Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebgai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjungnya sebgai suatu pandangan hidup.1 Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan
rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah suatu wawasan yang menyeluruh terhadap
kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup berfungsi sebagai keraka acuan baik untuk
menata kehidupan diri sendiri maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat
serta alam sekitarnya.2Ham menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang
merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan
makhluk Tuhan, yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum. 3 Ada dua argumen yang
diajukan kalim universalitas paham HAM : Pertama, paham adalah individualistik.
Individualisme berdasarkan dua pertimbangan yaitu: a. Bahwa paham HAM
memfokuskan kepada perhatian orang pada hak-haknya sendiri saja. Masyarakat sekedar
sebagai sarana pemenuhan kebutuhan individual saja. Individu mengharapkan agar
masyarakat dan negara memenuhi tuntutan-tuntutannya; b. Paham HAM dilihat sebagai
menempatkan individu, kelompok dan golongan masyarakat berhadapan dengan negara
bukan dalam kesatuan dengannya. Masyarakat bukan menyatu dengan negara, melainkan
perlu dilindungi terhadapnya. Kedua, paham HAM bertolak dari suatu pengertian tentang
otonomi manusia yang tidak ditemukan di luar beberapa kebudayaan asing dan
bertentangan dengan agama. Menurut agama manusia tidak otonom, melainkan dalam
segal-galanya di bawah kehendak dan hukum Tuhan4
Rokok merupakan produk yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia baik kalangan
kelas atas, menengah, maupun kelas bawah. Tercatat sampai dengan tahun 2014 terdapat 53
(lima puluh tiga) macam rokok yang beredar di Indonesia meskipun beberapa namanya tidak
1 Prof. Dr. Kaelan, M.S, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, hlm. 107.
2 Ibid.
3 Dr. Maidin Gultom, SH., M.Hum, 2010, Perlindunga Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem
Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, hlm.8
4 Ibid.
1

lazim didengar5. Produk ini dapat dengan mudah dijumpai di supermarket, minimarket,
bahkan toko kelontong sekalipun. Dengan diperjualbelikannya rokok secara bebas
mengakibatkan masyarakat dapat dengan mudah membeli dan mengkonsumsi rokok.
Menurut R.A Yayi Suryo selaku dosen Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
menyebutkan bahwa jumlah perokok di Indonesia meningkat setiap tahunnya 6. Berdasarkan
data tahun 2013 didapat bahwa dalam satu tahun masyarakat Indonesia mengkonsumsi
sekitar 302 miliar batang rokok7. Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan
bahwa perokok aktif mulai usia 10 tahun ke atas berjumlah 58.750.592 orang dan
berdasarkan keterangan dari Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa jumlah tersebut mencapai lebih dari sepuluh kali
lipat seluruh penduduk Singapura8. Berdasarkan data yang dikemukakan oleh R.A. Yayi
Suryo disebutkan bahwa presentasi konsumsi rokok Indonesia se-Asean. Berikut adalah tabel
presentasi konsumsi rokok di Negara-negara Asean9:

Negara Asean
Indonesia
Malaysia
Myanmar
Filipina
Vietnam
Thailand

Presentasi
46,16 %
2,90 %
8,73 %
16,62 %
14,11 %
7,74 %

5 Bentot, 2014, Merek dan Macam-Macam Rokok di Indonesia, diakses dari URL:
http//naonwehlaheuy.blogspot.co.id, tanggal 10 November 2015.
6 Apriliani Gita Fitria, 2013, Perokok di Indonesia Terbanyak di Asia Tenggara, diakses dari
URL:http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/10/10/090520749/perokok-indonesia-terbanyak-se-asiatenggara, tanggal 10 November 2015.
7 Anonim, 2014, Setahun Orang Indonesia Habiskan 302 Miliar Batang Rokok, diakses dari URL :
http://www.suarapembaruan.com/home/setahun-orang-indonesia-habiskan-302-miliar-batangrokok/50565, tanggal 10 November 2015.
8 Dian Maharani, 2015, Jumlah Perokok Indonesia, 10 Kali Lipat Penduduk Singapura, diakses dari
URL:http://health.kompas.com/read/2015/06/03/110000223/Jumlah.Perokok.Indonesia.10.Kali.Lipat.
Penduduk.Singapura, tanggal 10 November 2015.
9 Apriani Gita Fitria, op.cit.
2

Singapura
Laos
Kamboja
Brunei Darusalam

0,39 %
1,23 %
2,07 %
0,04 %

Kemudian berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia, Southeast Asia Tobacco Control Alliance dan Komisi Nasional
Pengendalian Tembakau Indonesia menduduki peringkat ketiga dengan jumlah perokok
terbanyak di dunia setelah Cina dan India.
Tingginya angka perokok di Indonesia tentu mengakibatkan dampak yang buruk
terutama bagi kesehatan. Rokok memiliki lebih dari 4000 zat beracun diantaranya tar,
formaldehide, karbon monoksida, arsenik dan lain-lain yang menyebabkan radang di paruparu serta nikotin yang membawa pengaruh adiktif bagi perokok 10. Dalam jangka waktu
yang lama, merokok akan menyebabkan penyakit serius yang mengancam jiwa, antara lain
penyakit jantung koroner, stroke, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker.
Penyakit jantung koroner dan stroke dapat menimbulkan kematian dalam hitungan jam.
PPOK dan kanker paru merupakan salah satu penyakit akibat rokok yang paling sering
mengenai masyarakat dan memiliki tingkat kematian yang tinggi. Disamping orang yang
secara langsung mengkonsumsi rokok, bagi perokok pasif atau orang yang tidak
mengkonsumsi rokok secara langsung namun ikut terkena asap rokok juga rentan terhadap
penyakit akibat asap rokok tersebut. paparan asap rokok mengakibatkan para perokok pasif
menderita penyakit kanker paru-paru, penyakit jantung, bronchitis, dan bagi yang sedang
mengandung kemungkinan bayinya lahir dengan berat badan rendah. Hal ini akan
menyebabkan rusaknya generasi Sumber Daya Manusia dan akan mengakibatkan kerugian
bagi pembangunan bangsa Indonesia. Generasi yang sehat hanya tercapai kalau
pertumbuhannya dipelihara menurut syarat-syarat kesehatan. Adapun syarat-syarat yang
harus dipenuhi untuk membentuk generasi yang sehat yakni pemeliharaan kesehatan bagi
anak dalam kandungan ibu, pemeliharaan kesehatan pada masa bayi, kanak-kanak, dan pada
masa remaja yang harus diperhatikan secara sungguh-sungguh11. Setiap tahun terdapat

10 Afifan Ghalib Haryawan, 2015, Bencana Demografis Akibat Rokok, diakses dari URL:
https://www.selasar.com/gaya-hidup/bencana-demografis-akibat-rokok, tanggal 10 November 2015,
dikutip dari; Slaughter E. ,et.al, 2011, Toxicity of Cigarette Butts and Their Chamical Components to
Marine and Frehwater Fish, h.418 .
3

600.000 perokok pasif meninggal dunia dan sebanyak 47 persen adalah wanita serta 28
persen adalah anak-anak12.
Besarnya dampak negatif konsumsi rokok di Indonesia menimbulkan pro dan kontra
terhadap isu penghapusan rokok. Disisi pihak-pihak yang pro terhadap eksistensi rokok di
Indonesia menyebutkan bahwa cukai rokok sebagai salah satu sumber terbesar bagi
pendapatan negara. Kemudian argumen pendukung eksistensi produksi rokok yakni
pertimbangan nasib para petani tembakau atau orang-orang yang masih menggantungkan
penghasilan dari bekerja di pabrik rokok. Namun disisi lain, pihak-pihak yang kontra
terhadap adanya rokok menginginkan adanya penghapusan terhadap iklan rokok dan rokok di
Indonesia atas dasar adanya perlindungan terhadap kesehatan masyarakat Indonesia yang
menjadi hak setiap warga negara. Dalam hal ini negara sebagai duty barrier dalam
pemenuhan terhadap hak warga negara atas kesehatan harus turun tangan dan berperan aktif
untuk menjamin dan memenuhi hak atas kesehatan bagi warga negara dan terhindar dari
ancaman bahaya rokok. Kewajiban untuk memenuhi HAM mengacu kepada kewajiban
negara untuk mengambil tindakan tertentu baik di bidang legislatif, administratif, peradilan,
dan praktis yang dianggap perlu untuk memastikan bahwa hak-hak warga negaranya dapat
dipenuhi13.
Berdasarkan latar belakang masalah permasalahan tersebut, maka penulis membahas
lebih dalam dengan penelitian yang berjudul Kawasan Tanpa Rokok Sebagai
Perlindungan Terhadap HAM
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah upaya perlindungan HAM yang diberikan oleh negara kepada perokok
pasif ?
2. Apakah Kawasan Tanpa Rokok tepat untuk melindungi perokok aktif dan perokok
pasif ?

11 CST. Kansil, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, hlm.5
12Anonim, tanpa tahun penulisan, Kawasan Tanpa Rokok, diakses dari URL:
http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok. tanggal 10 November 2015.
13Manfred Nowak, 2003, Introduction to the International Human Rights Regime, Brill Academic
Publisher, Swedia, diterjemahkan oleh Sri Sulastini, hlm.51.
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hak Asasi Manusia yang Diberikan Negara kepada Perokok Pasif
Istilah negara hukum dalam kepustakaan indonesia merupakan terjemahan langsung
dari rechtstaat. Hal ini dapat dilihat misalnya dari pendapat Notohamidjojo yang menyatakan
dengan timbulnya gagasan pokok yang dirumuskan dalam konstitusi-konstitusi dari abad ke
IX itu, maka timbul juga istilah negara hukum atau rechtstaat bersamaan dengan istilah
tersebut muncul juga istilah lain dari negara hukum yaiutu rule of law, yang mana menurut
Azhary secara formal istilah negara hukum dapat disamakan dengan rechtstaat dan rule of
law mengingat ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama yaitu mencegah
kekuasaan absolut dan sewenang-wenang dan memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi
Manusia (HAM), dalam konteks ini dapat kita lihat bahwa ada korelasi yang sangat kuat
antar cita negara hukum adalah adanya jaminan perlindungan HAM warga negaranya dari
perbuatan sewenang-wenang penguasa14.
Menurut Miriam Budiardjo, Hak Asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah
diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar
negara, ras, agama, dan kelamin dan karena itu bersifat asasi serta universal. Dasar ini dari
semua hak asasi adalah bahwa manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang
sesuai dengan bakat dan cita-cita15. Hak Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 1
angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh
negara, hukum dan Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat
dan martabat manusia. Hak Asasi Manusia yang dipahami sebagai suatu natural rights
menjadi

kebutuhan dari realitas sosial yang sifatnya universal 16. Dalam Universal

14 Yahya Ahmad Zein, 2012, Problematika Hak asasi manusia (HAM), Liberty, Yogyakarta, hlm.4.
15 Ibid, hlm.10.
16 Slamet Merta Wardaya, 2005, Hakekat, Konsepsi, dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia,
dalam Muladi (ed), 2005, Hak Asasi Manusia, Refika Aditama, Bandung, hlm. 3.
5

Declaration of Human Rights diatur mengenai dua hak yakni Hak Sipil Politik dan Hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Dalam hak sipil dan politik fokus perhatiannya yakni untuk
melindungi individu dari kesewenang-wenangan penggunaan kekuasaan oleh negara. Hak
yang tergolong hak sipil politik antara lain berkaitan dengan hak untuk hidup, interitas,
kebebasan, dan keamanan seseorang; hak yang berkaitan dengan pelaksanaan peradilan,
kebebasan beragama, hak untuk berserikat dan berkumpul, hak berpartisipasi dalam politik,
dan seterusnya. Sedangkan hak yang berkenaan dengan ekonomi, sosial, dan budaya
berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi sosial dan budaya seseorang meliputi hak untuk
bekerja secara layak, hak untuk mendapat standar hidup yang cukup(pangan, sandang,
papan), hak untuk sehat, hak atas pendidikan, dan seterusnya. Kedua kategori hak tersebut
bersifat sejajar dan tidak dapat dipisah sehingga tidak ada prioritas dari yang satu atas yang
lain seperti yang sering diingatkan oleh resolusi-resolusi Majelis Umum PBB 17. Oleh karena
itu pemenuhan terhadapnya harus diperlakukan secara seimbang. Selain itu perlindungan
terhadap Hak Asasi Manusia bersifat individu dan Kolektif, yang mana hak kolektif tersebut
salah satunya berkaitan dengan hak untuk menentukan nasib sendiri, hak untuk berkembang,
hak untuk mendapatkan lingkungan yang aman dan sehat18.
Berbicara mengenai konsep hak, tentu tidak bisa dilepaskan dari kewajiban.
Bilamana setiap orang memiliki hak atas sesuatu maka disisi lain terdapat kewajiban dari
pihak lain untuk memenuhinya. Kewajiban pemenuhan Hak Asasi Manusia diarahkan kepada
kewajiban negara dalam hal menghormati, melindungi, dan memenuhi. Pemenuhan Hak
Asasi Manusia bagi warga negara dapat dilihat dari berbagai bidang. Keberadaan HAM
dalam hukum positif di Indonesia dapat dilihat pada UUD 1945 setelah amandemen yang
diposisikan dalam Pembukaan dan Pasal-pasal pada batang tubuh UUD 1945. Setelah adanya
perubahan kedua terhadap UUD 1945 tahun 2000, keseluruhan materi ketentuan hak-hak
asasi manusia dalam UUD 1945 yang apabila digabung dengan berbagai ketentuan undangundang yang berkenaan dengan hak asasi manusia, dapat dikelompokkan menjadi empat

17Boer Mauna,2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global, Edisi Ke-2 PT. Alumni,, Bandung, hlm. 673
18 Sarah Pritchard, et.al,2008, Advokasi Hak Asasi Manusia Sebuah Panduan Lengkap, SatuNama,
Yogyakarta, hlm. 6.
6

kelompok yang berisi 37 butir ketentuan19. Konteks HAM dalam Pembukaan UUD 1945
tercantum dalam alinea pertama UUD 1945 yang menjelaskan sebagai berikut : Bahwa
sesungguhnya kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa dan oleh karena itu, maka
penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusian dan
peri keadilan. Alinea ini mengandung sebuah pengakuan tentang nilai hak kondrat, yang
tersimpul dalam kalimat bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa.... Kata bangsa
dalam paragraf tersebut menjelaskan bahwa sifat kondrat manusia sebagai individu dan
makhluk sosial. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa Hak kondrat adalah hak yang berasal
dari Tuhan Yang Maha Esa, dan kemudian hak tersebut melekat pada manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial.
Kemudian dalam batang tubuh landasan konstitusional Negara Indonesia diatur
ketentuan mengenai Hak Asasi Manusia. Pengaturan mengenai HAM dalam UUD 1945
diatur dalam BAB XA mulai dari Pasal 28A hingga 28J dan beberapa pasal diluar ketentuan
Bab tersebut. Berkenaan dengan perlindungan yang diberikan negara berkaitan dengan hak
untuk sehat jika dikaitkan dengan konteks perlindungan masyarakat yang dalam hal ini
adalah perokok pasif dari bahaya laten konsumsi rokok berkaitan didasarkan pada ketentuan
beberapa pasal dalam Undang-Undang Dasar, antara lain:
1. Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak untuk hidup
serta mempertahankan hidup dan kehidupannya.
2. Pasal 28D ayat (1) menyebutkan bahwa, Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
di hadapan hukum. Pasal 28D ayat (2) menyatakan Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja.
3. Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Perlindungan Hak Asasi Manusia dalam bidang hak atas kesehatan sebagaimana
diamanatkan UUD 1945 diturunkan dalam bentuk Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Dalam Undang-Undang ini dipaparkan mengenai pengertian Kesehatan,
19 Jimly Assiddiqie, 2011, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet.III, Rajawali Press, Jakarta,
hlm.361.
7

kesehatan sebagaimana Pasal 1 ayat (1) yaitu keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomi. Kemudian dalam Pasal 6 disebutkan mengenai jaminan bagi hak atas lingkungan
hidup yang sehat yang mana kemudian dikuatkan dengan Pasal 10 yang menyebutkan bahwa
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam upaya memperoleh
lingkungan yang sehat baik fisik, biologi maupun sosial.
Kembali berbicara mengenai perlindungan HAM bagi perokok pasif atas bahaya laten
asap rokok yang berbahaya bagi kesehatan maka dibenntuklah Kawasan Tanpa Rokok atau
Kawasan dilarang Merokok sebagai salah satu bentuk perlindungan HAM dalam hal ini hak
untuk mendapatkan lingkungan hidup yang sehat dan pelayanan kesehatan bagi para perokok
pasif untuk dapat menghindari paparan asap rokok. Pengaturan Kawasan Tanpa Rokok diatur
melalui Selanjutnya dibentuklah Kawasan tanpa rokok, Pengertian Kawasan tanpa rokok
(KTR) terdapat dalam pasal 1 ayat (1) Peraturan Bersama Menteri Kesehatan Dan Menteri
Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I/2011 dan Nomor 7/Mendagri/Tahun 2011 Tentang
Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, yaitu : ruang atau area yang dinyatakan
dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan
dan/atau mempromosikan produk tembakau. Tempat khusus untuk merokok adalah ruangan
yang diperuntukkan khusus untuk kegiatan merokok yang berada di dalam KTR. Penetapan
Kawasan Tanpa Rokok ini perlu diselengarakan di fasilitas pelayanan kesehatan, tempat
proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja,
tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan, ini di jelaskan sebagaimana dalam Pasal 115
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yaitu :
1

Kawasan Tanpa Asap Rokok antara lain:


a Fasilitas pelayanan belajar mengajar;
b Tempat proses belajar mengajar;
c Tempat ibadah;
d Angukutan umum;
e Tempat Kerja ; dan
f Tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.
Pemerintah daerah wajib menetapkan kawasan tanpa rokok di wilayahnya.

Dalam penjelasan Pasal tersebut diatas, menyatakan khusus bagi tempat kerja, tempat umum
dan tempat lainnya dapat meyediakan tempat khusus untuk merokok. Hal ini diperkuat oleh
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan.
maka penetapan Kawasan Tanpa Rokok menjadi kewajiban Pemerintah Daerah sesuai amanat
8

peraturan Per-UU-an diatas, untuk itu diperlukan Peraturan Daerah tentang Kawasan Tanpa
Rokok. Di Indonesia sebanyak 166 Kota yang telah memiliki pengaturan mengenai Kawasan
Tanpa Rokok, diantaranya D.I Yogyakarta, Tanggerang, Bali, Jakarta, dan seterusnya.
Hakekatnya masyarakat perlu lebih diyakinkan bahwa kawasan tanpa rokok bukanlah
anti perokok tetapi anti asap rokok yang mencemari tempat-tempat umum dan menempatkan
bukan perokok ke dalam resiko bahaya yang sama dengan mereka yang merokok. Tidak ada
batasan aman bagi paparan asap rokok orang lain. Pengaturan mengenai Kawasan Tanpa
Rokok secara normatif sudah dilaksanakan, meskipun dalam prakteknya di masyarakat
memang kerap kali efektivitas Kawasan Tanpa Rokok masih dipertanyakan, karena seringkali
perokok masih mengabaikan tanda-tanda atau larangan-larangan merokok di kawasan
tertentu. Sejatinya penentu keberhasilan Peraturan Kawasan Tanpa Rokok yang terbesar
adalah kesadaran masyarakat (59,4%), selanjutnya komitmen Pemerintah Daerah dan peran
aktif aparat penegak Peraturan Daerah. Perda Kawasan Tanpa Rokok harus dipahami bukan
hanya sebagai perda yang mengatur atau membatasi perilaku merokok. Jauh daripada itu,
perda ini sebagai komitmen pemerintah dalam memerangi bahaya rokok. Pemerintah
berkewajiban melindungi warganya terhadap bahaya zat adiktif berupa rokok yang
membahayakan kesehatan. Untuk itu penegakan sanksi terhadap pelanggaran yang berkaitan
dengan Kawasan Tanpa Rokok perlu ditegakkan untuk terjaminnya Hak Asasi Manusia
terutama bagi para perokok pasif. Oleh karena itu berdasarkan ketentuan Pasal Pasal 199
ayat (2) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengatur sanksi bagi orangorang yang merokok di kawasan tanpa rokok yakni, setiap orang yang dnegan segaja
melanggar kawasan tanpa rokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 dipidana denda
palik banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
B. Ketepatan Pilihan Pembangunan Kawasan Tanpa Rokok sebagai Bentuk
Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Perokok Aktif dan Perokok Pasif
Perlindungan Hak Asasi Manusia yang diberikan oleh Negara melalui peraturan
perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan hak untuk hidup sehat dalam konteks
perlindungan dari bahaya asap rokok, direalisasikan melalui pembangunan Kawasan Tanpa
Rokok yang selanjutnya disingkat KTR. Meskipun dalam Undang-Undang yang berlaku
secara nasional belum mengatur mengenai KTR, namun berdasarkan amanat UUD 1945 dan
9

yang diturunkan dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan telah
mewajibkan setiap daerah mengatur melalui Perda atau Peraturan lain mengenai
pembangunan KTR. Dengan demikian di beberapa daerah telah dibuat Peraturan Daerah atau
Peraturan Gubernur yang mengatur mengenai KTR. Tercatat sampai Februari 2015 di
Indonesia terdapat 166 Kabupaten/Kota se-Indonesia yang telah memiliki Peraturan Daerah
tentang Kawasan Tanpa Rokok.

Dalam peraturan perundang-undangan di tingkat daerah terdapat beberapa variasi


penyebutan atau istilah mengenai KTR; ada yang menamakan Kawasan Tanpa Rokok ada
pula yang menyebut Kawasan Dilarang Merokok. Dalam Peraturan Gubernur D.I. Yogyakarta
No. 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok disebutkan bahwa, Kawasan
Dilarang Merokok adalah ruang atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok meliputi
tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat spesifik sebagai tempat belajar
mengajar, area kegiatan anak, tempat ibadah, dan angkutan umum. Sedangkan contoh
peraturan lain yakni Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 10 Tahun 2011 tentang Kawasan
Tanpa Rokok menyebutkan bahwa, Kawasan Tanpa Rokok yang selanjutnya disingkat KTR
adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan
memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.
Sedangkan Tempat khusus untuk merokok adalah ruangan yang diperuntukkan khusus untuk
kegiatan merokok yang berada di dalam lingkungan KTR. Kawasan Tanpa Rokok dibangun
dengan tujuan untuk melindungi masyuarakat dari risiko ancaman gangguan kesehatan
karena tercemarnya lingkungan oleh asap rokok. Dalam ulasannya, Dinas Kesehatan
Kabupaten Tabalong menyebutkan bahwa tujuan yang ingin dicapai melalui pembentukan
KTR yakni20:
1

Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara mengubah


perilaku masyarakat untuk hidup sehat.

Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.

Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap rokok.

20Anonim, 2014, Kawasan tanpa Rokok, diakses dari URL: http://dinkes.tabalongkab.go.id /2014/12/
kawasan-tanpa-rokok, tanggal 10 November 2015.

10

Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.

Mewujudkan generasi muda yang sehat.

Melihat dari sisi korban, dijabarkan (Abdussalam, 2010:6-7) mengenai korban


perseorangan, institusi, lingkungan hidup, masyarakat, bangsa, dan negara sebagai berikut21 :
1. Korban perseorangan adalah setiap orang sebagai individu mendapat penderitaan
baik jiwa, fisik, materiil, maupun non materiil.
2. Korban institusi adalah setiap institusi mengalami penderitaan kerugian dalam
menjalankan fungsinya yang menimbulkan kerugian berkepanjangan akibat dari
kebijakan pemerintah, kebijakan swasta maupun bencana alam.
3. Korban lingkungan hidup adalah setiap lingkungan alam yang didalamnya
berisikan kehidupan tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia dan masyarakat serta
semua jasad hidup yang tumbuh berkembang dan kelestariannya sangat tergantung
pada lingkungan alam tersebut yang telah mengalami gundul, longsor, banjir dan
kebakaran yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah yang salah dan perbuatan
manusia baik individu maupun masyarakat yang tidak bertanggung jawab.
4. Korban masyarakat, bangsa dan negara adalah masyarakat yang diperlakukan
diskriminatif tidak adil, tumpang tindih pembagian hasil pembangunan serta hak
sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial, hak budaya tidak lebih baik setiap tahun
Alasan harus dibentuknya Kawasan Tanpa Rokok di Indonesia khususnya di masingmasing daerah karena Indonesia sedang berada dalam situasi darurat bahaya rokok. Hal
tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator antara lain:
1

Jumlah perokok yang meningkat dari tahun ke tahun (kuantitas) termasuk


kelompok perokok remaja,

Usia mulai merokok yang semakin muda, (kualitas),

21 Bambang Waluhyo, SH., M.H, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 11-12
11

Dampak medis yang ditimbulkan oleh rokok,

Dampak ekonomi akibat dari rokok.

Berdasarkan data yang diperolah setiap tahun jumlah perokok di Indonesia semakin
meningkat. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan jumlah
perokok aktif di Indonesia yakni sebanyak 58.750.592 orang yang terbagi atas 56.860.457
perokok laki-laki dan 1.890.135 perokok perempuan. Data lain yang didapatkan yakni hampir
40% remaja yang berada di usia 13-15 tahun pernah merokok, dan hampir seperempat remaja
putra (23,9%) serta sebanyak 2% remaja putri merokok setiap hari berdasarkan riset yang
dilakukan Global Youth Tobacco Survey tahun 2006. Apabila dilihat secara kualitas pada usia
mulai merokok, sebanyak 78% remaja mulai merokok sebelum usia 19 tahun pada tahun
2004 dan 30,9% remaja telah merokok sebelum usia 10 tahun22. Bahaya yang disebabkan
oleh rokok tidak hanya dirasa oleh perokok semata namun juga oleh perokok pasif atau orang
yang tidak merokok namun terpapar asap rokok. Berdasarkkan data yang diperoleh Global
Youth Tobacco Survey tahun 2006 diketahui bahwa sebanyak 65% remaja terpapar asap
rokok di rumah dan 82% terpapar asap rokok di luar rumah (perokok pasif). Dampak
kesehatan yang ditimbulkan oleh konsumsi rokok yang tinggi tentu saja berkaitan dengan
penyakit yang diderita oleh perokok maupun perokok pasif. Kebiasaan merokok
mengakibatkan resiko terkena berbagai jenis penyakit mematikan seperti: kanker paru,
penyakit jantung koroner, stroke, diabetes mellitus, katarak, gangguan kesuburan, berat bayi
lahir rendah dan sebagainya yang mana berdampak pada kurun waktu perawatan terhadap
penyakit tersebut dalam waktu yang lama dengan jumlah biaya yang tidak sedikit. Organisasi
kesehatan dunia, WHO memprediksikan angka kematian di Asia akan meningkat 4 kali lipat
dari 1,1 juta pada tahun 1990 menjadi 4,2 juta pada tahun 202023.
Bahaya laten yang ditimbulkan oleh rokok tentu mengakibatkan dampak serius terhadap
kesehatan yang merupakan hak setiap orang untuk dipenuhi oleh negara. Oleh karena itu
perlu dibatasi atau dikurangi terhadap konsumsi rokok di Indonesia. Adapun larangan atau
22Santi Martini, 2012, Kawasan Tanpa Rokok Mengapa Tidak, diakses dari URL: http://dr-s-mfkm.web.unair.ac.id/artikel_detail-41646-Umum-KAWASAN %20TANPA %20ROKOK,%MENGAPA % 20
TIDAK. html, tanggal 10 November 2015.

23Ibid.
12

pembatasan terhadap konsumsi rokok dalam peraturan perundangundangan didasarkan pada


beberapa asas yakni : asas keseimbangan kesehatan, kemanfaatan umum, keterpaduan, serta
keadilan. Adapun penjelasan dari masing-masing asas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Asas Keseimbangan Kesehatan; yakni asas yang mengatur mengenai pengaturan
bahan-bahan yang terkandung di dalam rokok dan konsumsi rokok harus sesuai
dengan aturan karena terdapat zat-zat yang berbahaya dan bersifat adiktif jika
penggunaannya tidak sesuai aturan.
2. Asas Kemanfaatan Umum; yakni asas yang menyebutkan bahwa pentingnya
pengendalian rokok untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada
masyarakat baik individu maupun umum. Pertimbangan asas kemanfaatan
ditinjau dari segi kesehatan dan juga ditinjau dari segi lapangan kerja agar tidak
merugikan pihak-pihak yang masih bekerja di sektor pertembakauan.
3. Asas Keterpaduan dan Keserasian; yakni asas yang mengatur mengenai
pengendalian perokok agar dilaksnakan secara serasi dan seimbang untuk
mencapai berbagai tujuan baik dari segi kesehatan, kepentingan ekonomi, dan
kepentingan ketenagakerjaan.
4. Asas Keadilan; yakni asas yang menjelaskan mengenai penyelenggaraan
pengendalian penggunaan rokok agar dilakukan ke seluruh lapisan masyarakat
agar seluruh warga negara memperoleh kesempatan yang sama dalam
perlindungan hak-haknya. Baik dalam bidang kesehatan dan hak di bidang
ekonomi.
Sebab itu melalui peraturan perundang-undangan di tingkat daerah dibentuk untuk
mengupayakan perlindungan terhadap hak atas kesehatan dan juga hak di bidang ekonomi
dalam hal lapangan pekerjaan dan sebagainya dari bahaya rokok melalui penetapan Kawasan
Tanpa Rokok. Pembangunan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) untuk melindungi para perokok
pasif terutama anak-anak, remaja, dan ibu hamil agar terhindar dari bahaya asap rokok untuk
menyelamatkan generasi Indonesia. Hal ini dikarenakan dengan adanya KTR akan
mempersempit ruang para perokok untuk merokok sembarangan (di tempat umum) dan
diharapkan mengurangi intensitas perokok untuk mengkonsumsi rokok. Sehingga urgensi
pembangunan Kawasan Tanpa Rokok di masing-masing daerah yakni untuk melindungi dan
memenuhi hak asasi manusia dalam bidang kesehatan baik bagi perokok dan perokok pasif.
13

Kawasan Tanpa Rokok di masing-masing daerah dari beberapa naskah akademik


dapat dilihat landasan atau dasar pertimbangan pembentukan Kawasan Tanpa Rokok
diklasifikasikan menjadi 3, yakni:
1. Landasan Filosofis
Adapun yang menjadi landasan filosofis, tindakan merokok dasarnya merupakan suatu
bentuk gangguan yang dilakukan seseorang kepada masyarakat disekitarnya yang
berdampak pada masalah kesehatan. Secara filosofis pembentukan KTR merupakan
langkah pemerintah atau negara untuk melakukan pemenuhan terhadap HAM warga
negaranya dan langkah untuk mencapai tujuan negara yakni melindungi segenap rakyat
dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Upaya melindungi
segenap rakyat dan bangsa Indonesia, yang dalam hal ini ingin dilindungi dan dipenuhi
oleh negara yakni hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik, dan sehat, serta berhak mernperoleh pelayanan kesehatan
(Pasal 28 G, ayat (1), dan Pasal 28 H, ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
2. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis berkaitan dengan pertimbangan empiris yakni berkaitan dengan
fakta-fakta di masyarakat. Berdasarkan realita di masyarakat pengaturan tentang
larangan merokok dapat menjadi solusi dalam menangani bahaya yang disebabkan oleh
rokok baik kepada perokok maupun perokok pasif. Namun bilamana dikaitkan dengan
kebiasaan di sebagian masyarakat di daerah, tindakan mengkonsumsi rokok dianggap
suatu kewajaran yang dianggap sebagai suatu warisan tradisional seperti halnya
konsumsi terhadap minuman keras (arak, tuak, dan sejenisnya). Sedangkan bilamana
ditinjau dari segi agama, dimana mayoritas masyarakat Indonesia adalah muslim,
hukumnya haram, maka hal ini akan sangat bertolak belakang. Aspek sosiologis yang
harus diperhatikan dalam melakukan larangan terhadap rokok adalah dengan cara
pencegahan (preventive), pengurangan resiko (preparedness), daya tanggap (response),
serta upaya pemulihan (recovery) dari merokok.
3. Landasan Yuridis
14

Landasan yuridis dalam pembentukan Rancangan Undang-Undang tentang Larangan


merokok ini dilihat dari aspek pengatur prilaku masyarakat (social control) dan juga
aspek penyelesaian masalah (dispute resolution). Pentingnya pertimbangan yuridis
dalam pembentukan KTR adalah untuk menjamin adanya kepastian hukum, keadilan,
dan kemanfaatan yang dapat menjamin perlindungan terhadap HAM bagi perokok pasif
maupun aktif dalam menangani penanggulangan bahaya merokok. Dalam kaitannya
dengan peran dan fungsi hukum tersebut, maka persoalan hukum yang terkait dengan
pengaturan, pengendalian, dan pengawasan terhadap penggunaan rokok masih bersifat
sektoral, dan parsial, karena sampai saat ini belum ada Undang-Undang dalam lingkup
nasional yang mengatur mengenai Kawasan Tanpa Rokok, namun sebenarnya
diperlukan unifikasi undang-undang yang menjadi dasar yang ada, yaitu Peraturan
Pemerintah, dan Peraturan Daerah dibeberapa Propinsi, dan Kabupaten/Kota di
Indonesia tentang Kawasan Tanpa Rokok tersebut. tujuannya yakni menciptakan
keselarasan dalam perundang-undangan dan tidak adanya konflik norma baik secara
horizontal maupun vertikal.
Alasan yang menjadi dasar seseorang dalam penggunaan rokok salah satunya yaitu
untuk meningkatkan prestige atau adanya pengaruh pergaulan dan perubahan gaya hidup.
Beberapa dampak yang dapat dipaparkan oleh penulis ditinjau dari sudut ekonomi,
Ketenagakerjaan dan kesehatan adalah sebagi berikut :
1

Penyakit-penyakit yang timbul karena merokok akan mempengaruhi


penyediaan tenaga kerja. Tenaga terampil adalah aset perusahaan yang
umumnya diperoleh melalui suatu investasi sumber daya manusia yang cukup
mahal, yaitu melalui pendidikan dan latihan serta pengalaman yang sulit
dinilai harganya. Kematian mendadak atau kelumpuhan yang terjadi akibat
penyakit yang berkaitan dengan merokok akan memusnahkan semua investasi

mahal tersebut;
Penyakit akibat merokok menurunkan produktivitas tenaga kerja, ini
menyebabkan penurunan pendapatan sehingga angka ketergantungan secara
ekonomi pada tingkat rumah tangga bertambah besar, yang selanjutnya akan
mempengaruhi pengembangan sumber daya manusia pada tingkat rumah
tangga, misalnya dalam hal penyediaan pangan, pemeliharaan kesehatan dan
pendidikan anak;

15

Adanya penyakit akibat merokok juga menyebabkan pengeluaran untuk biaya


kesehatan meningkat. Biaya tersebut merupakan pengeluaran rumah tangga,
pengeluaran oleh perusahaan untuk pekerja, dan pengeluaran biaya oleh

pemerintah:
Menurunnya pendapatan keluarga dan meningkatnya pengeluaran rumah
tangga, perusahaan maupun pemerintah akan menyebabkan kemampuan
menabung menurun pada skala rumah tangga, perusahaan dan negara.
Menurunnya kemampuan menabung bisa menimbulkan dampak lebih lanjut,
yaitu terhambatnya investasi yang diperlukan untuk terus menumbuhkan

ekonomi secara keseluruhan;


Kerugian ekonomis lainnya adalah hilangnya produktivitas dan pemanfaatan
sumber daya manusia yang telah dikembangkan dengan biaya investasi yang
sangat besar. Betapa besar subsidi pemerintah secara nasional untuk
pendidikan SD, SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi.

Dampak akibat rokok yakni mengakibatkan kematian dini dari sumber daya manusia
akibat merokok jelas merupakan kerugian nasional, yang jika dihitung nilai moneternya akan
menampilkan angka yang sangat besar (fantastis). Perhitungan biaya ekonomi yang
ditimbulkan akibat rokok meliputi untuk membeli rokok sebanyak 12,2 milyar US$ dan
biaya medis sebanyak 314 juta US$, serta biaya tidak langsung karena produktivitas yang
hilang akibat kematian dini, kecacatan, dan abseinteism sebanyak 2,4 milyar US$. Jadi total
biaya yang dikaitkan dengan rokok sebanyak 14,94 milyar US$ atau 7,7 kali lebih tinggi dari
pendapatan cukai rokok (Kosen, 2007).24
Dari pemaparan tersebut penulis sajikan pula analisa sosiologis dan ekonomi dari
Kawasan Bebas Rokok, dari sudut sosiologis Kawasan Tanpa Rokok dapat dikatakan sebagai
kebijakan yang populer, hal ini terlihat dari:25
1

Di Indonesia, 9 dari 10 orang mendukung larangan merokok di tempat umum dan


di tempat kerja yang tertutup. Bahkan 73 % perokok mendukung kebijakan ini.

24Santi Martini, op.cit. diakses Tanggal 12 November 2015.


25 Kompak.com, Tanpa Tahun, Kawasan Tanpa Rokok, diakses melalui URL :
http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok/, Tanggal 12 November 2015.
16

Di Irlandia yang memberlakukan 100 persen kawasan bebas rokok tingkat


nasional pada 2004, 93 persen warganya mendukung kebijakan ini dengan tingkat

kepatuhan 95 persen.
Di Kota Meksiko aturan kawasan bebas asap rokok didukung 50 persen warga
yang meningkat menjadi 66 persen dalam kurun satu tahun. Tingkat kepatuhannya
95 persen.

Sedangkan dari sudut ekonomi Kawasan Tanpa Rokok menimbulkan berbagai dampak
positif, yakni:26
1. Kawasan bebas rokok membuat sebuah daerah atau negara mengurangi biaya
pengobatan penyakit akibat rokok karena jumlah perokok pasif berkurang drastis.
2. Di Inggris, pengobatan untuk perokok pasif menelan biaya 9,7 juta (Rp 97
triliun) setiap tahun untuk rawat jalan, pengobatan asma 13,6 juta sebagai biaya
rawat inap, dan 4 juta untuk obat-obatan asma bagi anak-anak hingga usia 16
tahun.
3. Sebuah kajian komprehensif dari 97 penelitian yang diterbitkan sebelum Agustus
2002 tentang dampak ekonomi kawasan bebas rokok adalah tidak ada nilai
tambah secara benefit bagi restoran dan bar yang membebaskan pengunjungnya
merokok.
4. Di Argentina, sebuah studi kawasan bebas rokok di Buenos Aires, Cordoba, Santa
Fe, dan Tucuman menyimpulkan tak ada dampak negatif aturan kawasan bebas
rokok terhadap bar dan restoran. Di Buenos Aires bahkan aturan itu meningkatkan
pendapatan bar dan restoran sebesar 7-10 persen.
5. The American Society of Heating, Refrigerating, and Air Conditioning Engineers
(ASHRAE) atau Perkumpulan Insinyur Bidang Pemanasan, Pendinginan dan
Penyejuk Ruangan, suatu asosiasi profesional terkemuka di bidang ventilasi,
menyimpulkan satu-satunya cara efektif untuk menghilangkan resiko kesehatan
yang berhubungan dengan paparan di dalam ruangan tertutup hanya dengan
melarang kegiatan merokok. ASHRAE menemukan bahwa tidak ada satupun
pendekatan rekayasa teknis, termasuk teknologi canggih penyempurna ventilasi
atau pembersih udara yang ada saat ini yang dapat menekan resiko kesehatan
akibat dari paparan asap rokok.

26 Ibid.
17

6. Dokumen perusahaan British American Tobacco (BAT) mengakui bahwa ventilasi


dan filtrasi udara tidak efektif dalam menghilangkan asap rokok yang ada di
ruangan merokok.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro
menyatakan bahwa rokok merupakan barang tingkat konsumsi kedua dibawah beras sehingga
harus dibuatkan aturan yang membatasi konsumsi namun tidak mematikan industri rokok
tersebut. Lebih lanjut disebutkan bahwa saat ini dalam komposisi harga rokok di Indonesia,
tarif cukai rokok masih memiliki porsi rata-rata sekitar 50% atau setengah dari harga rokok.
Padahal, di negara lain, porsi tarif cukai di dalam harga rokok bisa lebih tinggi. Bambang
mencontohkan, di Polandia misalnya, porsi cukai rokok di dalam harga rokok mencapai 80%.
Sehingga pemerintah harus menaikan harga cukai rokok meskipun secara bertahap sebab
pemerintah tetap memikirkan berbagai hal seperti industri rokok, petani dan pekerja di sektor
industri ini.

18

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) yang diberikan oleh negara kepada
setiap orang yang tergolong dalam golongan perokok pasif sejak di canangkan
pemerintah dengan mengeluarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yang mana mewajibkan setiap daerah mengatur mengenai pembangunan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan Peraturan Daerah atau dengan Peraturan lain
mengenai pembangunan Kawasan Tanpa Rokok hingga sekarang mendapat respon
yang sangat positif, hal tersebut dapat di lihat di beberapa daerah atau tempat yang
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut, misalnya di Stasiun Kereta Api
maupun di dalam Kereta itu sendiri. Adanya Kawasan Tanpa Rokok (KTR), negara
telah melakukan upaya perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) kepada perokok
pasif, dengan kata lain masyarakat yang menjadi perokok pasif atau yang menjadi
korban dari paparan asap rokok dari perokok aktif lebih terhindar dari asap rokok
khususnya bagi bayi, balita, dan anak-anak yang sngat rentan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh asap rokok dari perokok aktif.
2. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) selama ini dirasa tepat untuk melindungi perokok aktif
dan perokok pasif bila dilihat dari prespektif Hak Asasi Manusia, namun perlu
pengembangan dalam pengaturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR), karena
negara dalam hal ini harus memilih mana yang harus lebih dilindungi, perokok aktif
atau perokok pasif.
Adapun kendala yang ditemukan dalam mengimplementasikan atau menerapkan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut. Secara Yuridis kendala tersebut terlihat dari
tidak di aturnya mengenai jarak antara Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan kawasan
yang diperbolehkan untuk merokok dan secara Non Yuridis kendala tersebut timbul
dari kurangnya kesadaran mengenai aturan mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
dan bahayanya asap rokok bagi kesehatan di kalangan masyarakat yang yang menjadi
perokok aktif maupun perokok pasif.

B. Saran

19

Adapun saran yang dikemukan adalah besar harapan agar kedepannya dalam
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok Sebagai Perlindungan Terhadap HAM, yaitu dengan
langkah langkah sebagai berikut :
1. Meminta DPR untuk membuat Undang-Undang yang mengatur secara khusus
mengenai Kawasan Tanpa Rokok (KTR) atau yang sejenisnya.
2. Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk lebih memperbanyak
Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di tempat umum atau yang tempat yang
dianggap paling sering di kunjungi oleh masyarakat
3. Meminta Dukungan dan Bantuan dari para penegak hukum untuk turut andil
dalam pentingnya Kawasan Tanpa Rokok.
4. Melakukan sosialisasi secara berkala kepada masyarakat akan pentingnya
Kawasan Tanpa Rokok (KTR), bahayanya asap rokok, dan betapa pentingnya
arti hidup sehat tanpa rokok.

DAFTAR PUSTAKA
20

BUKU
Ahmad Zein Yahya, 2012, Problematika Hak asasi manusia (HAM), Liberty, Yogyakarta.
Assiddiqie Jimly,2011,Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet.III, Rajawali Press, Jakarta.
Gultom Maidin, 2010, Perlindunga Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana
Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.
Kaelan, 2008, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta.
Kansil. CST, 1991, Pengantar Hukum Kesehatan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
Mauna Boer,2005, Hukum Internasional: Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era
Dinamika Global Edisi Ke-2 PT. Alumni,, Bandung.
Merta Wardaya Slamet, 2005, Hakekat, Konsepsi, dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi
Manusia, dalam Muladi (ed), 2005, Hak Asasi Manusia, Refika Aditama, Bandung.
Nowak Manfred, 2003, Introduction to the International Human Rights Regime, Brill
Academic Publisher, Swedia, diterjemahkan oleh Sri Sulastini.
Pritchard Sarah, et.al,2008, Advokasi Hak Asasi Manusia Sebuah Panduan Lengkap,
SatuNama, Yogyakarta.
Waluhyo Bambang, SH., M.H, 2011, Viktimologi Perlindungan Korban & Saksi, Sinar
Grafika, Jakarta.

INTERNET
Afifan Ghalib Haryawan, 2015, Bencana Demografis Akibat Rokok, diakses dari URL:
https://www.selasar.com/gaya-hidup/bencana-demografis-akibat-rokok,
Anonim,

tanpa

tahun

penulisan,

Kawasan

Tanpa

Rokok,

diakses

dari

URL:

http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok.
Anonim, 2014, Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Lemah, diakses dari URL :
http://nationalgeographic .co.id /berita/2014/06/implementasi-kawasan-tanpa-rokoklemah.
Anonim, 2014, Kawasan tanpa Rokok, diakses dari URL: http://dinkes.tabalongkab.go.id /
2014/ 12/kawasan-tanpa-rokok.
Anonim, 2014, Setahun Orang Indonesia Habiskan 302 Miliar Batang Rokok, diakses dari
URL

http://www.Suarapembaruan.com/home/setahun-orang-indonesia-habiskan-

302-miliar batang-rokok/50565.

21

Apriliani Gita Fitria, 2013, Perokok di Indonesia Terbanyak di Asia Tenggara, diakses dari
URL:http://bisnis.tempo.co/read/news/2013/10/10/090520749/perokok-indonesiaterbanyak-se-asia-tenggara.
Bentot, 2014, Merek dan Macam-Macam Rokok di Indonesia, diakses dari URL:
http//naonwehlaheuy.blogspot.co.id.
Dian Maharani, 2015, Jumlah Perokok Indonesia, 10 Kali Lipat Penduduk Singapura, diakses
dari

URL

:http

://health.kompas

.com/read/2015/06/03

/110000223/

Jumlah.Perokok .Indonesia10kali.Lipat.Penduduk.Singapura.
Kompak.com,

Tanpa

Tahun,

Kawasan

Tanpa

Rokok,

diakses

melalui

URL

http://www.kompak.co/kawasan-tanpa-rokok/
Santi Martini, 2012, Kawasan Tanpa Rokok Mengapa Tidak, diakses dari URL: http://dr-s-mfkm.web.unair.ac.id/artikel_detail-41646-umumkawasan/tanpa/rokok/mengapa/tidak
html.

22

Anda mungkin juga menyukai