Disusun Oleh:
Sintin Khotijah Pribadi
G99141028
Anindita Ratna Gayatri
G99141032
Periode : 3 September - 5 September 2015
Pembimbing
dr. Guntur Surya Alam, Sp.BA
BAB I
STATUS PASIEN
I.
IDENTITAS
A. Identitas Pasien
Nama
: An. Rafa
Umur
: 3 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
BB
: 17 Kg
PB
: 91 cm
Tanggal masuk
: 27 Agustus 2015
: 01311884
Ayah
Tn. T
39 th
SMA
Swasta
Jawa/islam
Ibu
Ny. S
34 th
SMA
Ibu rumah tangga
Jawa/islam
DATA SUBYEKTIF
Anamnesis diperoleh dari orang tua pasien serta data dari rekam medis.
A. Keluhan Utama
Perut membesar
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Satu minggu sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluhkan demam.
Demam dirasakan terus menerus dan tidak berkurang dengan obat
penurunan panas. Tiga hari sebelum masuk rumah sakit perut pasien
terlihat membesar dan semakin hari semakin membesar. Muntah (-),
BAB sedikit-sedikit ampas cair, diare (-). Menurut keterangan Ibu
pasien, selama 1 minggu pasien tidak kentut dan perut terus membesar.
Tidak ada gangguan BAK.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa
: disangkal
Riwayat diare
: disangkal
Riwayat asma
: disnagkal
Riwayat trauma
: disangkal
: disangkal
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
E. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengaku tidak merasakan keluhan apapun saat hamil. Ante
natal care dilakukan secara rutin setiap bulan di bidan. Ibu pasien
mengaku mendapatkan suplemen tambah darah dari bidan. Ibu pasien
tidak mengonsumsi jamu atau obat selain yang diberikan oleh bidan.
F. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan saat usia kehamilan 38 minggu,
dengan berat lahir 2800 kg, langsung menangis kuat dan tidak biru,
lubang anus (+)
G. Riwayat Postnatal
Ibu pasien rutin membawa pasien ke puskesmas setiap bulan untuk
timbang badan dan melakukan imunisasi sesuai jadwal.
H. Status Imunisasi
Vaksin BCG saat usia
: 2 bulan
: 0 ,2 ,4, 6 bulan
Campak
: 9 bulan
Kesan :Imunisasi sesuai jadwal KMS dan lengkap menurut Depkes dan
IDAI 2014
I. Riwayat Perkembangan
- Mulai senyum
: 2 bulan
- Mulai miring
: 4 bulan
- Mulai tengkurap
: 4 bulan
: 6 bulan
- Mulai berjalan
: 1 tahun
PEMERIKSAAN FISIS
A. KeadaanUmum
Sikap / keadaan umum
Derajat kesadaran
: kompos mentis
Derajat gizi
: baik
B. Tanda vital
BB
: 17 kg
TB
: 91 cm
SiO2
: 99 %
Nadi
: menurun
Kepala
Mata
Mulut
Ekstremitas
: edema -
- akral dingin
: cukup
b) Secara Antropometris
BB : 6 kg ,Umur : 7 bulan , PB : 59 cm
BB :17 x 100% = 94 % (-2 SD <Z score < 2SD (normoweight)
U
18
99
F. Hidung
napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
mukosa basah (+), sianosis (-)
H. Telinga
sekret (-/-), serumen (-/-)
I. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1hiperemis (-), faring hiperemis (-),
pseudomembran (-)
J. Leher
Pembesaran KGB (-)
K. Toraks
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor/sonor
Auskultasi
Cor :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
L. Abdomen
Inspeksi
: hipertimpani
Palpasi
O. Ekstremitas
Akral dingin
edema
ADP kuat
CRT < 2 detik
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium Darah Tanggal 27 Agustus 2015
V.
Hb
: 11.0 g/dl
Hct
: 32%
Leukosit
: 18.2 ribu
Trombosit
: 469 ribu
Eritrosit
: 3.84 juta
PT
: 12.7 detik
APTT
: 31.1 detik
INR
: 1.010
GDS
: 108 mg/dl
Albumin
: 4.2 g/dl
Creatinin
: 0.2 mg/dl
Ureum
: 32 mg/dl
Natrium
: 131
Kalium
: 3.7
Chlorida
: 106
RESUME
Seorang anak laki-laki usia 3 tahun, dibawa keluarganya ke RSDM dengan
dengan keluhan perut membesar disertai demam.
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan pasien nampak sakit sedang, BB: 17
kg, TB: 91 cm, SiO2: 99%, nadi :120 x/menit, kuat, reguler, pernafasan : 36
x/menit, kedalaman cukup, inspirasi > ekspirasi, suhu : 38,2 C per axilla.
DAFTAR MASALAH
1. Intake sulit
2. Dehidrasi
3. Gangguan BAB
4. Gangguan elektrolit
5. Demam
VII.
ASSESMENT I
1. Abdominal Distended e/c DD suspek Ileus, hipokalemi
2. Prolonged fever
3. Gizi baik
VIII.
PENATALAKSANAAN
1. Mondok bangsal
2. Diet nasi lauk 1500 kkal/hari
3. IVFD D NS 14 tpm makro
4. Inj. Ampisillin (100 mg/kgBB/hari) ~ 400 mg/6 jam IV
5. Inj. Chloramphenicol (150 mg/kgBB/hari) ~ 175 mg/6 jam IV
6. Paracetamol (10 mg/kgBB/x) ~ 3 x 180 mg
IX.
MONITORING
1. Keadaan umum dan tanda vital tiap 8 jam
2. Balance cairan per 12 jam
X.
PLAN
1. Foto polos BNO
XI.
EDUKASI
PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad fungsionam : dubia
Foto polos BNO (27 Agustus 2015)
ASSESMENT II
1. Abdominal distended e/c Ileus obstruktif letak tinggi
XIV.
PLAN
1. Pemeriksaan Colon in loop
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ILEUS OBSTRUKTIF
A.
Pendahuluan
Anatomi
a. Usus Halus
Usus halus berbentuk tubuler, dengan panjang 6 meter pada orang
dewasa, yang terbagi atas tiga segmen yaitu duodenum, jejunum, dan
ileum. Duodenum merupakan segmen yang paling proksimal, terletak
retroperitoneal berbatasan dengan kaput dan batas inferior dari korpus
pancreas. Duodenum dipisahkan dari dari gaster oleh adanya pylorus
dari jejunum oleh batas ligamentum Treitz. Jejunum dan ileum terletak
di intraperitoneal dan bertambat ke retroperitoneal melalui mesenterium.
Tak ada batas anatomi yang jelas untuk membedakan antara jejunum dan
ileum; 40% panjang dari jejunoileal di yakini sebagai jejunum dan 60%
sisanya sebagai ileum. Ileum berbatasan dengan sekum dikatup
ileosekal.
Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter,
1-2 meter adalah bagian usus kosong atau disebut juga jejunum. Usus
penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia, ini memiliki panjang sekitar 2-4 meter dan
terletak setelah duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu
atau appendiks. Ileum memiliki pH atara 7 dan 8 (netral atau sedikit
basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan dan garam-garam
empedu.
11
Usus halus terdiri atas lipatan mukosa yang disebut plika sirkularis
atau valvula conniventes yang dapat terlihat dengan mata telanjang.
Lipatan ini juga terlihat secara radiografi dan membantu membedakan
usus halus dan kolon. Lipatan ini akan terlihat lebih jelas pada bagian
proksimal usus halus daripada distal. Hal lain yang juga dapat digunakan
untuk membedakan bagian proksimal dan distal usus halus ialah
sirkumferensial yang lebih besar, dinding yang lebih tebal, lemak
mesentrial yang lebih sedikit dan vasa rekta yang lebih panjang.
Pemeriksaan makroskopis dari usus halus juga didapatkan adanya folikel
limfoid. Folikel tersebut, berlokasi di ileum, juga disebut Peyer Patches.
5
12
13
dan
(2)
kebawah
melalui
nodi
lymphatici
14
simpatis
menghambat
nyeri,
sedangkan
serabut-
15
16
peristaltic mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainya dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinyu isi
lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat,
lemak dan protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk
digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga
diabsorbsi. Pergererakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan
absorbs bahan-bahan makanan dapat berlangsung secara maksimal.
Pergerakan usus halus terdiri dari; pergerakan mencampur (mixing) atau
pergerakan segmentasi yang mencampur makanan dengan enzim-enzim
pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi. Pergerakan polpusif
atau gerak peristaltic yang mendorong makanan kea rah usus besar.10
Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktivitas otot polos usus halus
yang terdiri dari 2 lapis, yaitu lapisan otot longitudinal dan otot sirkuler.
Otot yang terutama berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur
makanan adalah otot longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh
makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus
menerus sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan
mengadakan hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya di
absorbs.
Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang
lambat yang merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran
cerna. Proses kontraksi segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada
duodenum dan sekitar 7 kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltic pada
usus halus mendorong makanan menuju kearah kolon dengan kecepatan 0,5
17
18
Epidemiologi
Perlekatan usus sebagai penyebab dari Ileus saat ini menempati
urutan pertama. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari
Ileus adalah perlekatan. Survey Ileus Obstruksi di RSUD DR. Soetomo
pada tahun 2001 mendapatkan 50% dari penyebabnya adalah perlekatan
usus, kemudian diikuti Hernia 33,3%, keganasan 15%, Volvulus 1,7%.
(5,10).
D.
Etiologi
Ileus obstruktif sering dijumpai dan merupakan penyebab terbesar
pembedahan pada akut abdomen. Hal ini terjadi ketika udara dan hasil
sekresi tak dapat melewati lumen intestinal karena adanya sumbatan yang
menghalangi. Obstruksi mekanik dari lumen intestinal biasanya disebabkan
oleh tiga mekanisme ; 1. blokade intralumen (obturasi), 2. intramural atau
lesi intrinsik dari dinding usus, dan 3. kompresi lumen atau konstriksi akibat
lesi ekstrinsik dari intestinal. Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya
obstruksi intestinal biasanya terjadi melalui satu mekanisme utama. Satu
pertiga dari seluruh pasien yang mengalami ileus obstruktif, ternyata
19
dijumpai lebih dari satu faktor etiologi yang ditemukan saat dilakukan
operasi. (Thompson, 2005)
20
penyebab utama dari terjadinya obstruksi usus halus. Pada pasien yang tidak
pernah dilakukan operasi laparotomi sebelumnya, adhesi karena inflamasi
dan berbagai hal yang berkaitan dengan kasus ginekologi harus dipikirkan.
Adhesi, hernia, dan malignansi merupakan 80 % penyebab dari kasus ileus
obstruktif. Pada anak-anak, hanya 10 % obstruksi yang disebabkan oleh
adhesi; intususepsi merupakan penyebab tersering dari ileus obstruktif yang
terjadi pada anak-anak. Volvulus dan intususepsi merupakan 30 % kasus
komplikasi dari kehamilan dan kelahiran. Kanker harus dipikirkan bila ileus
obstruktif ini terjadi pada orang tua. Metastasis dari genitourinaria, kolon,
pankreas, dan karsinoma gaster menyebabkan obstruksi lebih sering
daripada tumor primer di intestinal. Malignansi, divertikel, dan volvulus
merupakan penyebab tersering terjadinya obstruksi kolon, dengan karsinoma
kolorektal. (Thompson, 2005).
Tabel 2.1. : Beberapa Penyebab Obstruksi Mekanik dari Intestinal (Whang et
al., 2005) (Thompson, 2005)
Obturasi Intraluminal
Lesi Ekstrinsik
Lesi Intrinsik
Benda Asing
Adhesi
Kongenital
- Iatrogenik
- Atresia, stenosis,
Benda Asing
- Tertelan
dan webs
Hernia
- Divertikulum
- Batu Empedu
- Eksternal
Meckel
- Cacing
- Internal
Intususepsi
Pengaruh Cairan
- Barium
- Feses
- Meconium
Massa
Inflamasi
- Anomali
organ
- Divertikulitis
atau
pembuluh
- Drug-induced
darah
- Infeksi
- Organomegali
- Coli ulcer
- Akumulasi Cairan
- Neoplasma
Neoplasma
- Tumor Jinak
- Karsinoma
Post Operatif
- Karsinoid
Volvulus
- Limpoma
- Sarcoma
Trauma
- Intramural
Hematom
21
E.
Patofisiologi
Respon Usus Halus Terhadap Obstruksi
Normalnya, sekitar 2 L asupan cairan dan 8 L sekresi dari gaster,
intestinal dan pankreaticobilier ditansfer ke intestinal setiap harinya.
Meskipun aliran cairan menuju ke intestinal bagian proksimal, sebagian
besar cairan ini akan diabsorbsi di intestinal bagian distal dan kolon. Ileus
obstruktif terjadi akibat akumulasi cairan intestinal di proksimal daerah
obstruksi disebabkan karena adanya gangguan mekanisme absorbsi normal
proksimal daerah obstruksi serta kegagalan isi lumen untuk mencapai daerah
distal dari obstruksi.
Akumulasi cairan intralumen proksimal daerah obstruksi terjadi
dalam beberapa jam dan akibat beberapa faktor. Asupan cairan dan sekresi
lumen yang terus bertambah terkumpul dalam intestinal. Aliran darah
meningkat ke daerah intestinal segera setelah terjadinya obstruksi, terutama
di daerah proksimal lesi, yang akhirnya akan meningkatkan sekresi
intestinal. Hal ini bertujuan untuk menurunkan kepekaan vasa splanknik
pada daerah obstruksi terhadap mediator vasoaktif. Pengguyuran cairan
intravena juga meningkatkan volume cairan intralumen. Sekresi cairan ke
dalam lumen terjadi karena kerusakan mekanisme absorpsi dan sekresi
normal. Distensi lumen menyebabkan terjadinya kongestif vena, edema
intralumen, dan iskemia.
Gas intestinal juga mengalami akumulasi saat terjadinya ileus
obstruktif. Sebagian kecil dihasilkan melalui netralisasi bikarbonat atau dari
metabolisme bakteri. Gas di Intestinal terdiri atas Nitrogen (70%), Oksigen
(12%), dan Karbon Dioksida (8%), yang komposisinya mirip dengan udara
bebas. Hanya karbon dioksida yang memiliki cukup tekanan parsial untuk
berdifusi dari lumen.
22
23
Strangulasi
24
25
26
kemungkinan
berhubungan
dengan
pertumbuhan
bakteri
dapat
Tabel 2.3. Perbedaan ileus obstruktif usus halus dan usus besar
(Sumber : Bickle dan Kelly, 2002)
F.
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya ileus obstruktif dibedakan menjadi tiga
kelompok (Yates, 2004) :
27
Manifestasi Klinis
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Distensi
4. Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).
28
29
Diagnosis
Diagnosis ileus obstruktif tidak sulit; salah satu yang hampir selalu
harus ditegakkan atas dasar klinik dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
kepercayaan atas pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan laboraorium harus
dilihat sebagai konfirmasi dan bukan menunda mulainya terapi yang segera.
Diagnosa ileus obstruktif diperoleh dari :
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruktif usus halus biasanya sering dapat
ditemukan penyebabnya, misalnya berupa adhesi dalam perut karena
pernah dioperasi sebelumnya atau terdapat hernia (Sjamsuhudajat & Jong,
30
2004). Pada ileus obstruktif usus halus kolik dirasakan di sekitar umbilkus,
sedangkan pada ileus obstruktif usus besar kolik dirasakan di sekitar
suprapubik. Muntah pada ileus obstruktif usus halus berwarna kehijaun
dan pada ileus obstruktif usus besar onset muntah lama.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup
kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen
harus dilihat adanya distensi, parut abdomen, hernia dan massa
abdomen. Inspeksi pada penderita yang kurus/sedang juga dapat
ditemukan darm contour (gambaran kontur usus) maupun darm
steifung (gambaran gerakan usus), biasanya nampak jelas pada saat
penderita mendapat serangan kolik yang disertai mual dan muntah dan
juga pada ileus obstruksi yang berat. Penderita tampak gelisah dan
menggeliat sewaktu serangan kolik.
31
akhir
yang
diharuskan
dari
pemeriksaan
adalah
32
Pemeriksaan yang teliti untuk hernia harus dilakukan. Feses juga harus
diperiksa untuk melihat adanya darah atau tidak, kehadiran darah
menuntun kita ke arah strangulasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien yang diduga mengalami
obstruksi intestinal terutama ialah darah lengkap dan elektrolit, Blood
Urea Nitrogen, kreatinin dan serum amylase. Obstruksi intestinal yang
sederhana tidak akan menyebabkan perubahan pada hasil laboratorium jadi
pemeriksaan ini tak akan banyak membantu untuk diagnosis obsruksi
intestinal yang sederhana. Pemeriksaan elektrolit dan tes fungsi ginjal
dapat mendeteksi adanya hipokalemia, hipokhloremia dan azotemia pada
50% pasien.
4. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos abdomen (foto posisi supine, posisi tegak abdomen atau
posisi dekubitus) dan posisi tegak thoraks
Temuan spesifik untuk obstruksi usus halus ialah dilatasi usus
halus ( diameter > 3 cm ), adanya air-fluid level pada posisi foto
abdomen tegak, dan kurangnya gambaran udara di kolon. Sensitifitas
foto abdomen untuk mendeteksi adanya obstruksi usus halus mencapai
70-80% namun spesifisitasnya rendah. Pada foto abdomen dapat
ditemukan beberapa gambaran, antara lain:
1) Distensi usus bagian proksimal obstruksi
2) Kolaps pada usus bagian distal obstruksi
3) Posisi tegak atau dekubitus: Air-fluid levels
4) Posisi supine dapat ditemukan :
a) distensi usus
b) step-ladder sign
5) String of pearls sign, gambaran beberapa kantung gas kecil yang
berderet
33
Osbtruksi Mekanik
Ileus
Present proximal to Prominent throughout
obstruction
Large bowel shape Gas present diffusely;
moveable
loops; stepladder pattern
Absent or diminished
Increase throughout
Present if chronic or Present with inflamation
strangulation
Rare
Often present
Slightly
elevated; Elevated;
decrease
normal motion
motion
Rapid progression to Slow progression to
point of obstruction
colon
34
Gambar 2.7 Multipel air fluid level dan string of pearls sign (Nobie,
2009)
35
36
37
38
39
40
41
Gambar
2.16
USG
Longitudinal
dari
abdomen
bagian
bawah
menunjukkan distensi multiple dari usus halus akibat invaginasi (HagenAnsert, 2010).
I.
Diagnosis Banding
1. Appendisitis akut
Keadaan ini merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling
sering. Deskripsi buku ajar klasik adalah nyeri abdomen sentral, sering dengan
gambaran seperti kolik, yang berpindah setelah beberapa jam ke fossa iliaca
dextra. Dapat disertai mual, muntah dan peningkatan suhu ringan. Awalnya,
terdapat nyeri tekan lokalisata dengan detens muscular di kuadran kanan
bawah. Bila peritoneum parietal di atasnya meradang, nyeri tekan dan nyeri
lepas dan detens muscular dapat dihasilkan. Sayangnya, kurang dari separuh
pasien datang dengan gejala khas ini. Sering nyeri di sisi kanan.
Bergantung pada posisi apendiks, tanda dapat paling jelas pada
pemeriksaan rectal (apendiks pelvis) atau di pinggang (apendiks retrosekal).
Keterlambatan diagnosis dapat menjadi akibatnya, dan pada kasus apendisitis
obstruktif yang lumennya tersumbat oleh fekolit, dapat terjadi perforasi
bersamaan dengan peninggian tekanan intraluminal yang menyebabkan
gangren dinding apendiks. Inii akan menyebabkan pembentukan abses local,
dengan cirri massa yang nyeri tekan dan dapat diraba, atau peritonitis
generalisata dengan nyeri abdomen, kekakuan dan distensi, dan hilangnya
bising usus.
42
43
44
empedu dengan alcohol sebagai penyebab yang paling sering kedua; 20%
kasus tetap idiopatik.
Peningkatan amilase serum merupakan uji diagnostic terbaik yang
tersedia, tetapi mempunyai keterbatasan karena peningkatan juga ditemukan
pada banyak penyebab lain nyeri abdomen akut yang dibahas di atas.
Peningkatan dapat bersifat transien tetapi nilai di atas 1000 unit sangat
mendukung pancreatitis akut bila batas atas normal adalah 280 unit.
nyeri
jarang
menetap
dan
jika
menetap,
meningkatkan
45
muntah
sedikit
pasien
akan
mengalami
dehidrasi
dan
46
6. Ileus paralitik
Ileus paralitik adalah keadaan abdomen akut berupa kembung / distensi
usus karena usus tidak dapat bergerak (mengalami dismotilitas), pasien tidak
dapat buang air besar. Gejala klinis dari ileus paralitik ini adalah perut
kembung (distensi), bising usus menurun dan menghilang, muntah yang
kemudian disertai dengan diare, tidak bisa buang air besar, dapat disertai
demam, keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat , bisa disertai dengan
penurunan kesadaran, syok. Dan pada colok dubur : rectum tidak kolaps, tidak
ada kontraksi. Adanya penyakit yang meningkatkan risiko : batu empedu,
trauma, tindakan bedah abdomen, DM, hipokalemia, obat spasmolitik,
pakreatitis akut, pneumonia, dan semua jenis infeksi tubuh. Pada pemeriksaan
47
fisik didapatkan keadaan umum pasien sakit ringan sampai berat, bisa disertai
penurunan kesadaran, demam, tanda dehidrasi, syok. Pada pemeriksaan foto
polos abdomen didapatkan distensi, bising usus yang menurun sampai
hilang.10
Penatalaksanaan
Pasien dengan obstruksi intestinal biasanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan Natrium, Khlorida dan Kalium yang membutuhkan penggantian
cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer Laktat. Urin
harus di monitor dengan pemasangan Foley Kateter. Setelah urin adekuat,
KCl harus ditambahkan pada cairan intravena bila diperlukan. Pemeriksaan
elektrolit serial, seperti halnya hematokrit dan leukosit, dilakukan untuk
menilai kekurangan cairan. Antibiotik spektrum luas diberikan untuk
profilaksis atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ostruksi
intestinal. (Evers, 2004)
Dekompresi
Pada pemberian resusitasi cairan intravena, hal lain yang juga
penting untuk dilakukan ialah pemasangan nasogastric tube. Pemasangan
tube ini bertujuan untuk mengosongkan lambung, mengurangi resiko
terjadinya aspirasi pulmonal karena muntah dan meminimalkan terjadinya
distensi abdomen. Pasien dengan obstruksi parsial dapat diterapi secara
48
umum,
pasien
dengan
obstruksi
intestinal
komplit
49
pada kondisi hangat, salin moistened sponge selama 15-20 menit dan
kemudian dilakukan penilaian kembali. Bila warna normalnya telah kembali
dan didapatkan adanya peristaltik, berarti segmen usus tersebut aman untuk
dikembalikan. Ke depannya dapat digunakan Doppler atau kontras
intraoperatif untuk menilai viabilitas usus.
Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang
dikerjakan pada obstruksi ileus.
1. Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah
sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia
incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus
ringan.
2. Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati"
bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn
disease, dan sebagainya.
3. Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4. Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujungujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinomacolon, invaginasi strangulata, dan sebagainya.
Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena
keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan
anastomosis. (Ullah et al., 2009).
Suatu problematik yang sulit pada keadaan pasca bedah adalah distensi
usus yang masih ada. Pada tindakan operatif dekompressi usus, gas dan cairan
yang terkumpul dalam lumen usus tidak boleh dibersihkan sama sekali oleh
karena catatan tersebut mengandung banyak bahan-bahan digestif yang sangat
diperlukan. Pasca bedah tidak dapat diharapkan fisiologi usus kembali normal,
50
walaupun terdengar bising usus. Hal tersebut bukan berarti peristaltik usus
telah berfungsi dengan efisien, sementara ekskresi meninggi dan absorpsi
sama sekali belum baik.
Sering didapati penderita dalam keadaan masih distensi dan disertai
diare pasca bedah. Tindakan dekompressi usus dan koreksi air dan elektrolit
serta menjaga keseimbangan asam basa darah dalam batas normal tetap
dilaksanakan pada pasca bedahnya. Pada obstruksi yang lanjut, apalagi bila
telah terjadi strangulasi, monitoring pasca bedah yang teliti diperlukan sampai
selama 6 - 7 hari pasca bedah. Bahaya lain pada masa pasca bedah adalah
toksinemia dan sepsis. Gambaran kliniknya biasanya mulai nampak pada hari
ke 4-5 pasca bedah. Pemberian antibiotika dengan spektrum luas dan
disesuaikan dengan hasil kultur kuman sangatlah penting.
K.
Komplikasi
Komplikasi pada pasien ileus obstruktif dapat meliputi gangguan
keseimbangan elektrolit dan cairan, serta iskemia dan perforasi usus yang
dapat menyebabkan peritonitis, sepsis, dan kematian (Ullah et al., 2009).
L.
Prognosis
Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8%
asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan
pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan
meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%. Prognosisnya baik
bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat (Nobie, 2009).
51
DAFTAR PUSTAKA
dari
URL
52
24th,
2014,
Available
at
emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/374962-overview
Lappas JC, Reyes BL, Maglinte DD. Abdominal radiography findings in
small-bowel obstruction: relevance to triage for additional diagnostic
imaging. AJR Am J Roentgenol. Jan 2001;176(1):167-74. [Medline].
Manuaba. M, Tjakra. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi
2010. Denpasar : Sagung Seto
Moses, S. 2008. Mechanical Ileus. Retrieved Agustus 24, 2014, Available at :
http://www.fpnotebook.com/Surgery/GI/MchnclIls.htm
Nobie, B. A. (2014, Agustus 21). Obstruction, Small Bowel. Retrieved June
6th, 2011, from emedicine: http://emedicine.medscape.com/article/774140overview
Nobie, B. A. (2009, November 12). Obstruction, Small Bowel. Retrieved
June
6th,
2011,
from
emedicine:
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview
Price, S. A. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC. 2006. Hal 437-450
Price, S. A. 2003. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (S. A.
Price, L. McCarty, & Wilson, Eds.) Jakarta: EGC
Sheedy SP, Earnest F 4th, Fletcher JG, Fidler JL, Hoskin TL. CT of smallbowel ischemia associated with obstruction in emergency department
53
patients:
diagnostic
performance
2006;241(3):729-36. [Medline].
evaluation.
Radiology.
Dec
Snell, Richard S. 2004. Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition,
New York
Simatupang O N. 2010. Ileus Obstruktif. Samarinda: UNMUL Retrieved June
6th, 2011, Available at: http://www.scribd.com/doc/28090500/ileus-obstruksi
Sjamsuhidajat. R, Jong WD. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Thompson, J. S. 2005. Intestinal Obstruction, Ileus, and Pseudoobstruction. In
R. H. Bell, L. F. Rikkers, & M. W. Mulholland (Eds.), Digestive Tract
Surgery (Vol. 2, p. 1119). Philadelphia: Lippincott-Raven Publisher
Thompson WM, Kilani RK, Smith BB, Thomas J, Jaffe TA, Delong DM, et
al. Accuracy of abdominal radiography in acute small-bowel obstruction:
does
reviewer
experience
matter?.
AJR
Am
Roentgenol.
Mar
2007;188(3):W233-8. [Medline].
Ullah S, Khan M, Mumtaz N, Naseer A. 2009. Intestinal Obstruction : A
Spectrum of causes. JPMI 2009 Volume 23 No 2 page 188-92
van der Wal JB, Iordens GI, Vrijland WW, van Veen RN, Lange J, Jeekel J.
Adhesion prevention during laparotomy: long-term follow-up of a
randomized clinical trial. Ann Surg. Jun 2011;253(6):1118-21. [Medline].
WHO. Causes of Death in 2008. Diunduh dari URL : http://www.who.int
(diakses 19 Februari 2013)
Whang, E. E., Ashey, S. W., & Zimnner, M. J. 2005. Small Intestine. In B. e.
al (Ed), Schwatzs Principles Of Surgery (8 ed., p. 1018). McGraw-Hill
Companies.
Yates K. 2004. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM,
Murray L, Brown AFT, Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency
medicine. 2nd ed. New York: Churchill Livingstone. p.306-9
54
55