Skleritis
Pembimbing:
Dr. Astri Anggraini, Sp.M
Disusun oleh:
Felix Hariyanto Salim
(406138062)
BAB I
PENDAHULUAN
tersebut. Rasa nyeri yang berat pada skleritis dapat dibedakan dari rasa nyeri
ringan yang terjadi pada episkleritis yang lebih sering dideskripsikan pasien
sebagai sensasi benda asing di dalam mata. Selain itu terdapat pula mata merah
berair, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan.3,4
Skleritis dapat menimbulkan berbagai komplikasi jika tidak ditangani
dengan baik berupa keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio
retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Penatalaksanaan skleritis
tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Oleh karena itu perlu diagnosis
yang tepat sesuai dengan etiologinya guna penatalaksanaan lebih lanjut.1,2
Terapi inisial untuk skleritis adalah dengan pemberian NSAIDs.
Kebanyakan kasus menunjukkan penurunan rasa sakit yang bermakna dengan
pemberian NSAIDs ini. Apabila terapi ini tidak menunjukkan respon yang baik
selama 1-2 minggu, dapat diberikan Prednison oral. Pada kasus yang berat
terkadang diperlukan Metilprednisolon 1 gram intravena. Apabila mikroorganisme
penyebab telah teridentifikasi, maka sebaiknya diberikan antibiotik spesifik.3,4,5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sklera yang juga dikenal sebagai bagian putih bola mata, merupakan
kelanjutan dari kornea. Sklera berwarna putih buram dan tidak tembus cahaya,
kecuali di bagian depan bersifat transparan yang disebut kornea. Sklera
merupakan dinding bola mata yang paling keras dengan jaringan pengikat yang
tebal, yang tersusun oleh serat kolagen, jaringan fibrosa dan proteoglikan dengan
berbagai ukuran. Pada anak-anak, sklera lebih tipis dan menunjukkan sejumlah
pigmen, yang tampak sebagai warna biru. Sedangkan pada dewasa karena
terdapatnya deposit lemak, sklera tampak sebagai garis kuning.3
Gambar 1. Anatomi Mata
Sklera dimulai dari limbus, dimana berlanjut dengan kornea dan berakhir
pada kanalis optikus yang berlanjut dengan dura. Enam otot ekstraokular
disisipkan ke dalam sklera. Jaringan sklera menerima rangsangan sensoris dari
Gambar 2. Sklera
I.2. FISIOLOGI
II. Skleritis
II.1. Definisi Skleritis
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang
ditandai oleh destruksi kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang
mengisyaratkan adanya vaskulitis.1
II.2. Epidemiologi
Skleritis adalah penyakit yang jarang dijumpai. Di Amerika Serikat
insidensi kejadian diperkirakan 6 kasus per 10.000 populasi. Dari pasien-pasien
yang ditemukan, didapatkan 94% adalah skleritis anterior, sedangkan 6%nya
adalah skleritis posterior. Di Indonesia belum ada penelitian mengenai penyakit
ini. Penyakit ini dapat terjadi unilateral atau bilateral, dengan onset perlahan atau
mendadak, dan dapat berlangsung sekali atau kambuh-kambuhan.2 Peningkatan
insiden skleritis tidak bergantung pada geografi maupun ras. Wanita lebih banyak
terkena daripada pria dengan perbandingan 1,6 : 1. Insiden skleritis terutama
terjadi antara 11-87 tahun, dengan usia rata-rata 52 tahun.2
II.3. Etiologi Skleritis7,8
Pada banyak kasus, kelainan-kelainan skelritis murni diperantarai oleh
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan
tipe III (kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus,
mungkin terjadi invasi mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses
imunologisnya tampaknya dicetuskan oleh proses-proses lokal, misalnya bedah
katarak dan operasi pterigium.1
bahan endogen, atau trauma. Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks
imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) ataupun
respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).9,10
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari
antibody IgG dengan antigen. Kompleks imun yang terdeposisi menyebabkan
netrofil mengeluarkan isi granul dan membuat kerusakan pada endotelium dan
membran basement sekitarnya. Kompleks tersebut dapat terdisposisi pada
bermacam macam lokasi seperti kulit, ginjal, atau sendi. Contoh paling sering
dari hipersensitivitas tipe III adalah komplikasi post infeksi seperti arthritis dan
glomerulonefritis.11
Hipersensitivitas tipe IV adalah satu satunya reaksi hipersensitivitas yang
disebabkan oleh sel T spesifik antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga
hipersensitivitas tipe lambat. Contoh klasik dari hipersensitivitas tipe lambat
adalah tuberkulosis. Contoh yang paling sering adalah hipersensitivitas kontak
yang diakibatkan dari pemaparan seorang individu dengan garam metal atau
bahan kimia reaktif.11
Degradasi enzim dari serat kolagen dan invasi dari sel-sel radang meliputi
sel T dan makrofag pada sklera memegang peranan penting terjadinya skleritis.
Inflamasi dari sklera bisa berkembang menjadi iskemia dan nekrosis yang akan
menyebabkan penipisan pada sklera dan perforasi dari bola mata.12
Inflamasi yang mempengaruhi sklera berhubungan erat dengan penyakit
imun sistemik dan penyakit kolagen pada vaskular. Disregulasi pada penyakit auto
imun secara umum merupakan faktor predisposisi dari skleritis. Proses inflamasi
bisa disebabkan oleh kompleks imun yang berhubungan dengan kerusakan
vaskular (reaksi hipersensitivitas tipe III dan respon kronik granulomatous (reaksi
hipersensitivitas tipe IV). Interaksi tersebut adalah bagian dari sistem imun aktif
dimana dapat menyebabkan kerusakan sklera akibat deposisi kompleks imun pada
pembuluh di episklera dan sklera yang menyebabkan perforasi kapiler dan venula
post kapiler dan respon imun sel perantara.7
Adanya autoantibodi dan mediator inflamasi pada serum pasien dengan
skleritis membuktikan adanya keterlibatan sistem imun. Antibodi antipospolipid
dan meningkatnya TNF pada serum penderita skleritis pernah dilaporkan.
Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan kerusakan sklera,
yaitu deposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul poskapiler
(peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis
dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.
Faktor lain seperti trauma lokal juga dapat mencetuskan terjadinya skleritis
akibat dari operasi mata. Proses operasi mengawali terjadinya paparan antigen ke
dalam mata dibawah proses lingkungan yang meradang yang dapat mencetuskan
tersensitisasinya kedua imunitas humoral dan seluler.10
II. 5. Klasifikasi Skleritis
Skeleritis dapat di klasifikasikan menjadi skleritis anterior dan skleritis
posterior:13,14
1. Skleritis Anterior
95% penyebab skleritis adalah skleritis anterior. Insidensi skleritis anterior
sebesar 40% dan skleritis anterior nodular terjadi sekitar 45% setiap tahunnya.
Skleritis nekrotik terjadi sekitar 14% yang biasanya berbahaya. Bentuk spesifik
10
11
12
yang
sudah
lama
menderita
rheumatoid
arthritis.
13
II.6. Diagnosis
Skleritis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
didukung oleh berbagai pemeriksaan penunjang.8
a. Anamnesis
Pada saat anamnesis perlu ditanyakan keluhan utama pasien, perjalanan penyakit,
riwayat penyakit dahulu termasuk riwayat infeksi, trauma ataupun riwayat
pembedahan juga perlu pemeriksaan dari semua sistem pada tubuh. Gejala-gejala
dapat meliputi rasa nyeri, mata berair, fotofobia, spasme, dan penurunan
ketajaman penglihatan. Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala
yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif..
Nyeri timbul dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya
inflamasi. Karakteristik nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam
menyebar ke dahi, alis, rahang dan sinus, pasien terbangun sepanjang malam,
kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang sementara dengan penggunaan obat
analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa disertai sekret
mukopurulen. Penurunan ketajaman penglihatan biasa disebabkan oleh perluasan
dari skleritis ke struktur yang berdekatan yaitu dapat berkembang menjadi
keratitis, uveitis, glaucoma, katarak dan fundus yang abnormal.2,3,4,8
Gambar 7. Skleritis
14
15
Pemeriksaan umum pada kulit, sendi, jantung dan paru paru dapat
dilakukan apabila dicurigai adanya penyakit sistemik.
Pemeriksaan Sklera10
o
Pemeriksaan Daylight
Sklera tampak difus, merah kebiru biruan dan setelah beberapa
peradangan,
akan
terlihat
daerah
penipisan
sklera
dan
16
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari etiologi dari skleritis.
Beberapa pemeriksaan laboratorium dan radiologi yang dapat dilakukan yaitu:
1.
2.
17
3.
4.
5.
6.
7.
8.
18
eritema hanya terjadi pada episklera, yaitu perbatasan antara sklera dan
konjungtiva. Episkleritis mempunyai onset yang lebih akut dan gejala yang
lebih ringan dibandingkan dengan skleritis. Selain itu episkleritis tidak
menimbulkan turunnya tajam penglihatan.
Gambar 8. Episkleritis
Keluhan pasien episkleritis berupa mata kering, rasa nyeri ringan, dan rasa
mengganjal. Terdapat pula konjungtiva yang kemotik. Bentuk radang pada
episkleritis mempunyai gambaran benjolan setempat dengan batas tegas dan
warna merah ungu di bawah konjungtiva. Bila benjolan ini ditekan dengan kapas
atau ditekan pada kelopak di atas benjolan, maka akan timbul rasa sakit yang
dapat menjalar ke sekitar mata. Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan
melebarnya pembuluh darah di bawah konjungtiva. Pembuluh darah episklera ini
dapat mengecil bila diberi fenilefrin 2,5% topikal. Sedangkan pada skleritis,
melebarnya pembuluh darah sklera tidak dapat mengecil bila diberi fenilefrin
2,5% topikal.
19
20
21
konsultasi kepada bagian terkait apabila dicurigai ada penyakit sistemik yang
menyertai.
1. Pengobatan pada skleritis yang tidak infeksius. NSAIDs, kortikosteroid, atau
obat imunomodulator dapat digunakan. Pengobatan secara topikal saja tidak
mencukupi. Pengobatan tergantung pada
keparahan
skleritis, respon
Pengobatan
awal
menggunakan
NSAIDs.
Jika
gagal
dapat
o Necrotizing scleritis
tanpa
antimikrobial
topikal
dapat
digunakan.
Sementara
23
24
B.9.Komplikasi
Penyulit sleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina,
ablasio retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis
bermanifestasi sebagai pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau
vaskularisasi dalam dengan atau tanpa pengaruh kornea. Uveitis adalah tanda
buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi. Kelainan ini sering disertai
oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi galukoma sudut
terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid. 1,8
Skleritis biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti
uveitis atau keratitis sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sklera
atau skleromalasia maka dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea
dapat dalam bentuk keratitis sklerotikan, dimana terjadi kekeruhan kornea akibat
peradangan sklera terdekat. Bentuk keratitis sklerotikan adalah segitiga yang
terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal ini terjadi akibat gangguan
susunan
serat
kolagen
stroma.
Pada
keadaan
initidak
pernah
terjadi
25
mata. Skleritis pada rematoid artritis atau polikondritis adalah tipe skleritis difus,
nodular atau nekrotik dengan atau tanpa komplikasi pada mata. Skleritis pada
penyakit sistemik selalu lebih jinak daripada skleritis dengan penyakit infeksi atau
autoimun. Pada kasus skleritis idiopatik dapat ringan, durasi yang pendek, dan
lebih respon terhadap tetes mata steroid. Skleritis tipe nekrotik merupakan tipe
yang paling destruktif dan skleritis dengan penipisan sklera yang luas atau yang
telah mengalami perforasi mempunyai prognosis yang lebih buruk.
26
BAB III
PENUTUP
27
DAFTAR PUSTAKA
Clinical
Features
and
Treatment
Results.
Ophthalmol
2000;130:469476
10. Wagner K.A, Luciene B.S, Virgnia F.M.T, Hellen F and Lus E.C. A.
Sclera-Specific and Non-Sclera-Specific Autoantibodies in the Serum of
Patients with Non-Infectious Anterior Scleritis.Rev Bras Reumatol;
2007;47(3):174-179
28
Eye
Care
Center
of
India.
International
Journal
of
Inflammation:2012:1-8
14. Jacquelin M, et all. Comparative study of ophthalmological and
serological manifestations and the therapeutic response of patients with
isolated scleritis and scleritis associated with systemic diseases. Arq Bras
Oftalmol . 2011;74(6):405-9
29