Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
A.Pengertian Malpraktik
Ada berbagai macam pendapat dari para sarjana mengenai pengertian malpraktik. Masing-masing
pendapat itu diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Veronica menyatakan bahwa istilah malparaktik berasal dari malpractice yang pada hakikatnya
adalah kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul sebagai akibat adanya kewajibankewajiban yang harus dilakukan oleh dokter.4
b.
Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara harfiah berarti bad practice, atau praktek buruk
yang berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan teknologi medik dalam menjalankan profesi
medik yang mengandung ciri-ciri khusus. Karena malpraktik berkaitan dengan how to practice
the medical science and technology, yang sangat erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau
tempat melakukan praktek dan orang yang melaksanakan praktek. Maka Hermien lebih cenderung
untuk menggunakan istilah maltreatment.5
c.
melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak dilakukan oleh tenaga kesehatan;
b.
c.
d.
Danny Wiradharma memandang malpraktik dari sudut tanggung jawab dokter yang berada dalam
suatu perikatan dengan pasien, yaitu dokter tersebut melakukan praktek buruk.7
e.
Amri Amir menjelaskan malpraktik medis adalah tindakan yang salah oleh dokter pada waktu
menjalankan praktek, yang menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan kehidupan
pasien, serta menggunakan keahliannya untuk kepentingan pribadi.8
Beberapa sarjana sepakat untuk merumuskan penggunaan istilah medical malpractice (malpaktek
medik) sebagaimana disebutkan dibawah ini :
1.
John D. Blum memberikan rumusan tentang medical malpractice sebagai a form of professional
negligence in which measerable injury occurs to a plaintiff patient as the direct result of an act or
ommission by the defendant practitioner (malpraktik medik merupakan bentuk kelalaian profesi
dalam bentuk luka atau cacat yang dapat diukur yang terjadinya pada pasien yang mengajukan
gugatan sebagai akibat langsung dari tindakan dokter).9
2.
immoral conduct (perbuatan jahat dari seorang ahli, kekurangan dalam keterampilan yang
dibawah standar, atau tidak cermatnya seorang ahli dalam menjalankan kewajibannya secara
hukum, praktek yang jelek atau ilegal atau perbuatan yang tidak bermoral). 10
Dari beberapa pengertian tentang malpraktik medik diatas semua sarjana sepakat untuk
mengartikan malpraktik medik sebagai kesalahan tenaga kesehatan yang karena tidak mempergunakan
ilmu pengetahuan dan tingkat keterampilan sesuai dengan standar profesinya yang akhirnya
mengakibatkan pasien terluka atau cacat atau bahkan meninggal dunia.
Akan tetapi menurut penulis, malpraktik medik tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari
kalangan profesi dokter saja. Tetapi juga dapat dilakukan oleh orang-orang yang berprofesi di bidang
pelayanan kesehatan atau biasa disebut tenaga kesehatan.
B. Jenis-Jenis Malpraktik
Ngesti Lestari dan Soedjatmiko membedakan malpraktik medik menjadi dua bentuk, yaitu malpraktik
etik (ethical malpractice) dan malpraktik yuridis (yuridical malpractice), ditinjau dari segi etika profesi dan
segi hukum.11
-Malpraktik Etik
Yang dimaksud dengan malpraktik etik adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika profesinya sebagai tenaga kesehatan. Misalnya seorang bidan yang melakukan tindakan yang
bertentangan dengan etika kebidanan.
-Malpraktik Yuridis
Soedjatmiko membedakan malpraktik yuridis ini menjadi tiga bentuk, yaitu malpraktik perdata (civil
malpractice), malpraktik pidana (criminal malpractice) dan malpraktik administratif (administrative
malpractice).11
1). Malpraktik Perdata (Civil Malpractice)
Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian
(wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien. Adapun isi daripada tidak
dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa:11
a. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan.
b. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi terlambat melaksanakannya.
c. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam pelaksanaan
dan hasilnya.
d. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan
2) Malpraktik Pidana
Malpraktik pidana terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibat tenaga kesehatan
kurang hati-hati. Atau kurang cermat dalam melakukan upaya perawatan terhadap pasien yang meninggal
dunia atau cacat tersebut.
Malpraktik pidana ada tiga bentuk yaitu:11
a.
Malpraktik pidana karena kesengajaan(intensional), misalnya pada kasus aborsi tanpa insikasi
medis, tidak melakukan pertolongan pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada
orang lain yang bisa menolong, serta memberikan surat keterangan yang tidak benar.
b.
c.
Malpraktik pidana karena kealpaan (negligence), misalnya terjadi cacat atau kematian pada
pasien sebagai akibat tindakan tenaga kesehatan yang kurang hati-hati.
3) Malpraktik Administratif
Malpraktik administrastif terjadi apabila tenaga kesehatan melakukan pelanggaran terhadap hukum
administrasi negara yang berlaku, misalnya menjalankan praktek bidan tanpa lisensi atau izin praktek.
C. Teori-Teori Malpraktik
Ada tiga teori yang menyebutkan sumber dari perbuatan malpraktik yaitu: 9,11
a.
Teori Pelanggaran Kontrak Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber perbuatan malpraktik
adalah karena terjadinya pelanggaran kontrak. Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang tenaga
kesehatan tidak mempunyai kewajiban merawat seseorang bila mana diantara keduanya tidak
terdapat suatu hubungan kontrak antara tenaga kesehatan dengan pasien.
b.
Teori Perbuatan Yang Disengaja Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien sebagai dasar
untuk menggugat tenaga kesehatan karena perbuatan malpraktik adalah kesalahan yang dibuat
dengan sengaja (intentional tort), yang mengakibatkan seseorang secara fisik mengalami cedera
(asssult and battery)
c.
Teori Kelalaian Teori ketiga menyebutkan bahwa sumber perbuatan malpraktik adalah kelalaian
(negligence). Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan yang dikategorikan dalam
malpraktik ini harus dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang dimaksud harus termasuk
dalam kategori kelalaian yang berat (culpa lata).
Ada juga teori yang dapat dijadikan pegangan untuk mengadakan pembelaan apabila ia menghadapi
tuntutan malpraktik. Teori-teori itu adalah:10
a. Teori Kesediaan Untuk Menerima Resiko (Assumption Of Risk)
Teori ini mengatakan bahwa seorang tenaga kesehatan akan terlindung dari tuntutan malpraktik,
bila pasien memberikan izin atau persetujuan untuk melakukan suatu tindakan medik dan
menyatakan bersedia memikul segala resiko dan bahaya yang mungkin timbul akibat tindakan
medik tersebut.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Workmens Compensation
Bila seorang tenaga kesehatan dan pasien yang terlibat dalam suatu kasus malpraktik keduanya
bekerja pada suatu lembaga atau badan usaha yang sama, maka pasien tersebut tidak akan
memperoleh ganti rugi dari kasus malpraktik yang dibuat oleh tenaga kesehatan tersebut.Hal ini
disebabkan menurut peraturan workmens compensation, semua pegawai dan pekerja menerima
ganti rugi bagi setiap kecelakaan yang terjadi di situ, dan tidak menjadi persoalan kesalahan siapa
dan apa sebenarnya penyebab cedera atau luka. Akan tetapi walaupun dengan adanya teori-teori
pembelaan tersebut, tidak berarti seorang tenaga kesehatan boleh bertindak semaunya kepada
pasien.
Walaupun terdapat teori-teori pembelaan tersebut, juga harus dilihat apakah tindakan tenaga
kesehatan telah sesuai dengan standar profesi. Apabila tindakan tenaga kesehatan tersebut tidak
sesuai dengan standar profesi, maka teori-teori pembelaan tersebut tidak dapat dijadikan alasan
pembelaan baginya.
melakukan kesalahan dengan menggunakan Pasal 1365 KUH Perdata seperti tersebut di atas, maka
biasanya digunakan juga Pasal selanjutnya yaitu Pasal 1371 ayat 1 KUHP.
Banyaknya kasus malpraktik yang muncul ke permukaan biasanya hanya diselesaikan dengan
solusi damai pada tingkat Majelis Kehormatan Kode Etik Kedokteran (MKEK). Padahal yang
dipertaruhkan tidak sekedar kompensasi, tetapi yang lebih penting lagi adalah kelangsungan hidup pasien.
E. Pengaturan Malpraktik Dokter dalam Bidang Hukum Perdata
Dokter yang melakukan praktik kedokteran adalah dalam rangka melaksanakan hak dan kewajiban
dalam suatu hubungan hukum dokter pasien. Yang dimaksud dengan hubungan hukum (rechtsbetrekking)
adalah hubungan antardua subjek hukum atau lebih, atau antara subjek hukum dan objek hukum yang
berlaku di bawah kekuasaan hukum, atau diatur/ada dalam hukum dan mempunyai akibat hukum.
Jelasnya, hubungan hukum ada 3 kategori, yaitu: 13
a)
Hubungan hukum antar dua subjek hukum orang dengan subjek hukum orang, misalnya hubungan
hukum dokter-pasien
b) Hubungan hukum antara subjek hukum orang dengan subjek hukum badan, misalnya antara pasien
dengan rumah sakit; dan
c)
Hubungan hukum antara subjek hukum orang maupun badan dengan objek hukum benda berupa
hak kebendaan.
Malpraktik perdata terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinya isi
perjanjian (wanprestasi) dalam transaksi terapeutik, baik oleh dokter maupun tenaga kesehatan lain, atau
terjadinya perbuatan melanggar hukum (onreghmatige daad), sehingga menimbulkan kerugian kepada
pasien.
Ingkar janji atau wanprestasi ini diatur dalam Pasal 1234, Pasal 1239, Pasal 1243 dan Pasal 1320
KUH Perdata. Menurut Pasal 1234 KUH Perdata, disebutkan bahwa: Perikatan ditujukan untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Kemudian Pasal 1239 KUHPerdata mengatur pula mengenai akibat hukum bagi pihak yang tidak
melaksanakan isi dari perikatan yang terjadi. Hal ini sebagaimana ditegaskan bahwa:
Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak
memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya,
rugi dan bunga.
perdata.
Perbuatan
melanggar
hukum
(onrechtmatigedaad)
dalam
dengan perbuatan melanggar hukum Pasal 1366 dan 1364 KUHP, yaitu:16
-
Apabila seseorang pada waktu melakukan perbuatan melawan hukum itu tahu
betul perbuatannya akan berakibat suatu keadaan tertentu yang merugikan pihak lain
dapat dikatakan bahwa pada umumnya seseorang tersebut dapat dipertanggungjawabkan.
Syarat untuk dapat dikatakan bahwa seorang tahu betul hal adanya keadaan-keadaan yang
menyebabkan kemungkinan akibat itu akan terjadi.17
Kesalahan bertindak ini terjadi karena kurangnya ketelitian dokter di dalam
melakukan observasi terhadap pasien sehingga terjadilah hal yang tidak diinginkan
bersama. Ketidaktelitian ini merupakan tindakan yang masuk di dalam kategori tindakan
melawan hukum hukum, sehingga menyebabkan kerugian yang harus ditanggung oleh
pasien.17
G. Perlindungan Hukum Korban Malpraktik Dokter
Doktrin adalah pendapat para ahli hukum dan landasan penggunaan doktrin yaitu
asas hukum yang mengedepankan communis opinio doctorum atau seseorang tidak boleh
menyimpang dari pendapat umum para sarjana atau ahli hukum. Doktrin yang berlaku di
dalam ilmu kesehatan yaitu Res Ipsa Loquitur artinya doktrin yang memihak pada
korban. Pembuktian dalam hukum acara perdata yang menentukan bahwa pihak korban
dari suatu perbuatan melawan hukum dalam bentuk kelalaian tidak perlu membuktikan
adanya unsur kelalaian tersebut, cukup menunjukkan faktanya. Tujuannya adalah untuk
mencapai keadilan.
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik
hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan
pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa
sendiri kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya,
dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan
dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam
menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Setiap dokten harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk
insani.
Pasal 8
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang
lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati1 13.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN
Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu melakukan
suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia wajib menujuk
pasien kepada dokten yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah
lainnya.
Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT
Pasal 14
Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih pasien dan teman sejawat, kecuali dengan
persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.
KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI
Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.
Pasal 17
Setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran/kesehatan. 12
I. HUBUNGAN DOKTER-PASIEN
Hubungan dokter-pasien merupakan tunjang praktek kedokteran dan asas kepada etika
kedokteran. Deklarasi Geneva menyatakan bahwa seorang dokter harus meletakkan
kesehatan pasiennya sebagai perkara yang paling utama. Kode Etik Medis Internasional
pula menyatakan bahwa seorang dokter wajib memberikan pelayanan terbaik sesuai
sarana yang tersedia atas kepercayaan yang telah diberikan pasien kepadanya. Prinsip
utama moral profesi adalah autonomy, beneficence, non maleficence dan justice. Prinsip
turunannya pula adalah veracity (memberikan keterangan yang benar), fidelity
(kesetiaan), privacy, dan confidentiality (menjaga kerahasiaan).
Hubungan dokter-pasien pada awalnya merupakan hubungan paternalistic dengan
memegang prinsip beneficence sebagai prinsip utama. Namun cara ini dikatakan
mengabaikan hak autonomy pasien sehingga sekarang lebih merujuk kepada teori social
contract dengan dokter dan pasien sebagai pihak bebas yang saling menghargai dalam
membuat keputusan. Dokter bertanggungjawab atas segala keputusan teknis sedangkan
pasien memegang kendali keputusan penting terutama yang terkait dengan nilai moral
dan gaya hidup pasien.
Hubungan dokter-pasien yang baik memerlukan kepercayaan. Maka, dengan
memegang pada dasar kepercayaan pasien terhadap dokter yang merawatnya, seorang
dokter tidak boleh menjalin hubungan di luar bidang profesinya dengan pasien yang
sedang dirawat 12.
MENGHORMATI DAN PELAYANAN SAMA RATA
Isu hak sama rata merupakan suatu hal yang rumit buat dokter. Menurut Deklarasi
Geneva, dokter tidak boleh mendiskriminasi pasien baik secara umur, penyakit, ras, jenis
kelamin, kewarganegaraan, orientasi seksual, maupun status social. Tetapi pada masa
yang sama dokter juga dibenarkan untuk menolak pasien yang datang kepadanya kecuali
pada kasus gawat darurat dengan alasan kurang kemahiran dan penyakit pasien bukan di
dalam bidang kompetensi nya.
Dokter juga harus menyadari bahwa perilaku terhadap pasien turut berpengaruh
dalam hubungan dokter-pasien untuk mewujudkan kepercayaan dalam diri pasien kepada
dokternya. Dokter juga tidak boleh meninggalkan pasien di bawah jagaannya sehingga
Kode Etika Medis Internasional dari World Medical Association(WMA) menyatakan
bahwa dokter hanya boleh meninggalkan pasiennya dengan cara merujuk pasien ke
dokter lain apabila tindakan lanjut yang diperlukan adalah di luar bidang kompetensinya.
Selain itu, dokter juga tidak dibenarkan untuk menolak pelayanan kesehatan
terhadap pasien dengan HIV/AIDS. Ini karena menurut WMA, pasien dengan HIV/AIDS
harus diperlakukan seperti pasien lain dan dokter hanya boleh melepaskan
apabila pasien tidak mampu membuat keputusan untuk dirinya sendiri, perlulah mendapat
kebenaran dari wakilnya. Apabila tidak dapat ditemukan wakil dan pasien memerlukan
tindak medis segera, dokter perlulah memikirkan bahwa pasien sudah bersetuju dengan
tindakan yang bakal dilakukan melainkan telah tercatat bahwa pasien tidak bersetuju
dengan tindakan tersebut sebelumnya.
Apabila
pasien
adalah
anak,
hak
diberikan
kepada
mereka
yang
deception. Dokter sering kali sulit untuk membuat pelaporan tentang tindakan
malpraktek dokter lain atas dasar simpati atau persahabatan tetapi perlu diingatkan bahwa
pelaporan adalah salah satu tugas professional seorang dokter 10.
Namun, tindakan pelaporan ke pihak wewenang harus menjadi pilihan terakhir apabila
metode lain seperti menegur dan memberi peringatan kepada dokter yang bersangkutan
tidak dapat menyelesaikan tindakan malprakteknya.
HUBUNGAN DOKTER DAN TENAGA PELAYANAN KESEHATAN LAIN
Dokter seharusnya mempunyai hubungan non diskriminasi dan saling hormatmenghormati sesama tenaga pelayanan kesehatan lain. Perlu diingatkan bahwa semua
tenaga pelayanan kesehatan, walaupun berbeda dari tingkat pendidikan, berpegang pada
prinsip yang sama yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk kesehatan pasien 13.
HAK PASIEN
WMA telah mengeluarkan Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient (1991) yang
menyatakan hak pasien adalah sebagai berikut3:
1. Hak memilih dokter secara bebas
2. Hak klinis dan etis
3. Hak untuk menerima atau menolak pengobatan setelah menerima informasi yang
adekuat
4. Hak untuk dihormati kerahasiaan dirinya
5. Hak untuk mati secara bermartabat
6. Hak untuk menerima atau menolak dukungan spiritual atau moral.
UU Kesehatan pula menyebutkan beberapa hak pasien yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
tujuan tindakan medis yang bakal dilakukan, alternative tindakan lain dan
risikonya, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi dan prognosis terhadap
2.
3.
4.
5.
1. Kasus 1
Liputan6.com, Jakarta : Mencuatnya kasus dipidanakannya dokter spesialis
kebidanan dan kandungan, Dewa Ayu Sasiary Prawani dalam kasus malapraktik terhadap
korban Julia Fransiska Makatey (25), masih belum menemukan titik terang.
Untuk mengetahui lebih jelas kronologi kasusnya, berikut ulasan yang diuraikan Ketua
Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), Dr Nurdadi Saleh,
SpOG beberapa waktu lalu:
10 April 2010
Korban, Julia Fransiska Makatey (25) merupakan wanita yang sedang hamil anak
keduanya. Ia masuk ke RS Dr Kandau Manado atas rujukan puskesmas. Pada waktu itu,
ia didiagnosis sudah dalam tahap persalinan pembukaan dua. Namun setelah delapan jam
masuk tahap persalinan, tidak ada kemajuan dan justru malah muncul tanda-tanda gawat
janin, sehingga ketika itu diputuskan untuk dilakukan operasi caesar darurat. "Saat itu
terlihat tanda tanda gawat janin, terjadi mekonium atau bayi mengeluarkan feses saat
persalinan sehingga diputuskan melakukan bedah sesar," ujarnya. Tapi yang terjadi
menurut dr Nurdadi, pada waktu sayatan pertama dimulai, pasien mengeluarkan darah
yang berwarna kehitaman. Dokter menyatakan, itu adalah tanda bahwa pasien kurang
oksigen. "Tapi setelah itu bayi berhasil dikeluarkan, namun pasca operasi kondisi pasien
semakin memburuk dan sekitar 20 menit kemudian, ia dinyatakan meninggal dunia,"
ungkap Nurdadi, seperti ditulis Senin (18/11/2013).
15 September 2011
Atas kasus ini, tim dokter yang terdiri atas dr Ayu, dr Hendi Siagian dan dr
Hendry Simanjuntak, dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) hukuman 10 bulan penjara
karena laporan malpraktik keluarga korban. Namun Pengadilan Negeri (PN) Manado
menyatakan ketiga terdakwa tidak bersalah dan bebas murni.
ditemukan bahwa sebab kematiannya adalah karena adanya emboli udara, sehingga
mengganggu peredaran darah yang sebelumnya tidak diketahui oleh dokter. Emboli udara
atau gelembung udara ini ada pada bilik kanan jantung pasien. Dengan bukti ini PN
Manado memutuskan bebas murni," tutur dr Nurdadi. JPU menyatakan ada beberapa hal
yang perlu dikaji kembali terkait keputusan bebas murni yang dikeluarkan oleh PN
Manado. Di antaranya keberatan mengenai kelalaian yang dilakukan terdakwa; tidak
adanya informed consent; dan tidak dilakukannya prosedur pemeriksaan jantung sebelum
tindakan operasi. Tapi ternyata kasus ini masih bergulir karena jaksa mengajukan kasasi
ke Mahkamah Agung yang kemudian dikabulkan.
18 September 2012
Dr. Dewa Ayu dan dua dokter lainnya yakni dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy
11 Februari 2013
Keberatan atas keputusan tersebut, PB POGI melayangkan surat ke Mahkamah
Agung dan dinyatakan akan diajukan upaya Peninjauan Kembali (PK). Dalam surat
keberatan tersebut, POGI menyatakan bahwa putusan PN Manado menyebutkan ketiga
terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan kalau ketiga dokter tidak bersalah
melakukan tindak pidana. Sementara itu, Majelis Kehormatan dan Etika Profesi
Kedokteran (MKEK) menyatakan tidak ditemukan adanya kesalahan atau kelalaian para
terdakwa dalam melakukan operasi pada pasien.
8 November 2013
Dr Dewa Ayu Sasiary Prawan (38), satu diantara terpidana kasus malapraktik
akhirnya diputuskan bersalah oleh Mahkamah Agung dengan putusan 10 bulan penjara.
Ia diciduk di tempat praktiknya di Rumah Sakit Ibu dan Anak Permata Hati, Balikpapan
Kalimantan Timur (Kaltim) oleh tim dari Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Kejari
Manado sekitar pukul 11.04 Wita. Sementara kedua dokter lainnya yakni dr Hendry
Simanjuntak dan dr Hendy Siagian masih dicari. Menurut keterangan Nurdadi, kedua
dokter tersebut sedang melakukan pelatihan.
Analisa kasus
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
Permenkes
Permenkes
No.
290/MENKES/PER/III/2008
sebelumnya
yaitu
pada
sekaligus
Permenkes
No
Tidak ada kesempatan lagi untuk memintakan informed consent, baik dari pasien
atau anggota keluarga terdekat (next of kin)
Suatu tindakan harus segera diambil untuk menyelamatkan jiwa pasien atau
anggota tubuh.
Seperti yang telah dijelaskan pada Permenkes No 209/Menkes/Per/III/2008 pada
pasal 4 ayat (1) bahwa tidak diperlukan informed consent pada keadaan gawat
darurat. Namun pada ayat (3) lebih di tekankan bahwa dokter wajib memberikan
penjelasan setelah pasien sadar atau pada keluarga terdekat. Berikut pasal 4 ayat
(3) Dalam hal dilakukannya tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dokter atau dokter gigi wajib memberikan penjelasan sesegera mungkin
kepada pasien setelah pasien sadar atau kepada keluarga terdekat. Hal ini berarti,
apabila sudah dilakukan tindakan untuk penyelamatan pada keadaan gawat
darurat, maka dokter berkewajiban sesudahnya untuk memberikan penjelasan
kepada pasien atau kelurga terdekat.
Selain ketentuan yang telah diatur pada UU No. 29 Tahun 2004 Tentang Praktik
Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 209/Menkes/Per/III/2008, apabila
pasien dalam keadaan gawat darurat sehingga dokter tidak mungkin mengajukan
informed consent, maka KUHP Perdata Pasal 1354 juga mengatur tentang pengurusan
kepentingan orang lain. Tindakan ini dinamakan zaakwaarneming atau perwalian
sukarela yaitu Apabila seseorang secara sukarela tanpa disuruh setelah mengurusi
urusan orang lain, baik dengan atau tanpa sepengetahuan orang itu, maka secara diamdiam telah mengikatkan dirinya untuk meneruskan mengurusi urusan itu sehingga orang
tersebut sudah mampu mengurusinya sendiri.
Dalam keadaan yang demikian perikatan yang timbul tidak berdasarkan suatu
persetujuan pasien, tetapi berdasarkan suatu perbuatan menurut hukum yaitu dokter
berkewajiban untuk mengurus kepentingan pasien dengan sebaik-baiknya. Maka dokter
berkewajiban memberikan informasi mengenai tindakan medis yang telah dilakukannya
dan mengenai segala kemungkinan yang timbul dari tindakan itu.
Kesimpulan
Tindakan dalam kegawatdaruratan medik di perbolehkan tanpa melakukan persetujuan
atau informed consent terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran dan diperjelas oleh KUH Perdata pasal 1354.
2. Kasus 2
Analisa Kasus
Pasal 359 KUHP yang berbunyi : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan
matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan
paling lama satu tahun
Sebagaimana diuraikan di atas, di dalam suatu layanan medik dikenal gugatan ganti
kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian medik. Suatu perbuatan atau tindakan medis
disebut sebagai kelalaian apabila memenuhi empat unsur di bawah ini.
Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan medis atau
untuk tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada
situasi dan kondisi yang tertentu. Dasar dari adanya kewajiban ini adalah adanya
hubungan kontraktual-profesional antara tenaga medis dengan pasiennya, yang
menimbulkan kewajiban umum sebagai akibat dari hubungan tersebut dan
kewajiban profesional bagi tenaga medis tersebut. Kewajiban profesional
diuraikan di dalam sumpah profesi, etik profesi, berbagai standar pelayanan, dan
berbagai prosedur operasional. Kewajiban-kewajiban tersebut dilihat dari segi
hukum merupakan rambu-rambu yang harus diikuti untuk mencapai perlindungan,
baik bagi pemberi layanan maupun bagi penerima layanan; atau dengan demikian
untuk mencapai safety yang optimum.
diperhatikan adanya Golden Rule yang menyatakan What is right (or wrong) for
one person in a given situation is similarly right (or wrong) for any other in an
identical situation.
Damage atau kerugian. Yang dimaksud dengan kerugian adalah segala sesuatu
yang dirasakan oleh pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan /
kedokteran yang diberikan oleh pemberi layanan. Jadi, unsur kerugian ini sangat
berhubungan erat dengan unsur hubungan sebab-akibatnya. Kerugian dapat
berupa kerugian materiel dan kerugian immateriel. Kerugian yang materiel
sifatnya dapat berupa kerugian yang nyata dan kerugian sebagai akibat kehilangan
kesempatan. Kerugian yang nyata adalah real cost atau biaya yang dikeluarkan
untuk perawatan / pengobatan penyakit atau cedera yang diakibatkan, baik yang
telah dikeluarkan sampai saat gugatan diajukan maupun biaya yang masih akan
dikeluarkan untuk perawatan / pemulihan. Kerugian juga dapat berupa kerugian
akibat
hilangnya
kesempatan
untuk
memperoleh
penghasilan
(loss
of
opportunity). Kerugian lain yang lebih sulit dihitung adalah kerugian immateriel
sebagai akibat dari sakit atau cacat atau kematian seseorang.
Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini
harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.
Gugatan ganti rugi akibat suatu kelalaian medik harus membuktikan adanya ke-empat
unsur di atas, dan apabila salah satu saja diantaranya tidak dapat dibuktikan maka
gugatan tersebut dapat dinilai tidak cukup bukti.
3. Kasus 3
Kasus tersebut bermula saat Prita Mulyasari memeriksakan kesehatannya di RS
Internasional Omni atas keluhan demam, sakit kepala, mual disertai muntah, kesulitan
BAB, sakit tenggorokan, hingga hilangnya nafsu makan. Oleh dokter rumah sakit,
dr.Hengky Gosal SpPD dan dr.Grace Herza Yarlen Nela, Prita didiagnosis menderita
demam berdarah, atau tifus. Setelah dirawat selama empat hari disertai serangkaian
pemeriksaan serta perawatan, gejala awal yang dikeluhkan berkurang namun ditemukan
sejenis virus yang menyebabkan pembengkakan pada leher.Selama masa perawatan Prita
mengeluhkan minimnya penjelasan yang diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi
medis yang diberikan, disamping kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang
diduga akibat kesalahan dalam pemeriksaan hasil laboratorium awal menyebabkan
kekeliruan diagnosis oleh dokter pemeriksa. Disebabkan karena pengaduan serta
permintaan tertulis untuk mendapatkan rekam medis serta hasil laboratorium awal yang
tidak dapat dipenuhi oleh pihak rumah sakit Prita kemudian menulis email tentang
tanggapan serta keluhan atas perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis.Email tersebut
kemudian menyebar luas sehingga membuat pihak rumah sakit merasa harus membuat
bantahan atas tuduhan yang dilontarkan oleh Prita ke media cetak serta mengajukan
gugatan hukum baik secara perdata maupun pidana dengan tuduhan pencemaran nama
baik.
Saat dirawat Prita Mulyasari tidak mendapat kesembuhan, sebaliknya penyakitnya
menjadi lebih parah dengan beberapa keluhan tambahan yakni pembengkakan di
beberapa bagian tubuhnya. Lanjutnya Ibu Prita menemui kejanggalan pada keterangan
medisnya, dimana trombositnya yang semula 27.000 pada diagnosis pertama menderita
demam berdarah, kemudian secara terpisah dokter menginformasikan adanya revisi
dimana trombosit Ibu Prita menjadi 181.000 dengan diagnosis virus udara dan
gondongan.
Keterangan medis tersebut antara lain, penjelasan medis tentang diagnosis Ibu
Prita yang menderita demam berdarah hingga perubahan diagnosis menderita gondongan
dan virus udara menular, harus dirawat dan dinfus serta diresepkan obat dengan dosis
tinggi. Konsekuensinya, Ibu Prita mengalami pembengkakan di beberapa bagian
tubuhnya seperti lengan, leher, dan mata. Hal ini selaras seperti yang dikeluhkan beliau:
Keluhan: laporan lab yang direvisi dengan trombosit 27.000 menjadi 181.000
Mulai malam itu saya diinfus dan diberi suntikan tanpa penjelasan atau izin pasien
atau keluarga pasien suntikan tersebut untuk apa. Keesokan pagi, dr H visit saya dan
menginformasikan bahwa ada revisi hasil lab semalam. Bukan 27.000 tapi 181.000
(hasil lab bisa dilakukan revisi?). Saya kaget tapi dr H terus memberikan instruksi ke
suster perawat supaya diberikan berbagai macam suntikan yang saya tidak tahu dan
tanpa izin pasien atau keluarga pasien
1.
dapat dihukum menurut pasal ini, maka elemenelemen di bawah ini harus
dibuktikan :
a. Yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.
b. Bahwa orang itu diwajibkan untuk menyimpan rahasia tersebut dan ia harus
betulbetul mengetahui, bahwa ia wajib menyimpan rahasia itu.
c. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah akibat dari suatu
jabatan atau pekerjaan yang sekarang, maupun yang dahulu pernah jabatan.
d. Membukanya rahasia itu dilakukan dengan sengaja. Yang diartikan dengan
rahasia yaitu barang sesuatu yang hanya diketahui oleh orang yang
berkepentingan, sedang orang lain belum mengetahuinya. Siapakah yang
diwajibkan menyimpan rahasia itu, tiaptiap peristiwa harus ditinjau sendiri
sendiri oleh hakim yang masuk disitu misalnya seorang dokter harus
menyimpan rahasia penyakit pasiennya.
Proses hukum ini perlu dilakukan, agar para dokter lainnya atau para profesional
dalam bidang lainnya, tidak seenaknya saja membuka dan membeberkan rahasia jabatan
di muka umum. Seringkali didengar para dokter yang dengan enteng membeberkan
penyakit dari pasiennya yang sebenarnya termasuk ke dalam rahasia jabatan. Para
profesional ini tahu, tentang adanya rahasia kedokteran, tetapi karena tidak pernah terjadi
adanya pengaduan dari mereka yang dilanggar haknya atas rahasia kedokteran, maka
pelanggaran terhadap hak pasien yang satu ini seringkali terjadi. Tidak dapat dihindarkan
bahwa wajib penyimpan rahasia membandingkan berat ringannya kepentingan
kepentingan yang harus diperhatikan dan yang saling bertentangan. Titik tolaknya adalah
menyimpan rahasianya. Hanya kalau dikehendaki oleh kepentingankepentingan yang
dianggap lebih berat dari pada kepentingan Pemilik Rahasia ditambah dengan
kepentingankepentingan tersebut dan akhirnya pemutusan apakah wajib menyimpan
rahasia menggunakan hak tolaknya atau tidak, dilakukan sendiri oleh wajib penyimpan
rahasia, kalau dirasa perlu setelah berunding dengan satu orang atau lebih yang ia pilih,
rekan atau bukan rekan.
Seorang saksi sebelum memberi kesaksian harus sumpah bahwa ia akan memberi
keterangan tentang segala sesuatu yang benar dan tidak lain dari pada yang benar. Ia tidak
dapat mengungkapkan hanya sebagian dari kebenaran dan menyembuhkan bagian yang
lain, ini akan mendapatkan kedustaan dan demikian sumpah palsu. Jadi seorang dokter
atau wajib penyimpan rahasia lain dihadapkan sebagai saksi menggunakan hak tolaknya,
walaupun diminta dengan sangat oleh pasiennya untuk memberi kesaksian, ada
kemungkinan bahwa dokter tersebut berbuat demikian untuk kepentingan pasiennya.
Menurut undang-undang RI NO. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Pasal 4
berbunyi demikian :
1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktek kedokteran
wajib menyimpan rahasia kedokteran.
2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan
pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Sanksi yang diberikan dapat sebagai berikut :
1.
2.
Aborsi illegal
Naluri yang terkuat pada setiap makhluk bernyawa termasuk manusia adalah
mempertahankan hidupnya. Untuk itu manusia diberi akal, kemampuan berpikir dan
mengumpulkan pengalamannya, sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan
usaha untuk menghindarkan diri dari bahaya maut. Semua usaha tersebut merupakan
tugas seorang dokter. Ia harus berusaha memelihara dan mempertahankan hidup makhluk
insani.
Banyak pendapat mengenai abortus provocatus yang disampaikan oleh berbagai
ahli dalam berbagai macam bidang seperti agama, kedokteran, sosial, hukum, eugenetika,
dan sebagainya. Pada umumnya setiap negara mempunyai undang-undang yang melarang
abortus provocatus (pengguguran kandungan). Abortus provocatus dapat dibenarkan
sebagai pengobatan, apabila merupakan satu-satunya jalan untuk menolong jiwa ibu dari
bahaya maut (abortus provocatus therapeuticus). Dalam undang-undang No. 23 Tahun
1992 tentang kesehatan diperjelas mengenai hal ini. Indikasi medic ini dapat berubah-
orang yang berpendirianpro euthanasia dalam butir c, akan mengajukan supaya pasien
diberi saja morphindalam dosis lethal, supaya ia bebas dari penderitaan yang berat itu. di
beberapa Negara Eropa dan Amerika sudah banya terdengar suara yang pro-euthanasia.
mereka mengadakan gerakan yang
mengukuhkannya dalam undang-undang. Sebaliknya, bagi mereka yang kontra
euthanasia berpendirian bahwa tindakan demikian sama dengan pembunuhan.
Kita di Indonesia sebagai umat yang beragama dan berfalsafah atau berazazkan
Pancasila percaya pada kekuasaan mutlak dari Tuhan Yang Maha Esa. segala sesuatu
yang diciptakannya serta penderitaan yang dibebankan kepada makhlukNya mengandung
makna dan maksud terentu. dokter harus mengerahkan segala kepandaianannya dan
kemampuannya untuk meringankan penderitaan dan
memelihara hidup akan tetapi tidak untuk mengakhirinya.
Unsur Pelanggaran
Negligence (kelalaian)
Kelalaian adalah salah satu bentuk dari malpraktek, sekaligus merupakan bentuk
malpraktek yang paling sering terjadi. Pada dasarnya kelalaian terjadi apabila seseorang
dengan tidak sengaja, melakukan sesuatu (komisi) yang seharusnya tidak dilakukan atau
tidak melakukan sesuatu (omisi) yang seharusnya dilakukan oleh orang lain yang
memiliki kualifikasi yang sama pada suatu keadaan dan situasi yang sama. Perlu diingat
bahwa pada umumnya kelalaian yang dilakukan orang-per-orang bukanlah merupakan
perbuatan yang dapat dihukum, kecuali apabila dilakukan oleh orang yang seharusnya
(berdasarkan sifat profesinya) bertindak hati-hati, dan telah mengakibatkan kerugian atau
cedera bagi orang lain.
Kelalaian dapat terjadi dalam 3 bentuk, yaitu:
1.
Duty atau kewajiban tenaga medis untuk melakukan sesuatu tindakan atau untuk
tidak melakukan sesuatu tindakan tertentu terhadap pasien tertentu pada situasi dan
kondisi yang tertentu. Dalam hubungan perjanjian tenaga medis dengan pasien,
tenaga medis haruslah bertindak berdasarkan :
1) Adanya indikasi medis
2) Bertindak secara hati-hati dan teliti
3.
Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh pasien sebagai
kerugian akibat dari layanan kesehatan / kedokteran yang diberikan oleh pemberi
layanan.
4.
Direct causal relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata. Dalam hal ini
harus terdapat hubungan sebab-akibat antara penyimpangan kewajiban dengan
kerugian yang setidaknya merupakan proximate cause.
Di dalam hukum kedokteran, terdapat rumusan tentang kelalaian yang sudah berlaku universal yang
dapat dipakai sebagai pedoman, yaitu kelalaian adalah kekurangtelitian yang wajar, tidak melakukan apa
yang oleh seorang lain dengan ketelitian serta hati-hati akan melakukannya dengan wajar, atau melakukan
apa yang seorang lain dengan ketelitian yang wajar justru tidak akan melakukannya. Secara sederhana
kelalaian dapat dikatakan merupakan salah satu bentuk kesalahan yang timbul karena pelakunya tidak
memenuhi standar perilaku yang telah ditentukan. Kelalaian itu timbul karena faktor orangnya atau
pelakunya.
Kelalaian menurut hukum pidana terbagi menjadi dua macam. Pertama, kealpaan perbuatan.
Maksudnya ialah apabila hanya melakukan perbuatannya itu sudah merupakan suatu peristiwa pidana,
maka tidak perlu melihat akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Kedua, kealpaan akibat. Kealpaan
akibat ini baru merupakan suatu peristiwa pidana kalau akibat dari kealpaan itu sendiri sudah menimbulkan
akibat yang dilarang oleh hukum pidana, misalnya cacat atau matinya orang lain seperti yang diatur dalam
Pasal 359,360 dan 361 KUHP.
Kealpaan yang disadari terjadi apabila seseorang tidak berbuat sesuatu, padahal dia sadar bahwa
akibat perbuatan (termasuk tidak berbuat) yang dilarang oleh hukum pidana itu pasti timbul. Sedangkan
kealpaan yang tidak disadari ada kalau pelaku tidak memikirkan kemungkinan akan adanya suatu akibat
atau keadaan tertentu, sedangkan ia sepatutnya telah memikirkan hal itu dan kalau ia memang memikirkan
hal itu maka ia tidak akan melakukannya. Dalam pelayanan kesehatan, kelalaian yang timbul dari tindakan
seorang bidan adalah kelalaian akibat, misalnya tindakan seorang dokter yang menyebabkan cacat atau
matinya orang berada dalam perawatannya, sehingga perbuatan tersebut dapat dicelakan padanya.
Sedangkan menurut ukurannya, kelalaian (culpa) dapat dibagi menjadi:
1. culpa lata (gross fault/neglect) yang bersifat kasar, berat , yaitu apabila seseorang dengan sadar dan
dengan sengaja tidak melakukan atau melakukan sesuatu yang sepatutnya tidak dilakukan
Implikasi dari tindak malpraktek adalah bahwa tindakan tersebut melanggar salah
satu atau beberapa norma yang dianutnya, yaitu norma-norma etik, disiplin profesi,
hukum pidana atau hukum perdata. Masing-masing pelanggaran norma tersebut haruslah
diperiksa, dibuktikan dan kemudian dihukum sesuai dengan domainnya.
2.4 Sanksi malpraktek
c. Pasal 361
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan orang menjadi sakit atau tidak dapat
menjalankan
jabatannya
atau
pekerjaanya
sementara,
dihukum
dengan