METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Mahasiswa Politeknik Negeri
Malang dalam kurun waktu Februari April 2016.
3.2 Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap, antara lain :
1. Uji pendahuluan limbah Laboratorium Kimia Dasar Politeknik Negeri Malang.
2. Ekstraksi pati dari biji alpukat.
3. Proses Koagulasi dengan variasi jumlah pati biji alpukat.
4. Uji lanjutan air limbah Laboratorium Kimia Dasar Politeknik Negeri Malang
3.3 Bahan dan Alat Penelitian
3.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Biji alpukat (Persea americana Mill)
2. Larutan natrium metabisulfit (Na2S2O5) dengan konsentrasi 2000 ppm
3. Aquades
3.3.2 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Blender
2. Screen 100-mesh
3. Oven
4. Pisau
5. Beaker glass
6. Corong buchner
7. gelas kimia
8. labu Erlenmeyer
9. buret
10. krus porselen
selama 1 jam dan kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat
awal (a). Kertas saring dipasang pada peralatan fakum. 100 ml sampel dilakukan
filtrasi pada rangkaian kertas saring dan peralatan fakum selama 3 menit. Setelah
proses filtrasi selesai, 10 ml sampel yang lolos dari kertas saring dimasukkan dalam
cawan yang telah ditimbang beratnya (a) kemudian dimasukkan dalam oven dengan
suhu 180oC.
25. Mendinginkan cawan dalam desikator dan kemudian ditimbang beratnya (b).
26.
27.
28.
29. 3.4.1.3 Pengukuran kekeruhan
30.
feroin untuk dititrasi dengan larutan ferro ammonium sulfat 0.025 N yang telah
dibakukan hingga terjadi perubahan warna dari hijau hingga merah coklat.
33. 2.8 Uji BOD
34.
menggunakan jar test diencerkan sebanyak dengan air aerasi dan dimasukkan dalam 2
botol BOD (A1 dan A2). Untuk blanko digunakan air aerasi tanpa penambahan
sampel yang dimasukkan dalam 2 boto BOD (B1 dan B2). Botol A2 dan
B2dimasukkan dalam pendingin dengan suhu 19oC selama 5 hari untuk pengujian
BOD5. Botol A1 dan B1 masing-masing ditambahkan 1ml MnSO4, larutan alkali 1
35. ml, Larutan H2SO4 pekat 1ml dan dikocok sampai gumpalan mengendap.
Kemudian
36. campuran dititrasi dengan Na2S2O3 0.025 N hingga warna kuning hampir
hilang (kuning jernih) dan ditambahkan indikator amilum 3 tetes dan
kemudian titrasi dilanjutkan hingga warna jernih. Hal yang sama juga
dilakukan untuk botol BOD yang disimpan selama 5 hari.
37. 2.9 Pengukuran pH
38. Mencelupkan elektroda pH meter pada sampel limbah air penggilingan
kedelai setelah proses koagulasi dengan penambahan koagulan Moringa
oleifera bebas minyak (KMOB)
39. 3.4.2
alpukat. Metode yang dilakukan adalah dengan pemilihan biji alpukat yang baik,
pencucian biji alpukat, pengelupasan kulit biji dan teknik pemotongan biji alpukat.
Pengelupasan kulit biji alpukat dapat dilakukan dengan menggunakan pisau karena
kulit biji alpukat tipis dan mudah dikelupas. Pemotongan biji alpukat dilakukan
secara irisan (slicing) dengan tebal kira-kira 0,5 mm menggunakan pisau agar luas
permukaan biji alpukat semakin besar sehingga pati pada biji alpukat lebih mudah
kimia dan ditambahkan dengan aquades hingga volume yang ditentukan. Kemudian
larutan diaduk dengan menggunakan batang pengaduk hingga padatan natrium
metabisulfit, asam askorbat, dan asam sitrat larut dalam aquades. Skema pembuatan
larutan konsentrasi 2000 ppm ditunjukkan pada Gambar 3.2 sebagai berikut:
Padatan natrium
metabisulfit sebanyak 1
gram ditimbang
Padatan dimasukkan
dalam gelas kimia dan
ditambahkan aquades
Larutan diencerkan
dengan labu ukur 500 mL
53.
54. Gambar 3.2 Skema pembuatan larutan metabisulfit 200 ppm
55. 3.4.2.3 Ekstraksi Pati dari Biji Alpukat dengan Larutan Natrium
Metabisulfit
56.
dengan pH 7 perendaman selama 24 jam, rasio biji alpukat dan larutan perendam
(F/S) 1:5 (gr/mL). Pengaturan pH basa dilakukan dengan menambahkan natrium
hidroksida sedangkan pengaturan pH asam menggunakan asam asetat dengan asam
sitrat. Biji alpukat dihaluskan menjadi ukuran yang lebih kecil yang homogeny
menggunakan blender. Dari campuran tersebut terbentuk slurry yang disaring dengan
kain saring. Ampas biji alpukat dicuci sebanyak 3 kali dengan aquadest, sedangkan
suspensi yang diperoleh diendapkan selama 6-12 jam, kemudian pemisahan dibantu
dengan menggunakan sentrifuge. Setelah terpisah, endapan dikeringkan dengan oven
pada suhu 50C sampai pati kering. Pati yang telah dikeringkan kemudian disimpan
ke dalam penyimpanan. Skema percobaan ditunjukkan Gambar 3.3.
57.
58.
59.
60.
selama 24 jam
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
Gambar 3.3 Skema percobaan ekkstraksi pati dari biji alpukat dengan larutan
natrium metabisulfit
72.
3.4.3 Proses Koagulasi dengan Variasi Jumlah Pati dari Biji Alpukat
73.
dalam 5 gelas kimia dan diukur pH awal masing masing sampel dengan
menggunakan pH meter, ditambahkan pada masing masing sampel dengan bahan
koagulan larutan pati biji alpukat 100 ppm, sebanyak 0,5 ml; 1 ml; 1,5 ml; 2 ml dan
2,5 ml. Kemudian dilakukan uji jar test, dengan pengadukan cepat 120 rpm selama 1
menit dan pengadukan lambat 60 selama 20 menit dan didiamkan selama 6 menit.
3.4.4
BAB IV
PEMBAHASAN
dengan waktu yang singkat, karena biji alpukat mengandung senyawa fenolik
dopamin (3,4-dihidroksi phenilalanin). Senyawa fenolik ini dapat menyebabkan
adanya reaksi pencoklatan (browning) secara enzimatik yang disebabkan oleh reaksi
antara oksigen dengan substrat fenolik dengan katalisator polifenol oksidase. Hal ini
sesuai dengan pendapat Winarno (1986) yang mengatakan bahwa, pencoklatan
enzimatik terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa
fenolik.
81.
Pencoklatan pada buah apel dan buah lain setelah di kupas disebabkan
oleh aktifitas enzim polypenol oxidase, yang dengan bantuan oksigen akan mengubah
gugus monophenol menjadi Ohidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi menjadi
O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat. Untuk mencegah
terbentuknya warna coklat pada buah apel tersebut, dapat dilakukan dengan cara
blanching. Perendaman biji alpukat dengan larutan natrium metabisulfit, larutan asam
askorbat, dan larutan asam sitrat bertujuan agar enzim fenolase tidak dapat bereaksi
dengan oksigen sehingga reaksi browning tidak terjadi.
82.
biji alpukat, kemudian terurai dari biji selama perendaman dan diikat pada larutan
perendam serta mengalami proses oksidasi.
84.
pH rendah, banyak gugus amino yang terprotonasi sehingga hanya sedikit asam
amino yang tersedia untuk reaksi pencoklatan (Eriksson, 1981). Dengan demikian,
untuk mencegah reaksi pencoklatan pada produk pangan, dapat dilakukan dengan
menurunkan pH pangan.
85.
pati tersebut didapatkan pada perendaman dengan larutan natrium metabisulfit saat
pH netral (7). Hasil rendemen dengan larutan natrium metabisulfit lebih tinggi
dibandingkan dengan perolehan rendemen pada larutan asam askorbat dan larutan
asam sitrat. Hal ini dapat disebabkan oleh larutnya natrium metabisulfit dalam air
yang mengakibatkan terbentuknya ion Na+ dan ion bisulfit (HSO3 -), ion bisulfit
bereaksi dengan H+ membentuk SO2. Penggunaan SO2 sangat penting karena SO2
sebagai agen pereduksi mampu memecah ikatan disulfida matriks protein yang
membungkus granula pati, sehingga dapat membebaskan granula pati. Selain itu SO2
mampu menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri asam
laktat (Lactobacillus). Asam laktat yang dihasilkan bakteri asam laktat dapat
membantu pemisahan pati dan meningkatkan jumlah pati yang dihasilkan. Asam
laktat dapat meningkatkan pelunakan biji, melarutkan protein endosperm, dan
86. melemahkan dinding sel endosperm (Johnson dan May, 2003).
87.
dengan memecahkan ikatan inter dan intra molekul SO2, dan memudahkan
pemisahan protein dan pati. Penggunaan SO2 juga meningkatkan aktivitas protease
pada endosperm, yang memudahkan pelarutan matriks protein (Wahl, 1969)
3.3 Pengaruh Penambahan Koagulan Biji Alpukat terhadap Kekeruhan
Limbah Kimia Dasar Politeknik Negeri Malang
88.
89.
90.
91.
92.
93.
94.
95.
96.
97.
98. Gambar 2. Pengaruh larutan koagulan pati biji alpukat terhadap kekeruhan
99.
tinggi adalah pada penambahan larutan koagulan pati biji alpukat 2,0 ml yaitu 7,79
NTU atau menyisihkan 88,18% dari kekeruhan limbah pada perlakuan kontrol. Hasil
ini dapat dibuat kesimpulan bahwa penambahan menurunkan tingkat kekeruhan
limbah Laboratorium Kimia Dasar Politeknik Negeri Malang.
100.
limbah. Dari
101.
karena penyebab kekeruhan sendiri adalah kadar zat padat pada limbah.
Dengan berkurangnya zat padat terlarut pada limbah maka nilai kekeruhan
dari limbah juga akan berkurang.
3.4 Pengaruh Penambahan larutan koagulan pati biji alpukat terhadap COD
dan BOD limbah Laboratorium Kimia Dasar Politeknik Negeri Malang
102.
103.
104.
105.
106.
107.
108.
109.
110.
111.
112.
113.
114.
terhadap BOD
115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
mL larutan koagulan biji alpukat
100 ppm
130.
131.
terhadap COD
132.
Hasil yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan nilai COD
dan BOD yang dihasilkan semakin turun dengan semakin banyaknya (ml) larutan
koagulan pati biji alpukat yang ditambahkan. Hal ini terjadi karenapolimer kationik
dapat menguragi kandungan bahan organik dalam limbah dengan cara koagulasi.
Partikel koloid yang berasal dari bahan organik memiliki muatan listrik negatif.
Penambahan polimer kation dari larutan koagulan pati biji alpukat pada partikel
koloid dengan muatan negatif ini akan membentuk jembatan partikel antar partikel
koloid. Jembatan partikel ini akan saling menjalin satu dengan yang lain, sehingga
membentuk mikroflok hingga memperoleh massa yang cukup untuk mengendap.
Dengan mengendapnya bahan organik maka nilai COD pun akan turun.
133.
yang dimiliki oleh biji alpukat .Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Broin et al
(Ghebremichael, 2004) bahwa bakteri gram positif dan negatif dapat terflokulasi oleh
protein yang terdapat dalam biji alpukat, dengan kata lain KOAGULAN PATI BIJI
ALPUKAT dapat secara langsung membunuh dan juga dapat menghambat
perumbuhan mikroorganisme. BOD merupakan parameter yang mengukur jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan zat organik yang terlarut
dan tersuspensi, jadi dengan
134.
BOD dalam
135.
136.
limbah.
Volume penambahan larutan koagulan pati biji alpukat yang optimum
adalah 2,0 ml karena pada keadaan larutan koagulan pati biji alpukat
yang
partikel koloid berikatan dengan lebih dari satu polimer kationik dari
KOAGULAN PATI BIJI ALPUKAT. Sehingga yang terjadi adalah polimer
kationik tersebut membungkus partikel koloid dan tidak mempunyai massa
yang cukup untuk mengendap.
138.
Nilai COD dan BOD yang paling rendah adalah pada saat penambahan
koagulan pati biji alpukat 2,0 ml yaitu 513,2 dan 312,3 mg/l yang menyisihkan 84,83
% nilai COD dan 81,44 % nilai BOD dari perlakuan kontrol. Dari hasil yang
didapatkan penurunan untuk COD dan BOD juga berbanding lurus dengan
penambahan koagulan pati biji alpukat. Semakin banyak ml koagulan pati biji alpukat
yang ditambahkan semakin turun angka COD dan BOD yang dihasilkan.
139.
140.
141.
142.
143.
144.
145.
146.
147.
3.5 Pengaruh Penambahan Koagulan Pati Biji Alpukat terhadap pH limbah
air penggilingan kedelai industri tempe
148.
149.
150.
protein kationik dari biji alpukat tidak memerlukan zat pereduksi dalam
proses koagulasi yang akan menghasilkan suatu asam, seperti halnya tawas.
Sehingga pH yang dihasilkan cenderung tetap.
151.