Latar Belakang
II. Tinjauan Pustaka
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang melalui
pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan itu akan terjadi
dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya akan dapat dilihat setelah beberapa
menit, jam, dan seterusnya. Setelah beberapa waktu, timbul perubahan pascamati yang jelas
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti (Simpson, 1985).
Dilihat dari caranya, kematian dibagi menjadi kematian wajar dan kematian tidak
wajar.
Kematian Wajar1
Suatu kematian disebut wajar jika orang tersebut berada dalam perawatan seorang
dokter, diagnosis penyakitnya telah diketahui dan kematiannya diduga karena
penyakitnya tersebut (kematian klinis) atau akibat ketuaan dan tidak bermasalah
dengan hukum.
Pada kasus ini dokter yang memeriksa pasien terakhir kali atau dokter yang merawat
dapat langsung memberikan surat keterangan kematian (formulir A) dan jenazahnya
wajar.
Kematian mendadak (sudden death) yang wajar dapat ditentukan dengan menelusuri
riwayat korban, mulai dari riwayat pengobatan atau rekam medis, kronologis kejadian,
dan lain-lain.
Contoh : 1. Kematian akibat penyakit kardiovaskular : sudden cardiac death
2. Kematian akibat penyakit lepra
3. Kematian akibat Tuberculosis tulang
4. Kematian akibat Genetika : sindrom down, dan lain lain.
Setiap kematian yang terjadi akibat suatu peristiwa kekerasan atau keracunan termasuk
kematian yang tidak wajar (kematian forensik). Cara kematian pada kematian tidak
kematiannya.
Macam-macam kematian tidak wajar (kematian forensik) :
Kematian Kriminal
Merupakan salah satu jenis kematian tidak wajar, cara kematian pada kematian kriminal
berupa kasus pembunuhan (homicide), bunuh diri (suicide), kejahatan seksual.
Contoh : 1. Kematian akibat perdarahan hebat karena luka tembak di dada dengan cara
kematian dibunuh (seseorang melakukan penembakan pada korban
tersebut) atau bunuh diri (korban sendiri yang melakukan penembakan).
2. Kematian akibat gantung diri.
3. Kematian akibat kejahatan seksual (sexual offencese) yang mengakibatkan
korban luka-luka, luka berat atau kematian (pasal 288 KUHP),
pemerkosaan (pasal 285 KUHP).
4. Kematian akibat keracunan
Cara
kematian
adalah
macam
kejadian
yang
menimbulkan
penyebab kematian. Bila kematian terjadi akibat suatu penyakit sematamata maka cara kematian adalah wajar (natural death). Bila kematian
terjadi sebagai akibat edera atau luka, atau pada seseorang yang semula
telah mengidap suatu penyakit kematiannya dipercepat oleh adanya
cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian tidak wajar
(unnatural death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi sebagai akibat
kecelakaan, bunuh diri atau pembunuhan. Kadangkala pada akhir suatu
penyelidikan, penyidik masih belum dapat menentukan cara kematian dari
yang bersangkutan, maka dalam hal ini kematian dinyatakan sebagai
dengan cara yang tidak tertentukan.
Mekanisme
kematian
adalah
gangguan
fisiologik
dan
atau
patah tulang tengkorak atau tidak. Terjadi karena inserasi bridging vein, venolae penghubung
durameter dan arachnoid pada saat berlangsungnya akselerasi dan deselerasi pada kejadian
trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas. Sumber perdarahan pada SDB yang lain adalah
arteria ata vena permukaan otak yang ikut mengalami laserasi
Subarchnoid Bleeding (SAB) adalah perdarahan yang terletak diantara archnoid dan
piamater, mengisi ruang subarachnoid. Jarang menyebabkan kematian kecuali pendarahannya
luas dan mengenai dasar otak karena banyak banyak pusat pusat vital misalnya pusat
pernafasaan.
Intracranial Bleeding (ICB) adalah pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak,
sebagai akibat dari adanya robekan pembuluh darah. Pendarahan intracerebral tidak pernah
berdiri sendiri, biasanya disertai dengan kelianan pada jaringan otak, perdarhan-perdarahan
lain dan dapat disertai patah tulang tengkorak atau tidak.
Tinjauan Medikolegal
Untuk mengetahui sebab kematian dan mengetahui bagaimana terjadinya kecelakaan
tersebut, maka stiap korban sebaiknya dilakukan :
1. Otopsi
2. Pemeriksaan tambahan/ laboratories misalnya: mikrobiologi, toksikologi
Dari pemeriksaan tersebut dapat diketahui sebab kematian cara kematian pada korban,
serta faktor lain yang berpengaruh sehingga terjadi kecelakaan.
Pola kelainan bias berupa luka akibat impak primer dan luka akibat impak sekunder.
Fraktur pada tengkorak akibat luka impak sekunder tersebut dapat mudah diketahui, yaitu
dari garis patahnya, misalnya kecelakaan lalu lintas yaitu terdapat garis patah yang linier
(fraktur liner). Sedangkan pada keadaan lain, misalnya kepala dipukul dengan palu yang
berat, frakturnya adalah frktur kompresi. Dengan demikian terdapat perbedaan kelainan
fraktur tengkorak, yaitu bila kepala korban bergerak mendekati benda tumpul (jalan), dengan
bila korban diam akan tetapi benda tumpulnya yang dating mendekati kepala.
Gambaran umum hasil otopsi, bila korban meninggal akibat perdarahn adalah sebagai
berikut,
1. Pemeriksaan luar :
- Kulit dan mukosa pucat
- Telapak tangan dan kaki kekuningan
- Lebammayat tidak tampak jelas
2. Pemeriksaan dalam :
- Organ-organ pucat
- Hepar kekuningan
Pada pemeriksaan korban yang mengalami EDB (epidural Bleeding) biasanya terdapat
fraktur tengkorak dengan jumlah darah lebih besar atau sama dengan 60 gram (bentuk
darahnya padat), fraktur sering terjadi didaerah temporal karena daerah temporal tulangnya
lebih tipis akibatnya mudah menyebabkan rubtur arteri meningea media. Sedangkan pada
Subdural Bleeding (SDB) didapatkan perdarahan berkisar antara 50-500 cc, fraktur tengkorak
bisa ada bisa tidak. Kematian dapat terjadi dengan perdarahan hanya 50 cc, bila letaknya
sekitar foramen magnum.
Sedangkan pad SAB juga bias didapatkan fraktur bias tidak, dan umumnya jarang
menyebabkan kematian kecuali perdarahannya luas atau terjadi dibasis crania karena
merupakan tempat pusat-puast vital seperti batang otak.
Pada ICB (intracerebral Bleeding) yang disebabkan trauma biasanya didapatkan
lateralisasi otak atau frkatur tengkorak.
Selain pemeriksaan luar dan dalam, pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan antara
lain:
1. Pemeriksaan toksikologi: untuk mencari data apakah pada korban terdapat obat atau
alkohol yang menimbulkan gangguan kapabilitas di dalam mengemudikan
kendaraannya.
2. Pemerikaan mikroskopis: apakah pada korban terdapat penyakit yang kambuh
sehingga memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Daftar Pustaka
1. Atmadja, D.S., 2004. Tatacara dan Pelayanan Pemeriksaan serta
Pengawetan Jenazah pada Kematian Wajar.
2. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik autopsy forensic.
Cetakan ke empat. 200. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik, FKUI