meterai tersebut di
atas diganti dengan Ordonantie op de heffing van het legel recht in
Nederhlands Indie.Pengertian Bea Meterai ada dua cara yaitu yang
seragam dan ada pula yang sebanding yaitu untuk akta yang dibuat melalui
pejabat umum, peraturan ini berlaku sampai tahun 1921.
b. Tahun 1921 1985
Mulai tahun 1921 berlaku Aturan Bea Meterai 1921 (Zegel
Verordening 1921) yang dimuat dalam Staatslelad 1921 Nomor 498, yang
mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang Undangundang Nomor 2 Per Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor
121), dan kemudian ditetapkan menjadi Undang-undang yaitu Undangundang Nomor 7 Tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38).
Undang-undang ini sifatnya perubahan atau penyempurnaan dari Aturan
Bea Meterai 1921, dengan demikian secara substantial sistematik dan
isinya masih sama dan dijiwai oleh Aturan Bea Meterai 1921.
c. Tahun 1986
Sejak Pemerintahan Orde Baru tahun 1966, banyak kebijakan baru
(pembaharuan) di bidang perpajakan untuk menunjang perkembangan
C:\Herr\Bea Meterai
Pembangunan
Nasional
menurut
keikutsertaan
segenap
Sejauh mana Aturan Bea Meterai 1921 itu tidak sesuai dan
tidak mudah sebagaimana dapat kita sempurnakan atas koseideran
undang-undang itu, sehingga perlu dikeluarkan undang-undang baru, dapat
disimak perbandingan kedua undang-undang yang lama dan yang baru.
Perbandingan Antara Aturan Bea Meterai 1921
dengan
UU No. 13/1985 tentang Bea Meterai
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
URAIAN
A B M 1921
15 bab
142 pasal termasuk
pasal sisipan
Obyek
Bea Meterai dikenal
atas dokumen yang
bersifat publik dan
bersifat pribadi
Jenis
Bea BM Tetap
Meterai
BM Umum
BM Menurut Luas
Kertas
BM Sebanding
Macam Tarif
167 macam
Jumlah Bab
Jumlah pasal
Cara
BM
Pelunasan
7.
Daluarsa
C:\Herr\Bea Meterai
BM
Tetap
2. S i s t e m a t i k
Untuk mempermudah mempelajari Peraturan Perundang-undangan
Bea Meterai, sistematik penulisan materi bahan ajaran, disusun sesuai dengan
urutan pasal-pasal yang ada dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea
Meterai. Disamping itu pasal yang berkaitan dengan materi yang sedang
dibahas disertakan dalam pembahasan, dengan demikian sumber materi yang
dibahas atentik dan pembaca tidak perlu lagi membuka UU No. 13 Tahun 1985
tentang Bea Meterai.
Untuk
mengetahui
sejauh
mana
pemahaman
sudah
dicapai
setelah
C:\Herr\Bea Meterai
BAB II
KETENTUAN UMUM
Beberapa Pengertian
Pasal 1 UU N0. 13/ 1985 tentang Bea Meterai menjelaskan pengertian
beberapa istilah/terminologi yang dipakai dalam undang-undang tersebut sebagai
berikut :
1. Bea Meterai
Dengan
nama
Bea
Meterai
dikenakan
pajak
atas
dokumen
C:\Herr\Bea Meterai
Pengertian kertas harus diartikan secara luas, yaitu media untuk menulis
lainnya seperti bahan dari karton, plastik, kulit, kain dan lai-lainnya.
Adapun tulisan tidak hanya tulisan latin saja tetapi juga tulisan
beberapa huruf-huruf lainnya seperti Jawa, Arab, Cina, Kanji dan lain-lain.
Adapun mengenai bahasa yang ditulis itu tidak terbatas hanya bahasa
Indonesia melainkan, termasuk bahasa asing lainnya.
3. Benda Meterai
Benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang
dikeluarkanoleh Pemerintah Republik Indonesia.
Adapun tentang tata cara dan persyaratan pengelolaan, penjualan, penukaran,
pengembalian dan pemusnahan benda meterai diatur dengan Keputusan
Menteri Keuangan Republik Indonesia N0. 1009/KMK.01/1986, tanggal 1
Desember 1986.
4. Tandatangan
Tandatangan
adalah
tandatangan
sebagaimana
lazimnya
dipergunakan, termasuk pula tatap, teraan atau cap nama atau tanda lainnya
sebagai pengganti tandatangan.
5. Pemeteraian Kemudian
Pemeteraian kemudian adalah suatu cara pelunasan Bea Meterai yang
di lakukan oleh Pejabat Pos atau permintaan pemegang dokumen yang Bea
Meterainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
6. Pejabat Pos
Pejabat Pos adalah Pejabat Perusahaan Umum Pos dan Giro ( PT Pos
dan Giro ) yang diserahi tugas melayani permintaan pemeteraian kemudian.
C:\Herr\Bea Meterai
BAB III
OBJEK, TARIF, DAN YANG TERUTANG
BEA METERAI
c.
d.
Surat yang memuat jumlah uang lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta
rupiah):
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang
dalam rekening di bank;
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Yang berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau
sebagaimana telah dilunasi atau diperhitungkan;
C:\Herr\Bea Meterai
e.
Surat berharga seperti wesel, promes, aksep dan cek yang berharga
nominalnya lebih dari Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
f.
Penjelasan
a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya
1) Tidak semua dokumen dikenakan Bea Meterai.
2) Yang dikenakan Bea Meterai adalah dokumen sebagaimana tersebut
pada pasal 2 (1) huruf a s/d f tersebut dimuka.
3) Surat perjanjian dan surat lainnya adalah persetujuan yang dinyatakan
secara tertulis (dokumen) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih,
masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu dan dibuat tujuan untuk digunakan sebagai alat
pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan, yang
bersifat perdata.
4) Pihak-pihak yang memegang surat perjanjian atau surat-surat lainnya
tersebut, dibebani kewajiban untuk membayar Bea Meterai atas surat
perjanjian atau surat-surat yang dipegangnya. Yang dimaksud suratsurat lainnya pada huruf a ini antara lain surat kuasa, surat hibah, surat
pernyataan.
b. Akta Notaris
Sesuai pasal 1 Peraturan Jabatan Notaris (Reglement op het Notaris
ambt, Stll. 1860 N0 3) menyatakan bahwa Notaris adalah pejabat umum
yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai
semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu
peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk
dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya,
C:\Herr\Bea Meterai
tidak juga ditugaskan atau di kecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Adapun akta otentik adalah akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan
oleh Undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu, di tempat di mana akta itu dibuat (Pasal 1868 kitab Undangundang Hukum Perdata).
c. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)
Perjanjian untuk memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak
baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjamkan uang dengan hak
atas tanah sebagai tanggungan harus dibuktikan dengan suatu akta yang
dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk dan diangkat oleh Menteri
Dalam Negeri. PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam
Negeri, dan untuk desa-desa di wilayah yang terpencil Menteri Dalam
Negeri dapat menunjuk PPAT sementara.
d. Surat Yang Memuat Jumlah Uang
Pasal 2 ayat (1) huruf d Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang
Bea
Meterai
menetapkan
mengenakan
Bea
Meterai
terhadap
surat/dokumen :
1) Yang menyebutkan penerimaan uang;
2) Yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening di bank;
3) Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank;
4) Yang
berisi
pengakuan
bahwa
hutang
uang
seluruhnya
atau
C:\Herr\Bea Meterai
10
11
C:\Herr\Bea Meterai
12
3. Pengenaan Bea Meterai Atas Dokumen Yang Akan Digunakan Sebagai Alat
Pembuktian Di Muka Pengadilan.
Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun 1983 Tentang Bea
Meterai menetapkan sebagai berikut :
Dikenakan pula Bea Meterai sebesar Rp. 1.000,- (seribu rupiah) atas
dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka
Pengadilan :
a. Surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan
b. Surat-surat yang semula tidak dikenakan Bea Meterai berdasarkan
tujuannya, jika digunakan untuk tujuan lain atau digunakan oleh
orang lain, lain dari maksud semula.
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (3) Undang Undang Nomor 13 Tahun
1983 Tentang Bea Meterai di kemukakan sebagai berikut :
Huruf a
Surat-surat biasa yang dimaksud dalam huruf a ayat ini dibuat tidak
untuk tujuan sesuatu pembuktian misalnya seseorang mengirim surat
biasa kepada orang lain untuk menjual sebuah barang. Surat semacam
ini pada saat dibuat tidak kena Bea Meterai, tetapi apabila kemudian
dipakai sebagai alat pembuktian di muka Pengadilan, maka terlebih
dahulu dilakukan pemeteraian kemudian. Surat-surat kerumahtanggaan
misalnya daftar harga barang. Daftar ini dibuat tidak dimaksudkan untuk
digunakan sebagai alat pembuktian, oleh karena itu tidak dikenakan
Bea Meterai. Apabila kemudian ada sengketa dan daftar harga barang
ini digunakan sebagai alat pembuktian, maka daftar harga barang ini
terlebih dahulu dilakukan pemeteraian kemudian.
C:\Herr\Bea Meterai
13
Huruf b
Surat-surat yang dimaksud dalam huruf b ayat ini ialah surat-surat yang
karena tujuannya tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi apabila tujuannya
kemudian diubah maka surat yang demikian itu dikenakan Bea Meterai.
Misalnya tanda penerimaan uang yang dibuat dengan tujuan untuk
keperluan intern organisasi tidak dikenakan Bea Meterai. Apabila
kemudian tanda penerimaan uang tersebut digunakan sebagai alat
pembuktian dimuka Pengadilan, maka tanda penerimaan uang tersebut
harus dilakukan pemeteraian kemudian terlebih dahulu.
4. Surat-surat Biasa, Surat Kerumahtanggaan Dan Surat-surat Yang Tidak
Dikenakan Bea Meterai Berdasarkan Tujuannya.
a. Surat Biasa
Atas surat biasa tidak dikenakan Bea Meterai, tetapi bila kemudian hari
terjadi sengketa dan surat tersebut digunakan sebagai alat pembuktian di
muka Pengadilan, maka atas surat biasa itu harus terlebih dahulu dibubuhi
meterai, dengan cara pemeteraian kemudian di Kantor Pos sebelum
diajukan kepada hakim.
Surat biasa dapat diketahui dari bentuk suratnya, contoh :
Si A berhutang kepada Si B sebesar Rp 10.000.000,- dan berkirim surat
kepada Si B bahwa dia akan melunasi hutangnya setelah dia menjual
mobil miliknya.
Atas surat yang bentuknya seperti tersebut di atas dikenakan Bea Meterai.
Dikemudian hari diketahui oleh Si B bahwa Si A telah menjual mobilnya dan
ternyata Si A tidak mau membayar hutangnya tersebut. Jika Si B kemudian
memperkarakan hal itu ke Pengadilan dan menggunakan surat itu sebagai
alat pembuktian, maka atas surat tersebut dikenakan Bea Meterai dengan
cara pemeteraian kemudian.
b. Surat Kerumahtanggaan
C:\Herr\Bea Meterai
14
BAB IV
C:\Herr\Bea Meterai
15
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) UU N0 13 / 1985 tentang Bea
Meterai tarif yang berlaku ada dua, yaitu Rp.1.000,- dan Rp. 500,- (lima ratus
rupiah).
Dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995,
Tentang Perubahan Tarif Bea Meterai, dan ditindaklanjuti dengan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor : 182/KMK.04/1995, tanggal 1 Mei 1995, Tentang
Pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1995, Tentang Perubahan
Tarif Bea Meterai maka secara efektif mulai tanggal 16 Mei 1995 berlaku tarif Bea
Meterai yang baru, yaitu Rp. 2.000,- (dua ribu rupiah) dan Rp. 1.000,- (seribu
rupiah).
Secara ringkas penerapan tarif Bea Meterai tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Objek Dan Tarif Bea Meterai
OBJEK
BEA METERAI
(BENTUK DOKUMEN)
A. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya (a.L.
Surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan)
Rp. 2.000,00
(dua ribu rupiah)
alat
pembuktian
mengenai
Rp. 2.000,00
(dua ribu rupiah)
Rp. 2.000,00
(dua ribu rupiah)
Rp. 2.000,00
16
berisi
pemberitahuan
saldo
rekening di bank.
4) Yang berisi pengakuan bahwa utang
uang
seluruhnya
sebagian
telah
dilunasi / diperhitungkan.
BEA METERAI
Rp. 1.000,00
(seribu rupiah)
Tidak terutang
Rp. 250.000,00
E.1. Surat berharga seperti wesel, promes &
aksep yang harga nominalnya lebih dari Rp
1.000.000,00
E.2. Apabila harga nominalnya lebih dari Rp
250.000,00
Rp. 2.000,00
tetapi
tidak
lebih
dari
Rp
(seribu rupiah)
tidak terutang
1.000.000,00
E.3. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp
250.000,00
F.1. Efek dengan nama & dalam bentuk apapun,
sepanjang harga nominalnya lebih dari Rp
1.000.000,00
Rp. 2.000,00
(dua ribu rupiah)
Rp. 1.000,00
(seribu rupiah)
17
250.000,00
tetapi
tidak
lebih
dari
tidak terutang
Rp
1.000.000,00
F.3. Apabila harga nominalnya tidak lebih dari Rp
250.000,00
G.1.
Surat-surat
biasa
&
Rp. 2.000,00
surat-surat
kerumahtanggaan;
2. Surat-surat yang semula tidak dikenakan bea
meterai
berdasarkan
tujuannya,
jika
C:\Herr\Bea Meterai
18
BAB V
PENGECUALIAN
C:\Herr\Bea Meterai
19
seharusnya
dikenakan
pertimbangan-pertimbangan
Bea
tertentu
Meterai,
objek
tersebut
tetapi
karena
dikecualikan
adanya
sehingga
ditetapkan untuk tidak dikenakan Bea Meterai. Jadi ada dokumen yang nyatanyata bukan objek Bea Meterai dan ada dokumen yang merupakan objek Bea
Meterai tetapi dikecualikan sehingga tidak dikenakan Bea Meterai.
Pasal 4 UU N0 13 / 1985 tentang Bea Meterai menetapkan beberapa
dokumen yang tidak dikenakan Bea Meterai, sebagai berikut :
Tidak dikenakan Bea Meterai atas :
a.
2)
Konsumen;
3)
4)
Keterangan
pemindahan
yang
dituliskan
di
atas
dokumen
sebagaimana dimaksud dalam angka 1), angka 2), dan angka 3);
5)
6)
7)
Penjelasan
Angka 7
Yang dimaksud dengan surat-surat lainnya dalam angka 7) ini
ialah surat-surat yang tidak disebut pada angka 1) sampai
dengan angka 6) namun karena isi dan kegunaannya dapat
disamakan dengan surat-surat yang dimaksud, seperti surat
titipan barang, ecel gudang, manifest penumpang, maka surat
C:\Herr\Bea Meterai
20
C:\Herr\Bea Meterai
21
22
yang menyatakan bukti penerimaan uang Negara itu dikenakan Bea Meterai.
Bagaimana kalau uang Negara itu diterima dari bendaharawan UUDP (uanguang untuk dipertanggungjawabkan), misalnya karena adanya pembelian ATK
untuk keperluan kantor.?
Karena bendaharawan UUDP itu merupakan kepanjangan tangan dari kas
Negara/Kas
Pemerintah
Daerah,
maka
bukti
penerimaan
uang
dari
C:\Herr\Bea Meterai
23
Tidak dikenakan Bea Meterai atas surat gadai dari Perjan Pegadaian
dimaksudkan untuk tidak menambah bahan terhadap pengambilan kredit yang
pada umumnya kecil dan sedang kesulitan likuiditas.
i. Tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek.
Yang dimaksud tanda pembagian keuntungan atau bunga dari efek ialah
kupon dan tanda deviden, terhadap dokumen ini tidak dikenakan Bea Meterai
karena terhadap efeknya telah dikenakan Bea Meterai (Pasal 2 ayat (1) huruf
e).
Jika kemudian hari kupon atau penerimaan uang ini dibuatkan kuitansi, maka
atas kuitansi penerimaan uang ini dikenakan Bea Meterai.
BAB VI
SAAT TERUTANG BEA METERAI
DAN YANG HARUS MEMBAYAR BEA METERAI
C:\Herr\Bea Meterai
24
25
26
(kas stelsel), pada hal belum tentu orang tersebut dalam waktu yang
bersamaan menggunakan meterai tersebut untuk memenuhi kewajibannya
membayar Bea Meterai.
Contoh lain misalnya jika sebuah bank menggunakan mesin teraan, maka
pada hakekatnya ia telah membayar pajak yang berasal dari Bea Meterai.
Sebaliknya bisa terjadi, bank tersebut telah menggunakan mesin teraan
melebihi penyetoran dimuka (misalnya karena bank itu membuka segelnya
atau karena mesin teraannya rusak). Dalam keadaan ini bank tersebut dapat
disebut tidak atau kurang melunasi kewajiban membayar Bea Meterainya
sehingga dapat dikenakan denda administrasi sebesar 200 % dari Bea Meterai
yang tidak atau kurang di bayar (Pasal 8 ayat (1) UU N0 13 / 1985 tentang Bea
Meterai).
Adapun Undang-undang menetapkan saat terutang Bea Meterai ini mutlak
perlu, yaitu untuk menjamin kepastian hukum apakah seseorang telah
melaksanakan kewajiban perpajakannya (Bea Meterai) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak.
C:\Herr\Bea Meterai
27
c. Jika surat perjanjian dibuat dengan Akta Notaris maka Bea Meterai yang
terhutang baik atas asli salih yang disimpan oleh Notaris maupun
salinannya yang diperuntukkan pihak-pihak yang bersangkutan terutang
oleh pihak-pihak yang mendapat manfaat dari dokumen tersebut, yang
dalam contoh ini adalah pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
d. Jika pihak-pihak bersangkutan menentukan lain, maka Bea Meterai
terutang oleh pihak atau pihak-pihak yang ditentukan dalam dokumen
tersebut.
BAB VII
PELUNASAN BEA METERAI
C:\Herr\Bea Meterai
28
percetakan,
pengurusan,
penjualan
serta
penelitian
seperti
tersebut
pada
Keputusan
menteri
Keuangan
Nomor
a. Benda Meterai
Yang dimaksud dengan benda meterai adalah meterai tempel dan kertas
meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Pasal 1
ayat (2) ).
C:\Herr\Bea Meterai
29
(5)
(6)
Jika digunakan lebih dari satu meterai tempel, tanda tangan harus
dibubuhkan sebagaian di atas semua meterai tempel dan sebagian
diatas kertas.
(7)
C:\Herr\Bea Meterai
30
Penjelasan
Ayat ini menegaskan bahwa sehelai kertas meterai hanya dapat
digunakan untuk sekali pemakaian, sekalipun dapat terjadi tulisan atau
keterangan yang dimuat dalam kertas meterai tersebut hanya
menggunakan sebagaian saja dari kertas meterai. Andaikan bagian
yang masih kosong atau tidak terisi tulisan atau keterangan, akan
dimuat tulisan atau keterangan lain, maka atas pemuatan tulisan atau
keterangan lain tersebut terhutang Bea Meterai tersendiri yang
besarnya disesuaikan dengan besarnya tarif sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2. Jika sehelai kertas meterai karena sesuatu hal tidak
jadi digunakan dan dalam hal ini belum ditanda tangani oleh pembuat
atau yang berkepentingan, sedangkan dalam kertas meterai telah
terlajur ditulis dengan beberapa kata atau kalimat yang belum
merupakan suatu dokumen yang selesai dan kemudian tulisan yang
ada pada kertas meterai tersebut dicoret dan dimuat tulisan atau
keterangan baru maka kertas meterai yang demikian dapat digunakan
dan tidak perlu dibubuhi meterai lagi.
(8)
Jika isi dokumen yang dikenakan Bea Meterai terlalu panjang untuk
dimuat seluruhnya di atas kertas meterai yang digunakan, maka untuk
bagian isi yang masih tertinggal dapat digunakan kertas tidak
bermeterai.
(9)
3. Pemeteraian Kemudian.
Mengenai pemeteraian kemudian UU N0 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai
mengatur melalui tiga pasal yaitu Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10, yang
lengkapnya sebagai berikut :
C:\Herr\Bea Meterai
31
Pasal 8
(1)
Dokumen
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
yang
Bea
Pasal 9
Dokumen yang dibuat di luar negeri pada saat digunakan di Indonesia
harus telah dilunasi Bea Meterai yang terhutang dengan cara pemeteraian
kemudian.
Penjelasan
Dokumen yang dibuat di luar negeri tidak dikenakan Bea Meterai
sepanjang tidak digunakan di Indonesia. Jika dokumen tersebut
hendak digunakan di Indonesia harus dibubui meterai terlebih dahulu
yang besarnya sesuai dengan tarip sebagaimana dimaksud dalam
pasal 2 dengan cara pemeteraian kemudian tanpa denda. Namun
apabila dokumen tersebut baru dilunasi Bea Meterainya sesudah
digunakan, maka pemeteraian kemudian dilakukan berikut dendanya
sebesar 200 % (dua ratus persen).
Pasal 10
Pemeteraian kemudian atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (3), Pasal 8, dan Pasal 9 dilakukan oleh Pejabat Pos
menurut tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
C:\Herr\Bea Meterai
32
33
Meterainya,
maka
pengenaan
pemeteraian
kemudian
adalah
Menteri
Keuangan
Nomor
104/KMK.04/1986
Tentang
C:\Herr\Bea Meterai
34
atau
Kepala
Kantor
Pelayanan
Pajak.
Dalam
surat
35
Berita
Acara
pembukaan
dan
pemasangan
segel
untuk
36
(mencentak
lunas
meterai
pada
Buku
Cek)
atau
sama
besarnya
dengan
jumlah
Bea
Meterai
terutang
BAB VIII
KETENTUAN KHUSUS DAN DALUWARSA
C:\Herr\Bea Meterai
37
salinan,
tembusan,
rangkapan
atau
petikan
dari
C:\Herr\Bea Meterai
38
Penjelasan
Ditinjau dari segi kepastian hukum daluwarsa 5 (lima) tahun dihitung
sejak tanggal dokumen dibuat, berlaku untuk seluruh dokumen
termasuk kuitansi.
Ketentuan daluwarsa di atas berarti setelah lampau 5 (lima) tahun sejak
tanggal dokumen dibuat, maka orang yang terhutang Bea Meterai dan denda
administrasinya atas dokumen tersebut. Saat tanggal dokumen dibuat, dan
jangka waktu lima tahun merupakan waktu-waktu yang pasti, dengan demikian
adanya ketentuan daluwarsa dimaksud untuk menjamin kepastian hukum dan
memudahkan menghitung daluwarsanya.
Contoh :
Kuitansi penerimaan uang senilai Rp 5.000.000,- yang dibuat tanggal 20
Agustus 1999, tidak dikenakan Bea Meterai sebagaimana mestinya, maka
setelah lampau tanggal 20 Agustus 2004 yang mendapat manfaat atas
kuitansi tersebut tidak berkewajiban lagi memenuhi Bea Meterai yang
terhutang, demikian juga dendanya.
C:\Herr\Bea Meterai
39
Perlu diingatkan bahwa saat tanggal dokumen dibuat berbeda dengan saat
terutang Bea Meterai, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 5 Undang Undang
Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA
C:\Herr\Bea Meterai
40
Dalam Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea Meterai, Ketentuan
Pidana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 14, untuk jelasnya dapat dikemukan
sebagai berikut :
1. Ketentuan Pidana Pasal 13 Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang
Bea Meterai, menetapkan.
Dipidana sesuai dengan ketentuan dalam Kitab Undang-undang Hukum
Pidana :
a) Barang siapa meniru atau memalsukan meterai tempel dan kertas
meterai atai meniru dan memalsukan tanda tangan yang perlu untuk
mensahkan meterai;
b) Barang siapa dengan sengaja menyimpan dengan maksud untuk
diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu,
yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak;
c) Barang siapa dengan sengaja menggunakan, menjual, menawarkan,
menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke
Negara Indonesia meterai yang mereknya, capnya, tandatangan,
tanda
sahnya
atau
tanda
waktunya
mempergunakan
telah
41
Sesuai
Keputusan
Menteri
Keuangan
No
104/KMK.04/1986
Tentang
42
Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk wilayah di luar DKI). Dengan demikian
wajar jika pelanggaran dengan sengaja terhadap Pasal 7 ayat (2) Undang
Undang Nomor 13 Tahun 1985 terutang Bea Meterai tersebut dipidana penjara
selama-lamanya 7 tahun. Hal ini sebagaimana penjelasan Pasal 14 dimaksud,
adalah untuk menjaga agar negara tidak dirugikan.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP
C:\Herr\Bea Meterai
43
1. Ketentuan Peralihan.
Berdasarkan Pasal 18 Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea
Meterai, dinyatakan bahwa Undang-undang tersebut mulai berlaku pada
tanggal
Januari
1986,
ini
berarti
bahwa
Aturan
Bea
Meterai
C:\Herr\Bea Meterai
44
ini
dengan
penempatannya
dalam
Lembaran
NegaraRepublik Indonesia.
C:\Herr\Bea Meterai
45