Anda di halaman 1dari 21

1.

TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengenal alat-alat yang digunakan di
laboratorium kimia, mengetahui fungsi dan cara penggunaan alat dengan benar,
mengetahui perbedaan ketelitian alat-alat ukur, mengetahui

cara pembuatan larutan

NaCl, mengamati tingkat ketelitian titrasi buret pada metode lambat maupun metode
cepat, mengetahui cara mengencerkan suatu larutan, mengetahui cara melakukan titrasi,
serta mengetahui cara mengenal gas dengan menggunakan kertas lakmus.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Alat-alat laboratorium yang digunakan dalam kegiatan praktikum antara lain:
1. Kaki tiga
Digunakan sebagai tungku, di atasnya terletak wadah bahan-bahan yang akan
dipanaskan, api untuk pemanasan diletakkan antara ketiga kakinya (Edwin,1959).
2. Segi tiga
Digunakan sebagai penopang wadah bahan-bahan yang akan dipanaskan di atas ketiga
kakinya (Edwin,1959).
3. Kasa asbes
Digunakan sebagai alat untuk meratakan panas sehingga pemanasan suatu zat di dalam
wadah akan dapat menyeluruh (Edwin,1959).
4. Penjepit
Digunakan untuk membantu praktikan dalam pengambilan alat-alat yang tidak boleh
diambil dengan tangan (Salim et al., 1991).
5. Pemanas air
Digunakan untuk memanaskan suatu zat dengan menggunakan uap air (Day &
Underwood,1992).
6. Cawan porselin (crucible)
Berfungsi untuk mereaksikan zat dalam temperatur tinggi, mengabukan kertas saring,
dan menguraikan endapan dalam gravimetric agar menjadi bentuk yang stabil
(Ebbing,1987).
7. Pinggan porselin ( evaporating dish)

Digunakan untuk menguapkan suatu larutan sehingga menjadi pekat dan kering,
mengkristalkan zat dan menyublimasikan zat (Day & Underwood,1992).
8. Alat-alat gelas:
Alat-alat ini

harus diperiksa kebersihannya sebelum digunakan yaitu dengan cara

dibilas dengan air destilata 2 kali. Jika alat itu kelihatan jernih dan jika dibasahkan tidak
menjadi basah maka alat tersebut sudah bersih (Day & Underwood,1992).
9. Alat untuk mereaksikan zat:
Gelas wadah
Berfungsi untuk mencampurkan atau melarutkan suatu zat dengan cara dikocok
(Chang, 1991).
Tabung Reaksi
Berfungsi untuk wadah mereaksikan zat dalam jumlah sedikit dan perlu dikocok ke
arah samping.

Gelas piala / gelas beku

Berfungsi untuk wadah mereaksikan, memanaskan zat dalam jumlah banyak


(Chang, 1991).

Labu Erlenmeyer

Berfungsi terutama pada saat titrasi. Labu erlenmeyer dikocok dengan memutarnya
atau

menggunakan

pengocok

listrik

atau

magnet

pada

saat

titrasi

(Day&Underwood, 1992).
10. Alat pengukur
Gelas ukur
Digunakan untuk mengukur volume cairan yang akan direaksikan dengan sangat
tidak tepat (Day & Underwood, 1992).
Pipet
Pipet harus dibersihkan bila air suling tidak menetas keluar dengan
seragam, melainkan meninggalkan tetesan kecil air yang menempel pada
dinding dalam. Pembersihan dapat dilakukan dengan larutan detergen yang
hangat atau dengan larutan pembersih (Day & Underwood, 1992).
Beberapa jenis pipet antara lain:

Pipet Gondok
Berbentuk silinder dan terbuat dari kaca, digunakan untuk mengambil
larutan dengan volume tertentu dengan cepat (Ebbing, 1987).

Pipet Ukur

Untuk mengambil larutan yang volumenya memiliki ukuran yang


berbeda. Pipet ukur mempunyai skala yang mirip dengan buret dan
digunakan untuk mengukur volume larutan dengan lebih tepat daripada
gelas ukur. Tetapi biasanya pipet ukur tidak digunakan bila diminta
ketepatan yang tinggi.

Pipet Pasteur (pipet tetes)


Untuk mengambil larutan dalam jumlah kecil.

Buret
Digunakan untuk menghantarkan volume yang diketahui dengan tepat
namun dapat berubah-ubah. Alat ini digunakan dalam titrasi. Buret tidak
perlu diatur, sehingga letak mensikus pada permulaan tepat pada angka nol
atau angka bulat lain, yang penting catat letak angka tersebut dengan teliti.
(Day & Underwood, 1992).

Labu takar
Digunakan untuk membuat larutan sampai ke volume dengan tepat. Jika
larutan dituangkan dari dalam labu itu volume yang tertuang akan
berkurang sedikit dibandingkan dengan volume yang tercantum dan
memang labu takar tidak pernah dipakai untuk mengukur larutan yang akan
dipindahkan ke wadah lain (Day & Underwood, 1992).

11. Pengaduk
Alat ini digunakan untuk mengaduk larutan yang biasanya berada di dalam gelas
piala, dan juga sebagai perantara untuk membersihkan endapan pada dinding
bejana dan membantu memindahkan larutan dari satu bejana ke bejana lain (Day
& Underwood,1992).
12. Gelas arloji
Digunakan untuk menimbang zat dengan neraca analiti). Untuk menutup bejana
lain guna menghambat uap air yang keluar dari bejana.
13. Corong
Digunakan untuk memasukkan cairan ke dalam botol yang bermulut kecil.
14. Botol semprot
Digunakan untuk membersihkan dinding bejana dari sisa-sisa endapan,
mengeluarkan air dalam jumlah terbatas dan sebagai tempat penyimpanan air
(Day & Underwood,1992).
15. Eksikator

Digunakan untuk menyimpan zat agar tetap kering dan mengeringkan zat. Untuk
menyimpan zat eksikator tidak perlu diisi bahan pengering, sedangkan untuk
mengeringkan zat eksikator perlu diisi bahan pengering yang bersifat
higroskopis, antara lain: CaO, CaCl2, H2SO4 pekat. Eksikator disebut juga
dessicator yang kedap udara (Sudarmadji, 1984).
16. Sentrifusa
Digunakan untuk mempercepat memisahkan endapan dari cairan induknya (Day
& Underwood, 1992).
17. Rotary evaporator
Alat yang digunakan untuk memisahkan larutan dari pelarutnya sehingga
didapatkan larutan dengan kandungan kimia yang diinginkan.
Agar suatu reaksi kimia dapat berjalan dibutuhkan peralatan-peralatan untuk melakukan
praktikum kimia yang terdapat pada laboratorium yang mendukung. Selain untuk
membantu proses reaksi kimia, berbagai macam peralatan laboratorium ini juga
berfungsi sebagai penghasil aliran, sebagai alat penukar panas, serta sebagai tempat
untuk menyimpan bahan-bahan kimia. Material yang digunakan dalam pembuatan alatalat laboratorium harus tahan karat, serta tahan temperatur dan tekanan yang tinggi
(Bernasconi, 1995).
Pengenceran adalah cara untuk untuk mengurangi konsentrasi larutan dengan
menambahkan bahan pelarut (Godman, 1998). Dalam pembuatan larutan standard, kita
dapat menggunakan larutan yang sudah ada sebelumnya melalui proses pengenceran.
Pada proses pengenceran kita harus menentukan jumlah larutan standard yang akan
dibuat dan menentukan jumlah larutan yang sudah ada sebelumnya yang akan
diencerkan. Perhitungan dapat menggunakan persamaan :
V1 x N1 = V2 x N2
atau
V1 = V2 x N2
N1
Keterangan:
V1 = Volume larutan asli yang digunakan
N1 = Normalitas asli
V2 = Volume larutan standard yang akan dibuat

N2 = Normalitas larutan standard yang akan dibuat (Day and Underwood, 1983).
Titrasi adalah salah satu cara analisa yang paling sering dilakukan dalam melakukan
analisa kuantitatif. Zat yang sudah diketahui normalitasnya diletakkan di dalam buret
sebagai zat penitran. Larutan yang akan ditentukan normalitasnya ditempatkan pada
labu Erlenmeyer. Titrasi dilakukan dengan membuka kran buret pelan-pelan. Titran akan
masuk ke dalam Erlenmeyer sambil digoyang pelan-pelan. Untuk mengetahui bahwa
Titik Akhir Titrasi (TAT) sudah tercapai adalah mengamati perubahan warna pada
larutan. Perubahan warna dapat dilihat dengan zat penunjuk warna yang disebut
indikator. Pada saat itulah gram ekuivalen dari titran sama dengan gram ekuivalen dari
zat yang dititrasi yang biasa disebut dengan titik ekuivalen. Untuk mengetahui
normalitas larutan yang dibuat, menggunakan rumus pengenceran (Petrucci, 1992).
Dalam percobaan pengenalan gas NH3 dengan kertas lakmus, kita menggunakan
indikator untuk menentukan apakah larutan ini bersifat basa atau asam yang disebut
kertas lakmus. Kertas ini merupakan indikator asambasa dengan menunjukan
perubahan warna. Jika kertas lakmus biru diberi larutan asam maka kertas tersebut akan
berubah menjadi merah, sedangkan jika larutan yang bersifat basa maka kertas lakmus
merah akan berubah menjadi warna biru (Day & Underwood, 1992).

3. MATERI METODE
3.1. Materi
3.1.1. Alat
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah tabung reaksi, Erlenmeyer, gelas
ukur, labu takar, pompa pilleus, pipet gondok, pipet volume, pipet tetes, buret,
pengaduk, gelas arloji, penjepit, timbangan analitik, statif, klem, termometer, hot plate,
stopwatch, kertas lakmus, dan rak tabung reaksi.
3.1.2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah aquadestilata, NaCl, HCl, H 2SO4
0.3 N, NaOH, indikator PP (phenolphthalein), dan NH4Cl.
3.2 Metode
3.2.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Aquadestilata dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga mencapai 100 ml. Larutan
tersebut dipindahkan ke dalam labu takar dan dicatat ketelitiannya. Kemudian
dipindahkan lagi ke dalam Erlenmeyer dan dicatat ketelitiannya lagi.
3.2.2. Pembuatan Larutan NaCl
NaCl ditimbang 2 gram, 4 gram, 8 gram, dengan menggunakan gelas arloji. Kemudian
dilarutkan dengan aquadestilata sampai batas 100 ml di dalam labu takar. Setelah
beberapa saat, perubahan yang terjadi pada larutan tersebut dicatat.
3.2.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Buret diisi dengan aquadestilata pada sembarang angka. Kemudian aquadestilata
tersebut dikeluarkan sebanyak 10 ml dengan lambat. Lalu dicatat meniskusnya dan
ditunggu selama 1 atau 2 menit kemudian dicatat lagi meniskusnya. Buret diisi lagi dan
dikeluarkan lagi dengan cepat lalu dicatat meniskusnya. Setelah ditunggu 1 atau 2 menit
meniskus dicatat lagi.

3.2.4. Pengenceran
H2SO4 diambil sebanyak 10 ml dengan menggunakan pipet volume kemudian
dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Kemudian larutan tersebut diencerkan sampai
tanda tera.
Pada metode ini digunakan persamaan :
V1 . N1 = V2 . N2
V1

= volume larutan asli yang akan dipakai atau diperlukan

V2

= volume larutan standar yang akan dibuat

N1

= normalitas asli

N2

= normalitas larutan standar yang akan dibuat

3.2.5. Titrasi
Buret dicuci dengan larutan pencuci. Kemudian dibilas dengan larutan standar, yaitu
NaOH. Buret diisi dengan NaOH dan skalanya dicatat. H2SO4 yang sudah diencerkan
pada metode sebelumnya diambil sebanyak 10 ml dengan pipet volume dan dimasukkan
ke Erlenmeyer lalu ditambahkan dengan 3 tetes indicator PP. Keran buret dibuka dan
titran diteteskan secara perlahan ke Erlenmeyer sambil Erlenmeyer tersebut terus
digoyang perlahan-lahan. Titran dihentikan setelah memberikan warna merah sangat
muda yang tidak mau hilang saat digoyangkan. Jumlah ml larutan standar yang
digunakan dicatat.
Pada metode ini digunakan persamaan:
V1 . N1 = V2 . N2
3.2.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Larutan NH4Cl diambil sebanyak 2 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan 2 ml NaOH. Tabung reaksi tersebut dijepit dengan penjepit lalu
dipanaskan sambil digoyang-goyangkan hingga mendidih. Bau gas yang terbentuk
dibau dengan cara tangan dikibas-kibaskan di atas mulut tabung. Kertas lakmus merah
didekatkan mulut tabung reaksi kemudian perubahan warna pada lakmus diamati.

4. HASIL PENGAMATAN
4.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Hasil pengamatan ketelitian alat-alat ukur dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ketelitian Alat-alat Ukur
Kelompok

Alat

Ketelitian (ml)

C1

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
<100
<100

C2

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
<100
>100

C3

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
<100
<100

C4

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
100
>100

C5

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
<100
>100

C6

Gelas ukur
Labu takar
Erlenmeyer

100
<100
>100

Pada Tabel 1., dapat dilihat bahwa dari data semua kelompok menyatakan ketelitian
gelas ukur tepat 100 ml. Labu takar memiliki ketelitian kurang dari 100 ml kecuali
untuk kelompok C4 menyatakan tepat 100 ml. Sedangkan ketelitian erlenmeyer lebih
dari 100 ml kecuali kelompok C1 dan C3 menyatakan kurang dari 100 ml.
4.2. Pembuatan Larutan NaCl
Hasil pengamatan pembuatan larutan NaCl dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pembuatan Larutan NaCl
Kelompok

Massa NaCl (g)

Pengamatan

C1

Terbentuk gelembung, tidak ada endapan ,dan


tidak keruh

C2

Ada gelembung, warna larutan tidak berubah,


dan tidak ada endapan

C3

Gelembung sedikit, tidak berkeruh, dan


volume berkurang

C4

Ada endapan, air menjadi sedikit keruh,


terdapat sedikit gelembung

C5

Air berkurang dan terdapat endapan

C6

Air berkurang dan tidak ada endapan

Pada Tabel 2., menunjukkan perubahan yang terjadi pada pembuatan larutan NaCl 2
gram, 4 gram, dan 8 gram. Pada kelompok C1 dan C2 larutan terdapat gelembung
namun tidak ada endapan dan tidak keruh. Pada kelompok C4 dan C6 terdapat sedikit
gelembung tetapi tidak keruh dan volume menjadi berkurang pada kelompok C3 dan
keruh pada kelompok C4 serta terdapat endapan. Pada kelompok C5 dan C6 air menjadi
berkurang dan C5 terdapat endapan sedangkan C6 tidak terbentuk endapan.
4.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Hasil pengamatan tingkat ketelitian titrasi buret dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret
Kelompok
C1

Metode
Lambat
Cepat

Volume (ml)
10
10

Waktu (s)
782
39

Pengamatan
Tetap
Tetap

C2

Lambat
Cepat

10
10

294
10

Meniskus tetap
Meniskus tetap

C3

Lambat
Cepat

10
10

253
20

Tetap
Tetap

C4

Lambat
Cepat

10
10

166,58
8,13

C5

Lambat
Cepat

10
10

167
9

C6

Lambat
Cepat

10
10

Meniskus
berkurang
Meniskus
berkurang
Meniskus tetap
Meniskus tetap

173
11

Meniskus tetap
Meniskus tetap

Pada Tabel 3., dapat dilihat bahwa percobaan ini dilakukan dengan 2 metode yaitu
metode lambat dan metode cepat. Tabel menunjukkan waktu yang dibutuhkan masingmasing kelompok untuk mengeluarkan 10 ml air baik dengan metode lambat maupun
metode cepat berbeda. Pada metode lambat maupun cepat waktu paling cepat adalah
pada kelompok C5 yaitu 167 detik dan 9 detik. Sedangkan pada metode lambat maupun
cepat dengan waktu paling lama terdapat pada kelompok C1 yaitu 782 detik dan 39
detik. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa keadaan meniskus tetap kecuali kelompok
C4 meniskus berkurang.
4.4. Pengenceran
Hasil pengamatan pengenceran dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Pengenceran
Kelompok

Vol H2SO4 awal


(ml)

Konsentrasi
awal (N)

Vol H2SO4 akhir


(ml)

C1
C2
C3
C4
C5
C6

10
10
10
10
10
10

0,3
0,3
0,3
0,3
0,3
0,3

100
100
100
100
100
100

Konsentra
si akhir
(ml)
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03
0,03

Pada Tabel 4., dapat dilihat bahwa konsentrasi H2SO4 setalah pengenceran pada semua
kelompok sama, yaitu 0,03 N.
10

4.5. Titrasi dengan Buret


Hasil pengamatan titrasi dengan buret dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Titrasi dengan Buret
Kelompok
C1
C2
C3
C4
C5
C6

Volume NaOH (ml)


3
3,3
3
14
3,5
2,2

Normalitas (N)
0,1
0,09
0,1
0,02
0,09
0,14

Pada Tabel 5., dapat dilihat bahwa jumlah volume NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi
berbeda-beda. Volume paling banyak terdapat pada kelompok C4 yaitu sebanyak 14 ml
dan paling sedikit kelompok C6 sebanyak 2,2 ml. Normalitas NaOH paling besar yaitu
pada kelompok C6 sebesar 0,14 N.
4.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Hasil pengamatan pengenalan gas dengan kertas lakmus dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
Kelompok
C1
C2
C3
C4
C5
C6

Gas yang terbentuk


NH3
NH3
NH3
NH3
NH3
NH3

Sifat

Bau

Warna

Basa
Basa
Basa
Basa
Basa
Basa

Menyengat
Menyengat
Menyengat
Menyengat
Menyengat
Menyengat

Biru
Biru
Biru
Sedikit kebirubiruan
Violet
Biru

Pada Tabel 6., dapat dilihat bahwa gas yang terbentuk adalah NH 3 yang bersifat basa
dan berbau menyengat serta mengubah warna kertas lakmus merah menjadi biru pada
semua kelompok kecuali kelompok C5 berwarna violet.

11

12

5. PEMBAHASAN
6. 5.1. Ketelitian Alat-alat Ukur
7. Pada percobaan ini digunakan 3 alat ukur yang berbeda yaitu gelas ukur, labu
takar dan tabung erlenmeyer. Pada setiap kali pemindahan aquadestilata ke alat
ukur lain hasilnya tidaklah sama, padahal awal tempat menaruh aqudestilata
tersebut adalah sama. Kesalahan ini dapat disebabkan karena kesalahan si
pengamat dalam melihat dan mengamati

garis lengkung menikusnya.

Diusahakan agar ketinggian mata sejajar dengan meniskus. Lingkaran tera yang
terdekat pada meniskus itu harus terlihat seperti garis lurus. Jika tidak maka
akan menimbulkan kesalahan yang besar (Day & Underwood, 1992). Ketiga alat
ukur yang digunakan pada percobaan ini mempunyai fungsi-fungsi yang berbeda
yaitu gelas ukur digunakan untuk mengukur cairan, tapi tingkat ketelitiannya
masih kecil sedangkan erlenmeyer bukanlah alat ukur melainkan tempat untuk
titrasi. Sementara labu takar adalah alat untuk mengukur volume cairan atau
untuk mengencerkan suatu larutan sehingga konsentrasi yang baru dapat dilihat
secara teliti. Kita dapat menyimpulkan bahwa dari ketiga alat ukur yang telah
kita uji, labu takar adalah alat ukur yang memiliki tingkat ketelitian paling
tinggi.
8.
9. 5.2. Pembuatan Larutan NaCl
10. Pada percobaan pembuatan larutan NaCl, dapat dilihat bahwa NaCl dapat larut
dalam air.Hal ini ditandai dengan adanya kekeruhan warna pada larutan yang
dikarenakan adanya NaCl yang terlarut (Day & Underwood, 1992). Setelah
larutan NaCl diaduk akan terdapat endapan dan warnanya menjadi keruh.
Semakin banyak massa NaCl maka endapan yang timbul akan semakin banyak
dan warna larutan akan semakin keruh serta timbul gelembung. Konsentrasi
larutan pun semakin besar pula. Reaksi yang terjadi adalah NaCl(s) + H2O(l)
NaOH(aq) + HCl(aq). Pada beberapa kelompok volume menjadi berkurang, hal ini
dapat disebabkan karena larutan menempel pada dinding labu, karena dilakukan
pengocokan.
11.
12. 5.3. Tingkat Ketelitian Titrasi Buret

13

13. Percobaan tingkat ketelitian titrasi buret ini dilakukan dua kali dengan dua
metode yang berbeda. Metode pertama yaitu dengan membuka keran dan
mengeluarkan aquadestilata

14

15

14. dengan perlahan dari dalam buret. Sedangkan pada metode kedua aquadestilata
pada buret dikeluarkan dengan cepat. Pada metode lambat meniskus cekung
akan tepat mengenai garis tera. Pada kedua metode ini didapatkan hasil yang
sama, yaitu meniskus yang benar. Perbedaan antara penurunan cepat dengan
lambat
15. Penurunan cepat antara lain:
-keran dibuka dengan lebar sehingga larutan bisa turun dengan cepat
-tingkat ketelitian rendah karena pada saat keran dibuka lebar maka akan membutuhkan
waktu agak lama untuk membuatnya tertutup kembali, ini menyebabkan meniskus
larutan tidak bisa terletak tepat pada skala yang seharusnya
16. Penurunan lambat:
-keran hanya dibuka sedikit sehingga larutan turun dengan lambat
-tingkat ketelitian tinggi
17. Tapi sebenarnya lebih teliti menggunakan metode lambat, karena dengan
menggunakan metode lambat akan ada waktu bagi cairan yang menempel pada
dinding buret untuk turun seluruhnya.
18.
19. 5.4. Pengenceran
20. Percobaan ini dilakukan dengan mengambil 10 ml larutan H 2SO4 0,3 N dengan
menggunakan pipet volume. Lalu larutan H2SO4 tersebut dimasukkan ke dalam
labu takar 100 ml dan diencerkan sampai tanda tera. Pada waktu penambahan
aquadestilata harus dilakukan dengan hati-hati sehingga bisa sekali jadi. Karena
jika tidak, akan mengubah konsentrasi larutan yang dikehendaki. Dihitung juga
berapa larutan asli yang harus diencerkan dengan rumus :
21.

V1 x N1 = V2 x N2

22. Keterangan :
23. V1 = volume larutan awal
24. V2 = volume larutan yang akan dibuat
25. N1 = normalitas larutan awal
26. N2 = normalitas larutan yang akan dibuat
27. Setelah dilakukan perhitungan maka hasil yang didapat 0,030 M. Dari percobaan
ini, diketahui adanya pengenceran membuat normalitas lebih kecil. Maka hal ini
sesuai dengan teori Godman (1998), yang mengatakan bahwa pengenceran
adalah cara untuk untuk mengurangi konsentrasi larutan dengan menambahkan
bahan pelarut
28.

16

29. 5.5. Titrasi dengan Buret


30.

Pada percobaan titrasi, untuk mengetahui normalitas NaOH yang digunakan

maka dilakukan standarisasi NaOH dengan H2SO4. Dimana NaOH sebagai titran
dimasukkan dalam buret dan H2SO4 dari percobaan pengenceran digunakan sebagai zat
yang dititrasi dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan beberapa tetes PP
sebagai indikatornya. Pada percobaan ini diperoleh volume NaOH yang dibutuhkan
untuk titrasi sebesar 3,3 ml. Untuk mencari Normalitas akhir kita dapat menggunakan
rumus :
V1 . N1 = V2 . N2
31.
32. Keterangan :
33. V1 = volume larutan yang dititrasi
34. V2 = volume larutan penitrasi
35. N1 = normalitas larutan dititrasi
36. N2 = normalitas larutan penitrasi

37.
38. Apabila semakin besar volume NaOH yang digunakan , maka semakin kecil
nilai normalitasnya. Volume paling kecil berdasarkan data adalah kelompok C6
sebesar 2 ml sehingga hasil perhitungan normalitasnya paling besar yaitu sebesar
0,14 N sedangkan volume paling besar terdapat pada kelompok C4 yaitu 14 ml
dengan normalitas paling kecil yaitu sebesar 0,22 N.
39. Reaksi yang terjadi adalah NaOH + H2SO4 Na2SO4 + H2O. Perhitungan
kelompok kami mendapatkan konsentrasi NaOH sebesar 0,09 N. Adapun
indikator yang digunakan dalam standarisasi larutan NaOH adalah menggunakan
indikator PP. PP mempunyai fungsi sebagai indikator yang menunjukkan adanya
TAT. Awalnya, penambahan indikator PP pada larutan HCl tidak menimbulkan
warna, hal itu disebabkan karena dalam dalam suasana asam, indikator PP tidak
berwarna. Sedangkan pada akhir titrasi, warna larutan menjadi merah muda
karena H2SO4 dititrasi dengan NaOH yang bersifat basa, dan indikator PP akan
berwarna merah muda saat berada pada larutan asam.
40. Beberapa kesulitan yang dialami saat titrasi yaitu saat melihat skala pada buret
yang berubah-rubah, meniskusnya seringkali naik atau turun akibat penurunan
larutan yang cukup cepat sehingga masih ada larutan yang tertinggal di dinding
buret meniskus akan tetap apabila kita melakukan titrasi dengan metode lambat

17

sehingga larutan dapat turun secara menyeluruh tanpa tertinggal di dinding


buret. Titrasi juga harus dilakukan dengan hati-hati, sebab titik akhir titrasi
mudah sekali terlewat dan menyebabkan perhitungan menjadi tidak tepat.
41.
42. 5.6. Pengenalan Gas dengan Kertas Lakmus
43.

Percobaan ini dilakukan dengan mengambil 2 ml larutan NH4Cl dan dimasukkan

ke dalam tabung reaksi , lalu ditambahkan dengan 2 ml larutan NaOH. Tabung reaksi
dijepit dengan panjepit, lalu setelah itu tabung reaksi dipanaskan sambil digoyangkan
sampai mendidih, Dari percobaan pengenalan gas dengan kertas lakmus akan
menghasilkan gas amoniak (NH3). Hal ini terjadi karena reaksi NH4Cl dengan NaOH
yang menghasilkan gas amoniak dengan reaksi sebagai berikut :
44. NH4Cl(aq) + NaOH(aq)
NH4OH(aq) + NaCl(aq)
45. NH4OH(aq) + NaCl(aq)
NaCl(aq) + NH3(aq) +H2O(l)
46. Keberadaan gas amoniak dapat diketahui dengan mencium baunya yang khas,
yaitu menyengat, dengan cara mengipas-ngipaskan tangan di atas mulut tabung
sementara hidung berjarak relatif jauh berusaha membau gas yang keluar. Kertas
lakmus ada 2 macam yaitu warna biru dan merah yang dipakai sebagai indikator.
Gas ini dapat dikenali sifatnya menggunakan kertas lakmus. Pada metode ini
digunakan kertas lakmus merah karena berdasarkan reaksi dihasilkan gas
amoniak yang bersifat basa. Ketika kertas lakmus merah didekatkan pada mulut
tabung gas, kertas lakmus merah berubah menjadi biru. Hal itu menandakan
bahwa NH3 merupakan senyawa yang bersifat basa.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.

6. KESIMPULAN
7.

Alat pengukur dalam laboratorium mempunyai batas ketelitian yang berbeda beda
dimana labu takar mempunyai ketelitian paling tinggi.

Dalam pelarutan, semakin banyak zat yang dilarutkan, larutan akan semakin keruh

dan semakin tinggi konsentrasinya.


Kecepatan proses titrasi yang lambat cenderung lebih akurat dan presisi daripada
proses titrasi dengan kecepatan yang cepat karena zat yang tersisa di dinding buret
akan lebih sedikit.

Pengenceran harus dilakukan secara cermat karena volume yang berlebih dapat
menimbulkan perbedaan konsentrasi yang cukup signifikan. Fungsi larutan PP yaitu
untuk menunjukkan adanya sifat basa dalam suatu larutan, hal ini ditandai dengan
adanya perubahan warna larutan yang dititrasi berubah menjadi merah muda.

Gas NH3 adalah gas yang berbahaya dan berbau menyengat oleh karena itu kita
tidak boleh membaunya secara langsung.

Adanya perubahan warna kertas lakmus dikarenakan sifat basa yang dimiliki NH3.

8.
9.
10.
11.
12. Semarang, 24 September 2014
13. Praktikan,
14.
15.
16.
17. (Nike Chandrawibowo)
18.
14.I2.0046
19.
20.
21.

Asisten Praktikum :
-Fellycia Devi P

22. DAFTAR PUSTAKA


23.
24. Bernasconi,G.(1995). Teknologi Kimia. PT. PradayaParamita. Jakarta.
25.
26. Chang, R. (1991). Chemistry Fourth Edition. York Graphic Services. USA .
18

27.
28.

Day, Jr. dan A. L. Underwood. ( 1992 ). Analisis Kimia Kuantitatif. Erlangga.

Jakarta.
29.
30.

Ebbing, D. B. (1987). General Chemistry. Houghton Mifflin Company. Boston.


31.
32. Edwin, C.(1959). A Laboratory Manual for General Chemistry . Houngton
Mifflin Company. Cambridge.
33.
34. Godman, A. (1998). Kamus Sains Bergambar. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
35.
36. Petrucci,R.H. (1992). Kimia Dasar. Erlangga. Jakarta.
37.
38. Salim, Drs. Peter dan Yenny Salim. (1991). Kamus Bahasa Indonesia
Kontemporer.
39. Modern English Press. Jakarta.
40.
41. Sudarmadji; S. Bambang H. & Suhardi. (1984). Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.

55. LAMPIRAN
55.1.
Perhitungan
55.1.1. Pengenceran
V1 . N1 = V2 . N2
10 x 0,3 = 100 x N2
N2 = 0,03 N
55.1.2. Titrasi
56.

V1 . N1 = V2 . N2

57.

19

58. Kelompok C1

59. Kelompok C4

10 x 0,3 = 3 x N2
N2 = 0,1 N

10 x 0,3 = 14 x N2
N2 = 0,02 N

Kelompok C2
10 x 0,3 = 3,3 x N2
N2 = 0,09 N

Kelompok C5
10 x 0,3 = 3,5 x N2
N2 = 0,09 N

Kelompok C3
10 x 0,3 = 3 x N2
N2 = 0,1 N

Kelompok C6
10 x 0,3 = 2,2 x N2
N2 = 0,14 N

60.
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.

20

21

69.1.

Laporan sementara

Anda mungkin juga menyukai