Anda di halaman 1dari 19

A.

Definisi
Miningitis adalah suatu reaksi peradangan yang mengenai satu atau semua
lapisan selaput yang menghubungkan jaringan otak dan sumsum tulang belakang,
yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa, disebabkan oleh bakteri
spesifik / non spesifik atau virus.
Meningitis adalah infeksi cairan otak dan disertai proses peradangan yang
mengenai durameter, piameter, araknoid dan dapat meluas ke permukaan jaringan
otak dan medula spinalis yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa yang
terdapat secara akut dan kronis.
Meningitis dibagi menjadi dua :
1.

Meningitis purulenta, yaitu infeksi selaput otak yang disebabkan oleh bakteri
non spesifik yang menimbulkan eksudasi berupa pus atau reaksi purulen pada
cairan otak. Penyebabnya adalah pneumonia, hemofilus influensa, E. Coli.

2.

Meningitis tuberkulosa, yaitu radang selaput otak dengan eksudasi yang


bersifat serosa yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis, lues, virus, riketsia.
Berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang, meningitis dibagi

menjadi:
1.

Pakimeningitis, yamg mengalami radang adalah durameter.

2.

Leptomeningitis, yang mengalami radang adalah araknoid dan piameter.

B. Anatomi & Fisiologi Selaput Otak


Selaput otak terdiri dari 3 lapisan dari luar kedalam yaitu Durameter,
Aranoid dan Piameter.
Durameter terdiri dari lapisan yang berfungsi kecuali di dalam tulang
tengkorak, dimana lapisan terluarnya melekat pada tulang dan terdapat sinus
venosus. Falx serebri adalah lapisan vertikal durameter yang memisahkan kedua
hemisfer serebri pada garis tengah. Tentorium serebri adalah ruang horizontal dari
Durameter yang memisahkan lobus oksipitalis dari serebelum.
Araknoid merupakan membran lembut yang bersatu ditempatnya dengan
paiameter, diantaranya terdapat ruang subaranoid dimana terdapat arteri dan vena
serebral dan dipenuhi oleh cairan serebrospinal. Sisterna magna adalah bagian

terbesar dari ruang subaranoid disebelah belakang otak belakang, memenuhi celah
diantara serebelum dan medulla oblongata.
Piamater merupakan membran halus yang kaya akan pembuluh darah kecil
yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Piameter adalah lapisan
yang langsung melekat dengan permukaan otak dan seluruh medula spinalis.
Miningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme yang bervariasi, tetapi
ada tiga tipe utama yakni:
1.

Infeksi bakteri, piogenik yang disebabkan oleh


bakteri pembentuk pus, terutama meningokokus, pneumokokus, dan basil
influenza.

2.

Tuberkulosis, yang disebabkan oleh basil tuberkel


(Mycobacterium tuberculose).

3.

Infeksi virus, yang disebabkan oleh agen-agen virus


yang sangat bervariasi.

C. Etiologi & Epidemiologi


Miningitis bakteri dapat disebabkan oleh setiap agen bakteri yang
bervariasi. Haemophilus Influenza (Tipe ), Streptococcus pneumoniae, dan
Naisseria Miningitis

(meningokokus) bertanggung jawab terhadap meningitis

pada 95 % anak-anak yang lebih tua dari usia 2 bulan. Haemophilus influenzae
merupakan organisme yang dominan pada usia anak-anak 3 bulan sampai dengan
3 tahun, tetapi jarang pada bayi dibawah 3 bulan, yang terlindungi oleh substansi
bakteri yang didapat secara pasif dan pada anak-anak di atas 5 tahun yang mulai
mendapat perlindungan ini.
Organisme lain adalah Streptococus hemolyticus, Staphylococcus aureus,
dan Escherichia coli. Penyebab utama meningitis neonatus adalah organisme
Streptococcus hemolyticus dan Escherichia coli. Infeksi Escherichia coli jarang
terjadi pada anak-anak usia setelah bayi (lebih dari 1 tahun). Meningitis
meningokokus (serebrospinal epidemik) terjadi pada bentuk epidemik dan
merupakan satu-satunya tipe yang ditularkan melalui infeksi droplet dari sekresi
nasofaring. Meskipun kondisi ini dapat berkembang pada setiap usia, risiko

infeksi meningokokus meningkat dengan seringnya kontak dan oleh karena itu
infeksi terutama terjadi pada anak-anak usia sekolah dan adolesens.
Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan dengan perempuan terutama
pada periode neonatal. Angka kesakitan tertinggi seteleh timbulnya meningitis
mengenai anak-anak pada usia antara kelahiran sampai dengan empat tahun (di
bawah lima tahun). Faktor maternal seperti ketuban pecah dini dan infeksi ibu
hamil selama trimester akhir merupakan penyebab utama meningitis neonatal.
Terjadinya defisiensi pada mekanisme imun dan berkurangnya aktivitas
leukosit dapat mempengaruhi insiden pada bayi baru lahir, anak-anak dengan
defisiensi

imunoglobulin,

dan

anak-anak

yang

menerima

obat-obatan

imunosupresif. Meningitis yang muncul sebagai perluasan dari infeksi-infeksi


bakteri yang bervariasi kemungkinan disebabkan kurangnya resistensi terhadap
berbagai organisme penyebab. Adanya kelainan SSP, prosedur / trauma bedah
saraf, infeksi-infeksi primer dilain organ merupakan faktor-faktor yang
dihubungkan dengan mudahnya terkena penyakit ini.
D. Patofisiologi
Rute infeksi yang paling sering adalah penyebaran vaskuler dari fokus-fokus
infeksi ke tempat lain. Contohnya organisme nasofaring menyerang pembuluhpembuluh darah yang terdapat di daerah tersebut dan memasuki aliran darah ke
serebral atau membentuk tromboemboli yang melepaskan emboli sepsis ke dalam
aliran darah. Invasi oleh perluasan langsung dari infeksi-infeksi di sinus paranasal
dan di sinus mastoid jarang terjadi. Organisme-organisme dapat masuk melalui
implantasi langsung setelah luka yang tertembus, fraktur tulang tengkorak yang
memberikan sebuah lubang ke dalam kulit atau sinus, lumbal fungsi, prosedur
pembedahan

dan

kelainan-kelainan

anatomis

seperti

shunt

ventrikuler.

Organisme-organisme yang terimplantasi menyebar ke dalam cairan serebrospinal


oleh penyebaran infeksi sepanjang rongga subarnoid.
Proses infeksi yang terlihat adalah inflamasi, eksudasi akumulasi leukosit
dan tingkat kerusakan jaringan yang bervariasi. Otak menjadi hiperemis, edema,
dan seluruh permukaan otak tertutup oleh lapisan eksudat purulen dengan

bervariasi organisme.

E. Manifestasi Klinis
1.

Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah


laku.

2.

Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor.

3.

Sakit kepala

4.

Sakit-sakit pada otot-otot

5.

Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada


mata pasien

6.

Adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI

7.

Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap
lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot.

8.

Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak
terdapat pada virus meningitis.

9.

Nausea

10. Vomiting
11. Demam
12. Takikardia
13. Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau
hiponatremia
14. Pasien merasa takut dan cemas.
F. Penularan & Pencegahan
1.

Penularan

Meningitis yang disebabkan oleh virus dapat ditularkan melalui batuk, bersin,
sering makan 1 sendok, pemakaian sikat gigi bersama.

Penyakit ini menyerang pada anak dengan kekebalan yang tidak baik, seperti
penderita malnutrisi, kegemukan, anak yang sering sakit dan sebaginya.

2.

Pencegahan

Mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah ke toilet umum,
memegang hewan peliharaan. Menjaga stamina (daya tahan) tubuh dengan
makan bergizi dan berolahraga yang teratur adalah sangat baik menghindari

berbagai macam penyakit.


Pemberian Imunisasi vaksin (vaccine) Meningitis merupakan tindakan yang
tepat terutama di daerah yang diketahui rentan terkena wabah meningitis,
adapun vaccine yang telah dikenal sebagai pencegahan terhadap meningitis
diantaranya adalah:
a. Haemophilus influenzae type b (Hib)
b. Pneumococcal conjugate vaccine (PCV7)
c. Pneumococcal polysaccharide vaccine (PPV)
d. Meningococcal conjugate vaccine (MCV4)

G. Komplikasi
1.

Ketidaksesuaian sekresi ADH

2.

Pengumpulan cairan subdural

3.

Lesi lokal intrakranial dapat mengakibatkan kelumpuhan sebagian badan

4.

Hidrocepalus yang berat dan retardasi mental, tuli, kebutaan karena atrofi
nervus II (optikus)

5.

Pada meningitis dengan septikemia menyebabkan suam kulit atau luka di


mulut, konjungtivitis.

6.

Epilepsi

7.

Pneumonia karena aspirasi

8.

Efusi subdural, emfisema subdural

9.

Keterlambatan bicara

10. Kelumpuhan otot yang disarafi nervus III (okulomotor), nervus IV (toklearis),
nervus VI (abdusen). Ketiga saraf tersebut mengatur gerakan bola mata.
H. Pemeriksaan Penunjang
1.

Analisis CSS dari fungsi lumbal :


a. Meningitis bakterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah
sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positif
terhadap beberapa jenis bakteri.

b. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel


darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur
biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2.

Glukosa serum: meningkat ( meningitis )

3.

LDH serum: meningkat ( meningitis bakteri )

4.

Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksi


bakteri )

5.

Elektrolit darah : abnormal .

6.

ESR/LED : meningkat pada meningitis

7.

Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah


pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

8.

MRI/ CT-scan : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat


ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

9.

Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra


kranial.

I.

Managemen Medis

1.

Obat Anti Infeksi


a. Meningitis Tuberkuosa :
Isoniazid 10 20 mg/kg/24 jam oral, 2 x sehari maksimal 500 mg, selama
1 tahun.
Rifampisin 10 15 mg/kg/24 jam oral, 1 x sehari selama 1 tahun.
Streptomisin sulfat 20 40 mg/kg/24 jam (IM) 1-2 x sehari, selama 3
bulan.
b. Miningitis bakterial, umur < - 2 bulan:
Sefalosporin Generasi ke 3
Ampisilin 150 200 mg (400mg)/kg/24 jam IV, 4-6 x sehari, dan
Kloramfenikol 50 mg/kg BB/24 jam IV 4 x / hari.
c. Miningitis bakterial umur > 2 bulan:
Ampisilin 150 200 mg (400mg)/ kg/24 jam IV, 4-6 sehari .

Kloramfenikol 100 mg/kg/24 jam IV, 4 x sehari atau


Sefalosporin Generasi ke 3.
2.

Pengobatan Simtomatis.
a.

Diazepam IV; 0,2 0,5 mg / kg/dosis, atau rektal : 0,4 0,6 mg/kg/
dosis. Kemudian dilanjutkan dengan:

Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 x sehari atau


Fenobarbital 5 7 mg /kg/24 jam, 3 kali sehari.
b.

Turunkan panas:

Antipiretik: parasetamol/salisilat 10 mg/kg/dosis.


Kompres air / es
c.

Pengobatan Suportif

Cairan intravena
Zat asam.
J.

Pengkajian Keperawatan

1. Biodata klien
2. Riwayat kesehatan yang lalu
- Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
- Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
- Pernahkah operasi daerah kepala ?
3. Riwayat kesehatan sekarang
Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise).
Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis.
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat,
takikardi, disritmia.

Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan retensi.

Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan.
Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.

Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.

Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi, kejang, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman.
Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, halusinasi, kehilangan
memori, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal,
babinski positif, reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada
laki-laki.

Tes Kernig dalam pengkajian meningitis

Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal).
Tanda : gelisah, menangis.

Pernafasan

Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru.


Tanda : peningkatan kerja pernafasan.
K. Diagnosa Keperawatan
1.

Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis (iritasi meningen)

2.

Gangguan perfusi jaringan serebral sehubungan dengan peningkatan tekanan


intrakranial

3.

Nausea berhubungan dengan meningitis, peningkatan tekanan intrakranial

4.

Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

5.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


mual, muntah dan anoreksia.

6.

Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan bernafas dan perubahan dalam


status kesehatan

7.

Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbatasan informasi.

8.

Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental


dan penurunan tingkat kesadaran

L. Rencana Keperawatan
NANDA
Dx.1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis (iritasi meningen)
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 3 jam pasien menunjukkan
penurunan nyeri, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Dapat tidur dengan tenang
b. Memverbalisasikan penurunan nyeri
c. Tanda vital DBN
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang.


R/ Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap
cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat.

2. Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata.

R/ Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak.


3. Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hatihati.
R/ Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan
rasa sakit / discomfort.
4. Kolaborasi : pemberikan obat analgesik.
R/ Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan : Narkotika
merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga
sukar untuk dikaji.
5. Observasi tanda tanda vital tiap 4 jam sekali
R/ Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan
keperawatan yang selanjutnya.
NANDA
Dx.2. Gangguan perfusi jaringan serebral sehubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan
keefektifan perfusi jaringan serebral, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a.

Tanda-tanda vital dalam batas normal

b.

Rasa sakit kepala berkurang

c.

Kesadaran meningkat

d.

Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda


tekanan intrakranial yang meningkat.

NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.
R/ Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk
terjadinya herniasi otak.

2.

Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.


R/ Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

3.

Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Respirasi dan hati-hati
pada hipertensi sistolik.
R/ Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan
darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan
menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik.
Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

4.

Monitor intake dan output.


R/ hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko
dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadra, nausea yang menurunkan
intake per oral.

5.

Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk


mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
R/ Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi
diri dari efek valsava.

6.

Kolaborasi: Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.


R/ Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial,
vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral.

7.

Kolaborasi: Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen


R/ Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada
tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral.

8.

Kolaborasi: Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel,


Antibiotika.
R/ Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri dan Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan
kejang.

NANDA
Dx.3. Nausea berhubungan dengan meningitis
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 3 jam pasien menunjukkan
perasaan mual berkurang, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a.

Dapat memvervalisasi penyebab mual

b.

Dapat memanajemen mual dengan teknik nonfarmakologi

NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

Dorong untuk memonitor adanya nausea.


R/ dengan memonitor adanya mual sejak awal maka pencegahan akan
terjadinya mual dilakukan dengan segera sehingga tidak sampai menimbulkan

2.

muntah
Dorong strategi belajar yang digunakan untuk memanajemen nausea.
R/ dengan mempelajari manajemen mual maka apabila suatu saat mual datang,

3.

pasien dapat mengantisipasinya sendiri.


Identifikasi faktor yang mungkin terhadap nausea.
R/ mempermudah menentukan apa saja yang mungkin dapat menyebabkan

4.

mual sehingga hal tersebut dapat dihindari.


Identifikasi strategi yang mungkin untuk menghilangkan nausea.
R/ strategi relaksasi atau distraksi mungkin dapat memanajemen mual apabila

5.

suatu saat mual terjadi


Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi.
R/ dengan mengajarkan teknik distraksi pada pasien sebagai usaha

6.

mengalihkan perhatian dari rasa mual.


Anjurkan istirahat dan tidur yang adekuat untuk memfasilitasi hilangnya
nausea.
R/ dengan istirahat atau tidur perasaan mual mungkin akan menghilang dengan
sendirinya.

NANDA
Dx.4. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 3 jam pasien menunjukkan


penurunan suhu tubuh, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a.

Suhu tubuh DBN

b.

Tidak terjadi kenaikan TTV

NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

2.

3.
4.

Monitor temperatur secara sering, jika sesuai.


R/ suhu tubuh pasien menunjukkan secara singkat bagaimana keadaan
tubuhnya secara umum.
Monitor warna dan temperatur kulit.
R/ warna kulit yang berubah menjadi kemerahan mengindikasikan adanya
kenaikan suhu tubuh.
Monitor tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi napas.
R/ tanda vital yang didapat mencerminkan keadaan pasien secara umum.
Kolaborasi: penggunaan antipiretik.
R/ tindakan kolaborasi pemberian antibiotic merupakan salah satu cara untuk
memanajemen panas secara farmakologi apabila panas tidak bisa turun dengan

5.

tindakan nonfarmakologi.
Kenakan klien pakaian yang tipis.
R/ dengan menggunakan pakaian yang tipis maka tubuh tetap terjaga
kelembabanya dan suhunya.

NANDA
Dx.5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual, muntah dan anoreksia
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan
nutrisi kurang teratasi dengan indikator:
a. Mendapat nutrisi yang adekuat
b. Klien tidak mengalami kehilangan BB lebih lanjut
c. Membran mukosa lembab
d. Kulit tidak kering
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:

1.

Kaji adanya alergi makanan


R/ menghindari makanan yang mungkin akan menyebabkan alergi bagi klien
sehingga klien tidak mempunyai keinginan untuk makan.

2.

Monitor adanya penurunan BB


R/ membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya
bila BB dan pengukuran BMI kurang dari normal.

3.

Berikan perawaatan oral


R/ kebersihan oral menhilangkan bakteri penumbuh bau mulut dan
eningkatkan rangsangan /nafsu makan

4.

Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering


R/ masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering biasanya ditoleransi
klien dengan baik

5.

Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori tinggi protein


R/ kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting
dalam mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.

6.

Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan


R/ dengan posisi makan yang nyaman maka klien akan lebih tertarik untuk
makan makanan yang disediakan.

7.

Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi yang adekuat
R/ bekerjasama dan berdiskusi dengan keluarga

akan lebih memberikan

pemahaman akan pentingnya keluarga meningkatkan pemasukan nutrisi yang


adekuat untuk klien.
8.

Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan


R/ tindakan atau pengobatan yang akan dilakukan menurunkan nafsu makan
klien, sehingga bisa didahulukan makan dulu kemudian baru diberi
pengobatan atau tindakan.

9.

Monitor turgor kulit, monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb


dan kadar Ht

R/ turgor kulit serta kelembaban mencerminkan keadaan cairan dan nutrisi


yang ada pada anak. Hb dan Ht mencerminkan bagaimana keadaan klien
melalui hasil labolatorium darah.
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan klien
R/ keperluan nutrisi anak akan terpenuhi dengan perhitungan dari tim gizi.
11. Pertahankan terapi IV line
R/ pemasukan nutrisi melalui terapi IV line merupakan salah satu intervensi
yang dapat digunakan agar nutrisi tetap adekuat apabila klien tidak bisa
makan dengan per oral dan tidak terpasang NGT/TPN.
NANDA
Dx.6. Cemas berhubungan dengan ketidakmampuan bernafas dan perubahan
dalam status kesehatan
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan
penurunan tingkat kecemasan, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a. Pasien mengenal perasaannya
b. Menyatakan cemas berkurang
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1. Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan dan takut.
R/ cemas yang berkelanjutan dapat memperburuk kondisi klien.
2. Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan.
R/ reaksi verbal/non verbal menunjukkan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
3. Menyarankan orang terdekat untuk mendampingi selama tindakan.
R/ keberadaan orang terdekat dapat membuat tenang.
4. Berikan lingkungan yang tenang dan aman.
R/ mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
5. Melakukan tindakan yang tidak memicu kecemasan terlebih dahulu.
R/ memberikan waktu kepada klien untuk beradaptasi terhadap perawat.

NANDA
Dx.7. Kurangnya pengetahuan keluarga sehubungan keterbatasan informasi
NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 60 menit pasien menunjukkan
pengetahuan keluarga bertambah, dibuktikan dengan kriteria hasil:
a.

Keluarga tidak sering bertanya tentang penyakit anaknya.

b.

Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.

c.

Keluarga mentaati setiap proses keperawatan.

NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

Kaji tingkat pengetahuan keluarga.


R/ Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan
kebenaran informasi yang didapat.

2.

Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang.


R/ Penjelasan tentang kondisi yang dialami dapat membantu menambah
wawasan keluarga.

3.

Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan


R/ agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan.

4.

Berikan Health Education tentang cara menolong keluarga yang kejang dan
mencegah kejang.
R/ sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam
mengatasi masalah kesehatan.

NANDA
Dx.8. Resiko injuri berhubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental
dan penurunan tingkat kesadaran
NOC

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam pasien menunjukkan


tidak terjadi injuri, dibuktikan dengan kriteria hasil:
1. Lingkungan tetap terjaga aman dari bahaya injuri
2. Tidak terjadi injuri pada badan pasien
NIC
Rencana intervensi yang akan dilakukan:
1.

Monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya.
R/ Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai
dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.

2.

Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman,


dan alat suction selalu berada dekat pasien.
R/ Melindungi pasien bila kejang terjadi.

3.

Pertahankan bedrest total selama fase akut.


R/ Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi.

4.

Kolaborasi: Berikan terapi sesuai advis seperti; diazepam, phenobarbital, dll.


R/ Untuk mencegah atau mengurangi kejang. Catatan : Phenobarbital dapat
menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.

Daftar Pustaka
Muttaqin, arif. Buku ajar asuhan keperawatan klien dengan gangguan system
persyarafan. Jakarta : Selemba Medika, 2008.
Guyton and hall. Buku ajar fsikologi kedokteran. Jakarta : EGC, 2006.

Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, Jakarta, 1999


Brunner / Suddarth. Buku saku keperawatan medikal bedah,EGC, Jakarta, 2000.
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medikal Bedah, Brunner and
Suddarths, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
Noer Staffoeloh et all, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, 1999, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta
Nanda. 2011. Nursing Diagnosis : Definitions & Classifications.
McCloskey, Joanne C., Bulechek, Gloria M. 1997. Nursing Intervention
Classification (NIC). USA : Mosby.
Johnson, Marion et al. 1997. Nursing Outcomes Classification (NOC). USA :
Mosby.
Ackley, BJ and Ladwig, GB. Nursing Diagnosis Handbook: An Evidence-Based
Guide to Planning Care. 2012. USA : Mosby.

Anda mungkin juga menyukai