Anda di halaman 1dari 14

Jurnal Online Psikologi

Vol. 01 No. 02, Thn. 2013


http://ejournal.umm.ac.id

BELIEF PADA REMAJA PENYALAHGUNA ALKOHOL


Zahrah Humaidah Emqi
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
zahrahumaidah@gmail.com
Belief
merupakan seperangkat keyakinan, pandangan, dan penilaian
individu terhadap suatu peristiwa atau perilaku. Belief merupakan dasar
penggerak seseorang dalam berperilaku. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui belief pada remaja penyalahguna alkohol. Subjek penelitian
adalah 2 orang remaja berusia 14 dan 15 tahun yang merupakan
penyalahguna alkohol dimana perilaku penyalahagunaan alkoholnya berada
dalam tahap sosial dan tahap instrumental. Metode pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara semi terstruktur. Analisis
data pada penelitian ini yaitu menelaah seluruh hasil wawancara yang telah
dikumpulkan, mereduksi data, dan menyimpulkan. Berdasarkan hasil
analisa data yang dilakukan diketahui bahwa faktor penggerak subjek dalam
melakukan penyalahgunaan alkohol adalah adanya belief akan harapanharapan yang dimiliki subjek. Subjek meyakini bahwa perilaku
penyalahgunaan alkohol akan mampu memenuhi harapan-harapan mereka.
Belief yang dimilki subjek mencakup behavioral belief, normative belief,
dan control belief. Belief subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol
cenderung bersifat irasional, sehingga memunculkan dampak perilaku yang
tidak produktif.
Kata kunci: Belief, perilaku penyalahgunaan alkohol, remaja
Belief consists of faith, view and individual estimation to an event or
attitude. Belief is the basic of someone activator in acting. This research is
proposed to know belief in adolescent alcohol abusers. The respondent of
this research takes two 14 and 15 years of adolescents who abuse alcohol of
which is the actor of alcohol abuse is in social and instrumental stage as
well. The method of collecting data which is used in this research is
interviewing of semi structure. Data analysis in this research is to study the
entire interviewing result which has been collected, data redrowed and
summarized. Based on data analyzing which is done is known that the mover
factor of respondents in alcohol abuse is a belief situation of some
expectation which is belongs to the subjects. They believe that the action of
alcohol abuse will be able to fulfill their expectation. Belief that is in their
mind consists of behavioral belief, normative belief and control belief.
Respondents belief of alcohol abuse action tends to be irrational, so it
stimulates unproductive action impact.
Keyword: Belief, alcohol abuse, adolescent

258

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

Perilaku penyalahgunaan alkohol merupakan salah satu perilaku abnormal yaitu berupa
penggunaan alkohol yang tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Perilaku ini
seringkali muncul pada masa remaja yang merupakan masa pencarian jati diri. Pada
masa ini, individu terkadang melakukan sesuatu yang beresiko atau berdampak negatif,
di antaranya perilaku penyalahgunaan alkohol, aktivitas sosial seperti berpacaran dan
berganti-ganti pasangan, serta perilaku menantang bahaya seperti balapan liar (Hurlock,
2004). Hal ini sesuai dengan karakteristik remaja yang emosinya tidak stabil, cara
berfikirnya bersifat kausalitas, dan terikat erat dengan kelompoknya (Santrock, 1995).
Berdasarkan studi pendahuluan (Arumi, 2011) yang dilakukan pada sekelompok remaja
mengenai perilaku merokok diketahui bahwa beberapa subjek juga melakukan tindakan
penyalahgunaan alkohol. Hasil interview menyebutkan bahwa subjek mengkonsumsi
minuman beralkohol sejak duduk di bangku SMP, di samping perilaku merokok yang
sudah dimulai sejak duduk di bangku SD.
Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa pada masyarakat dengan budaya barat
menunjukkan bahwa prosentase remaja yang pernah mencoba alkohol jauh lebih tinggi.
Goldstein (2001) menyebutkan sebanyak 52% remaja usia 14 tahun pernah mencoba
minuman keras dan 25% telah bermasalah dengan minuman keras (mabuk). Prosentase
menjadi naik saat remaja menginjak usia 18 tahun menjadi 80% dan 62% yang pernah
mengalami masalah dengan minuman keras (Effendi 2008). Namun dengan semakin
majunya teknologi dan modernisasi, masyarakat dengan budaya timur seperti Indonesia
pun banyak meniru budaya barat tanpa filter. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
pesat dalam kasus penyalahgunaan alkohol yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 19911995 saja prevalensi penyalahgunaan alkohol pada remaja meningkat dua kali lipat
yaitu dari 11% menjadi 21% (Dhamayanti, 2009).
Memang sangat disayangkan bila para remaja sebagai generasi penerus bangsa harus
melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol, mengingat banyak dampak negatif yang
ditimbulkan perilaku tersebut. Alkohol sendiri merupakan suatu zat yang bekerja secara
selektif, terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku
emosi, kognisi, persepsi, dan kesadaran seseorang yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan (Apriansyah, dalam Widury, 2005)
menjelaskan mengenai efek biphasic dari alkohol tersebut. Efeknya mula-mula adalah
meningkatkan (stimulant); dimana orang yang meminumnya akan mengalami
peningkatan perasaan seperti merasa lebih mampu bersosialisasi dan lebih sejahtera,
seiring dengan meningkatnya kadar alkohol dalam darah. Namun setelah tingkatan
tersebut mencapai puncak dan mulai menurun, alkohol memiliki efek depresan, yaitu
meningkatkan emosi negatif. Jumlah alkohol yang besar juga dapat mengganggu proses
berpikir yang lebih kompleks, keseimbangan koordinasi motorik, pembicaraan, dan
penglihatan (Davison & Neale, 2001).
Dari segi kesehatan, alkohol dapat mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh,
mengganggu sistem kerja otak, merusak organ tubuh, seperti hati, dan sebagainya.
Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Clark dan Bukstein (1998) menyatakan bahwa
remaja penyalahguna alkohol atau mengalami ketergantungan pada alkohol biasanya
juga memilki gangguan mental. Gangguan tersebut bisa jadi merupakan dampak dari
penggunaan alkohol. Gangguan mental yang biasa terjadi menyertai perilaku
259

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

penyalahgunaan alkohol meliputi gangguan antisosial, gangguan mood, dan gangguan


kecemasan.
Akan tetapi, perilaku penyalahgunaan alkohol tidak hanya menimbulkan dampak
negatif secara psikologis dan neurologis. Perilaku penyalahgunaan alkohol juga
menyebabkan munculnya perilaku maladaptif, seperti hilangnya nilai realitas,
perkelahian, dan halangan dalam fungsi sosial (Mardani, 2008).
Lebih jauh lagi mengenai dampak perilaku penyalahgunaan alkohol pada remaja,
menurut Laporan Status Global mengenai Alkohol dan Kesehatan oleh WHO pada
tahun 2011, tak kurang dari 320.000 orang antara usia 15-29 tahun meninggal setiap
tahun karena berbagai penyebab terkait alkohol. Penyebab-penyebab tersebut di
antaranya adalah cedera dari kecelakaan mobil atau kekerasan dan penyakit-penyakit,
seperti cirrhosis hati, kanker, penyakit jantung dan sistem peredaran darah. Direktur
Depratemen Kesehatan Mental dan Penyalahgunaan Obat-obatan WHO, Shekhar
Saxena, mengatakan bahwa alkohol adalah penyebab sepertiga kematian pada anakanak muda di beberapa bagian dunia (Usamah, 2011).
Perilaku penyalahgunaan alkohol pada remaja dapat terjadi karena berbagai sebab.
Jamaludin (2009) dalam penelitiannya mengenai perilaku minum-minuman keras pada
remaja menyimpulkan bahwa peranan atau sumbangan efektif konformitas terhadap
perilaku minum-minuman keras sebesar 45,8% ditunjukan koefisien determinan (r2)
sebesar 0,458. Hal ini berarti masih terdapat 54,2% faktor-faktor lain untuk
memprediksi perilaku minum-minuman keras.
Menurut Sudarsono (dalam Mardani, 2008) ada beberapa hal yang melatar belakangi
munculnya perilaku penyalahgunaan zat, di antaranya melepaskan diri dari kesepian dan
memperoleh pengalaman-pengalaman emosional, mencari dan menemukan arti hidup,
mengisi kekosongan dan kesepian hidup, menghilangkan kegelisahan, frustasi, dan
terdesak hidup, dan mengikuti kemauan teman-teman dalam rangka pembinaan sosial.
Pelaku penyalahguna zat meyakini bahwa zat yang mereka gunakan mampu memenuhi
harapan-harapan mereka tersebut. Penyebab yang lebih sederhana dikemukakan oleh
Ray (dalam Yamani, 2009) bahwa remaja menyalahgunakaan obat dan alkohol karena
menurut mereka setiap orang melakukannya. Ditinjau dari beberapa fakta tersebut,
dapat disimpulkan bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol pada remaja dapat terjadi
karena mereka memiliki cara berpikir (kognisi) yang salah. Bukti mendukung peran dari
berbagai faktor kognitif dalam perilaku penyalahgunaan alkohol, termasuk belief. Belief
bahwa alkohol membantu mebuat seseorang lebih mudah menyesuaikan diri secara
sosial (lebih rileks, santai, asertif, dan ceria dalam interaksi sosial tampaknya menjadi
faktor penting dalam mendorong remaja untuk minum (Burke, Stephen, & Smith, dalam
Nevid, et al., 2005).
Belief merupakan keyakinan yang dimiliki individu terhadap suatu peristiwa (Corey,
2009). Konsep mengenai belief ini dikemukakan oleh Albert Ellis, seorang teroritikus
kognitif. Menurut Ellis (dalam Corey 2009), belief adalah keyakinan individu terhadap
keberadaan suatu fakta, peristiwa, perilaku, atau sikap seseorang (antecedent event).
Jika menggunakan konsep teori ABC yang diungkapkan Ellis dalam menganalisa
munculnya perilaku penyalahgunaan alkohol, maka perilaku tersebut dapat dikatakan
sebagai antecedent event (A). Perilaku tersebut pada awalnya dilakukan oleh orang260

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

orang di sekitar individu, kemudian ia mengamati dan muncul suatu belief. Antecedent
event dijembatani oleh belief tersebut, yang kemudian menimbulkan suatu consequence
(C) berupa keinginan untuk mencoba meniru perilaku tersebut, atau mengulanginya
lagi.
Belief mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol tampaknya telah membuat para
remaja mengabaikan dampak-dampak negatif alkohol. Hal ini tampak pada subjek
dalam studi (Arumi, 2011) yang menyebutkan bahwa subjek merasa kondisi fisiknya
terganggu seperti merasa mual dan pusing setiap kali minum minuman beralkohol,
namun mereka tetap mengulangi perilaku tersebut. Selain itu, beradasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Corrigan, et al., (2005) pada sekelompok remaja
menyatakan bahwa mereka cenderung memiliki stigma bahwa perilaku penyalahgunaan
alkohol lebih buruk dibanding gangguan lain penyakit mental, leukimia, dan tumor otak.
Stigma seperti ini pun dimiliki oleh para remaja penyalahguna alkohol. Sumarlin (2012)
mengungkapkan remaja penyalahguna alkohol menyadari bahwa selain tidak dapat
menyelesaikan masalah, menyalahgunakan alkohol dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit bahkan kematian. Akan tetapi, remaja penyalahguna alkohol tetap
melakukan perilaku tersebut karena menurutnya hal tersebut dapat membuat ia diterima
oleh teman-temannya.
Hal-hal tersebut sedikit memberikan gambaran bahwa remaja penyalahguna alkohol
mengalami disonansi kognitif, yaitu terbenturnya dua elemen kognitif (belief) yang
saling bertolak belakang. Di satu sisi mereka memiliki keinginan untuk hidup sehat dan
tidak mengalami sakit baik secara jasmani maupun rohani (health beliefs). Namun di
sisi lain mereka memiliki keinginan untuk melakukan perilaku-perilaku yang tidak
menjaga kesehatan seperti minum alkohol. Disonansi kognitif seperti ini biasanya akan
menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri individu, sehingga ia akan melakukan
pengurangan disonansi untuk menghindari ketidaknyamanan tersebut. Salah satu cara
mengurangi disonansi yaitu dengan menambah elemen kognitif baru, misalnya dengan
mencari pendapat orang lain yang mendukung salah satu pendapat yang diyakini. Cara
ini akan berdampak pada penguatan salah satu belief. Ketika keyakinan bahwa menjaga
pola hidup sehat dengan tidak mengkonsumsi alkohol yang diperkuat, maka akan
menghasilkan perilaku sehat dengan menghindari perilaku penyalahgunaan alkohol.
Namun ketika keyakinan yang berlawanan-lah yang diperkuat, maka individu tersebut
akhirnya akan melakukan tindakan mencoba atau mengulangi perilaku penyalahgunaan
alkohol. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Sarwono (1987) bahwa teori mengenai
disonansi kognitif yang diungkapkan oleh Leon Festinger mempunyai pengaruh
terhadap berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu dalam
pembuatan keputusan, akan timbul keyakinan (belief) yang makin mantap tentang
keputusan yang sudah dibuat atau timbul pandangan yang makin tegas membedakan
kemenarikan alternatif yang telah diputuskan daripada alternatif-alternatif lainnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penting untuk mengetahui bagaimana
gambaran belief para remaja peyalahguna alkohol terhadap perilaku penyalahgunaan
alkohol. Hal ini dirasa penting karena untuk dapat memahami bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku tertentu pada seseorang, maka sebaiknya terlebih dahulu
dipahami bagaimana ia berpikir dan apa yang ia pikirkan mengenai suatu objek. Dengan
mengetahui gambaran belief tersebut, lebih lanjut diharapkan hasil penelitian ini
mampu menjadi masukan dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan alkohol.
261

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

Belief
Belief mengacu pada kemungkinan subjektif yang dimiliki seseorang tentang hubungan
antara objek belief dengan objek nilai, konsep, dan atribut lain. Melalui berbagai
pengalaman dengan lingkungan, individu membentuk berbagai macam belief tentang
objek, tingkah laku, dan kejadian. Selain itu belief juga dapat merupakan hasil dari
observasi langsung maupun proses inferensial, sehingga individu dapat mempunyai
belief tentang suatu tingkah laku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).
Albert Ellis, teoretikus kognitif terkemuka, mengungkapkan bahwa belief merupakan
salah satu di antara tiga pilar yang membangun tingkah laku individu. Ketiga pilar
tersebut antara lain peristiwa yang menggerakkan atau Antecedent event (A), keyakinan
atau Beliefs (B), dan konsekuensi atau emotional Consequences (C). Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC (Latipun, 2006).
1.

2.

3.

Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap
orang lain.
Beliefs (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau sistem berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Consequences (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B)
baik yang rB maupun yang iB.

Faktor belief merupakan dasar penggerak dalam berperilaku (Machrus & Purwono,
2010). Theory of planned behavior mengemukakan bahwa ada 3 faktor belief yang
berpengaruh, antara lain:
1.
2.

3.

Behavior belief, yaitu keyakinan tentang hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil
perilaku, bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam suatu tindakan.
Normative belief, yaitu keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain,
motivasi untuk menuruti dari adanya harapan tersebut. Keyakinan ini adalah
mengenai ada atau tidaknya dukungan terhadap tindakan, yang didapat dari orang
tertentu ataupun masyarakat.
Control belief, yaitu keyakinan tentang hadirnya faktor yang memfasilitasi atau
menghambat perilaku, serta persepsi adanya power pada faktor tersebut. Keyakinan
ini adalah keyakinan bahwa individu mampu melakukan tindakan karena didukung
sumberdaya (resources) internal dan eksternal.

Berdasarkan beberapa perngertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belief merupakan


seperangkat keyakinan, pandangan, penilaian individu mengenai suatu hal yang
merupakan dasar penggerak dalam berperilaku. Belief dapat dibagi ke dalam 3 macam
262

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

yaitu belief mengenai hasil perilaku, belief mengenai harapan normatif dari orang lain,
dan belief mengenai hadirnya faktor pendukung atau penghambat perilaku. Belief dapat
bersifat rasional maupun irasional.
Perilaku Penyalahgunaan Alkohol
Salim dan Salim menjelaskan bahwa penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan
menyeleweng untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan
sesuatu tidak sebagaimana mestinya (dalam Wardhani, 2010). Penyalahgunaan NAPZA
termasuk didalamnya alkohol adalah penggunaan obat atau zat tanpa petunjuk dokter
atau ahli kesehatan (Wulandari dalam Wardhani, 2010). Hal ini didukung oleh Chaplin
(dalam Wardhani, 2010) bahwa penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau
kondisi seseorang yang minum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi
terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan minum-minuman adalah baik jika sesuai aturan,
namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.
Dalam Mardani (2008) disebutkan ada beberapa tahapan proses ketergantungan zat.
Tahapan tersebut antara lain:
1.

2.

3.

4.

Tahapan Eksperimen (The Experimental Stage)


Motif utama dari pemakaian eksperimen adalah rasa ingin tahu dan keinginan untuk
mengambil resiko, yang keduanya merupakan ciri-ciri khas kebutuhan remaja.
Tahap Sosial (The Social Stage)
Konteks pemakaian pada tahap ini berkaitan dengan aspek sosial dan pengguna.
Misalnya, pemakaian yang dilakukan saat bersama teman-teman pada saat pesta
atau kumpul-kumpul. Rasa ingin tahu dan keinginan mencari ketegangan (thrillseeking), dan tingkah laku menyimpang merupakan motivasi utamanya. Kelompok
teman merupakan fasilitas dalam penggunaan sosial.
Tahap Instrumental (The Instrumental Stage)
Pada tahap instrumental, melalui pengalaman coba-coba dan meniru, bahwa
penggunaan dapat bertujuan memanipulasi emosi dan tingkah laku, mereka
menemukan bahwa pemakaian obat dapat mempengaruhi perasaan dan aksi,
mendapatkan mood yang berayun-ayun, dan bertujuan untuk menekan perasaan
atau tujuan memperoleh hedonistik (kenikmatan) dan kompensatori (mengatasi
stres dan perasaan tidak nyaman).
Tahap Pembiasan
Pada tahap ini, jika tidak ditemukan obat yang bisa digunakan, akan mencari obat
lain, untuk menghindari gejala putus obat atau zat. Pada tahap ini mereka lebih
sensitif, lekas marah, gelisah, dan depresi. Mereka akan merasa kesulitan
berkonsentrasi, duduk dengan tenang, atau tidur dengan nyenyak. Mereka akan
memakai obat dengan dosis yang bertambah, atau mencoba obat lain untuk
menggantikan ketidaknyamanannya.
METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan non-eksperimental dengan jenis
penelitian deskriptif kuantitatif. Hal ini didasari perlakuan atau treatment yang akan
263

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni,
sebagaimana yang dilakukan pada studi kasus desain eksperimental.
Subjek dan Informan penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 2 orang, yaitu remaja dengan
karakteristik sebagai berikut: 1.) berusia 12-15 tahun, 2.) penyalahguna alkohol, 3.)
termasuk dalam tahap sosial sampai dengan tahap instrumental. Tahap sosial yaitu tahap
yang berkaitan dengan aspek sosial dan pengguna, misalnya pemakaian yang dilakukan
saat bersama teman-teman pada saat pesta atau kumpul-kumpul. Tahap instrumental
yaitu tahap di mana penggunaan dapat bertujuan memanipulasi emosi dan tingkah laku,
mereka menemukan bahwa pemakaian obat dapat mempengaruhi perasaan dan aksi,
mendapatkan mood yang berayun-ayun, dan bertujuan untuk menekan perasaan atau
tujuan memperoleh hedonistik (kenikmatan) dan kompensatori (mengatasi stres dan
perasaan tidak nyaman).
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu, di mana sampel yang dipilih memiliki karakteristik seperti yang tersebut di
atas. Menurut Bungin (2010), penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel,
bisa sedikit, bisa juga banyak, tergantung dari: a) tepat tidaknya pemilihan informan
kunci, dan b) kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini mengkaji satu variable yaitu belief dengan aspek dari belief pada remaja
penyalahgunaan alcohol yaitu 1.) latar belakang munculnya perilaku penyalahgunaan
alkohol, 2.) pandangan mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol, 3.) gambaran
behavior belief, normative belief, dan control belief mengenai perilaku penyalahgunaan
alkohol. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal atau percakapan antara
dua pihak untuk memperoleh data atau informasi. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis wawancara semiterstruktur di mana wawancara dimulai dengan
bentuk tak terstruktur untuk menimbulkan suasana bebas dan akrab, kemudian diikuti
wawancara terstruktur sehingga pembicaraan dapat terarah pada sasaran yang diteliti.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari subjek penelitian
yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Subjek diperoleh melalui
beberapa tahap yaitu: 1.) Tahap persiapan, di mana pada tahap ini peneliti mencari
remaja usia 12-15 tahun yang diketahui pernah melakukan penyalahgunaan alkohol, 2.)
Tahap penentuan subjek, di mana pada tahap ini peneliti melakukan screening melalui
wawancara untuk mengetahui dan menentukan tahap penyalahgunaan alkohol calon
subjek. Kemudian dipilih beberapa orang yang termasuk dalam tahap sosial dan tahap
instrumental untuk dijadikan subjek penelitian.
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan wawancara untuk menggali lebih dalam
mengenai belief subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol. Pada wawancara
264

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

ini, pertanyaan-pertanyaan diformulasikan ke dalam bahasa sehari-hari agar tidak


terkesan kaku. Peneliti kemudian melakukan analisis dan melakukan wawancara kedua
untuk menggali lebih dalam data yang dirasa kurang lengkap.
Tahap selanjutnya adalah triangulasi data, yaitu peneliti melakukan interview terhadap
significant other untuk pemeriksaan keabsahan data. Untuk subjek 1, peneliti
melakukan wawancara dengan teman dekat subjek. Sedangkan untuk subjek 2, peneliti
melakukan wawancara dengan saudara kandung (kakak) subjek.
Pada tahap analisa data, data diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.)
Reduksi data, yaitu merangkum data dengan fokus pada hal-hal penting, 2.) menyajikan
data berupa uraian singkat, dan 3.) verifikasi data, yaitu menyimpulkan data yang telah
terkumpul.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut ini deskripsi subjek
penelitian:
Tabel 1. Tabel Deskripsi Subjek Penelitian
Nama
(inisial)
BN
WT

Usia
14 tahun
15 tahun

Pendidikan
(sedang ditempuh)
SMP
SMP

Tahap Pemakaian
Zat (Alkohol)
Tahap Sosial
Tahap Instrumental

Dari tabel 1 diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek pertama inisial BN umur 14 tahun
dan subjek kedua insial WT umur 15 tahun. Kedua subjek sedang menempuh
pendidikan SMP. Tahapan proses ketergantungan alkohol subjek pertama yaitu tahap
social, dimana pada tahap ini berkaitan dengan aspek social dan pengguna. Rasa ingin
tahu dan keinginan mencari ketegangan (thrill-seeking), dan tingkah laku menyimpang
merupakan motivasi utamanya. Kelompok teman merupakan fasilitas dalam
penggunaan sosial. Sedangkan subjek kedua pada tahap instrumental yaitu tahap masih
melalui pengalaman coba-coba dan meniru. Pengguna dapat bertujuan memanipulasi
emosi dan tingkah laku, memiliki pemikiran bahwa alkohol dapat mempengaruhi
perasaan dan aksi, mendapatkan mood yang berayun-ayun, bertujuan untuk menekan
perasaan atau tujuan memperoleh hedonistik (kenikmatan) dan kompensatori (mengatasi
stres dan perasaan tidak nyaman).
Untuk memudahkan deskripsi data dalam mengetahui bagaimana gambaran belief pada
remaja penyalahguna alkohol, maka akan di jelaskan sebagai berikut:
1. Subjek BN
Subjek pertama yaitu BN, berusia 14 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas 3 SMP.
BN mulai mencoba mengkonsumsi minuman beralkohol sejak duduk di bangku kelas 2
SMP. Latar belakang BN mencoba minum adalah karena ajakan teman-temannya yang
usianya lebih tua dibanding BN. Teman-teman BN ini cukup akrab dengan dunia malam
kemudian memberi pengaruh pada BN untuk minum minuman beralkohol. Pada
awalnya BN menolak, namun lama kelamaan ia pun merasa penasaran dan ingin
mencobanya. BN mengaku bahwa ia merasakan reaksi yang tidak enak pada tubuhnya
265

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

ketika minum minuman beralkohol. Akan tetapi, karena pengaruh teman-temannya ia


tetap mengulangi perilaku tersebut. BN memiliki pandangan yang berbeda terhadap
perilaku penyalahgunaan alkohol sebelum dan sesudah mencoba. Sebelum mencoba ia
tidak memiliki ketertarikan untuk minum minuman beralkohol meskipun temantemannya mengajak. Hal ini disebabkan karena ia pernah melihat orang mabuk dan
melakukan tindakan kriminal. Namun setelah ia mencoba minum-minuman beralkohol,
pandangannya sedikit berubah. Ia memandang perilaku penyalahgunaan alkohol yang
dilakukan bersama teman-teman melakukan tindakan kriminal pun ia tidak. Subjek
biasanya minum minuman beralkohol pada saat-saat tertentu, yaitu pada saat ia sedang
bersama teman-temannya. Ia pernah minum minuman beralkohol tidak bersama temantemannya sebanyak 2 kali. Hal itu ia lakukan karena ia sedang stres menghadapi
permasalahannya dan ia sedang tidak ingin bersama orang lain. Namun menurutnya itu
kurang mengasyikkan. Menurut BN, melakukan suatu kegiatan bersama dengan temantemannya lebih membuatnya merasa senang dan nyaman. BN mengungkapkan bahwa
adanya kebersamaan dengan teman-temannya, meskipun yang dilakukan tidak baik,
merupakan sesuatu yang menyenangkan. Mengenai reaksi fisik yang tidak enak yang
dialami subjek, biasanya ia atasi dengan beristirahat sebentar. Dampak yang menurut
BN positif mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol adalah ia merasa lebih tenang
dan bisa melupakan masalah yang sedang ia hadapi. Hal tersebut membuat subjek
menjadi sering minum minuman beralkohol ketika menghadapi suatu masalah. Akan
tetapi yang utama adalah ketika ia sedang bersama teman-temannya. Dampak positif
tersebut menurut BN memang karena minuman beralkohol yang ia minum. Mengenai
perilaku penyalahgunaan alkohol pada BN, hanya ibu dari lingkungan keluarga dan
teman-temannya saja yang mengetahuinya. Teman-teman dan guru di lingkungan
sekolah tidak mengetahui hal tersebut. Tanggapan teman-teman sebagai faktor
penyebab munculnya perilaku penyalahgunaan pada BN tentu saja positif. Mereka
bahkan mengejek BN ketika BN tidak ingin minum minuman beralkohol. Sedangkan
tanggapan dari lingkungan keluarga, yaitu ibu, cenderung tidak peduli. Menurut BN,
ibunya mengetahui tentang perilakunya tetapi cuek dan tidak pernah menegurnya. Lebih
jauh, diketahui bahwa orang tua subjek telah bercerai sehingga subjek tidak tinggal satu
rumah dengan ayahnya.
2. Subjek WT
Subjek kedua yaitu WT, berusia 15 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas 3 SMP.
WT mulai mengkonsumsi alkohol saat ia duduk di bangku kelas 1 SMP. Perilaku
penyalahgunaan alkohol yang ia lakukan dilatarbelakangi oleh kedua kakak subjek yang
juga melakukan penyalahgunaan alkohol. Hal tersebut biasa ia lakukan di rumah ketika
kedua orang tua subjek tidak ada di rumah. Subjek sudah terbiasa melihat perilaku
penyalahgunaan alkohol yang dilakukan kakaknya di rumah sejak ia SD. Namun saat ia
masuk SMP, ia dihinggapi rasa penasaran sehingga diam-diam ia mencoba minum
minuman beralkohol. Kemudian subjek mulai sering minum bersama dengan temantemannya sendiri. Hal ini berlangsung lebih dari satu tahun sampai akhirnya kakak
subjek menemukan subjek menyimpan minuman beralkohol di kamarnya. Pada saat itu
kakak subjek hanya menegur tanpa melakukan tindakan untuk melarang subjek minum
minuman beralkohol. Subjek tidak selalu minum ketika bersama teman-temannya. Ia
biasanya minum ketika merasa stres, baik itu bersama teman maupun sendiri. Ia
merasakan dampak yang menurutnya positif dengan minum minuman beralkohol yaitu
tidak lagi merasa stres akan masalah yang ia hadapi. Secara fisik, ia merasa pusing
266

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

ketika minum minuman beralkohol, namun ia tidak mempedulikannya. Bagi subjek,


yang penting ia bisa menghilangkan stres yang ia rasakan. Stres yang biasanya ia alami
sehingga menimbulkan keinginan untuk minum lebih disebabkan karena masalah
keluarga. Ayah subjek bekerja di luar negri dan jarang sekali pulang. Sedangkan subjek
punya 3 orang adik yang masih kecil sehingga ibunya lebih banyak mengurus adikadiknya. Selain itu ibunya juga sering pergi keluar kota meninggalkan subjek dan
saudara-saudaranya di rumah. Tanggapan lingkungan mengenai perilaku subjek
terutama teman-temannya lebih berupa dukungan. WT bahkan membuat beberapa
temannya akhirnya ikut minum minuman beralkohol. WT mengungkapkan bahwa ia
sadar ia belum mengalami kecanduan pada alkohol, sehingga ia merasa untuk berhenti
minum adalah sebuah perkara mudah.
DISKUSI
Berdasarkan hasil wawancara yang telah diuraikan di atas, pada bagian ini dijelaskan
lebih lanjut hasil analisa data yang telah dilakukan dan tetap mengacu pada rumusan
masalah dalam penelitian ini yaitu belief pada remaja penyalahguna alkohol.
Latar belakang subjek pertama (BN) melakukan penyalahgunaan alkohol karena
pengaruh dari teman-temannya. Teman-teman sebayanya yang sering ia temui dengan
intens berkali-kali mengajak subjek sehingga muncul rasa penasaran dalam diri subjek
dan ia pun mencoba mengikuti perilaku teman-temannya. BN berpikir bahwa dengan
mengikuti perilaku teman-temannya maka kebersamaan yang terjalin di antara mereka
akan lebih baik. Sedangkan subjek kedua (WT) melakukan penyalahgunaan alkohol
karena melakukan modelling terhadap kedua kakaknya. Ia melihat perilaku tersebut
merupakan suatu hal yang biasa. Lama kelamaan ia pun merasa penasaran dan mencoba
minum tanpa diketahui oleh orang lain.
Kedua subjek memandang perilaku penyalahgunaan alkohol secara berbeda. Sebelum
mencoba melakukan penyalahgunaan alkohol, subjek BN memiliki pandangan yang
bersifat negatif ketika melihat orang lain minum minuman beralkohol dan mabuk. Akan
tetapi, seperti yang telah disebutkan di atas, subjek terpengaruh oleh perilaku temanteman sebayanya sehingga ia pun pada akhirnya menjadi penyalahguna alkohol.
Sedangkan WT memandang perilaku tersebut sebagai suatu hal yang biasa karena sejak
kecil ia sudah melihat kedua kakaknya yang menjadi model melakukan penyalahgunaan
alkohol. Namun setelah tahap percobaan, kedua subjek memiliki pandangan yang
hampir sama, bahwa perilaku tersebut memberikan dampak positif.
Kedua subjek merasakan dampak fisiologis yang sama dari perilaku penyalahgunaan
alkohol. Dampak tersebut cenderung mengarah pada dampak yang bersifat negatif. BN
dan WT merasakan tubuhnya menjadi lemas, merasa pusing, dan mual setelah minum
minuman beralkohol. Dampak secara fisik ini kemudian menyebabkan subjek menjadi
tidak produktif, di mana subjek kemudian bolos sekolah atau tidur di kelas.
Dampak-dampak yang tidak menyenangkan tersebut diabaikan oleh subjek. Karena
subjek juga mendapatkan reward. Reward tersebut memunculkan keyakinan bahwa jika
mereka mengulangi perilaku tersebut, ia akan mendapat reward itu lagi. Subjek pertama
(BN) meyakini bahwa dengan minum-minuman beralkohol, kebersamaan dengan
teman-temannya lebih terjalin dengan erat dan dia lebih diterima oleh teman-temannya.
267

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

Ia juga meyakini bahwa masalah yang ia hadapi dapat terselesaikan dengan lebih baik
ketika ia minum bersama teman-temannya. Begitu juga dengan WT yang minum
minuman beralkohol karena ia yakin hal tersebut dapat membuatnya lebih tenang dan
menghilangkan stres yang dialami.
Perilaku penyalahgunaan alkohol pada kedua subjek menjadi perilaku yang terus
berulang, selain karena dampak positif yang dirasakan subjek, juga karena tidak adanya
kontrol dari lingkungan yang seharusnya memiliki power untuk mengontrol. Kedua
subjek sama-sama mengalami masalah dalam lingkungan keluarga yang membuat
subjek merasa diabaikan dan mencari perhatian di luar atau mengurangi stres dengan
minum minuman beralkohol.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, maka diperoleh
gambaran belief sebagai berikut:
Faktor yang melatarbelakangi subjek melakukan penyalahgunaan alkohol adalah faktor
lingkungan di mana lingkungan memberikan model yang perilakunya kemudian
dievaluasi dan dimaknai oleh subjek. Belief subjek kemudian muncul dari hasil evaluasi
dan pemaknaan tersebut, dan mempengaruhi subjek dalam berperilaku. Perilaku
penyalahgunaan alkohol yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan subjek
merupakan sebuah peristiwa pendahulu (antecedent event) yang memapar subjek.
Subjek kemudian mengevaluasi dan memandang perilaku tersebut secara subjektif dan
membentuk belief mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol. Sebagaimana yang
diungkapkan dalam Machrus & Purwono (2010) bahwa perilaku individu digerakkan
oleh 3 faktor belief, yaitu behavior belief, normative belief, control belief.
Pada kedua subjek terdapat faktor behavioral belief yaitu keyakinan tentang hasil
perilaku dan evaluasi terhadap perilaku, bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam
suatu tindakan. Pada subjek BN, behavioral belief yang muncul berupa keyakinan
bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol yang ia lakukan menghasilkan dampak positif
berupa penerimaan dari teman-teman sebayanya, kebersamaan dengan teman-teman
yang semakin erat, dan tidak mendapat cemooh dari teman-temannya. Hal ini juga
didukung pernyataan significant other dari BN yang menyatakan bahwa teman-teman
subjek memang akan lebih bisa menerima subjek jika subjek menuruti ajakan temantemannya. Selain itu juga, BN myakini bahwa perilakunya tersebut mampu menarik
perhatian dari lingkungan keluarga yang cenderung mengabaikannya. Pada subjek WT,
behavioral belief yang muncul berupa keyakinan bahwa alkohol yang ia salahgunakan
mampu membuat ia lebih tenang dan menghilangkan stres yang ia alami.
Faktor normative belief adalah keyakinan mengenai ada atau tidaknya dukungan
terhadap tidakan, yang didapat dari orang tertentu ataupun masyarakat. Pada subjek BN,
hal ini tampak sangat jelas. Ia meyakini bahwa akan ada dukungan dari teman-teman
sebayanya terhadap perilaku penyalahgunaan yang ia lakukan. Teman-teman sebaya
subjek adalah significant other yang memberikan pengaruh langsung kepada subjek
dengan menjadi model dan mengajak subjek untuk melakukan perilaku serupa.
Sedangkan pada subjek WT, faktor normative belief yang muncul justru berkebalikan.
Ia meyakini bahwa lingkungan keluarganya tidak mendukung perilakunya.

268

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

Faktor ketiga yaitu control belief. Control belief adalah keyakinan bahwa individu
mampu melakukan tindakan karena didukung sumberdaya (resources) internal dan
eksternal. Subjek BN dan WT dalam hal ini memiliki control belief. Keduanya
meyakini bahwa perilakunya didukung oleh sumberdaya eksternal, yaitu tersedianya
minuman beralkohol untuk dikonsumsi dari teman-temannya. Subjek tidak merasa
kesulitan mendapatkan alkohol untuk dikonsumsi karena orang-orang di lingkungan
sekitar subjek yang juga melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa munculnya keinginan dalam diri subjek
untuk melakukan penyalahgunaan alkohol adalah karena adanya belief akan harapan
yang dimiliki subjek. Subjek meyakini bahwa perilaku penyalahgunaan yang mereka
lakukan akan mampu memenuhi harapan-harapan subjek. Untuk memudahkan
pembahasan, berikut tabel pembagian faktor belief remaja penyalahgua alkohol:
Tabel 2. Tabel Faktor Belief pada Penyalahguna Alkohol
Subjek
Faktor behavioral belief
Faktor normative belief
BN
- Keyakinan bahwa perilaku
- Keyakinan
bahwa
penyalahgunaan alkohol
teman-teman
berdampak positif berupa
sebayanya mendukung
penerimaan dari temanperilaku
teman sebayanya,
penyalahgunaan
kebersamaan dengan
alkohol
yang
teman-teman yang semakin
dilakukan
erat, dan tidak mendapat
cemooh dari temantemannya.
- Keyakinan bahwa perilaku
penyalahgunaan alkohol
mampu menarik perhatian
dari lingkungan keluarga
yang cenderung
mengabaikannya.
WT
keyakinan bahwa alkohol - Keyakinan bahwa
yang
ia
salahgunakan
lingkungan
mampu membuat ia lebih
keluarganya tidak
tenang dan menghilangkan
mendukung
stres yang ia alami
perilakunya

Faktor control belief

Keyakinan
bahwa
sumberdaya
eksternal
mendukung
perilaku
penyalahgunaan
alkohol.
Subjek
mendapatkan
alkohol
dengan mudah sebab
lingkungan tempat di
mana subjek bergaul
memberi akses untuk
subjek.

Belief yang dimiliki subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol dapat dikatakan
sebagai belief yang bersifat irasional. Sebagaimana yang diungkapkan Ellis bahwa
belief yang irasional memiliki ciri-ciri yaitu tidak dapat dibuktikan, menimbulkan
perasaan tidak enak yang sebenarnya tidak perlu, serta menghalangi inndividu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Belief yang dimiliki BN bahwa
ia hanya akan diterima oleh teman-temannya hanya ketika ia ikut mengikuti perilaku
mereka merupakan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan serta menimbulkan perasaan
cemas bahwa teman-temannya akan tidak menyukainya. Belief tersebut juga membuat
subjek melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol yang pada dasarnya adalah
perilaku yang tidak produktif. Begitu juga dengan WT, yang meyakini bahwa dengan
menyalahgunakan alkohol, maka ia tidak lagi mengalami stres yang itu berarti
269

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

masalahnya telah selesai. Hal tersebut tidak dapat dibuktikan, sebab pada kenyataannya
ia tidak menyelesaikan masalah namun justru melrikan diri dari masalah.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Secara keseluruhan, munculnya perilaku penyalahgunaan alkohol dipengaruhi oleh
keyakinan subjek bahwa perilaku tersebut mampu memenuhi harapannya yaitu
menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan. Belief tersebut akhirnya juga
menyebabkan perilaku tersebut diulang pada saat-saat tertentu. Kedua subjek meyakini
bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol mampu memunculkan ketenangan dan
menghilangkan stres yang sedang dialami. Pada subjek pertama, ada juga keyakinan
bahwa dengan menyalahgunakan alkohol, maka ia akan mendapat penerimaan dari
lingkungan teman sebayanya dan mendapat perhatian dari lingkungan keluarganya.
Sedangkan pada subjek kedua, tidak muncul keyakinan mengenai tanggapan dari
lingkungan sekitar. Belief subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol
merupakan belief yang bersifat irasional, salah, emosional, karena itu memunculkan
dampak perilaku yang tidak produktif.
Implikasi dari penelitian, yaitu bagi remaja penyalahguna alkohol adalah agar dapat
mengubah cara berpikir yang salah dan mengubah belief yang irasional menjadi belief
yang rasional. Hal ini dimaksudkan agar remaja lebih produktif, tidak tergantung pada
hal-hal yang negatif ketika sedang menghadapi masalah. Bagi peneliti selanjutnya yang
akan melakukan penelitian dengan subjek remaja penyalagunaan alkohol disarankan
untuk dapat melakukan penelitian mengenai pengaruh REBT (Rational Emotive
Behavior Therapy) terhadap perilaku penyalahgunaan alkohol. Terapi REBT merupakan
terapi untuk mengubah belief seseorang yang irasional menjadi rasional.
REFERENSI
Arumi. (2011). Perilaku merokok pada Remaja. Laporan Penelitian Intervensi
Kelompok. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Bungin, Burhan. (2010). Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Clark, D.B. & Bukstein, O.G. (1998). Psychopatology in adolescent alcohol abuse and
dependence. Alcohol Health & Research World, 2, 117-121.
Corey, Gerald. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. (Terjemahan. E.
Koswara). Bandung: Refika Aditama.
Corrigan, P.W., Lurie, B.D., Goldman, H.H., Slopen, N., Medasani, K., & Phelan, S.
(2005). How adolescents perceive the stigma of metal illness and alcohol abuse.
Psychiatric Services, 5, 544-550. Diperoleh dari http://ps.psychiatriconline.org
Davison, G., Neale, J., & Kring, A. (2006). Psikologi abnormal. (Terjemahan. N. Fajar).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dhamayanti, Meita. (2009). Overview adolescent health problems and services. Diakses
2 Oktober 2012. Dari http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=200994155149

270

Jurnal Online Psikologi


Vol. 01 No. 02, Thn. 2013
http://ejournal.umm.ac.id

Effendi, Luqman. (2008). Dampak kesehatan dan sosial penyalahgunaan alkohol dan
ganja.
Diakses
22
Desember
2011,
dari
http://www.scribd.com/doc/13846550/DAMPAK-KESEHATAN-DANSOSIAL-PENGGUNAAN-ALKOHOL-DAN-GANJA.
Fausiah, F., & Widuri, J. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI Press.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention and behavior: an
introduction to theory and research. Addison-wesley publishing company inc,
Menlo Park, California.
Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. (Terjemahan. Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta:
Erlangga.
Jamaludin, Rio. (2009). Hubungan antara konformitas dengan perilaku minumminuman keras pada remaja. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Abstrak diakses 24 September 2012 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/4718/.
Latipun. (2006). Psikologi konseling. Malang: UMM Press.
Machrus, H. & Purwono, U. (2010). Pengukuran perilaku berdasarkan theory of
planned
behavior.
Diakses
14
Oktober
2012
dari
http://210.57.222.46/index.php/JIMP/article/view/643.
Mardani. (2008). Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum
pidana nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. (Terjemahan. Tim
Fakultas Psikologi UI). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. (1995). Life-span development jilid 1. (Terjemahan. A. Chusairi & J.
Damanik). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: CV. Rajawali.
Sumarlin, R. (2012). Perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan
peminum
alkohol.
Diakses
14
Oktober
2012
dari
http://repository.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1897
Usamah, M. (2011). Lebih 300.000 remaja meninggal setiap tahunnya akibat alkohol.
Diakses
2
Oktober
2012
dari
http://www.hidayatullah.com/read/15527/24/02/2011/lebih-300.000-remajameninggal-setiap-tahunnya-akibat-alkohol.html
Wardahni, Rr. (2010). Hubungan antara konsep diri remaja dengan pemakaian alkohol
di SMK Sepuluh Nopember Semarang. Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Semarang).
Yamani, Nuari. (2009). Dampak perilaku penggunaan minuman keras di kalangan
remaja di Kota Surakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah.
271

Anda mungkin juga menyukai