1734 Umm Scientific Journal
1734 Umm Scientific Journal
258
Perilaku penyalahgunaan alkohol merupakan salah satu perilaku abnormal yaitu berupa
penggunaan alkohol yang tidak sesuai dengan sebagaimana mestinya. Perilaku ini
seringkali muncul pada masa remaja yang merupakan masa pencarian jati diri. Pada
masa ini, individu terkadang melakukan sesuatu yang beresiko atau berdampak negatif,
di antaranya perilaku penyalahgunaan alkohol, aktivitas sosial seperti berpacaran dan
berganti-ganti pasangan, serta perilaku menantang bahaya seperti balapan liar (Hurlock,
2004). Hal ini sesuai dengan karakteristik remaja yang emosinya tidak stabil, cara
berfikirnya bersifat kausalitas, dan terikat erat dengan kelompoknya (Santrock, 1995).
Berdasarkan studi pendahuluan (Arumi, 2011) yang dilakukan pada sekelompok remaja
mengenai perilaku merokok diketahui bahwa beberapa subjek juga melakukan tindakan
penyalahgunaan alkohol. Hasil interview menyebutkan bahwa subjek mengkonsumsi
minuman beralkohol sejak duduk di bangku SMP, di samping perilaku merokok yang
sudah dimulai sejak duduk di bangku SD.
Hasil penelitian lain mengungkapkan bahwa pada masyarakat dengan budaya barat
menunjukkan bahwa prosentase remaja yang pernah mencoba alkohol jauh lebih tinggi.
Goldstein (2001) menyebutkan sebanyak 52% remaja usia 14 tahun pernah mencoba
minuman keras dan 25% telah bermasalah dengan minuman keras (mabuk). Prosentase
menjadi naik saat remaja menginjak usia 18 tahun menjadi 80% dan 62% yang pernah
mengalami masalah dengan minuman keras (Effendi 2008). Namun dengan semakin
majunya teknologi dan modernisasi, masyarakat dengan budaya timur seperti Indonesia
pun banyak meniru budaya barat tanpa filter. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan
pesat dalam kasus penyalahgunaan alkohol yang terjadi di Indonesia. Pada tahun 19911995 saja prevalensi penyalahgunaan alkohol pada remaja meningkat dua kali lipat
yaitu dari 11% menjadi 21% (Dhamayanti, 2009).
Memang sangat disayangkan bila para remaja sebagai generasi penerus bangsa harus
melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol, mengingat banyak dampak negatif yang
ditimbulkan perilaku tersebut. Alkohol sendiri merupakan suatu zat yang bekerja secara
selektif, terutama pada otak, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada perilaku
emosi, kognisi, persepsi, dan kesadaran seseorang yang apabila digunakan dapat
menimbulkan kecanduan atau ketergantungan (Apriansyah, dalam Widury, 2005)
menjelaskan mengenai efek biphasic dari alkohol tersebut. Efeknya mula-mula adalah
meningkatkan (stimulant); dimana orang yang meminumnya akan mengalami
peningkatan perasaan seperti merasa lebih mampu bersosialisasi dan lebih sejahtera,
seiring dengan meningkatnya kadar alkohol dalam darah. Namun setelah tingkatan
tersebut mencapai puncak dan mulai menurun, alkohol memiliki efek depresan, yaitu
meningkatkan emosi negatif. Jumlah alkohol yang besar juga dapat mengganggu proses
berpikir yang lebih kompleks, keseimbangan koordinasi motorik, pembicaraan, dan
penglihatan (Davison & Neale, 2001).
Dari segi kesehatan, alkohol dapat mengganggu sistem metabolisme dalam tubuh,
mengganggu sistem kerja otak, merusak organ tubuh, seperti hati, dan sebagainya.
Bahkan hasil penelitian yang dilakukan Clark dan Bukstein (1998) menyatakan bahwa
remaja penyalahguna alkohol atau mengalami ketergantungan pada alkohol biasanya
juga memilki gangguan mental. Gangguan tersebut bisa jadi merupakan dampak dari
penggunaan alkohol. Gangguan mental yang biasa terjadi menyertai perilaku
259
orang di sekitar individu, kemudian ia mengamati dan muncul suatu belief. Antecedent
event dijembatani oleh belief tersebut, yang kemudian menimbulkan suatu consequence
(C) berupa keinginan untuk mencoba meniru perilaku tersebut, atau mengulanginya
lagi.
Belief mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol tampaknya telah membuat para
remaja mengabaikan dampak-dampak negatif alkohol. Hal ini tampak pada subjek
dalam studi (Arumi, 2011) yang menyebutkan bahwa subjek merasa kondisi fisiknya
terganggu seperti merasa mual dan pusing setiap kali minum minuman beralkohol,
namun mereka tetap mengulangi perilaku tersebut. Selain itu, beradasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Corrigan, et al., (2005) pada sekelompok remaja
menyatakan bahwa mereka cenderung memiliki stigma bahwa perilaku penyalahgunaan
alkohol lebih buruk dibanding gangguan lain penyakit mental, leukimia, dan tumor otak.
Stigma seperti ini pun dimiliki oleh para remaja penyalahguna alkohol. Sumarlin (2012)
mengungkapkan remaja penyalahguna alkohol menyadari bahwa selain tidak dapat
menyelesaikan masalah, menyalahgunakan alkohol dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit bahkan kematian. Akan tetapi, remaja penyalahguna alkohol tetap
melakukan perilaku tersebut karena menurutnya hal tersebut dapat membuat ia diterima
oleh teman-temannya.
Hal-hal tersebut sedikit memberikan gambaran bahwa remaja penyalahguna alkohol
mengalami disonansi kognitif, yaitu terbenturnya dua elemen kognitif (belief) yang
saling bertolak belakang. Di satu sisi mereka memiliki keinginan untuk hidup sehat dan
tidak mengalami sakit baik secara jasmani maupun rohani (health beliefs). Namun di
sisi lain mereka memiliki keinginan untuk melakukan perilaku-perilaku yang tidak
menjaga kesehatan seperti minum alkohol. Disonansi kognitif seperti ini biasanya akan
menimbulkan ketidaknyamanan dalam diri individu, sehingga ia akan melakukan
pengurangan disonansi untuk menghindari ketidaknyamanan tersebut. Salah satu cara
mengurangi disonansi yaitu dengan menambah elemen kognitif baru, misalnya dengan
mencari pendapat orang lain yang mendukung salah satu pendapat yang diyakini. Cara
ini akan berdampak pada penguatan salah satu belief. Ketika keyakinan bahwa menjaga
pola hidup sehat dengan tidak mengkonsumsi alkohol yang diperkuat, maka akan
menghasilkan perilaku sehat dengan menghindari perilaku penyalahgunaan alkohol.
Namun ketika keyakinan yang berlawanan-lah yang diperkuat, maka individu tersebut
akhirnya akan melakukan tindakan mencoba atau mengulangi perilaku penyalahgunaan
alkohol. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Sarwono (1987) bahwa teori mengenai
disonansi kognitif yang diungkapkan oleh Leon Festinger mempunyai pengaruh
terhadap berbagai situasi dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya yaitu dalam
pembuatan keputusan, akan timbul keyakinan (belief) yang makin mantap tentang
keputusan yang sudah dibuat atau timbul pandangan yang makin tegas membedakan
kemenarikan alternatif yang telah diputuskan daripada alternatif-alternatif lainnya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penting untuk mengetahui bagaimana
gambaran belief para remaja peyalahguna alkohol terhadap perilaku penyalahgunaan
alkohol. Hal ini dirasa penting karena untuk dapat memahami bentuk-bentuk
penyimpangan perilaku tertentu pada seseorang, maka sebaiknya terlebih dahulu
dipahami bagaimana ia berpikir dan apa yang ia pikirkan mengenai suatu objek. Dengan
mengetahui gambaran belief tersebut, lebih lanjut diharapkan hasil penelitian ini
mampu menjadi masukan dalam upaya penanggulangan penyalahgunaan alkohol.
261
Belief
Belief mengacu pada kemungkinan subjektif yang dimiliki seseorang tentang hubungan
antara objek belief dengan objek nilai, konsep, dan atribut lain. Melalui berbagai
pengalaman dengan lingkungan, individu membentuk berbagai macam belief tentang
objek, tingkah laku, dan kejadian. Selain itu belief juga dapat merupakan hasil dari
observasi langsung maupun proses inferensial, sehingga individu dapat mempunyai
belief tentang suatu tingkah laku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).
Albert Ellis, teoretikus kognitif terkemuka, mengungkapkan bahwa belief merupakan
salah satu di antara tiga pilar yang membangun tingkah laku individu. Ketiga pilar
tersebut antara lain peristiwa yang menggerakkan atau Antecedent event (A), keyakinan
atau Beliefs (B), dan konsekuensi atau emotional Consequences (C). Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC (Latipun, 2006).
1.
2.
3.
Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar
individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap
orang lain.
Beliefs (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap
suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang
rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief
atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan
yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif. Keyakinan
yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau sistem berpikir seseorang yang
salah, tidak masuk akal, emosional, dan karena itu tidak produktif.
Consequences (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi
individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya
dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B)
baik yang rB maupun yang iB.
Faktor belief merupakan dasar penggerak dalam berperilaku (Machrus & Purwono,
2010). Theory of planned behavior mengemukakan bahwa ada 3 faktor belief yang
berpengaruh, antara lain:
1.
2.
3.
Behavior belief, yaitu keyakinan tentang hasil perilaku dan evaluasi terhadap hasil
perilaku, bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam suatu tindakan.
Normative belief, yaitu keyakinan tentang harapan normatif dari orang lain,
motivasi untuk menuruti dari adanya harapan tersebut. Keyakinan ini adalah
mengenai ada atau tidaknya dukungan terhadap tindakan, yang didapat dari orang
tertentu ataupun masyarakat.
Control belief, yaitu keyakinan tentang hadirnya faktor yang memfasilitasi atau
menghambat perilaku, serta persepsi adanya power pada faktor tersebut. Keyakinan
ini adalah keyakinan bahwa individu mampu melakukan tindakan karena didukung
sumberdaya (resources) internal dan eksternal.
yaitu belief mengenai hasil perilaku, belief mengenai harapan normatif dari orang lain,
dan belief mengenai hadirnya faktor pendukung atau penghambat perilaku. Belief dapat
bersifat rasional maupun irasional.
Perilaku Penyalahgunaan Alkohol
Salim dan Salim menjelaskan bahwa penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan
menyeleweng untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan
sesuatu tidak sebagaimana mestinya (dalam Wardhani, 2010). Penyalahgunaan NAPZA
termasuk didalamnya alkohol adalah penggunaan obat atau zat tanpa petunjuk dokter
atau ahli kesehatan (Wulandari dalam Wardhani, 2010). Hal ini didukung oleh Chaplin
(dalam Wardhani, 2010) bahwa penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau
kondisi seseorang yang minum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi
terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan minum-minuman adalah baik jika sesuai aturan,
namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.
Dalam Mardani (2008) disebutkan ada beberapa tahapan proses ketergantungan zat.
Tahapan tersebut antara lain:
1.
2.
3.
4.
Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan non-eksperimental dengan jenis
penelitian deskriptif kuantitatif. Hal ini didasari perlakuan atau treatment yang akan
263
diberikan dari peneliti tidak sepenuhnya dilakukan sebagai sebuah eksperimental murni,
sebagaimana yang dilakukan pada studi kasus desain eksperimental.
Subjek dan Informan penelitian
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 2 orang, yaitu remaja dengan
karakteristik sebagai berikut: 1.) berusia 12-15 tahun, 2.) penyalahguna alkohol, 3.)
termasuk dalam tahap sosial sampai dengan tahap instrumental. Tahap sosial yaitu tahap
yang berkaitan dengan aspek sosial dan pengguna, misalnya pemakaian yang dilakukan
saat bersama teman-teman pada saat pesta atau kumpul-kumpul. Tahap instrumental
yaitu tahap di mana penggunaan dapat bertujuan memanipulasi emosi dan tingkah laku,
mereka menemukan bahwa pemakaian obat dapat mempengaruhi perasaan dan aksi,
mendapatkan mood yang berayun-ayun, dan bertujuan untuk menekan perasaan atau
tujuan memperoleh hedonistik (kenikmatan) dan kompensatori (mengatasi stres dan
perasaan tidak nyaman).
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah teknik purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel yang dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu, di mana sampel yang dipilih memiliki karakteristik seperti yang tersebut di
atas. Menurut Bungin (2010), penelitian kualitatif tidak dipersoalkan jumlah sampel,
bisa sedikit, bisa juga banyak, tergantung dari: a) tepat tidaknya pemilihan informan
kunci, dan b) kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini mengkaji satu variable yaitu belief dengan aspek dari belief pada remaja
penyalahgunaan alcohol yaitu 1.) latar belakang munculnya perilaku penyalahgunaan
alkohol, 2.) pandangan mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol, 3.) gambaran
behavior belief, normative belief, dan control belief mengenai perilaku penyalahgunaan
alkohol. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode
wawancara. Wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal atau percakapan antara
dua pihak untuk memperoleh data atau informasi. Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan jenis wawancara semiterstruktur di mana wawancara dimulai dengan
bentuk tak terstruktur untuk menimbulkan suasana bebas dan akrab, kemudian diikuti
wawancara terstruktur sehingga pembicaraan dapat terarah pada sasaran yang diteliti.
Prosedur dan Analisa Data Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah mencari subjek penelitian
yang sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Subjek diperoleh melalui
beberapa tahap yaitu: 1.) Tahap persiapan, di mana pada tahap ini peneliti mencari
remaja usia 12-15 tahun yang diketahui pernah melakukan penyalahgunaan alkohol, 2.)
Tahap penentuan subjek, di mana pada tahap ini peneliti melakukan screening melalui
wawancara untuk mengetahui dan menentukan tahap penyalahgunaan alkohol calon
subjek. Kemudian dipilih beberapa orang yang termasuk dalam tahap sosial dan tahap
instrumental untuk dijadikan subjek penelitian.
Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan wawancara untuk menggali lebih dalam
mengenai belief subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol. Pada wawancara
264
Usia
14 tahun
15 tahun
Pendidikan
(sedang ditempuh)
SMP
SMP
Tahap Pemakaian
Zat (Alkohol)
Tahap Sosial
Tahap Instrumental
Dari tabel 1 diatas, dapat disimpulkan bahwa subjek pertama inisial BN umur 14 tahun
dan subjek kedua insial WT umur 15 tahun. Kedua subjek sedang menempuh
pendidikan SMP. Tahapan proses ketergantungan alkohol subjek pertama yaitu tahap
social, dimana pada tahap ini berkaitan dengan aspek social dan pengguna. Rasa ingin
tahu dan keinginan mencari ketegangan (thrill-seeking), dan tingkah laku menyimpang
merupakan motivasi utamanya. Kelompok teman merupakan fasilitas dalam
penggunaan sosial. Sedangkan subjek kedua pada tahap instrumental yaitu tahap masih
melalui pengalaman coba-coba dan meniru. Pengguna dapat bertujuan memanipulasi
emosi dan tingkah laku, memiliki pemikiran bahwa alkohol dapat mempengaruhi
perasaan dan aksi, mendapatkan mood yang berayun-ayun, bertujuan untuk menekan
perasaan atau tujuan memperoleh hedonistik (kenikmatan) dan kompensatori (mengatasi
stres dan perasaan tidak nyaman).
Untuk memudahkan deskripsi data dalam mengetahui bagaimana gambaran belief pada
remaja penyalahguna alkohol, maka akan di jelaskan sebagai berikut:
1. Subjek BN
Subjek pertama yaitu BN, berusia 14 tahun dan saat ini duduk di bangku kelas 3 SMP.
BN mulai mencoba mengkonsumsi minuman beralkohol sejak duduk di bangku kelas 2
SMP. Latar belakang BN mencoba minum adalah karena ajakan teman-temannya yang
usianya lebih tua dibanding BN. Teman-teman BN ini cukup akrab dengan dunia malam
kemudian memberi pengaruh pada BN untuk minum minuman beralkohol. Pada
awalnya BN menolak, namun lama kelamaan ia pun merasa penasaran dan ingin
mencobanya. BN mengaku bahwa ia merasakan reaksi yang tidak enak pada tubuhnya
265
Ia juga meyakini bahwa masalah yang ia hadapi dapat terselesaikan dengan lebih baik
ketika ia minum bersama teman-temannya. Begitu juga dengan WT yang minum
minuman beralkohol karena ia yakin hal tersebut dapat membuatnya lebih tenang dan
menghilangkan stres yang dialami.
Perilaku penyalahgunaan alkohol pada kedua subjek menjadi perilaku yang terus
berulang, selain karena dampak positif yang dirasakan subjek, juga karena tidak adanya
kontrol dari lingkungan yang seharusnya memiliki power untuk mengontrol. Kedua
subjek sama-sama mengalami masalah dalam lingkungan keluarga yang membuat
subjek merasa diabaikan dan mencari perhatian di luar atau mengurangi stres dengan
minum minuman beralkohol.
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang telah dilakukan, maka diperoleh
gambaran belief sebagai berikut:
Faktor yang melatarbelakangi subjek melakukan penyalahgunaan alkohol adalah faktor
lingkungan di mana lingkungan memberikan model yang perilakunya kemudian
dievaluasi dan dimaknai oleh subjek. Belief subjek kemudian muncul dari hasil evaluasi
dan pemaknaan tersebut, dan mempengaruhi subjek dalam berperilaku. Perilaku
penyalahgunaan alkohol yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan subjek
merupakan sebuah peristiwa pendahulu (antecedent event) yang memapar subjek.
Subjek kemudian mengevaluasi dan memandang perilaku tersebut secara subjektif dan
membentuk belief mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol. Sebagaimana yang
diungkapkan dalam Machrus & Purwono (2010) bahwa perilaku individu digerakkan
oleh 3 faktor belief, yaitu behavior belief, normative belief, control belief.
Pada kedua subjek terdapat faktor behavioral belief yaitu keyakinan tentang hasil
perilaku dan evaluasi terhadap perilaku, bahwa akan berhasil atau tidak berhasil dalam
suatu tindakan. Pada subjek BN, behavioral belief yang muncul berupa keyakinan
bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol yang ia lakukan menghasilkan dampak positif
berupa penerimaan dari teman-teman sebayanya, kebersamaan dengan teman-teman
yang semakin erat, dan tidak mendapat cemooh dari teman-temannya. Hal ini juga
didukung pernyataan significant other dari BN yang menyatakan bahwa teman-teman
subjek memang akan lebih bisa menerima subjek jika subjek menuruti ajakan temantemannya. Selain itu juga, BN myakini bahwa perilakunya tersebut mampu menarik
perhatian dari lingkungan keluarga yang cenderung mengabaikannya. Pada subjek WT,
behavioral belief yang muncul berupa keyakinan bahwa alkohol yang ia salahgunakan
mampu membuat ia lebih tenang dan menghilangkan stres yang ia alami.
Faktor normative belief adalah keyakinan mengenai ada atau tidaknya dukungan
terhadap tidakan, yang didapat dari orang tertentu ataupun masyarakat. Pada subjek BN,
hal ini tampak sangat jelas. Ia meyakini bahwa akan ada dukungan dari teman-teman
sebayanya terhadap perilaku penyalahgunaan yang ia lakukan. Teman-teman sebaya
subjek adalah significant other yang memberikan pengaruh langsung kepada subjek
dengan menjadi model dan mengajak subjek untuk melakukan perilaku serupa.
Sedangkan pada subjek WT, faktor normative belief yang muncul justru berkebalikan.
Ia meyakini bahwa lingkungan keluarganya tidak mendukung perilakunya.
268
Faktor ketiga yaitu control belief. Control belief adalah keyakinan bahwa individu
mampu melakukan tindakan karena didukung sumberdaya (resources) internal dan
eksternal. Subjek BN dan WT dalam hal ini memiliki control belief. Keduanya
meyakini bahwa perilakunya didukung oleh sumberdaya eksternal, yaitu tersedianya
minuman beralkohol untuk dikonsumsi dari teman-temannya. Subjek tidak merasa
kesulitan mendapatkan alkohol untuk dikonsumsi karena orang-orang di lingkungan
sekitar subjek yang juga melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol
Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa munculnya keinginan dalam diri subjek
untuk melakukan penyalahgunaan alkohol adalah karena adanya belief akan harapan
yang dimiliki subjek. Subjek meyakini bahwa perilaku penyalahgunaan yang mereka
lakukan akan mampu memenuhi harapan-harapan subjek. Untuk memudahkan
pembahasan, berikut tabel pembagian faktor belief remaja penyalahgua alkohol:
Tabel 2. Tabel Faktor Belief pada Penyalahguna Alkohol
Subjek
Faktor behavioral belief
Faktor normative belief
BN
- Keyakinan bahwa perilaku
- Keyakinan
bahwa
penyalahgunaan alkohol
teman-teman
berdampak positif berupa
sebayanya mendukung
penerimaan dari temanperilaku
teman sebayanya,
penyalahgunaan
kebersamaan dengan
alkohol
yang
teman-teman yang semakin
dilakukan
erat, dan tidak mendapat
cemooh dari temantemannya.
- Keyakinan bahwa perilaku
penyalahgunaan alkohol
mampu menarik perhatian
dari lingkungan keluarga
yang cenderung
mengabaikannya.
WT
keyakinan bahwa alkohol - Keyakinan bahwa
yang
ia
salahgunakan
lingkungan
mampu membuat ia lebih
keluarganya tidak
tenang dan menghilangkan
mendukung
stres yang ia alami
perilakunya
Keyakinan
bahwa
sumberdaya
eksternal
mendukung
perilaku
penyalahgunaan
alkohol.
Subjek
mendapatkan
alkohol
dengan mudah sebab
lingkungan tempat di
mana subjek bergaul
memberi akses untuk
subjek.
Belief yang dimiliki subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol dapat dikatakan
sebagai belief yang bersifat irasional. Sebagaimana yang diungkapkan Ellis bahwa
belief yang irasional memiliki ciri-ciri yaitu tidak dapat dibuktikan, menimbulkan
perasaan tidak enak yang sebenarnya tidak perlu, serta menghalangi inndividu untuk
berkembang dalam kehidupan sehari-hari secara efektif. Belief yang dimiliki BN bahwa
ia hanya akan diterima oleh teman-temannya hanya ketika ia ikut mengikuti perilaku
mereka merupakan sesuatu yang tidak dapat dibuktikan serta menimbulkan perasaan
cemas bahwa teman-temannya akan tidak menyukainya. Belief tersebut juga membuat
subjek melakukan tindakan penyalahgunaan alkohol yang pada dasarnya adalah
perilaku yang tidak produktif. Begitu juga dengan WT, yang meyakini bahwa dengan
menyalahgunakan alkohol, maka ia tidak lagi mengalami stres yang itu berarti
269
masalahnya telah selesai. Hal tersebut tidak dapat dibuktikan, sebab pada kenyataannya
ia tidak menyelesaikan masalah namun justru melrikan diri dari masalah.
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Secara keseluruhan, munculnya perilaku penyalahgunaan alkohol dipengaruhi oleh
keyakinan subjek bahwa perilaku tersebut mampu memenuhi harapannya yaitu
menghilangkan stres dan diterima oleh lingkungan. Belief tersebut akhirnya juga
menyebabkan perilaku tersebut diulang pada saat-saat tertentu. Kedua subjek meyakini
bahwa perilaku penyalahgunaan alkohol mampu memunculkan ketenangan dan
menghilangkan stres yang sedang dialami. Pada subjek pertama, ada juga keyakinan
bahwa dengan menyalahgunakan alkohol, maka ia akan mendapat penerimaan dari
lingkungan teman sebayanya dan mendapat perhatian dari lingkungan keluarganya.
Sedangkan pada subjek kedua, tidak muncul keyakinan mengenai tanggapan dari
lingkungan sekitar. Belief subjek mengenai perilaku penyalahgunaan alkohol
merupakan belief yang bersifat irasional, salah, emosional, karena itu memunculkan
dampak perilaku yang tidak produktif.
Implikasi dari penelitian, yaitu bagi remaja penyalahguna alkohol adalah agar dapat
mengubah cara berpikir yang salah dan mengubah belief yang irasional menjadi belief
yang rasional. Hal ini dimaksudkan agar remaja lebih produktif, tidak tergantung pada
hal-hal yang negatif ketika sedang menghadapi masalah. Bagi peneliti selanjutnya yang
akan melakukan penelitian dengan subjek remaja penyalagunaan alkohol disarankan
untuk dapat melakukan penelitian mengenai pengaruh REBT (Rational Emotive
Behavior Therapy) terhadap perilaku penyalahgunaan alkohol. Terapi REBT merupakan
terapi untuk mengubah belief seseorang yang irasional menjadi rasional.
REFERENSI
Arumi. (2011). Perilaku merokok pada Remaja. Laporan Penelitian Intervensi
Kelompok. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Bungin, Burhan. (2010). Analisis data penelitian kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Clark, D.B. & Bukstein, O.G. (1998). Psychopatology in adolescent alcohol abuse and
dependence. Alcohol Health & Research World, 2, 117-121.
Corey, Gerald. (2009). Teori dan praktek konseling dan psikoterapi. (Terjemahan. E.
Koswara). Bandung: Refika Aditama.
Corrigan, P.W., Lurie, B.D., Goldman, H.H., Slopen, N., Medasani, K., & Phelan, S.
(2005). How adolescents perceive the stigma of metal illness and alcohol abuse.
Psychiatric Services, 5, 544-550. Diperoleh dari http://ps.psychiatriconline.org
Davison, G., Neale, J., & Kring, A. (2006). Psikologi abnormal. (Terjemahan. N. Fajar).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Dhamayanti, Meita. (2009). Overview adolescent health problems and services. Diakses
2 Oktober 2012. Dari http://www.idai.or.id/remaja/artikel.asp?q=200994155149
270
Effendi, Luqman. (2008). Dampak kesehatan dan sosial penyalahgunaan alkohol dan
ganja.
Diakses
22
Desember
2011,
dari
http://www.scribd.com/doc/13846550/DAMPAK-KESEHATAN-DANSOSIAL-PENGGUNAAN-ALKOHOL-DAN-GANJA.
Fausiah, F., & Widuri, J. (2005). Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI Press.
Fishbein, M., & Ajzen, I. (1975). Belief, attitude, intention and behavior: an
introduction to theory and research. Addison-wesley publishing company inc,
Menlo Park, California.
Hurlock, Elizabeth B. (2004). Psikologi perkembangan, suatu pendekatan sepanjang
rentang kehidupan. (Terjemahan. Istiwidayanti & Soedjarwo). Jakarta:
Erlangga.
Jamaludin, Rio. (2009). Hubungan antara konformitas dengan perilaku minumminuman keras pada remaja. Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Abstrak diakses 24 September 2012 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/4718/.
Latipun. (2006). Psikologi konseling. Malang: UMM Press.
Machrus, H. & Purwono, U. (2010). Pengukuran perilaku berdasarkan theory of
planned
behavior.
Diakses
14
Oktober
2012
dari
http://210.57.222.46/index.php/JIMP/article/view/643.
Mardani. (2008). Penyalahgunaan narkoba dalam perspektif hukum islam dan hukum
pidana nasional. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nevid, J.S., Rathus, S.A., & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal. (Terjemahan. Tim
Fakultas Psikologi UI). Jakarta: Erlangga.
Santrock, John W. (1995). Life-span development jilid 1. (Terjemahan. A. Chusairi & J.
Damanik). Jakarta: Erlangga.
Sarwono, S.W. (1987). Teori-teori psikologi sosial. Jakarta: CV. Rajawali.
Sumarlin, R. (2012). Perilaku konformitas pada remaja yang berada di lingkungan
peminum
alkohol.
Diakses
14
Oktober
2012
dari
http://repository.gunadarma.ac.id/handle/123456789/1897
Usamah, M. (2011). Lebih 300.000 remaja meninggal setiap tahunnya akibat alkohol.
Diakses
2
Oktober
2012
dari
http://www.hidayatullah.com/read/15527/24/02/2011/lebih-300.000-remajameninggal-setiap-tahunnya-akibat-alkohol.html
Wardahni, Rr. (2010). Hubungan antara konsep diri remaja dengan pemakaian alkohol
di SMK Sepuluh Nopember Semarang. Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Semarang).
Yamani, Nuari. (2009). Dampak perilaku penggunaan minuman keras di kalangan
remaja di Kota Surakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jawa Tengah.
271