PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma ditandai oleh
meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
pengecilan lapangan pandang.
Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga ini
menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer
adalah bentuk tersering, menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progresif
asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan
lapangan pandang yang ekstensif. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus
pada orang Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang
Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan
efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri),
inspeksi diskus optikus, dan penurunan lapangan pandang secara teratur.
Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar
masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimptomatik mengharuskan adanya kerjasama
dan bantuan dari semua petugas kesehatan. Oftalmoskopi dan tonometri harus merupakan
bagian dari pemeriksaan fisik rutin pada semua pasien yang cukup kooperatif dan tentu saja
semua pasien yang berusia lebih dari 30 tahun. Hal ini penting pada pasien yang mempunyai
riwayat glaukoma pada keluarganya. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan
primer untuk dapat mendeteksi secara dini glaukoma pada masyarakat agar dapat
ditatalaksana sesegera mungkin.
1.2.
TUJUAN PENULISAN
Penulisan clinical scientific session (CSS) ini bertujuan untuk memahami serta
BATASAN MASALAH
Dalam CSS ini akan dibahas mengenai glaukoma primer sudut terbuka
1.4
TUJUAN PENULISAN
Penulisan clinical scientific session (CSS) ini bertujuan untuk memahami serta
METODE PENULISAN
Penulisan CSS ini menggunakan berbagai literature sebagai sumber kepustakaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Glaukoma adalah suatu penyakit yang memberikan gambaran klini berupa peninggian
tekanan bola mata, penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang pandangan mata.
(Sidarta Ilyas,2000).
Galukoma adalah sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler.( Long Barbara, 1996)
Glaukoma primer sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma ( 9095% ) , yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan berkembang secara
lambat. Disebut sudut terbuka karena humor aqueousmempunyai pintu terbuka ke jaringan
trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan degeneratif jaringan rabekular, saluran
schleem, dan saluran yg berdekatan.
2.2 EPIDEMIOLOGI
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di dunia, lebih kurang
sebanyak 6 juta orang mengalami kebutaan pada kedua matanya akibat glaukoma. Di
Amerika Serikat lebih dari 3 juta orang menderita glaukoma, dan lebih dari separuh mereka
3
tidak menyadari sedang menderita penyakit ini, yang disebabkan karena glaukoma sering
tidak memberikan gejala pada awal penyakit. Kurang dari 10% glaukoma di Amerika Serikat
adalah angle closure glaucoma (ACG). Di Asia ACG lebih sering terjadi daripada open angle
glaucoma.
Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga ini
menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengedap glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer
adalah bentuk glaukoma yang sering dijumpai. Sekitar 0,4-0,7% orang berusia lebih dari 40
tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma sudut
terbuka primer. Penyakit ini 3 kali lebih sering dan umumnya lebih agresif pada orang yang
berkulit hitam. Jika terdapat kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat, pasien
dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining secara teratur.
Di Indonesia Angka kebutaan mencapai 1,5% ( suevey 1996 ) dan Glaukoma menjadi
penyebab kedua kebutaan setelah katarak.
Hasil Penelitian RS. Cipto Mangunkusomo,Jakarta tahun 1998-1999 di dapatkan data:
1. Glaukoma Primer Sudut terbuka
......................... 94 orang
......................... 21 orang
4. Glaukoma Sekunder
......................... 81 orang
Diagnosis dan penanganan dini glaukoma yang tepat dan cepat dapat mencegah
terjadinya kerusakan penglihatan. Ras Asia dan Eskimo yang secara anatomi memiliki sudut
mata yang sempit mempunyai insiden ACG yang tinggi daripada ras kulit putih. Wanita kulit
putih menderita ACG 3 kali lebih banyak daripada pria kulit putih, sedangkan pada kulit
hitam insiden ACG sama banyak antara pria dan wanita. Pasien yang berumur lanjut
mengalami peningkatan terhadap insiden ACG primer disebabkan karena lensa membesar
serta kedalaman dan volume bilik mata depan menurun.
2.3 FAKTOR RESIKO
Faktor resiko glaukoma primer sudut terbuka :
1. Usia
Prevalensi galukoma primer sudut terbuka meningkat pada usia lebih dari 40
tahun
4
2. Ras
Penyakit ini tiga kali lebih sering dan umumnya lebih agresif pada orang berkulit
hitam daripada orang berkulit putih
3. Familial
4. Tekanan intra okuler
Peningkatan TIO merupakan faktor resiko penting pada galukoma primer sudut
terbuka
5. Miopia
6. Faktor sistemik
Ada kemungkinan keterkaitan antara penyakit galukoma primer sudut terbuka
dengan penyakit hipertensi dan diabetes melitus
2.4 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORPUS SILIARIS
Aplikasi Anatomi dan Fisiologi
Korpus siliaris secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang, membentang
ke depan dari ujung anterior koroid ke pangkal iris (sekitar 6mm). Korpus siliaris terdiri dari
suatu zona anterior yang berombak-ombak, pars plana dan zona datar, pars plikata. Prosesus
siliaris berasal dari kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena korteks.Prosesus
siliaris dan epitel siliaris berfungsi sebagai pembentuk akuos humor.
Jalinan trabekula terdiri dari berkas-berkas jaringan kolagen dan elastis yang dibungkus oleh
sel-sel trabekular yang membentuk suatu saringan dengan ukuran pori-pori semakin mengecil
sewaktu mendekati kanalis schlemm. Kontraksi otot siliaris melalui insersinya ke dalam
jalinan trabekula memperbesar ukuran pori-pori di jalinan tersebut sehingga kecepatan
drainase humor akues juga meningkat. Sejumlah kecil humor akuos keluar dari mata antara
berkas otot siliaris dan lewat sela-sela sklera (aliran uvoskleral).
Glaukoma akan terjadi apabila cairan mata di dalam bola mata alirannya tidak seimbang
antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow )
Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena jalan penyakit yang sangat
pelan-pelan (a silent disease)
Hampir selalu penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah berat.
Hampir selalu bilateral,sering satu mata terkena terlebih dahulu dan keadaannya
sering lebih berat dari mata yang satu lagi.
Normal Vision
2. 6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tonometri
10
Tujuan pemeriksaan dengan tonometri adalah untuk mengetahui tekanan bola mata
seseorang(tekanan intra okuler). Rentang tekanan intra okuler normal adalah
10-24
Mata ditutup
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk menyeimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata
Nilai:
Didapat kesan berapa ringannya bola mata dapat ditekan. Penilaian dilakukan
dengan pengalaman sebelumnya yang dapat dicatat, N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2
: untuk tekanan lebih tinggi, N+3 : untuk tekanan yang sangat tinggi, N-1 : tekanan
lebih rendah dari normal, N-2 : lebih rendah lagi dan seterusnya.
Sangat baik bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai, seperti pada sikatrik
kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan
pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif.
b. Tonometri Schiotz
Dasar:
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh
pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan tekanan dari
dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada beban tonometer.
Tujuan:
Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer.
Alat:
11
Tonometer Schiotz
Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari (jangan tertekan bola
mata pasien)
Pasien diminta meletakkan ibu jari tangannya di depan matanya atau pasien
melihat kelangit-langit ruangan pemeriksaan
Setelah telapak tonometer menunjukkan angka yang tetap, dibaca nilai tekanan
pada skala busur Schiotz.
Nilai:
Pembacaan skala dikonfersi pada tabel untuk mengetahui bola mata dalam mmHg.
Tekanan bola mata normal 15-20 mmHg.
Tonometer Schiotz tidak dapat dipercaya pada miopia dan penyakit tiroid karena
terdapat pengaruh kekakuan sklera pada pemeriksaan.
12
c. Tonometri Aplanasi
Tujuan:
Pemeriksaan ini untuk mendapatkan tekanan intra okuler dengan menghilangkan
pengaruh kekakuan sklera dengan mendatarkan permukaan kornea.
Dasar:
Tekanan sama besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan (P=F/A). Untuk
mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai
kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer aplanasi Goldmann
jumlah tekanan dibagi penampang dikali sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam
mmHg tekanan bola mata.
Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan kekakuan sklera (scleral rigidity)
karena pad atonometer aplanasi pengembangan mata dalam 0,5 mm 3 sehingga tidak
terjadi pengembangan sklera yang berarti.
Alat:
1. Slitlamp dengan sinar biru.
2. Tonometer aplanasi
3. Flouresein strip/tetes
4. Obat tetes anestesi lokal (tetrakai/pantokain)
13
Pada mata tersebut ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna biru dari
slitlamp disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi Goldmann
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi tepat
pada penyangganya.
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang
sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar dengan bagian dalam.
Nilai:
Dengan tonometer aplanasi tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap
menderita glaukoma.
14
Pasien dan pemeriksa duduk dengan berhadapan muka dengan jarak kira-kira 1
meter
Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien saling berpandangan, sebuah benda
diletakkan antara pasien dengan pemeriksa pada jarak yang sama
Benda mulai digerakkan dari perifer ke arah sentral sehingga mulai terlihat oleh
pemeriksa.
Bila pemeriksa sudah melihat benda maka ditanya apakah benda sudah terlihat
oleh pasien, hal ini dilakukan untuk semua arah.
Percobaan dilakukan pada mata yang satunya baik pada pemeriksa maupun pada
pasien.
Nilai
Jika benda yang dilihat pemeriksa sama dengan pasien berarti lapangan pandangan
sama. Bila pasien melihat terlambat, berarti lapangan pandang pasien lebih sempit
daripada pemeriksa.
b. Perimetri Goldman
Tujuan
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat
kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan
pemeriksaan defek lapangan pandangan.
Dasar
15
Saraf yang mempunyai fungsi sama akan mempunyai kemampuan melihat yang
sama. Bila ada rangsangan sinar pada retina maka retina akan melihat rangsangan
tersebut.
Teknik
Mata yang tidak ditutup diberi koreksi untuk jauh disertai kacamata adisi dan
diminta fiksasi pada target yang terletak 33 cm didepanmata pasien.
Objek bercahaya digeser dari perifer (tak terlihat) kearah sentral ( daerah
terlihat) daerah fiksasi
Pasien harus segera memberitahu bila melihat cahaya, yang dicatat pada kartu
kampus. Bila ditemukan defek lapang pandangan maka pemeriksaan diulang
paling sedikit dua kali.
Nilai
Dilihat defek lapang pandangan yang tergambar pada kartu kampus, dan
berdasarkan susunan anatomik diketahui letak gangguan serat saraf.
Makin kecil objek, makin besar kemungkinan ditemukannya skotoma, karena makin
cepat pasien sukar melihat sehinggga akan memberikan reaksi yang lebih cepat untuk
menyatakan benda yang tidak terlihat.
16
17
kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau
Normal funduskopi11
18
Melihat langsung keadaan patologik sudut bilik mata, dan untuk melihat hal-hal
yang terdapat pada sudut bilik mata seperti benda asing.
Dasar
Dengan sistem prisma dan penerangan yang cukup sudut bilik mata dapat dilihat
Pemeriksaan Gonioskopy10
Teknik
Nilai
Derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris
(sudut tertutup)
Derajat 1, bila tidak terlihat bagian jalinan trabekulum sebelah belakang dan
garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit
5. Pachymetry
Tujuan:
Untuk melihat ketebalan dari kornea yang merupakan faktor risiko dari glaukoma.
Pachymetry dapat juga digunakan untuk membaca tekanan intra okuler yang tinggi.
Dasar:
Tebal suatu benda dapat diukur dengan melihat bayangan benda tersebut pada suatu
sistem pemisahan sinar pada kaca. Pachymetry merupakan alat ultrasounography yang
mengukur tebal kornea pada daerah tertentu
Teknik:
Alat pechymetry ditempel pada slitlamp.
Cahaya kecil disinar tegak lurus pada kornea dan kemudian kaca digeser sampai
dataran belakang kornea berimpit dengan dataran depannya pada kedua kaca yang
digeser
Baca pada skala pergeseran kaca
Alat Pachymeter10
Nilai:
Tebal kornea dapat ditentukan, berdasarkan konversi pergeseran sinar. Dengan
pachymetry dapat juga ditentukan tebal lensa dan dalamnya bilik mata depan.
20
2.8 PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Pengobatan dengan obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dengan
cepat, untuk mencegah kerusakan nervus optikus, untuk menjernihkan kornea, menurunkan
inflamasi intraokular, miosis, serta mencegah terbentuknya sinekia anterior perifer dan
posterior. Obat-obat yang bisa diberikan pada penderita glaukoma sebagai berikut:
1. Prostaglandin analog
a. Latanaprost (Xalatan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan dapat menurunkan
TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
meningkatkan pigmentasi iris, hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis,
uveitis anterior, konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan
efek samping sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit
kepala.
b. Travoprost (travatan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,004% dengan dosis
pemakaian 4 kali sehari dan efeknya sama dengan latanoprost yaitu
meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 25-32%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah meningkatkan
pigmentasi iris, hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis, uveitis anterior,
konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan efek samping
sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit kepala.
c. Bimanoprost (lumigan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan trabekular serta
dapat menurunkan TIO sebesar 27-33%. Efek samping sama dengan
latanaprost.
d. Unoprostone (rescula) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,15% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Obat ini mempunyai efek untuk meningkatkan aliran
21
trabekular serta dapat menurunkan TIO sebesar 13-18%. Efek samping sama
dengan latanoprost.
2. -Adrenergic antagonist ( -bloker )
a. Nonselektif
i. Timolol maleate (timoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%
dan dosis pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
ii. Timolol-LA (istalol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan dosis
pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan
menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan
pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate,
alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok jantung,
bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
iii. Timolol hemihydrate (betimol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
iv. Levobunolol (betagan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
v. Metipranolol (optipranolol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,3% dan
dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos
dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
22
23
yang ditimbulkan pada mata adalah miopia, katarak, epifora dan lain-lain,
sedangkan efek samping sistemik adalah meningkatkan salivasi, meningkatkan
sekresi gaster.
6.
25
a. Mannitol parenteral (osmitrol) : obat ini mempunyai konsentrasi 20% soln dan
50% soln dan dosis pemakaian 2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient
dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek
samping yang ditimbulkan pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek
samping sistemik adalah retensi urin, sakit kepala, gagal jantung kongestif dan
lain-lain.
b. Gliserin (oral) : obat ini mempunyai konsentrasi 50% dan dosis pemakaian
2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates vitreous. Adapun efek
samping pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek samping sistemik
adalah retensi urin, sakit kepala, gagal jantung kongestif dan lain-lain.
Tabel 1. Obat-obat antiglaukoma
Jenis Obat
Konsent
rasi
Prostaglandin analogs
Latanoprost
0.005%
Efek samping
Okular
Sistemik
Meningkatk 25-32%
Meningkatk Gejala
an
an
seperti
pigmentasi
flu, nyeri
iris,
sendi dan
hipertrikosi
otot, sakit
s,
kepala
aliran
uveoskleral
penglihatan
kabur,
keratitis,
uveitis
anterior,
konjungtiva
hiperemis,
reaktivasi
keratitis
Travoprost
Bimatoprost
0.004%
0.03%
4x
4x
s.d.a
Meningkata
n
aliran
26
25-32%
27-33%
herpes
s.d.a
s.d.a
s.d.a
s.d.a
uveoskleral
dan
Unoprostone
0.15%
2x
isopropyl
trabekular
Meningkata
13-18%
s.d.a
s.d.a
20-30%
Kekaburan,
Bradikard
n produksi
iritasi,
i,
akuos
anestesi
jantung,
kornea,
bronkospa
keratitis
sme,
punctate,
hipotensi,
alergi
depresi
aliran
trabekular
-adrenergic antagonist (-bloker)
Non selektif
Timolol
0.254x
Menurunka
maleate
0.5%
blok
0.5%
0.5%
4x
4x,
s.d.a
s.d.a
20-30%
20-30%
s.d.a
s.d.a
SSP
s.d.a
s.d.a
hemihydrates
Levobunolol
0.25-
2x
4x,
s.d.a
20-30%
s.d.a
s.d.a
Metipranolol
Carteolol
0.5%
0.3%
1.0%
2x
2x
4x,
s.d.a
20-30%
s.d.a
s.d.a
Simpatom
Timolol-LA
Timolol
hydrochloride
2x
imetik
intrinsik
Selektif
Betaxolol
0.25%
2x
s.d.a
15-20%
s.d.a
Komplika
si
paru-
paru
Adrenergic agonist
Non selektif
Epinefrin
0.25, 0.5, 2x
1.0, 2.0%
Meningkatk 15-20%
Iritasi,
Hipertensi
an
konjungtiva
hiperemis,
kepala,
retraksi
ekstrasisto
kelopak
le
aliran
akuos
mata,
midriasis,
27
sakit
dll
2-Adrenergic agonist
Selektif
Apraclonidin 0.5-1.0%
2x,
Menurunka
HCL
3x
20-30%
Iritasi,
Hipotensi,
n produksi
iskemia,
kelelahan,
akuos,
alergi,
hidung
menurunka
retraksi
dan mulut
kelopak
kering,
vena
mata,
vasovagal
episkleral
konjungtivit attack
tekanan
is
folikularis,
dll
Sangat selektif
Brimonidine
0.2%
tartrate 0.2%
2x,
Menurunka
3x
20-30%
Kekaburan,
Sakit
n produksi
edem
kepala,
akuos,
kelopak
kelelahan,
Meningkatk
mata,
hipotensi,
an
kekeringan,
insomnia,
sensasi
dll
aliran
uveoskleral
benda asing
Parasimpatomimetik (miotik) agent
Agonis kolinergik (direct acting)
Pilokarpin
0.22-4x Meningkata
HCL
10.0%
15-25%
aliran
trabekular
Sinekia
Meningka
posterior,
tkan
keratitis,
salivasi,
miosis,
meningkat
miopia, dll
kan
sekresi
gaster
15-25%
2x
Miopia,
Sama
katarak,
dengan
epipora, dll
pilokarpin
Asetazolamid
Menurunka
250 mg
n produksi
Metazolamide 25,
Topikal
Dorzolamide
4x
50, 2x,
100 mg
3x
2.0%
2x,
15-20%
Tidak ada
Asidosis,
depresi,
akuos
s.d.a
s.d.a
s.d.a
letargi, dll
s.d.a
s.d.a
s.d.a
Miopia,
Kurang
penglihatan
menyebab
kabur,
kanefek
keratitis,
sistemik
3x
konjungtivit
is, dll
Hiperosmotik agents
Mannitol
20%
2g/
Osmotic
TIO
Retensi
(parenteral)
Kg
gradient
rebound
urin, sakit
BB
dehydrates
kepala,
vitreous
gagal
jantung
kongestif,
Gliserin (oral)
50%
s.d.a
a.d.a
dll
s.d.a
Cara pemberian obat tetes mata yang baik pada pasien glaukoma
Kegagalan hasil pengobatan dapat disebabkan oleh kesalahan dalam teknik dalam
pemakaian obat, walaupun pasien memakai semua obat sesuai resep. Masalah yang nyata
adalah waktu pemberian obat yang bermacam-macam disertai dengan menutup saluran
keluar yang mengalirkan obat ke rongga hidung (kanal nasolakrimalis).
Penutup saluran nasolakrimal berguna karena bila obat diteteskan pada mata, obat
akan masuk ke rongga hidung dan masuk ke dalam peredaran darah dan bagian tubuh
yang lain sehingga akan memberikan efek samping. Untuk mencegah hal ini maka pada
saat meneteskan obat ke mata maka tempat pengaliran obat masuk ke hidung (punctum
lakrimal) ditutup dengan jari selama 1-2 menit. Biasanya 50% dari obat akan masuk ke
dalam mata yang efeknya akan sangat baik dan waktu kerjanya akan lebih lama.
Aturan pemakaian obat diperlukan pada pemakaian berbagai macam obat tetes yang
diberikan. Sebaiknya antara pemakaian 2 jenis obat dalam batas 10-15 menit. Obat yang
29
diteteskan dalam waktu yang dekat tidak efisien karena obat yang pertama diteteskan
akan dibilas oleh obat tetes yang berikutnya.
B. Non Medikamentosa
Glaukoma bukan merupakan penyakit yang dapat diobati dengan operasi saja. Keputusan
untuk melakukan operasi glaukoma biasanya langsung pada keadaan yang memang memiliki
indikasi untuk dilakukannya operasi, yaitu:
1. Target penurunan tekanan intraokular tidak tercapai.
2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski
telah diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan laser
terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya.
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan keruksakan diskus
yang berat.
Operasi untuk glaukoma sudut terbuka
1. Laser trabekuloplasti
Laser trabekuloplasti (LTP) adalah teknik yang mengguinakan energi laser
yang dijatuhkan pada anyaman trabekula pada titik yang berbeda, biasanya salah satu
dari pinggir anyaman trabekula (1800). Ada berbagai cara yang tersedia, diantaranya
argon laser trabekuloplasti (ALT), diodor laser trabeculoplasty dan selektif laser
trabeculoplasty (SLT).
LTP diindikasikan pada pasien glaukoma yang telah mendapat dosis maksimal
obat yang bisa ditoleransi dimana dengan gonioskopi merupakan glaukoma sudut
terbuka dan menuntut penurunan TIO. Selain efektif pada pasien dengan glaukoma
sudut terbuka, LTP juga efektif pada pasien dengan pigmentasi glaukoma dan pasien
dengan sindrom pengelupasan kulit. Namun, pasien pada afakia atau pseudoafakia
tidak terlalu memberikan respon yang baik. LTP juga tidak efektif untuk mengobati
glaukoma tekanan rendah dan glaukoma sekunder seperti uveitis galukoma. LTP dapat
menurunkan sekitar 20-25% TIO awal pasien.
Kontraindikasi lTP adalah pada pasien dengan inflamasi glaukoma,
iridokorneal endothelial (ICE), glaukoma neovaskularisasi atau sinekia sudut tertutup
pada pasien dengan glaukoma yang progresif.
2. Selective laser trabeculoplasty
30
2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dari galukoma primer sudut terbuka adalah penurunan lapangan pandang
yang dapat berakhir dengan kebutaan. Namun terjadinya kebutaan pada penderita glaukoma
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. tingkat keparahan penyakit
31
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
32
Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa neuropati optik dengan karakteristik,
yang berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang dengan faktor resiko utama
peningkatan tekanan intra okular. Glaukoma primer sudut terbuka adalah neuropati yang
kronik progresif dengan karakteristik perubahan papil saraf optik dan atau lapangan
pandang tanpa disertai penyebab sekunder. Diagnosis dari glaukoma primer sudut terbuka
ditentukan
dari
anamnesa,
pemeriksaan
fisik
serta
pemeriksaan
penunjang.
Penatalaksanaan pada glaukoma primer sudut terbuka berupa medikamentosa dan non
medikamentosa
B. Saran
Diagnosis dan penanganan dini glaukoma yang tepat dan cepat dapat mencegah
terjadinya kerusakan penglihatan karena kerusakan pada saraf optik terjadi perlahan-lahan
hampir tanpa keluhan subjektif. Hal ini bermanfaat dalam prognosis pasien sehingga
dapat mencegah peningkatan angka kebutaan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, sidarta,et al. 2001. Glaukoma. FKUI,Jakarta
2. Vaughan, DG. Asbury, T. Glaukoma dalam Oftalmologi Umun edisi 14. Widya
Medika : Jakarta. 2001. hal 220-238.
3. Ilyas, sidarta.et al. 2003. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Edisi ketiga.
Jakarta :Gaya Baru. Hal 118-123
4. Marylin E. Doengus, Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8, Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran , EGC, 2002.
33
34