STEP 1
In vitro : uji yang dilakukan di luar tubuh, di sel nya, atau bagian tubuh lain.
In = dalam , vitro = kaca, di letakkan di cawan petri atau tabung reaksi
In vivo : merupakan bahasa lain untuk organisme hidup, diujikan di dalam
makhluk hidup. (hewan coba)
Bixin : zat yang terkandung dalam selaput biji kesumba keling yang
mengandung tanin, steroid, terpenoid, flavanoid, dan zat pewarna
STEP 2
1. Apa saja macam2 desain uji farmakologi?
2. Apa saja kriteria yang menentukan in vitro atau in vivo, atau in vitro yang
dilanjutkan in vivo?
3. Apa kelebihan dan kekurangan dari uji in vitro dan in vivo, beserta
contohnya?
4. Bagaimana cara pemilihan subjek uji, parameter, serta uji analisis?
5. Bagaimana cara pengambilan sampel in vitro?
6. Apa saja faktor2 dari subjek uji yang berpengaruh dalam in vitro dan in vivo?
7. Bagaimana tahapan uji in vitro dan in vivo?
8. Aspek klinis?
STEP 3
1. Apa saja macam2 desain uji farmakologi?
- Single blind : peneliti mengetahui isi dari produk uji yang digunakan,
sementara subjek peserta uji klinik tidak mengetahui.
- Double blind : peneliti serta subjek peserta uji klinik tidak mengetahui isi
dari produk uji yang digunakan.
2. Apa saja kriteria yang menentukan in vitro atau in vivo, atau in vitro yang
dilanjutkan in vivo?
Uji preklinik : in vitro dan in vivo
In vitro- in vivo : stem sel
Mengambil bagian tubuh dikeluarkan dan diteliti di luar tubuh. Bahasa Latin :
keluar dari hidup sengaja dikeluarkan. Mengubah lingkungan sekitar agar
tidak bias. Sebelumnya belum dilakukan perlakuan
Contoh : diambil sel dari organ makhluk hidup dan dikembang biakkan di luar
tubuh (stem cell)
4. Apa kelebihan dan kekurangan dari uji in vitro dan in vivo, beserta
contohnya?
In vitro
Kelebihan
Lebih cepat
Biaya murah
Kekurangan
Banyak percobaan biologi seluler di
luar tubuh tidak sesuai dengan di
dalam tubuh
Sering dijelaskan in vitro
bertentangan dengan in vivo studi
studi in vitro dilanjutkan dengan in
vivo
Tidak bisa untuk meneliti
farmakokinetik
Kekurangan
Kebutuhan sampel lebih banyak
Mahal biayanya
Lebih lama
Perbedaan
In vitro : tidak bisa farmakokinetik
In vivo : bisa dengan farmakokinetik
In vitro : subjek uji tidak banyak
In vivo : banyak
In vitro : efek yang diamati parsial
In vivo : efek yg diamati cenderung total
In vitro : ke hewan coba
In vivo : lebih invasif ke subjek coba
In vivo
-
Pemilihan sampel
Pemberian perlakuan
pengamatan
STEP 4
Step 7
1.
Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional, terbitan Departemen Kesehatan RI, Edisi 1,
Departemen Kesehatan Jakarta, 2000
2.
Apa saja kriteria yang menentukan in vitro atau in vivo, atau in vitro yang
dilanjutkan in vivo?
Uji preklinik : in vitro dan in vivo
In vitro- in vivo : stem sel
3.
in vivo (Latin: within the living) : uji eksperimen dengan menggunakan keseluruhan organisme
hidup
In vivo adalah eksperimen dengan menggunakan keseluruhan organisme hidup. Pengujian dengan
hewan coba ataupun uji klinis merupakan salah satu bentuk penelitian in vivo. Pengujian in vivo
lebih sering dilakukan daripada in vitro karena lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan
percobaan pada subjek hidup. Dalam biologi molekular, in vivo sering merujuk pada eksperimen
yang dilakukan dalam sel hidup terisolasi, bukan pada keseluruhan organisme, misalnya, berasal
dari sel-sel kultur biopsi. Dalam keadaan ini, istilah yang lebih spesifik adalah ex vivo. Setelah
sel terganggu dan bagian sel atau jaringan organisme yang diuji atau dianalisis, hal ini dikenal
sebagai in vitro.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN :
Keuntungan dari uji in vivo ini adalah hasil yang diperoleh lebih akurat karena langsung
mengacu pada efek farmakodiamik dari sediaan tersebut.
Kerugian dari uji in vivo ini, adalah :
Tingkat kesulitan yang tinggi untuk mendetekdi bahan obat yang diabsorpsi dalam darah
Sulit menentukan seberapa jauh keterkaitan antara harga kadar darah dengan kerja klinik obat
Apabila zat aktif tidak lagi dapat dideteksi di dalam darah atau jaringan, efek farmakologi sulit
ditentukan
INVITRO
in vitro (Latin: within the glass) : uji eksperimen dengan menggunakan biakan di dalam tabung
reaksi atau cawan petri
Prosedur in vitro mengacu pada prosedur yang dilakukan dalam lingkungan yang terkendali di
luar organisme hidup, tidak dalam hidup organisme, tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya
di dalam tabung reaksi atau cawan Petri. Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar
organisme atau sel; karena kondisi pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam
organisme, ini dapat mengakibatkan hasil yang tidak sesuai dengan situasi yang muncul dalam
organisme hidup. Akibatnya, hasil eksperimen tersebut sering dijelaskan dengan in vitro,
bertentangan dengan in vivo. Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari
variabel eksperimental pada bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk
memfokuskan pada organ, jaringan, sel, komponen sel, protein, dan/atau biomolekuler. Namun,
kondisi yang terkendali dalam sistem in vitro berbeda secara signifikan dengan in vivo, dan dapat
memberikan hasil yang menyesatkan. Oleh karena itu, dalam studi in vitro biasanya diikuti oleh
studi vivo.
KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN :
Kejelekan dari metode ini adalah kondisi percobaan tidak sama dengan kondisi jaringan
kulit yang asli, terutama mengenai pengadaan aliran darah (Barry, 1983).
EX VIVO
ex vivo (Latin: out of the living) : uji eksperimen pada jaringan suatu organisme, dengan kondisi
lingkungan buatan yang mirip dengan kondisi alami
Ex vivo berarti terjadi di luar organisme. Secara ilmiah, ex vivo mengacu pada percobaan atau
pengukuran yang dilakukan di dalam atau pada jaringan pada suatu lingkungan buatan di luar
organisme dengan perubahan minimum terhadap kondisi alamiah. Kondisi ex vivo
memungkinkan eksperimen dengan kondisi yang lebih terkendali daripada eksperimen in vivo,
dengan cara mengubah lingkungan alamiah suatu organisme. Keuntungan utama menggunakan
jaringan ex vivo adalah kemampuan untuk melakukan tes atau pengukuran yang tidak mungkin
atau tidak etis dalam kehidupan subyek penelitian. Jaringan dapat dikeluarkan dengan berbagai
cara, baik sebagian organ, atau keseluruhan organ , atau sistem organ yang lebih besar.
pengukuran fisik, termal, listrik, mekanik, optik, dan kandungan yang terdapat pada jaringan,
terutama di berbagai lingkungan yang mungkin tidak mendukung kehidupan (misalnya, pada
tekanan atau suhu yang ekstrim)
model yang realistis untuk prosedur bedah
sebagai phantom dalam pengembangan teknik pencitraan (imaging)
Dalam biologi sel, prosedur ex vivo sering melibatkan sel atau jaringan hidup yang
diambil dari suatu organisme dan di kultur pada laboratorium, biasanya dalam kondisi
steril dengan tanpa perubahan sampai 24 jam. Percobaan yang berlangsung lebih lama
dari ini (dengan menggunakan sel-sel atau jaringan hidup juga) biasanya dianggap
sebagai percobaan in vitro. Suatu studi ex vivo
yang banyak dilakukan
adalah
pengujian terhadap chick membran chorioallantoic (CAM). Dalam uji ini, proses
angiogenesis dirangsang pada membran CAM dari embrio ayam di luar organisme.
IN SILICO :
in silico (Latin: within the silicon) : uji eksperimen dengan metode simulasi di komputer
IN VITRO
In vitro : primary bioasssay
adalah penelitian yang dilakukan dalam tabung uji atau media kultur di laboratorium;
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya di
dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel eksperimental pada
subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk memfokuskan pada
organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau biomolekul
in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)
In vitro :
Terletak di dalam suatu system tetapi di luar tubuh manusia
dilakukan mikroorganisme pada tidak hidup tetapi dalam lingkungan terkontrol, misalnya di
dalam tabung reaksi atau cawan Petri
Jenis penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh dari variabel eksperimental pada
subset dari bagian pokok suatu organisme. Hal ini cenderung untuk memfokuskan pada
organ , jaringan , sel , komponen sel, protein , dan / atau biomolekul
tingkat penyederhanaan sistem yang diteliti lebih besar , sehingga peneliti dapat fokus pada
sejumlah komponen. Sebagai contoh , identitas protein dari sistem kekebalan tubuh ( misalnya
antibodi ) , dan mekanisme yang mengenali dan mengikat antigen asing akan tetap sangat jelas
jika tidak untuk penggunaan ekstensif kerja in vitro untuk mengisolasi protein ,
mengidentifikasi sel-sel dan gen yang memproduksi mereka , mempelajari fisik sifat interaksi
mereka dengan antigen , dan mengidentifikasi bagaimana interaksi mereka menyebabkan
sinyal seluler yang mengaktifkan komponen lain dari sistem kekebalan tubuh
Respon seluler adalah spesies - spesifik , lintas analisis - bermasalah spesies . Metode baru
spesies - sasaran yang sama - , studi multi- organ yang tersedia untuk memotong hidup ,
pengujian lintas-spesies
kekurangan :
- Banyak percobaan biologi seluler dilakukan di luar organisme atau sel ; karena kondisi
pengujian mungkin tidak sesuai dengan kondisi di dalam organisme, ini dapat mengakibatkan
hasil yang tidak sesuai dengan situasi yang muncul dalam organisme hidup. Akibatnya, hasil
eksperimen tersebut sering dijelaskan dengan in vitro, bertentangan dengan in vivo.
- Namun, kondisi yang terkendali hadir dalam sistem in vitro berbeda secara signifikan dari
yang in vivo, dan dapat memberikan hasil yang menyesatkan. Oleh karena itu, dalam studi in
vitro biasanya diikuti oleh studi vivo.
Contohnya termasuk:
Protein lipat mungkin berbeda seperti dalam sel ada kepadatan tinggi protein lain dan
ada sistem untuk membantu lipat, sementara in vitro, kondisi kurang bergerombol dan
tidak membantu.
Kelebihan
Kebutuhan sample yang digunakan lebih sedikit
Murah dan cepat
Dalam penelitian in vitro yang lebih cocok dibandingkan in vivo untuk menyimpulkan
tindakan mekanisme biologis. Dengan variabel yang lebih sedikit dan perseptual diperkuat
menyebabkan reaksi halus, hasil yang umumnya lebih jelas.
in vitro lebih cocok untuk mengamati efek keseluruhan percobaan pada subjek hidup
IN VIVO
In vivo : secondary bioassay
Terletak di dalam tubuh manusia
Kebutuhan sample yang digunakan lebih banyak
Mahal dan lama
dalam lingkungan yang terkendali
Sedangkan uji in vivo digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau teranestesi).
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi
dosis), dan harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non
rodent. Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara
rodent dan non rodent
(KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 761/MENKES/SK/IX/1992 TENTANG PEDOMAN FITOFARMAKA)
In vivo :
Terletak di dalam tubuh manusia digunakan hewan utuh dan kondisi hidup (baik sadar atau
teranestesi)
dalam lingkungan yang terkendali
Syarat hewan yg digunakan sangat banyak tgt jenis obatnya, missal yang jelas harus
dilakukan control terhadap galur/spesies, jenis kelamin, umur, berat badan (mempengaruhi
dosis)
harus dilakukan pada minimal 2 spesies yakni rodent/hewan mengerat dan non rodent.
Alasannya krn system fisiologi dan patologi pada manusia merupakan perpaduan antara rodent
dan
non
rodent.
kekurangan
Sama-sama salah satu uji evaluasi sediaan fisik, kimia dan biologis agar sediaan yang dibuat
Anonim, 2005, Uji In Vitro dan In Vivo Sediaan Semisolid dan Liqud.
6.
Spesies yang ideal untuk uji toksisitas sebaiknya memenuhi criteriakriteria sebagai berikut:
Berat badan lebih kecil dari 1 kg
Mudah di ambil darahnya dan jumlah darah yang dapat diambil cukup
banyak
Mudah dipegang dan dikendalikan
Pemberian materi mudah dilakukan dengan berbagai rute (oral,
subkutan)
Mudah dikembangbiakan dan mudah dipelihara di laboratorium
Lama hidup relative singkat
Fisiologi diperkirakan sesuai/identik dengan manusia/hewan yang
dituju
(Kusumawati.2004.Bersahabat dengan hewan coba.Yogyakarta:Gadjah
Mada University Press)
Kesehatan hewan bebas dari penyakit
Disesuaikan dengan tujuan penelitian
Kebutuhan bahan makanan di sesuaikan berat badan
BB disesuaikan dengan rancangan penelitian
(Bersahabat dengan hewan coba UGM)
Penelitian yang memanfaatkan hewan coba, harus menggunakan hewan
percobaan yang sehat dan berkualitas sesuai dengan materi penelitian.
In vivo :
Analgesik
(http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20311589-S42961-Uji%20efek.pdf
In
1.
2.
3.
4.
5.
6.
vitro:
Uji aktivitas antiaskaris (anticacing)
Uji antifungi
Uji antikalkuli
Uji efek mukolitik
Uji farmakodinamik dg organ terisolir
Uji toksisitas in vitro
- metode Brain Shrimp Test (BST)
- metode Sitotoksisitas
EFEK SITOTOKSIK IN VITRO DARI EKSTRAK BUAH MAHKOTA DEWA
(PHALERIA MACROCARPA) TERHADAP KULTUR SEL KANKER
MIELOMA
Uji Aktivitas Sitotoksik. Sediaan uji dan sediaan kontrol pelarut masingmasing sebanyak 0,1 ml dimasukkan dalam sumur microwell plateyang
telah berisi 0,9 ml suspensi sel hasil inisiasi. Replikasi dilakukan sebanyak
dua kali. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator CO2 suhu 37C selama
24 jam. Kemudian dari masing-masing sumur diambil sebanyak 0,1 ml
dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah dengan larutan tripan
blue 0,5% sebanyak 0,1 ml (perbandingan 1:1) dan dihomogenkan. Dari
campuran tersebut dipipet dan diletakkan diatas ruang hitung
hemositometer. Perhitungan dilakukan dibawah mikroskop dengan
pembesaran 100 kali. Viabilitas sel dihitung dengan rumus:
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/06%20vol%207%20april
%202008%20(48-54).pdf)
Antifungi
UJI AKTIVITAS ANTIJAMUR EKSTRAK ETANOL KULIT BATANG
RAMBUTAN (Nephelium lappaceum L.) TERHADAP JAMUR Candida
Albicans SECARA IN VITRO
Pengujian Aktivitas Antijamur
a. Media dasar PDA dituang ke dalam cawan petri dan dibiarkan
mengeras.
b. Pada permukaan lapisan dasar diletakkan 6 pencadang dan diatur
sedemikian rupa
sehingga terdapat daerah yang baik untuk mengamati zona hambat yang
terjadi.
c. PDA yang mengandung suspensi jamur uji dituang ke dalam cawan
petri di sekeliling
pencadang.
d. Dikeluarkan pencadang dari cawan petri sehingga terbentuk sumur
yang akan digunakan untuk larutan uji, larutan kontrol positif (+) dan
larutan kontrol negatif (-).
e. Diteteskan larutan uji ekstrak sampel kering etanol, ekstrak sampel
basah etanol, larutan kontrol positif (+) dan larutan kontrol negatif (-).
f. Dilakukan pengulangan secara triplo dengan cara yang sama.
1)
Menumbuhkan sel hela atau sel yg lain dan kemudian dimasukkan ke dalam
tabung conical ditambah 5 ml media pencuci lalu di kocok
2)
Panen sel
3)
Hitung sel
4)
5)
8.
Apa saja faktor2 dari subjek uji yang berpengaruh dalam in vitro dan in vivo?
3.b.1. PRINSIP
Sekelompok hewan uji dengan jenis kelamin yang sama diberikan dosis bertingkat
menggunakan metode fixed doses antara lain: 5, 50, 300 dan 2000 mg/kg (dosis
dapat ditambah hingga 5000 mg/kg). Dosis awal dipilih berdasarkan uji
pendahuluan sebagai dosis yang dapat menimbulkan gejala toksisitas ringan tetapi
tidak menimbulkan efek toksik yang berat atau kematian. Prosedur ini dilanjutkan
hingga mencapai dosis yang menimbulkan efek toksik atau ditemukan tidak lebih
dari 1 kematian, atau tidak tampak efek toksik hingga dosis yang tertinggi atau
adanya kematian pada dosis yang lebih rendah.
3.b.2. PROSEDUR
Jika pada uji pendahuluan tidak ada kematian pada tingkat dosis 2000 mg/kg dan
pada uji utama hanya 1 ekor atau tidak ada hewan yang mati pada tingkat dosis
2000 mg/kg, maka tidak perlu diberikan dosis melampaui 2000 mg/kg.
3.b.2.7. Pengamatan
Hewan uji diobservasi secara individual sekurang-kurangnya pada 30 menit
pertama setelah pemberian sediaan uji, dan secara periodik setiap 4 jam selama 24
jam pertama dan sehari sekali setelah itu selama 14 hari. Namun
durasi
pengamatan dapat bervariasi dan diperpanjang tergantung dari reaksi toksik dan
waktu onset serta lama waktu kesembuhan. Waktu timbul dan hilangnya gejala
toksisitas (khususnya jika ada kecenderungan tanda-tanda toksik yang tertunda)
harus dicatat secara sistematis dalam catatan individual yang dilakukan untuk
setiap hewan.
Pengamatan tambahan perlu dilakukan jika hewan menunjukkan gejala toksisitas
secara terus-menerus. Pengamatan yang dilakukan termasuk pada: kulit, bulu,
mata, membran mukosa dan juga sistem pernafasan, sistem syaraf otonom, sistem
syaraf pusat, aktivitas somatomotor serta tingkah laku. Selain itu, perlu juga
pengamatan pada kondisi: gemetar, kejang, salivasi, diare, lemas, tidur dan koma.
Hewan dalam kondisi sekarat dan hewan yang menunjukkan gejala nyeri yang
berat atau tampak menderita harus dikorbankan. Hewan uji yang dikorbankan atau
ditemukan mati, waktu kematiannya harus dicatat. Hal- hal yang harus diamati
dalam periode observasi adalah:
a. Tingkah laku hewan seperti jalan mundur, jalan menggunakan perut
b. Berat Badan
Berat badan masing-masing hewan harus dimonitor pada saat sebelum diberikan
sediaan uji dan sekurang-kurangnya seminggu setelahnya. Perubahan berat badan
harus dianalisis. Pada akhir penelitian, hewan yang masih bertahan hidup ditimbang
dan kemudian dikorbankan.
c. Pemeriksaan Patologi
Seluruh hewan (termasuk yang mati selama penelitian maupun yang dimatikan)
harus dinekropsi. Semua perubahan gross patologi dicatat untuk setiap hewan uji.
Pemeriksaan mikroskopik dari organ yang menunjukkan adanya perubahan secara
gross patologi pada hewan yang bertahan hidup selama 24 jam atau lebih setelah
pemberian dosis awal dapat dilakukan untuk mendapatkan informasi yang berguna.
3.b.2.8. Pengumpulan dan Analisis Data
Data masing-masing hewan harus tersedia dan semua data harus diringkas dalam
bentuk tabel yang menunjukkan dosis uji yang digunakan; jumlah hewan yang
menunjukkan gejala toksisitas; jumlah hewan yang ditemukan mati selama uji dan