Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

GRAVIDA 1 PARA 0 ABORTUS 0 USIA 25 TAHUN


HAMIL 36 MINGGU 2 HARI JANIN TUNGGAL HIDUP
INTRA UTERIN PRESENTASI KEPALA PUNGGUNG KIRI
BELUM INPARTU DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT DAN
HIPOALBUMINEMIA

Oleh :
Prabawa Yogaswara
Aisyah Nur Aini
Hayin Naila Nikmatika

G4A013085
G4A013086
G4A013103

SMF ILMU KEBIDANAN DAN PENYAKIT KANDUNGAN


RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

PRESENTASI KASUS
GRAVIDA 1 PARA 0 ABORTUS 0 USIA 25 TAHUN
HAMIL 36 MINGGU 2 HARI JANIN TUNGGAL HIDUP
INTRA UTERIN PRESENTASI KEPALA PUNGGUNG KIRI
BELUM INPARTU DENGAN PRE EKLAMPSIA BERAT DAN
HIPOALBUMINEMIA

Oleh :
Prabawa Yogaswara
Aisyah Nur Aini
Hayin Naila Nikmatika

G4A013085
G4A013086
G4A013103

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan
Rumah Sakit Umum Daerah Prof. DR.Margono Soekarjo
Disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal Maret 2015

Pembimbing

dr Hendro Boedhi H, Sp.OG

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan presentasi
kasus ini. Presentasi kasus yang berjudul Gravida 1 Para 0 Abortus 0 Usia 25
Tahun Hamil 36 Minggu 2 Hari Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Presentasi
Kepala Punggung Kiri Belum Inpartu dengan Pre Eklampsia Berat dan
Hipoalbuminemia ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi tugas
kepaniteraan klinik CoAss Universitas Jenderal Soedirman di SMF Ilmu
Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. Margono
Soekarjo.
Penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dr. Hendro Boedhi H, Sp.OG selaku pembimbing kami yang telah banyak
memberikan bimbingan, arahan, masukan yang berarti, serta terima kasih bagi
teman-teman atas kerjasama yang baik.
Penyusun menyadari bahwa presentasi kasus ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penyusun menerima segala kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca. Semoga pembahasan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penyusun maupun pembaca.

Purwokerto, Maret 2015

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Preeklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian terbesar
pada ibu hamil, selain infeksi dan perdarahan. Tahun 2005 Angka Kematian
Internal (AKM) di rumah sakit seluruh Indonesia akibat preeklamsia dan
eklamsia sebesar 4,91% (8.397 dari 170.725). Merupakan golongan penyakit
obstetric yang paling banyak menyebabkan kematian dengan Case Fertility
Rate 2,35% (Rizal, 2008).
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita hamil,
bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan proteinuria tetapi
tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau hipertensi sebelumnya,
sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu
atau lebih (Rukiyah, 2010). Preeklampsi berat adalah suatu komplikasi
kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau
lebih disertai proteinuria dan atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu
atau lebih (Sujiyatini, 2011).
Preeklampsia merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
insufisiensi plasenta yang dapat mengakibatkan hipoksia ante dan
intrapartum, pertumbuhan janin terhambat dan persalinan prematur. Hipoksia
janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran dan transport oksigen dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan persediaan oksigen dan dalam pengeluaran karbon dioksida
(Winknjosastro et al, 2007).
Preeklampsia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
seluruh dunia. Pada ibu dapat berkomplikasi sebagai hemolysis, elevated liver
enzymes, dan thrombocytopenia (HELLP Syndrome), gagal ginjal, kejang,
gangguan hati, stroke, penyakit jantung hipertensi, dan kematian sedangkan
pada fetus dapat mengakibatkan persalinan preterm, hipoksia neurogenik,
kecil masa kehamilan (KMK), dan kematian (Baumwell S., 2007).

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui penatalaksanaan kasus preeklampsia berat pada kehamilan.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi preeklampsia berat
b. Mengetahui etiologi dan patofisiologi preeklampsia berat
c. Mengetahui penatalaksanaan di bidang obstetri pada preeklampsia
berat
d. Mengetahui komplikasi yang terjadi pada kasus preeklampsia berat

BAB II
LAPORAN KASUS
A IDENTITAS PENDERITA
A. Identitas
Nama
: Ny. A
Umur
: 25 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pendidikan Terakhir : SMA
Alamat
: Bondolharjo 07/10, Panggelan
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Nama Suami
: Tn. S
Umur
: 28 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan
: Karyawan Swasata
Alamat
: Bondolharjo 07/10, Panggelan
Agama
: Islam
Tanggal masuk RSMS: 20 Januari 2015
Tanggal periksa
: 13 Februari 2015
No.CM
: 926134

B. Anamnesis
1. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2. Keluhan Tambahan
Bengkak di seluruh tubuh
3. RPS
Pasien baru datang ke IGD RSMS dengan surat rujukan peserta
PT.ASKES dari RSUD Hj Ana Lasmanah Banjarnegara pada tanggal
20 Januari 2015 pukul 17.30 WIB dengan G1P0A0 usia 25 tahun hamil
37 minggu dengan PEB, IUGR dan Hipoalbuminemia.
Pasien menyangkal mengeluhkan kenceng-kenceng dan keluar
lendir darah dari jalan lahir. Pasien juga menyangkal keluar air ketuban
lewat jalan lahir. Pasein mengeluhkan adanya kaki bengkak sejak usia
kandungan 7 bulan dan bengkak juga pada kelamin sejak 1 minggu
yang lalu serta sedikit sesak nafas. Pasien tidak mengeluhkan pusing
dan tidak juga merasa mual dan muntah. Pasien mengaku mulai
mengetahui tekanan darahnya tinggi sejak kontrol pada bulan ke-7
kehamilan.
4. RPD
a. Penyakit Jantung

: disangkal

b. Penyakit Paru

: disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

d. Penyakit Ginjal

: disangkal

e. Penyakit Hipertensi
f. Riwayat Alergi

: (+) sejak kehamilan Trimester III


: disangkal

5. RPK
a. Penyakit Jantung

: disangkal

b. Penyakit Paru

: disangkal

c. Penyakit Diabetes Melitus

: disangkal

d. Penyakit Ginjal
e. Penyakit Hipertensi
f. Riwayat Alergi
6. Riwayat Menstruasi

: disangkal
: disangkal
: disangkal

a. Menarche

: 13 tahun

b. Lama haid

: 6 hari bersih

c. Siklus haid

: teratur/30 hari

d. Dismenorrhoe

: tidak ada

e. Jumlah darah haid

: normal (sehari ganti pembalut 2-3 kali)

7. Riwayat Menikah
Pasien menikah sebanyak satu kali selama sembilan bulan.
8. Riwayat Obstetri
G1P0A0
I

:Hamil ini

HPHT

: 8 Mei 2014

HPL

: 15 Februari2015

UK

: 36+2 minggu

9. Riwayat ANC
Pasien rutin kontrol kehamilan ke RSUD Banjarnegara sesuai waktu
yang dijadwalkan.
10. Riwayat KB
Pasien belum pernah menggunakan KB jenis apapun.
11. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Operasi

: tidak ada

b. Riwayat Kuret

: tidak ada

c. Riwayat Keputihan

: tidak ada

12. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien merupakan ibu rumah tangga dan suaminya bekerja sebagai
Karyawan swasta. Kesan sosial ekonomi keluarga adalah golongan
menegah ke bawah. Pasien menggunakan biaya pribadi dalam masalah
kontrol kehamilan dan persalinan.

C. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Vital Sign

: Sedang
: GCS E4M6V5
: TD : 150/100 mmHg
N
: 96 x/menit
RR : 32 x/menit
S
: 36.50C

1. Status Generalis
a. Pemeriksaan kepala
Bentuk kepala : mesocephal, simetris
Mata
: simetris, konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,
refleks pupil +/+ normal, isokor, diameter 3/3 mm,
edema palpebra -/Telinga
: discharge -/Hidung
: discharge -/-, nafas cuping hidung -/Mulut
: sianosis (-), lidah kotor -/b. Pemeriksaan leher
Trakea
: deviasi (-)
Gld Tiroid
: ttb
Limfonodi Colli: ttb
JVP
: 5+2 cm
c. Pemeriksaan Toraks
1) Paru
Inspeksi
: dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
intercosta (-), pulsasi epigastrium (-), pulsasi
parasternal (-)
: Vokal fremitus paru kanan = paru kiri
Ketinggalan gerak (-)
Perkusi
: sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: SD vesikuler, RBH +/+, RBK -/-, Wh -/2) Jantung
Inspeksi
: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
Palpasi
: ictus cordis tampak SIC V 2 jari medial LMCS
.
ictus cordis kuat angkat (-)
Perkusi
: batas jantung
Kanan atas SIC II LPSD
Kiri atas SIC II LPSS
Kanan bawah SIC IV LPSD
Kiri bawah SIC V 2 jari medial LMCS
Auskultasi
: S1>S2, regular, murmur (-), gallop (-)
3) Pemeriksaan Abdomen
Inspkesi
: cembung, venektasi (-)
Auskultasi
: Bising usus (+) N
Perkusi
: pekak, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi
: supel, nyeri tekan (-)
Hepar
: tidak teraba
Palpasi

Lien
: tidak teraba
4) Pemeriksaan ekstermitas
Superior
: edema (-/-), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis
-/: edema (+/+), jari tabuh (-/-), pucat (-/-), sianosis

Inferior

-/5) Status Lokalis


Abdomen
Inspeksi

: Cembung gravid

Auskultasi : BU (+) Normal, DJJ (+) (12-11-12)


Palpasi

: TFU 24 cm, His (-)


L1 : bokong
L2 : puki
L3 : kepala
L4 : divergen

Perkusi

: pekak janin

Genitalia Eksterna
Inspeksi : edema vulva (+)
Vaginal Toucher:
Pembukaan (-), portio tebal.
D. Diagnosis
G1P0A0, 25 Tahun, hamil 36 minggu 2 hari, Janin Tunggal Hidup Intra Uterin,
Presentasi Kepala, Punggung Kiri, belum inpartu dengan Pre Eklampsia Berat
dan Hipoalbuminemia.
E. Plan
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
2. Pemeriksaan Urin Lengkap
3. EKG
F. Pemeriksaan Penunjang
Lab 20/01/2015
Darah lengkap
Hb

: 12,7 g/dl

(12-16 g/dl)

Leukosit : 10710 U/L

(4800-10800 U/L)

Ht

( 37-47 %)

: 33 %

Eritrosit : 4,1/ul

( 4,2-5,4/ul)

Trombosit: 408.000/ul

( 150.000-450.000/ul)

MCV

: 78,7 Fl

( 79-99 fL)

MCH

: 30,7 pg

( 27-37 pg)

MCHC

: 39,0 %

( 33-37%)

RDW

: 13.0 %

( 11,5-14,5 %)

MPV

: 10,4fL

(7,2-11,1 fL)

PT

: 8.6

(11,5-15,5 detik)

APTT

: 38.3

(28-40 detik)

Kimia Klinik
Total protein

: 4,52 g/dL

(6,40-8,20)

Albumin

: 1,58 g/dL

(3,40-5.00)

Globulin

: 2,94 g/dL

(2,70-3,20)

EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan di RSUD Prof. dr. Margono Soekardjo pada
tanggal 20 Januari 2015. Hasilnya adalah sebagai berikut:
Gambar 1. EKG Ny. A

G. Tatalaksana
a. Terapi di IGD
- Infus RL&
-

MgSO4 8gr
Cek DL,
PT/APTT, UL,

EKG
Pasang DC
Lapor Residen
dr.Fiona,
instruksi :
Siapkan SC

Cito
Inj Furosemid 1 amp
Inj MgSO4 20%

Usaha Albumin 25% 1kolf


Dr.Fiona Telepon Dr.Adityono SpOG ACC SC CITO
Dilakukan SC Cito pada pasien tanggal 20 Februari 2015 pukul 21.15
di OK IGD. Bayi lahir perempuan, Berat badan : 2050 gr, Apgar skor :

7-8-9
- Rawat ICU post SC
b. Terapi Post SC
- Inf RL + 10 IU oxytocin 20tpm
- Inj MgSO4 20% 1gr/jam
- Inj Ceftriaxone 2x1gr
- Inj Analgetik
- Pengawasan KU, VS, PPV, TFU, ASI, diuresis dan tanda-tanda
depending eklampsia
c. Catatan Pemantauan Pasien 2 Jam Post Partus SC
Tabel 1. Catatan Pemantauan Pasien 2 Jam Post SC
Jam
22.00

TD
160/10

N
100

RR
24

22.15

0
160/10

104

TFU
2 jari bawah pusat

UC
Keras

Urin PPV
100cc 20cc

22

2 jari bawah pusat

Keras

150cc 20cc

22.30
22.45

0
156/110 98
147/10 110

22
20

2 jari bawah pusat


2 jari bawah pusat

Keras
Keras

200cc 20cc
250cc 10cc

23.15

1
145/10

120

23

2 jari bawah pusat

Keras

250cc 10cc

23.45

5
154/10

113

24

2 jari bawah pusat

Keras

400cc 10cc

S
36,5

36,3

Hari ke-24 post SC, tepatnya Kamis tanggal 14 Februari 2014 pukul 9.45 WIB
pasien Ny.A dinyatakan meninggal dunia.

Gambar 2. EKG Ny.A di ICU

H. Diagnosis Akhir
P0A0 usia 25 Tahun, Post SCTP+IUD atas indikasi Pre Eklamsia Berat dan
Hipoalbuminemia.

BAB III
DISKUSI MASALAH

A. Diagnosis awal pasien ini adalah G1P0A0, 25 Tahun, hamil 37 minggu Janin
Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi Kepala, Punggung Kiri, belum inpartu
dengan Pre EklampsiaBerat, dan Hipoalbuminemia.
Diagnosis ini sudah tepat, berdasarkan:
a. G1P0A0
Pasien hamil untuk pertama kalinya dan belum pernah keguguran
b. Hamil aterm
Usia kehamilan adalah 37 minggu
c. Janin Tunggal
Teraba satu bagian pada Leopold I, satu punggung pada Leopold II dan
satu bagian pada Leopold III
d. Janin Presentasi Kepala Punggung Kiri
Pemeriksaan pada LII teraba tahanan memanjang di kiri dan L III
didapatkan satu bagian bulat keras dan bagian tersebut sudah masuk Pintu
Atas Panggul
e. Belum inpartu
Pada pemeriksaan dalam belum ditemukan pembukaan serviks, belum
keluar lendir darah, dan belum terasa his yang sering.
f. Pre Eklamsia berat
Memenuhi kriteria diagnosis PEB yaitu hipertensi dan proteinuria positif.
g. Hipoalbuminemia
Dibuktikan dengan edema ekstremitas dan edema vulva, serta kadar
albumin sebesar 1,58 g/dL.
B. Tatalaksana yang dilakukan di IGD adalah: infus RL & MgSO4 8gr, cek DL,
PT/APTT, UL, EKG, pasang DC, dan rencana SC Cito. Setelah dilaporkan
kepada Residen dr.Fiona, tata laksananya yaitu : Siapkan SC Cito, Inj
Furosemid 1 amp, Inj MgSO4 20%, usaha Albumin 25% 1kolf. Dilakukan SC
Cito pada pasien tanggal 20 Februari 2015 pukul 21.15 di OK IGD. Bayi lahir

perempuan, Berat badan : 2050 gr, Apgar skor : 7-8-9, Rawat ICU post SC.
Terapi Post SC di ICU adalah : Inf RL + 10 IU oxytocin 20tpm, Inj MgSO4
20% 1gr/jam, Inj Ceftriaxone 2x1gr, Inj Analgetik dan Pengawasan KU, VS,
PPV, TFU, ASI, Diuresis, dan tanda-tanda depending eklampsia.
Penatalaksanaan pada pasien ini sudah tepat. Pasien pre eklamsia berat
dengan hamil aterm penanganannya adalah dengan terminasi kehamilan.
Terminasi kehamilan pada kasus ini dipilih dengan cara SC karena mengingat
usia kehamilan pasien sudah aterm sehingga harus diterminasi dengan SC
karena belum didapatkan tanda-tanda inpartu pada pasien dan kondisi pasien
yang memburuk ditambah dengan hipoalbuminemia.
Keadaan pasien post SC tidak menunjukkan perbaikan. Pasien masih
mengalami edema anasarka. Kadar albumin tetap rendah, ditambah dengan
anemia dan trombositopenia. Pasien juga mengalami penurunan kesadaran.
Hari ke-24 post SC, tepatnya Kamis tanggal 14 Februari 2014 pukul 9.45 WIB
pasien Ny.A dinyatakan meninggal dunia.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
A. Preeklampsia
1. Definisi
Preeklampsia adalah sekumpulan gejala yang timbul pada wanita
hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, edema dan
proteinuria tetapi tidak menjukkan tanda-tanda kelainan vaskuler atau
hipertensi sebelumnya, sedangkan gejalanya biasanya muncul setelah
kehamilan berumur 28 minggu atau lebih (Rukiyah, 2010). Preeklampsi
berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan
timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan
atau disertai udema pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Sujiyatini,
2011).
Preeklampsia dibagi dalam 2 golongan ringan dan berat. Penyakit
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda gejala dibawah ini
(Wiknjosastro, 2008):
a. Tekanan sistolik 160 mmHg, atau tekanan diastolik 110 mmHg.
b. Proteinuria 5 g dalam 24 jam; 3+ atau 4+ pada pemeriksaan
kualitatif
c. Oliguria, air kencing 400 ml dalam 24 jam
d. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di daerah
epigastrium
e. Edema paru dan sianosis.
Hipertensi didiagnosis apabila tekanan darah istirahat mencapai
140/90 mmHg atau lebih dengan menggunakan fase V Korotkoff (titik di
mana suara denyut menghilang) untuk menentukan tekanan diastolik
(Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005; Queenan, Hobbins &
Spong 2010). Proteinuria didefinisikan sebagai terdapatnya 300 mg atau
lebih protein dalam urin per 24 jam atau sama dengan pemeriksaan
kualitatif menunjukkan 1+ dipstick secara menetap pada sampel acak
urin, menggunakan urin midstream yang diambil minimal 2 kali dengan
jarak waktu 6 jam (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005;
Queenan, Hobbins & Spong 2010). Dahulu edema tungkai dipakai
sebagai tanda-tanda preeklampsia, tetapi sekarang edema tungkai tidak

dipakai

lagi,

kecuali

edema

generalisata

(anasarka).

Perlu

dipertimbangkan faktor risiko timbulnya hipertensi dalam kehamilan,


bila didapatkan edema generalisata, atau kenaikan berat badan > 0,57
kg/minggu (Angsar MD, 2009; Cunningham et al. 2005).
2. Etiologi
Penyebab preeklamsia saat ini tak bisa diketahui dengan pasti,
walaupun penelitian yang dilakukan terhadap penyakit ini sudah
sedemikian maju. Semuanya baru didasarkan pada teori yang
dihubungkan dengan kejadian. Itulah sebab pre eklamsia disebut juga
disease of theory (Rukiyah, 2010).
Teori yang dapat diterima haruslah dapat menerangkan hal-hal berikut
(Hanifa, 2006):
a. Sebab bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramnion, dan molahidatidosa
b. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan
c. Sebab dapat terjadinya perbaiakan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
d. Sebab jarangnya terjadi eklamsia pada kehamilan-kehamilan
berikutnya
e. Sebab timbulnya hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma.
Dari hal-hal tersebut diatas, jelaslah bahwa bukan hanya satu
faktor, melainkan banyak faktor yang menyebabkan pre-eklamsia dan
eklamsia. Adapun teori-teori yang dihubungkan dengan terjadinya
a.

preeklamsia adalah:
Peran prostasiklin dan tromboksan
Pada preeklamsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskular,
sehingga terjadi penurunan produksi prostsiklin (PGI 2) yang pada
kehamilan normal meningkat, aktifasi pengumpulan dan fibrinolisis,
yang kemudian akan digant trombin dan plasmin,trombin akan
mengkonsumsi anti trombin III, sehingga terjadi deposit fibrin.
Aktifasi trombosit menyebabkan pelepasan tromboksan (TXA2) dan
serotonin, sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan endotel

b.

(Rukiyah, 2010).
Peran faktor imunologis
Preeklamsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbu
lagi pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat ditererangkan bahwa
pada kehamilan pertama pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna, yang semakin sempurna pada


kehamilan berikutnya. Beberapa data yang mendukung adanya
sistem imun pada penderita preeklamsia, beberapa wanita dengan
preeklamsi mempunyai komplek imun dalam serum, beberapa studi
juga mendapatkan adanya aktifasi sistem komplemen pada
c.

preeklamsia diikuti proteinuria (Rukiyah, 2010).


Faktor genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian
preeklamsia antara lain:
1)
Preeklamsia hanya terjadi pada manusia
2)
Terdapatnya kecenderungan meningkatnya frekuensi pada
anak-anak dari ibu yang menderita preeklamsia
3)
Kescenderungan meningkatnya frekuensi preeklamsia pada
anak dan cucu ibu hamil dengan riwayat preeklamsia dan bukan
pada ipar mereka
4)
Peran renin-angiotensin-aldosteron

sistem

(RAAS)

(Rukiyah, 2010).
Preeklamsia merupakan salah satu penyebab kematian pada ibu
hamil, disamping infeksi dan perdarahan, Oleh sebab itu, bila ibu hamil
ketahuan beresiko, terutama sejak awal kehamilan, dokter kebidanan dan
kandungan akan memantau lebih ketat kondisi kehamilan tersebut.
Beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat
menunjang terjadinya preeklamsia dan eklamsia. Faktor-faktor tersebut
antara lain,gizi buruk, kegemukan, dan gangguan aliran darah kerahim.
Preeklamsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali,
kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas usia 40
tahun. Faktor resiko yang lain adalah riwayat tekanan darah tinggi yang
kronis sebelum kehamilan, riwayat mengalami preeklamsia sebelumnya,
riwayat

preeklamsia

pada

ibu

atau

saudara

perempuan,

kegemukan,mengandung lebih dari satu orang bayi, riwayat kencing


manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid artritis (Rukiyah 2010).
Sedangkan menurut Angsar (2008) teoriteorinya sebagai berikut:
a. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran
darah dari cabang cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang

menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan


bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis.
Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga
terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi
vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta.
Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan
juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik.
Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia
terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi
kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan
vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan
terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
b. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
1) Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat
plasenta

mengalami

iskemia,

yang

akan

merangsang

pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang


dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak
membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh
menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak
nukleus dan protein sel endotel
2) Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel
keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan
terjadinya:
1. Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya
produksi

prostasiklin

(PGE2)

yang

merupakan

suatu

vasodilator kuat.
2. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang
mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi
tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam

keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada


tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan
lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah.
3. Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
(glomerular endotheliosis).
4. Peningkatan permeabilitas kapiler.
5. Peningkatan produksi bahanbahan
endotelin.

Kadar

NO

menurun

vasopresor,

sedangkan

yaitu

endotelin

meningkat.
6. Peningkatan faktor koagulasi
c. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil
konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human
Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua
ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi
penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi
trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi ImmuneMaladaptation pada pre eklamsia.
d. Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih
tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini
terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada
pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan
vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap
bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami
vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
e. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal.
Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam
kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin.
Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak

perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya


8% anak menantu mengalami pre eklamsia.
f. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi
berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian
terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat
mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung
asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi
tromboksan,

menghambat

aktivasi

trombosit,

dan mencegah

vasokonstriksi pembuluh darah.


g. Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam
sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia,
dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif
sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga
meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar
juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel
makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi
inflamasi menimbulkan gejala-gejala pre eklamsia pada ibu.
3. Klasifikasi
a. Preeklamsia ringan
Preeklamsia ringan adalah timbulnya hipertensi disertai protein urin
dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera
setelah kehamilan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur kehamilan
20 minggu pada penyakit trofoblas (Rukiyah, 2010). Gejala klinis
pre eklamsi ringan meliputi:
1) Kenaikan tekanan darah sistol 30 mmHg atau lebih, diastol 15
mmHg atau lebih dari tekanan darah sebelum hamil pada
kehamilan 20 minggu atau lebih atau sistol 140 mmHg sampai
kurang 160 mmHg, diastol 90 mmHg sampai kurang 110 mmHg.
2) Edema pada pretibia, dinding abdomen, lumbosakral, wajah atau
tangan
3) Proteinuria secara kuantitatif lebih 0,3 gr/liter dalam 24 jam atau
secara kualitatif positif
4) Tidak disertai gangguan fungsi organ

b. Preeklamsia berat
Preeklamsia berat dalah suatu komplikasi kehamilan yang di tandai
dengan timbulnya hipertensi 160/110 mmHg atu lebih disertai
protein urin dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih
(Rukiyah, 2010).
Gejala dan tanda pre eklamsia berat:
1) Tekanan darah sistolik >160 dan diastolik >110 mmHg atau
lebih.
2) Proteinuria >3gr/liter/24 jam atau positif 3 atau positif 4
3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam
4) Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di
epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis.
6) Gangguan perkembangan intra uterin
7) Trombosit <100.000/mm3
4. Patofisiologi
Pada pre eklampsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat
arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilakui oleh satu sel darah merah. Jadi
jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tenanan
darah akan naik sebagai usaha untuk mengatasi tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan
edema yang disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam
ruangan interstitial belum diketahui sebabnya, mungkin karena retensi
air dan garam. Proteinuria dapat disebabkan oleh spasme arteriola
sehingga terjadi perubahan pada glomerulus. Pada preeklampsia yang
berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada sejumlah
organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan
iskemia (Cunniangham, 2005).
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami
peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin,tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet.

Penumpukan

trombus

dan perdarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan
defisit syaraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan

penurunan laju filtrasi glomelurus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari


nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan
tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan
volume intavaskuler, meningkatnya kardiakoutput dan peningkatan
tahanan pembuluh perifer. Peningkatan hemolisis microangiopati
menyebabkan anemia dan trobositopeni. Infark plasenta dan obstruksi
plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim (Manuaba, 2007).
Perubahan pada organ :
a. Perubahan kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklamsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada
dasarnya berkaitan dengan peningkatan afterload jantung akibat
hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang
secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik / kristaloid
intravena, dan aktifasi endotel disertai ekstravasasi kedalam
ekstravaskuler terutama paru (Cunningham, 2005).
b. Metablisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia
tidak diketahui penyebabnya . jumlah air dan natrium dalam tubuh
lebih banyak pada penderita preeklamsia dan eklampsia dari pada
wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklamsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna
air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi
glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak
berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak mununjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium,
natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas normal
(Nugroho, 2011).
c. Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah.
Selain itu dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema
intraokuler dan merupakan salah satu indikasi untuk melakukan
terminasi

kehamilan.

Gejala

lain

yang

menunjukkan

pada

preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya


skotoma, diplopia dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adaanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan dikorteks serebri
atau didalam retina (Pudiastuti, 2011).
d. Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan
anemia pada korteks serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat
ditemukan perdarahan (Nugroho, 2011).
e. Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada
plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena
kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada preeklampsia dan
eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjad partus prematur (Pudiastuti,
2011).
f. Paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan
oleh edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga
karena aspirasi pnemonia atau abses paru (Pudiastuti, 2011).
5. Diagnosis
Dikatakan preeklampsia berat bila dijumpai satu atau lebih tanda/gejala
berikut (Lana, 2004) :
a. TD 160 / 110 mmHg
b. Proteinuria > 5 gr / 24 jamatau kualitatif 3+ / 4+
c. Oliguria 500 ml / 24 jam disertai kenaikan kadar kreatinin darah
d. Peningkatan kadar enzim hati dan / atau ikterus
e. Gangguan visus dan cerebral
f. Nyeri epigastrium
g. Edema paru atau sianosis
h. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat (IUFGR)
i. HELLP Syndrom (H = Hemolysis, E = Elevated, L = Liver enzyme,
LP = Low Platelet Counts)
Impending eklampsia bila dijumpai tanda/ gejala berikut (Lana, 2004):
a. Nyeri kepala hebat
b. Gangguan visual
c. Muntah-muntah
d. Nyeri epigastrium
e. TD naik secara progresif
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik harus diketahui (Lana, 2004):
a. Tekanan darah harus diukur dalam setiap ANC

b. Tinggi fundus harus diukur dalam setiap ANC untuk mengetahui


adanya retardasi pertumbuhan intrauterin atau oligohidramnion
c. Edema pada pretibia, dinding perut, lumbosakral, wajah dan tangan
yang memberat
d. Peningkatan berat badan lebih dari 500 gr per minggu atau
peningkatan berat badan secara tiba-tiba dalam 1-2 hari.
7. Pemeriksaan Penunjang
Saat ini belum ada pemeriksaan penyaring yang terpercaya dan
efektif untuk preeklampsia. Dulu, kadar asam urat digunakan sebagai
indikator preeklampsia, namun ternyata tidak sensitif dan spesifik
sebagai alat diagnostik. Namun, peningkatan kadar asam urat serum
pada wanita yang menderita hipertensi kronik menandakan peningkatan
resiko terjadinya preeklampsia superimpose (Lana, 2004)
Pemeriksaan laboratorium dasar harus dilakukan di awal
kehamilan pada wanita dengan faktor resiko menderita preeklampsia,
yang terdiri dari pemeriksaan kadar enzim hati, hitung trombosit, kadar
kreatinin serum, protein total, reduksi bilirubin, sedimen pada urin 24
jam (Lana, 2004).
Pada wanita yang telah didiagnosis preeklampsia, harus dilakukan
juga pemeriksaan kadar albumin serum, LDH, apus darah tepi, serta
waktu perdarahan dan pembekuan serta untuk mengetahui keadaan janin
perlu dilakukan pemeriksaan USG. Semua pemeriksaan ini harus
dilakukan sesering mungkin untuk memantau progresifitas penyakit
(ACOG, 2002)
8. Prognosis
Penentuan prognosis ibu dan janin sangat bergantung pada umur
gestasi

janin, ada tidaknya perbaikan setelah perawatan, kapan dan

bagaimana proses bersalin dilaksanakan, dan apakah terjadi eklampsia.


Kematian ibu antara 9.8%-25.5%, kematian bayi 42.2% -48.9% (Angsar,
2009).
9. Komplikasi
Menurut Khatteryn & Laura (1995) dalam Anik Maryunani dan
Yulianingsih (2012) komplikasi ibu dengan preeklampsia meliputi :
cerebral

vascular

accident,

kardiopulmonari

edema,

retardasi

pertumbuhan, kematian janin intra uterine yang disebabkan oleh


hipoksia dan premature.
Komplikasi preeklampsia yang lain adalah : Ablatio retinae, gagal
ginjal, perdarahan otak, gagal jantung dan edema paru (Vivian dan Tri
Sunarsih, 2010). Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan
janin. Komplikasi dibawah ini biasanya terjadi pada Preeklampsia berat
dan eklampsia.
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogenemia
c. Hemolisis. Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang
menunjukkan gejala klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus.
Belum di ketahui dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan selsel hati atau destruksi sel darah merah. Nekrosis periportal hati sering
di temukan pada autopsi penderita eklampsia dapat menerangkan
ikterus tersebut.
d. Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian
maternal penderita eklampsia.
e. Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang
berlansung sampai seminggu.
f. Edema paru.
g. Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada Preeklampsi eklampsia
merupakan akibat vasopasmus arteriol umum.
h. Sindrom HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes, dan low
platelet.
i. Kelainan ginjal
j. Komplikasi lain : Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh
akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi.
k. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra uterin.
10. Pencegahan
Yang dimaksud dengan pencegahan adalah upaya

untuk

mencegah terjadinya preeklampsia pada perempuan hamil yang


mempunyai risiko terjadinya preeklampsia. Preeklampsia adalah suatu
sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan
dapat di cegah (Angsar, 2009).
Pencegahan timbulnya preeklampsia dapat dilakukan dengan
pemeriksaan antenatal care secara teratur. Gejala ini ini dapat ditangani
secara tepat. Penyuluhan tentang

manfaat

isirahat

akan

banyak

berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti tirah baring


di tempat tidur, tetapi ibu masih dapat melakukan kegiatan sehari-hari,
hanya dikurangi antara kegiatan tersebut, ibu dianjurkan duduk
atau berbaring. Nutrisi penting untuk diperhatikan selama hamil,
terutama protein. Diet protein yang adekuat bermanfaat untuk
pertumbuhan dan perbaikan sel dan transformasi lipid (Maryunani, dkk,
2012).
11. Penatalaksanaan
a. Penanganan di Puskesmas
Mengingat terbatasnya fasilitas yang tersedia di puskesmas,
maka secara prinsip, kasus-kasus preeklampsia berat dan eklampsia
harus dirujuk ke tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas yang
lebih lengkap. Persiapan-persiapan yang dilakukan dalam merujuk
penderita adalah sebagai berikut (Sudhaberata, 2005):
1) Menyiapkan surat rujukan yang berisikan riwayat penderita.
2) Menyiapkan partus set dan tongue spatel (sudip lidah).
3) Menyiapkan obat-obatan antara lain: valium injeksi, antihipertensi,
oksigen, cairan infus dextrose/ringer laktat.
4) Pada penderita terpasang infus dengan blood set.
5) Pada penderita eklampsia, sebelum berangkat diinjeksi valium 20
mg/iv, dalam perjalanan diinfus drip valium 10 mg/500 cc dextrose
dalam maintenance drops. Selain itu diberikan oksigen, terutama
saat kejang, dan terpasang tongue spatel.
b. Penanganan di Rumah Sakit
Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
pre eklampsia berat selama perawatan, maka perawatan dibagi
menjadi (Sudhaberata, 2005):
1) Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri atau diterminasi
ditambah pengobatan medisinal.
2) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan
ditambah pengobatan medisinal.
Perawatan Aktif
Perawatan aktif yang dilakukan, yaitu (ACOG, 2002):

a. Terminasi Kehamilan
Indikasi
Keadaan Ibu:

Kehamilan aterm (>37 minggu)


Adanya gejala-gejala impending eklampsia
Perawatan konservatif gagal (6jam setelah

pengobatan

medisinal terjadi kenaikan TD, 24 jam setelah pengobatan

medisinal gejala tidak berubah)


Adanya Sindrom HELLP
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
(Angsar, 2008).

Keadaan Janin

Adanya tanda-tanda gawat janin


Adaya tanda-tanda IUGR
NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadi oligohidramnion

Apabila fungsi dinamik janin plasenta baik (reaktif, ketuban cukup,


gerak napas baik, tidak ada deselerasi lambat, tidak ada PJT, skor > 5) dapat
dilakukan partus pervaginam. Bila kurang baik seksio caesarea (SC). Selain
itu dapat pula melakukan induksi persalinan dengan kateter Folley,
amniotomi, prostaglandin E2 atau infus oksitosin (5 IU dalam 500 ml glukosa
5% dimulai dengan 4 tetes, naikkan 4 tetes tiap 30 menit sampai his 2-3 x/10
menit, max 20 tetes/menit supaya tidak terjada edema paru). Pada kala 2,
partus spontan bila tidak perlu meneran terlalu kuat dan TD terkendali.
Periksa TD tiap 10 menit. Vakum/forsep bila persalinan tidak lancar, janin
tidak lahir dalam 15 menit, pasien terpaksa meneran kuat, atau ada indikasi
gawat janin (Wiknjosastro, 2012).
Saat bayi lahir berikan oksitosin 10 IU IM pada ibu agar perdarahan
minimal. Lahirkan plasenta bila kontraksi maksimal dan terdapat tanda
lepasnya plasenta. Apabila perdarahan > 400 ml kompresi bimanual +
ergometrin 0,1 mg IM. Pascapersalinan, Infus tidak boleh lebih dari 60
ml/jam karena ibu bisa makan-minum dan bahaya edema paru. Makanan

protein 1,5g/kgBB. Bila uremia, protein 0,6 g/kgBB. Jika ada edema paru,
payah jantung kongestif, edema anasarka, berikan (Wiknjosastro, 2012) :

Diuretik furosemid 40 mg
O2 nasal kanul 4 6 l/menit
AGD untuk koreksi asidosis
Nifedipin + O2 + posisi setengah duduk + furosemid bolus TD dan

beban jantung berkurang


Ada payah jantung digitalis
Tidak ada perbaikan dalam 6 jam, PCO2 > 70 mmHg dan PO2 < 60
mmHg ventilasi mekanik

b. Pengobatan Medisinal
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Segera MRS
Tirah baring miring ke satu sisi.
Infus D5 : RL 2:1 (60-125 ml/jam)
Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam
Antasida
Obat-obatan:
Anti kejang:
a) Sulfas Magnesikus (MgSO4)
Syarat-syarat pemberian MgSO4
Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas
10%, 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan I.V pelan
dalam 3 menit.
Refleks patella positif kuat
Frekuensi pernapasan > 16 kali per menit, tanda distress
pernafasan (-)
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5
cc/kgBB/jam).
Cara Pemberian:
Jika ada tanda impending eklampsi dosis awal
diberikan IV + IM, jika tidak ada, dosis awal cukup IM
saja. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20
cc) selama 4 menit (1 gr/menit) atau kemasan 20% dalam
25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit). Diikuti segera 4
gram di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 %
dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk
mengurangi nyeri dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang
tidak mengandung adrenalin pada suntikan IM.
Dosis ulangan diberikan setelah 6 jam pemberian
dosis awal, dosis ulangan 4 gram MgSO4 40% diberikan
secara intramuskuler setiap 6 jam, bergiliran pada bokong
kanan/kiri dimana pemberian MgSO4 tidak melebihi 2-3
hari.
Penghentian MgSO4 :
Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot,
hipotensi, refleks fisiologis menurun, fungsi jantung

terganggu, depresi SSP, kelumpuhan dan selanjutnya


dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otototot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium
pada dosis adekuat adalah 4-7 mEq/liter. Refleks
fisiologis menghilang pada kadar 8-10 mEq/liter. Kadar
12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan
dan lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.
Setelah 24 jam pasca persalinan
6 jam pasca persalinan normotensif, selanjutnya dengan
luminal 3x30-60 mg
Bila timbul tanda-tanda keracunan MgSO4:
Hentikan pemberian magnesium sulfat
Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10
cc) secara IV dalam waktu 3 menit
Berikan oksigen
Lakukan pernapasan buatan
b) Diazepam
Digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat
pemberian MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip
10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam. Jika dalam
dosis 100 mg/24 jam tidak ada perbaikan, rawat di ruang
ICU.
c) Diuretika
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada tandatanda edema paru, payah jantung kongestif atau edema
anasarka, serta kelainan fungsi ginjal. Diberikan furosemid
injeksi (Lasix 40mg/im).
d) Anti hipertensi
Indikasi pemberian antihipertensi bila TD sistolik
>160 mmHg diastolik > 110 mmHg. Sasaran pengobatan
adalah tekanan diastolis < 105 mmHg (bukan kurang 90
mmHg) karena akan menurunkan perfusi plasenta. Dosis
antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada
umumnya.
Bila

dibutuhkan

penurunan

tekanan

darah

secepatnya, dapat diberikan obat antihipertensi parenteral

(tetesan kontinyu), catapres (clonidine) injeksi 1 ampul =


0,15 mg/ml 1 amp + 10 ml NaCl flash/ aquades masukkan 5
ml IV pelan 5 mnt, 5 mnt kemudian TD diukur, tak turun
berikan sisanya (5ml pelan IV 5 mnt). Pemberian dapat
diulang tiap 4 jam sampai TD normotensif.
Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat
diberikan tablet antihipertensi secara sublingual atau oral.
Obat pilihan adalah nifedipin yang diberikan 4 x 10 mg
sampai diastolik 90-100 mmHg
e) Kardiotonika
Indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,
diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid.
f) Lain-lain:
Konsul bagian penyakit dalam/jantung, dan mata
Obat-obat antipiretik diberikan bila suhu rektal
>38,5oC dapat dibantu dengan pemberian kompres

dingin atau alkohol atau xylomidon 2 cc IM.


Antibiotik diberikan atas indikasi. Diberikan ampicillin

1 gr/6 jam/IV/hari.
Analgetik bila penderita kesakitan atau gelisah karena
kontraksi uterus. Dapat diberikan petidin HCL 50-75
mg sekali saja, selambat-lambatnya 2 jam sebelum

janin lahir.
Anti Agregasi Platelet: Aspilet 1x80 mg/hari. Syarat:
Trombositopenia (<60.000/cmm)

Perawatan Konservatif
a. Indikasi perawatan konservatif
1) Bila kehamilan preterm kurang dari 37 minggu
2) Tanpa disertai tanda-tanda inpending eklampsia
3) Keadaan janin baik.
b. Pengobatan medisinal :
1) Awal diberikan 8 g SM 40% IM bokong kanan- bokong kiri
dilanjutkan dengan 4 g IM setiap 6 jam
2) Bila ada perbaikan atau tetap diteruskan 24 jam
3) Apabila setelah 24 jam ada tanda-tanda perbaikan maka
pengobatan diteruskan sbb: beri tablet luminal 3 x 30 mg/p.o
4) Anti hipertensi oral bila TD masih > 160/110 mmHg.

c. Pengobatan obstetri :
1) Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.
2) MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre
eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.
3) Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap
pengobatan konservatif gagal dan harus diterminasi.
4) Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih
dahulu MgSO4 20% 2 gram intravenous.
5) Penderita dipulangkan bila :
-

Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia


ringan dan telah dirawat selama 3 hari.

Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia


ringan : penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre
eklampsia ringan (diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

B. Sectio Caesaria
Sectio Caesaria adalah suatu cara untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding
tentang

3.509

abdomen

kasus

dan dinding

uterus.

Menurut

statistic

sectio caesaria, indikasi untuk sectio caesaria

adalah diproporsi janin-panggul 21%, gawat janin 14%, placenta previa


11%, pernah sectio caesaria 10%, kelainan letak janin 10%, pre
eklampsia dan hipertensi 7%, dengan angka kematian ibu sebelum
dikoreksi 17% dan sudah dikoreksi 0,5%, sedangkan kematian janin 14,5%
(Wiknjosastro, 2012).
Sectio

caesaria

atas

pembedahan untuk melahirkan

indikasi

pre

eklamsia

adalah

suatu

janin melalui insisi abdomen dan uterus

yang merupakan prosedur guna menyelamatkan kehidupan dengan di


tandai gejala yaitu hipertensi, oedema, dan proteinuria pada kehamilan itu
sendiri.
Menurut Oxorn (2010), tipe-tipe sectio caesarea yaitu :
1.

Segmen bawah (insisi melintang)

2. Segmen bawah (insisi membujur)


3. Sectio caesaria klasik
4. Sectio caesaria exstraperitoneal
5. Histerektomi Caesaria

BAB V
KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien ini adalah Gravida 1 Para 0 Abortus 0 Usia 25 Tahun Hamil
37 Minggu Janin Tunggal Hidup Intra Uterin Presentasi Kepala Punggung
Kiri Belum Inpartu dengan Pre Eklampsia Berat Dan Hipoalbuminemia
2. Penegakan diagnosis pasien ini didasarkan oleh anamnesis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan penunjang lainnya.
3. Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Preeklampsia berat adalah preeklampsia dengan
tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110 mmHg
disertai proteinuria lebih dari 5 gr/24 jam.
4. Penanganan pasien ini dilakukan dengan segera terminasi kehamilan secara
section caesaria.

DAFTAR PUSTAKA
ACOG. 2002. Practice Bulletin : Diagnosis and Management of Preeklampsia
and Eclampsia.
Angsar, MD 2009, Hipertensi dalam kehamilan, dalam Ilmu Kebidanan
Sarwono Prawirodrdjo, edk 4, eds. T Rachimhadhi & Wiknjosastro GH,
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan

pencapaian

tujuan

pembangunan millenium di Indonesia 2011. 2011; 24


Cunningham. 2005. Obstetri Williams : Gangguan Hipertensi dalam Kehamilan
(edisi ke-21). Terjemahan oleh : Hartono, Suyono, Pendit. EGC, Jakarta,
Indonesia, hal. 624-683
Hanifa, 2006. Ilmu Kebidanan ed. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.
Jakarta.
Lana. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. The American Family
Physician. 70(12). Hal 1-7
Manuaba,IB. 2007, Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga
Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC : Jakarta
Nugroho, Taufan. 2011, Buku Ajar Obstetri. Nuha Medika: Yogyakarta.
Obstetri Patologi. 2004. Elstar Offset : Bandung.
Oxorn, H. 2010. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan.
Yayasan Essential Medika
Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Asuhan Kebidanan pada Hamil Normal &
Patologi. Nuha Medika: Yogyakarta
Rizal, 2008. Memprediksi Preeklampsia. Dexa Media Vol.1 No.21. Januari-Maret
2008 http://www.dexamedia.com/images/publication_jan_mar_08.pdf.

Rukiyah,

Ai Yeyeh

dan Lia Yulianti.

AsuhanKebidanan IV Patologi.

Jakarta:TIM; 2010
Sudhaberata. 2005. Penanganan Preeklampsia Berat dan Eklampsia. UPF. Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Rumah Sakit Umum Tarakan
Kalimantan Timur
Sujiyatini dkk. 2011. Asuhan Patologi Kebidanan. Nuha Medika : Jogjakarta
Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo : Jakarta Pusat
Wiknjosastro, H. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta.

16

Anda mungkin juga menyukai