Anda di halaman 1dari 13

Kebijakan pembelian obat JKN melalui E-purchasing menyebabkan banyak obat

kosong

LAPORAN:

Yth. BPJS Kesehatan.


Anak saya peseta BPJS Mandiri
No kartu : 0001[***************]08
Nama : LITA NURUL AULIA
Lahir : 27-03-2000
FASKES : CIBOLANG ( CISAAT-SUKSBUMI)
Anak saya penderita epylepsi sejak bayi sekarang usia 15 tahun. Oleh dokter sepesialis saraf
dianjurkan harus minum obat luminal 30mg seumur hidup. Tapi untuk obat tersebut saya
susah banget untuk medapatkannya. Semua Puskesmas kosong apotek juga kosong.
Bagaimana caranya supaya saya bisa mendapatkan obat secara rutin tiap bulan? Padahal obat
tersebut murah cuma 100 perak 1 tablet.
Terima kasih.

Obat menjadi salah satu unsur yang penting dalam pelaksanaan JKN (Jaminan Kesehatan
Nasional). Ketika pasien datang ke fasilitas kesehatan (faskes) untuk memeriksakan
kondisinya, dokter kemudian akan memberikan resep obat. Resep tersebut kemudian ditebus
dan peserta BPJS kemudian akan mendapatkan obat.
PROGRAM RUJUK BALIK
Seperti halnya dengan obat pada Pelayanan Rujuk Balik (PRB) yang diadakan oleh BPJS
Kesehatan. PRB merupakan pelayanan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan
penderita penyakit kronis yang sudah terkontrol/stabil namun masih memerlukan pengobatan
atau asuhan keperawatan dalam jangka panjang yang dilaksanakan di Faskes Tingkat Pertama
atas rekomendasi dari dokter spesialis/sub-spesialis yang merawat.[1] Terdapat 9 penyakit
kronis yang termasuk dalam PRB antara lain diabetes melitus, hipertensi, jantung, asma,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), epilepsy, stroke, schizophrenia, Systemic Lupus
Erythematosus (SLE). Ketika menjadi peserta PRB, maka peserta melakukan kontrol ke
Faskes Tingkat Pertama (Puskesmas, Klinik, atau dokter keluarga tempatnya terdaftar)
selama 3 bulan berturut-turut. Setelah 3 bulan peserta dapat dirujuk kembali oleh Faskes
Tingkat Pertama ke Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan (rumah sakit) untuk dilakukan evaluasi
oleh dokter spesialis/sub-spesialis.
Saat melakukan kontrol di Faskes Tingkat Pertama, peserta memperoleh obat PRB di Apotek
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Obat PRB diberikan untuk kebutuhan maksimal
30 hari. Sedangkan saat melakukan kontrol di Faskes Rujukan Tingkat Lanjutan, peserta

mendapat obat di Apotek rumah sakit bersangkutan untuk kebutuhan 7 hari. Sedangkan obat
kebutuhan obat 23 hari lainnya diberikan di Apotek yang bekerja sama dengan BPJS
kesehatan.
PELAYANAN OBAT
Seringkali kita mendengar berita, cerita, dan bahkan pengalaman pribadi tentang obat kosong
di rumah sakit. Berdasarkan penelitian penulis, memang benar masih ditemui adanya obat
BPJS yang kosong, khususnya obat PRB. Mengapa masih saja terdapat obat yang kosong?
Bukankah BPJS Kesehatan menjamin kebutuhan obat PRB? Seperti yang tertulis dalam
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 71 Tahun 2013 pada pasal 25. BPJS Kesehatan
menjamin kebutuhan obat program rujuk balik melalui Apotek atau depo farmasi Fasilitas
Kesehatan tingkat pertama yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan[2] Terjadinya
kekosongan obat dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pengadaan obat memakan
waktu yang lama sehingga sempat terjadi obat kosong di Apotek. Kedua, disebabkan oleh
kosongnya obat pada distributor. Distributor yang sudah masuk dalam e-catalogue tentu
sudah dikontrak untuk dapat memenuhi kebutuhan obat, tetapi mengapa mereka tidak dapat
terus konsisten menyediakan obat? Mungkin karena harga yang ditetapkan Pemerintah terlalu
rendah. Ya, bisa saja. Distibutor enggan menjual obatnya karena obat dibeli dengan harga
yang murah. RSUD Palembang BARI tidak hanya melayani peserta BPJS Kesehatan saja,
tetapi juga peserta dari asuransi lain, dan melayani masyarakat umum. Ketika melakukan
pengadaan obat untuk peserta asuransi lain / pasien umum (harga obat berbeda dengan harga
untuk obat BPJS), obat pada distributor tersedia. Tetapi ketika melakukan pengadaan obat
untuk peserta BPJS (harga obat berdasarkan e-catalogue), obat pada distributor kosong.
Mengapa demikian? Padahal pengadaan obat dilakukan oleh badan yang sama, dan waktu
yang sama juga. Kurangnya pengawasan dari pihak yang berwenang menyebabkan hal yang
demikian terjadi. Tidak ada monitoring maupun sanksi yang diberikan kepada distributor bila
melakukan hal tersebut. Yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal ini adalah mengevaluasi
kembali perjanjian kerjasama antara pemerintah dan distributor obat. Apakah sudah tertulis
bahwa distributor obat menyanggupi pembelian obat dengan harga yang sudah ditentukan.
Jangan karena harga murah, pada akhirnya distributor tidak memproduksi obat tersebut.
Melakukan pengawasan secara terus menerus terhadap proses pengadaan obat. Dan
memberikan
sanksi
bila
ditemukan
kejadian
seperti
diatas.
Langkah yang akan dilakukan
Kebijakan Menteri Kesehatan RI masalah pengadaan obat E-Katalog perlu di
tinjau ulang,sebab kebijakan yang dikeluarkan Menkes membuat kondisi
persediaan obat obatan di Rumah Sakit sering tidak tersedia,pasalnya pihak
pengadaan obat obatan yang ditunjuk oleh Menkes ternyata tidak siap dalam
memberikan
layanan
ketersediaan
obat
yang
dibutuhkan.
RSUD Palembang BARI telah berupaya dengan anggaran yang tersedia,untuk
membeli obat khususnya obat E-Katalog namun hingga saat ini obat yang
diminta dan dipesan belum juga diterima,tentunya ini sangat menyulitkan bagi
daerah,sebab
kebutuhan
obat
saat
ini
sangat
mendesak.
Kebijakan yang dilakukan oleh Menkes atas pengadaan obat obat E Katalog
dengan menunjuk salah satu perusahaan Farmasi,terbilang merupakan tindakan
monopoli,kemudian pihak yang ditunjuk belum siap memberikan pelayanan atas
permintaan kebutuhan Rumah Sakit maupun Puskesmas,tentunya kebijakan

yang tidak populer ini,sebaiknya dievaluasi kembali dan DPR RI seharusnya


memanggil Menkes,untuk mempertanyakan kebijakan pengadaan obat EKatalog,sebab seperti kejadian RSUD Palembang BARI pesanan obat E-Katalog
sudah diminta beberapa bulan lalu,namun barang yang dipesan belum muncul
juga,alasannya over kuota dan stok obat di pabrik kosong. Tentunya masalah ini
tidak dapat dibiarkan begitu saja,ini menyangkut hajat orang banyak khsususnya
pasien yang membutuhkan obat,sedangkan obat tidak tersedia,masyarakat
berharap agar penegak hukum seperti KPK dapat segera mengungkap ada apa
dengan permainan atas kebijakan Menkes ini,dengan menerapkan satu rekanan
perusahaan Farmasi atas penyediaan obat E katalog,sedangkan pelayanannya
sangat buruk sekali

Pemangku kepentingan :
BPJS Kesehatan
Menteri Kesehatan
LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)

Tenaga kesehatan (dokter, perawat, apoteker), SDM kesehatan secara umum,


Direktur rumah sakit, LSM, Yng keseluruhannya dapat berasal dari pihak
pemerintah atau swasta
Analisis kemampuan advokasi dengan SWOT

Langkah-langkah advokasi
"Saya minta agar pihak wartawan dapat memberitakan masalah ini,agar apa
yang menjadi kebijakan oleh Menkes dalam pengadaan obat obatan E-Katalog
oleh rekanan yang ditunjuk,ternyata tidak siap sehingga Rumah sakit dan
puskemas mengalami kekosongan obat,ini perlu dikaji ulang dan tolong
beritakan masalah ini"

http://kebijakankesehatanindonesia.net/32-pelatihan/1774-pengembanganketerampilan-advokasi

Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk
mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses
advokasi ini sangat penting bagi para peneliti dalam mengkomunikasikan hasil kajian dan
isu-isu penting, dilakukan dengan perencanaan strategis dengan target utama adalah
pengambil kebijakan dan korporasi.
Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui
semua saluran dan piranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang
terdapat dalam sistem yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara
sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi
perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi
oleh kemampuan berkomunikasi tim peneliti. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat
membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.
Dalam modul ini dibahas penyelenggaraan advokasi yang direncanakan dan dilakukan
dengan strategi yang tepat antara lain dengan menetapkan tujuan, fungsi dan monitoring,
menentukan siapa yang akan melaksanakan, serta perlunya melakukan mengembangkan
jaringan untuk melakukan advokasi.

Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan dapat lebih memahami keterampilan
advokasi yang diperlukan dalam penyampaian hasil penelitian kepada pemangku kepentingan
dan pengambil keputusan.
Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mempelajrai modul ini, peserta akan:
1. Memahami langkah-langkah kegiatan advokasi
2. Memahami keuntungan dari jaringan (networking) dalam kegiatan advokasi
3. Mampu mengidentifikasi jenis kebijakan dan keterampilan advokasi yang mendukung

1. Kerangka Kerja Advokasi

Perencanaan

Bagian terpenting dari advokasi adalah aspek perencanaannya. Sebuah perencanaan lengkap
yang kita sebut sebagai kerangka kerja (framework) advokasi yang mancakup hasil analisis
kasus sesuai isu, aktivitas, dan situasi yang mempunyai peran dalam suatu advokasi.
Kerangka kerja ini sangat diperlukan mengingat advokasi merupakan jalinan interaksi dari
berbagai pihak, aktivitas dan situasi. Kerangka kerja advokasi terdiri dari beberapa kegiatan,
yaitu:
1. Identifikasi dan memahami masalah, yang akan diangkat menjadi isu strategis.
Kriteria penentuan isu strategis meliputi:
a. masalah yang paling prioritas dirasakan oleh stakeholder lokal dan mendapat
perhatian publik dikaitkan dengan hasil penelitian,
b. masalahnya mendesak (aktual) dan sangat penting untuk diberi perhatian
segera, jika tidak diatasi akan segera berakibat fatal di masa depan,

c. relevan dengan masalah-masalah nyata dan aktual yang dihadapi oleh


masyarakat (sedang hangat atau sedang menjadi perhatian masyarakat).
Daftar tolok ukur analisa isu strategis:
1.
a. Aktual : apakah isu ini sedang jadi pusat perhatian?
b. Urgensi : apakah isu ini mendesak?
c. Relevansi : apakah isu ini sesuai kebutuhan?
d. Dampak positif : apakah isu ini sesuai dengan visi & misi kita?
e. Kesesuaian: dapatkah konstituen kita berpartisipasi dalam isu ini?
f. Sensitivitas: apakah isu ini aman dari dampak sampingan?
2. Pemanfaatan data sebagai bahan advokasi
Dalam tahap ini dilakukan pula pengumpulan dan analisis data untuk dapat
mengidentifikasi dan memilih masalah serta dikembangkan dalam tujuan advokasi,
membuat pesan, memperluas basis dukungan dan mempengaruhi pembuat kebijakan.
Data hasil riset akademik yang dilakukan mendukung pelaksanaan kegiatan advokasi,
terutama untuk memperoleh gambaran umum tentang situasi problematik, keadaan
sarana prasarana, dan kebijakan yang berlaku termasuk kebijakan anggaran. Kegaitan
advokasi juga ditunjang oleh pakar secara akademis sehingga menghasilkan daya
dorong kuat karena akan bersifat mendesak kepada stakeholder (isunya terbukti
merupakan kepentingan publik) sekaligus sahih secara ilmiah.
3. Tentukan tujuan advokasi
Penentuan tujuan diharapkan fokus pada satu tujuan kunci, yang merupakan
pernyataan apa saja harapan yang ingin dicapai dengan melakukan advokasi, baik
dalam hal kebutuhan-kebutuhan kepada pembuat kebijakan maupun hasil-hasil jangka
menengah. Tujuan merupakan penyataan umum tentang apa yang diharapkan dan
akan dicapai dalam jangka panjang (tiga sampai lima tahun), disusun dengan prinsip
SMART: Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound
4. Identifikasi target audiens
Penentuan ini juga berkaitan dengan permasalahan yang ingin diatasi oleh
komunikator melalui advokasi. Target audiens atau komunikan bisa merupakan
kelompok-kelompok yang mewakili masyarakat umum ataupun yang mewakili
pemuka masyarakat atau pengambil kebijakan.
Siapa aktor kunci potensial, kita perlu melakukan analisis kepentingan mereka dan
tingkat pengaruhnya. Sehingga menghasilkan matriks siapa-siapa yang mendukung,
dapat diyakinkan, mungkin akan menentang, dan harus dinetralkan.

5. Analisis SWOT
Metode perencanaan strategi menggunakan analisis SWOT: Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats yang dirancang untuk membantu mengidentifikasi kekuatan
internal, kelemahan organisasi atau kelompok dalam hubungannya dengan peluang
dan ancaman yang ditemui dalam pelaksanaan kerja.
6. Identifikasi peluang kerjasama :
Organisasi / grup yang dapat menjadi patner:
a. Institusi/organisasi atau individu yang memiliki komitmen terhadap tujuan
yang sama
b. Pengalaman dalam hal komunikasi (communication specialist)
Peluang kerjasama ini dimaksudkan untuk membangun konstituen dalam hal
mendukung keberhasilan advokasi. Semakin besar basis dukungan, semakin besar
peluang keberhasilan. Kita perlu membangun aliansi dengan berbagai kelompok dan
memanfaatkan berbagai media, antara lain membangun jejaring dengan organisasi
melalui kegiatan-kegiatan bersama, pertemuan publik, media-media sosial, serta
menggunakan jaringan berbasis internet.
7. Agenda/aktivitas advokasi dan mengumpulkan/menyusun dokumen rencana
strategi
Penyusunan agenda kegiatan secara detail, terdiri:
a. Rencana implementasi : tujuan yang akan dicapai per kegiatan, waktu
pelaksanakan, melakukan apa oleh siapa, serta informasi yang mendukung
b. Mengembangkan pesan dan memilih saluran komunikasi
c. Anggaran kegiatan, sumber daya diperlukan untuk pengembangan dan
penyebaran materi, perjalanan anggota tim peneliti untuk bertemu dengan
pembuat keputusan dan menghasilkan dukungan, biaya komunikasi, dan
keperluan logistik lainnya.

Pelaksanaan

Pelaksanaan advokasi mencakup banyak kegiatan, baik berurutan maupun serempak. Satu
tujuan yang dapat diraih dengan melakukan beberapa hal secara serentak dan saling
mendukung. Dalam pelaksanaannya setelah disusun kerangka kerja lengkap, kegiatan
advokasi yang dapat dilakukan antara lain:

Berbagai pendekatan model komunikasi untuk mendefinisikan advokasi dalam


mempengaruhi kebijakan publik dan masing-masing memiliki proses berbeda-beda, sebagai
berikut:
a. Legislasi, upaya yang dilakukan adalah di level legislatif dengan membangun payung
hukum, misalnya legal drafting dan judicial review.
b. Birokrasi, dilakukan untuk mengusulkan dan memperbaiki tata laksana suatu
peraturan/payung hukum di level eksekutif pemerintah (melalui lobby, mediasi,
audiensi, kapasitasi, dll) sehingga terjadi peningkatan pelayanan.
c. Sosialisasi dan Mobilisasi, dilakukan untuk membangun suatu budaya (terutama
budaya hukum) di masyarakat sebagai stakeholder utama (melalui pengembangan
program komunikasi partisipatif, kampanye, penggalangan dukungan basis
masa/networking, tekanan sosial, dll).
Gb. 1 . Proses advokasi melalui legislasi, birokrasi, sosialisasi dan mobilisasi

Evaluasi dan monitoring

Kegiatan evaluasi dan monitoring terjadi selama proses advokasi dilakukan, sebelum
melaksanakan advokasi perlu ditentukan bagaimana akan memantau rencana pelaksanaannya.
Dalam hal ini indikator sebagai ukuran kemajuan dan hasil yang dicapai, perlu
dipersiapkan.Dapatkah kita secara realistis mengharapkan untuk membawa perubahan dalam
kebijakan, program, atau dana sebagai hasil dari upaya? Secara spesifik, apa yang akan
berbeda setelah selesainya kampanye advokasi? Bagaimana kita tahu bahwa situasi telah
berubah?
Kegiatan advokasi yang sering kali dilakukan di lingkungan yang bergejolak. Seringkali, kita
tidak memiliki kesempatan untuk mengikuti setiap langkah dalam proses advokasi sesuai
dengan model yang disajikan di sini. Namun demikian, pemahaman yang sistematis dari
proses advokasi akan membantu advokat merencanakan dengan bijaksana, menggunakan
sumber daya secara efisien, dan tetap fokus pada tujuan advokasi.

2. Membangun Jejaring
Jaringan komunikasi

Dalam kamus Bahasa Indonesia, jaringan komunikasi adalah


sejumlah kegiatan komunikasi yang saling bertautan. Dalam jaringan komunikasi ini tidak
hanya mencakup satu atau dua orang saja, namun lebih luas lagi yaitu antar
kelompok/komunitas atau pun masyarakat luas. Jaringan komunikasi adalah penggambaran
bagian proses komunikasi "how say to whom" (siapa berbicara kepada siapa) dalam suatu
sistem sosial. Dalam menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemukapemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik
tertentu yang erjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi,
ataupun sebuah perusahaan (Gonzales, 1993).
Kita dapat melakukan analisa terhadap jaringan berdasarkan unit analisis hubungan diantara
individu-indivu. Suatu perangkat hubungan yang biasa disebut personal network. Istilah ini
menunjukkan lingkaran pergaulan langsung seseorang pada suatu topik tertentu. Network
seseorang dapat bervariasi tergantung pada topik yang didiskusikan, ketika individu-individu
lebih sering berinterakasi satu sama lain daripada dengan individu-individu lain dalam suatu
kelompok yang lebih besar, maka mereka telah membentuk sebuah klik.
Peranan jaringan komunikasi dalam proses perubahan perilaku
Dalam suatu jaringan komunikasi, terdapat pemuka-pemuka opini, yaitu orang yang
mempengaruhi orang-orang lain secara teratur pada isu-isu tertentu. Karakteristik pemukapemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang mereka pengaruhi. Jika pemuka

opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat inovatif, maka mereka biasanya lebih
inovatif daripada anggota kelompok, meskipun pemuka opini seringkali bukan termasuk
inovator yang pertama kali menerapkan inovasi. Di pihak lain, pemuka-pemuka opini dari
kelompok-kelompok yang konservatif juga bersikap agak konservatif (Gonzales, 1993). Pada
proses difusi, yaitu proses masuknya inovasi dalam suatu kelompok sehingga terjadi
perubahan perilaku, hampir semua pemuka-pemuka opini menyokong perubahan.
Pada beberapa peranan jaringan komunikasi dalam perubahan kelompok/organisasi, seperti
disampaikan di atas adanya klik yang muncul di suatu organisasi yang disebabkan adanya
adanya persamaan-persamaan tertentu (karena adanya tipe homofili), seseorang dalam suatu
organisasi bisa menjadi anggota dari beberapa klik. Klik yang terlalu banyak dalam suatu
klompok/organisasi biasanya terjadi karena banyaknya perbedaan, dan dapat mengakibatkan
perpecahan dalam suatu organisasi. Tetapi bila klik dapat diatasi maka perubahan yang positif
dalam organisasi dapat dicapai.
Perkembangan jaringan seiring dengan perkembangan teknologi
Perkembangan teknologi kian pesat. Perkembangan teknologi yang signifikan menjadikan
perubahan yang mulai merambah dalam tiap hal yang dijajaki dan diperdalami oleh
teknologi. Perkembangan computer, sistem data, dalam hardware dan software, hingga ke
perkembangan komunikasi. Dengan perkembangan demikian membuat manusia kembali
beradaptasi dan menyesuaikan seiring dengan perkembangan tersebut. Teknologi pun
mewabah ke jaringan informasi yang ada, sehingga menjadikan perkembangan komunikasi
yang mengalami perubahan dalam pemanfaatan teknologi. Dalam perkembangan teknologi
Indonesia, perkembangan teknologi dalam jaringan kian pesat dan sudah mulai terkenal
hingga melekat di hati pengguna. Semakin banyak yang harus dipahami, semakin banyak
yang harus diketahui dan banyak yang mengalami perubahan. Perkembangan teknologi
dalam jaringan sudah dijajaki oleh para produsen ternama, bahkan sudah mengembangkan
hingga memiliki jaringan tersendiri. Dengan hal seperti ini, membuat persaingan di dunia
komunikasi dan teknologi semakin menarik. Tidak hanya itu, jaringan yang ada bahkan sudah
bayak diakses dan mulai dikenal orang banyak tanpa dengan adanya publikasi.
Saat ini untuk melakukan suatu komunikasi sangatlah mudah karena banyak dukungan
teknologi dalam berkomunikasi dengan komunitas kita ataupun masyarakat luas, teknologi
memberikan kemudahan dalalm kegiatan kita sehari-hari khususnya membangun suatu
jaringan komunikasi.
Kesibukan membuat kita tidak dapat berkomunikasi dengan mudah namun saat ini
komunikasi tidaklah sesulit seperti waktu lampau, siapapun dapat lebih mudah
berkomunikasi dengan komunitas atau keluarganya walaupun terbatasi oleh jarak yang sangat
jauh. Teknologi menghilangkan kesenjangan ruang dan waktu.
Jejaring Sosial

Saat ini orang mulai berbicara santai mengenai net dan kemudian world wide web, mereka
mulai menyadari bahwa mereka pun saling terhubung sama seperti komputer mereka.
Hubungan-hubungan jelas bersifat sosial, hingga sekarang nyaris semua orang akrab dengan
laman dan situs web jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Youtube, Linkedln, MySpace,
DeviantART, Flickr, Friendster, Google, dan lainnya.
Social media membawa manfaat namun juga kerugian bagi penggunanya apabila tidak
digunakan secara bijaksana. Nicholas dan James dalam bukunya Connected menjelaskan
jejaring sosial sebagai barang indah yang rumit.

Gb. Jejaring. Nicholas A. Christakis & James H. Flower (2010)


Aturan dalam jejaring:
1. Kita membentuk jejaring kita
Manusia sengaja membuat dan merombak jejaring sosialnya sepanjang waktu, seperti
tertulis dalam tipe jejaring homofili yaitu kecenderungan orang berkomunikasi
dengan orang lain yang berkarakter sama. Kata homofili berarti "mencintai yang
mirip".
Memilih struktur jejaring dengan tiga cara:
a. Berapa banyak orang yang berhubungan dengan kita

b. Kita mempengaruhi seberapa akrab hubungan antar teman dan anggota


keluarga kita
c. Kita mengendalikan seberapa sentral diri kita dalam jejaring sosial
Keragaman asal-usul sosial dan genesis dalam pilihan ini menghasilkan aneka ragam
struktur jaringan dan menempatkan kita di lokasi unik dalam jaringan sosial.
2. Jejaring kita membentuk kita
Orang yang memiliki dan terlibat jejaring perilakunya akan dipengaruhi oleh jejaring
itu sendiri. Orang yang tidak mempunyai teman akan punya kehidupan berbeda
dengan orang yang mempunyai banyak teman.
3. Teman mempengaruhi kita
Dalam hal ini bukan hanya bentuk jejaring di sekeliling, namun apa yang mengalir
melintasi sambungan-sambungannya. Biasanya orang mempunyai hubungan dengan
berbagai bentuk dengan orang lain, dan setiap ikatan menawarkan kesempatan untuk
saling mempengaruhi.
4. Temannya teman mempengaruhi kita
Dalam sebuah permainan 'pesan berantai', sebuah pesan dioper sepanjang rangkaian
orang yang saling menerima dan menyampaikan. Pesan yang diterima tiap orang
mengandung kesalahan yang dibuat oleh orang yang menyampaikannya. Hal ini
mencerminkan bahwa orang meniru orang lain yang tidak berhubungan langsung
dengannya, disebut sebagai penyebaran hiperdyadik. Sebagian hal mungkin tidak
menyebar dengan cara demikian, namun lebih pada penyebaran fenomena yang lebih
rumit. Misalnya jika kita akan menyuruh orang berhenti merokok tidak mungkin kita
menggunakan pesan berantai, namun kita akan mengerahkan orang-orang yang tidak
merokok mengerubungi seorang perokok.
5. Jejaring punya kehidupan sendiri
Sifat dan fungsi yang dimiliki dalam jejaring sosial tidak dikontrol atau disadari oleh
orang-orang di dalamnya. Sifat tersebut dapat dipelajari dengan memahami dan
mempelajari keseluruhan kelompok dan strukturnya, bukan mempelajari individuindividu di dalam secara tersendiri. Sifat yang dimiliki jejaring sosial ini adalah sifat
emergen yaitu sifat-sifat baru yang timbul dari interaksi dan saling hubung antar
bagian-bagiannya.
Berdasarkan aturan tersebut di atas secara emosional individu nilai positif yang dapat diambil
antara lain adanya prinsip bahwa dukungan yang diberikan pasangan dapat banyak manfaat.
Pasangan hidup saling memberi dukungan sosial dan saling menghubungkan dengan jejaring
sosial yang lebih luas mencakup teman, tetangga, dan kerabat.
Cara bekerja Jaringan
Jaringan dapat dibentuk dan dimonitor melalui beberapa bentuk kegiatan, yaitu:

a. Pertemuan tatap muka, dilakukan dengan menyelenggarakan melalui komunikasi


interpersonal dengan stakeholder penting, diskusi/FGD, workshop dan seminar
(diseminasi) untuk mendiskusikan hal-hal penting. Sampai saat ini bentuk kegiatan
tatap muka cukup efektif karena berhadapan langsung dengan target audien yang tepat
dan mendapatkan umpan balik secara langsung.
b. Menggunakan media konvensional, melalui penyusunan opinisi, menyelenggarakan
media briefing, dan broadcast (artikel, berita, opini) dengan melibatkan anggota
jaringan yang akan dituju.
c. Memanfaatkan media baru, dilakukan dengan membuat sites, email dan
memanfaatkan jejaring sosial. Pada proses ini diskusi dan pembahasan dilakukan
dapat secara terus menerus dengan melibatkan berbagai pihak. Metode ini cukup
efektif karena mampu mengirimkan pesan ke target audiens dalam waktu yang relatif
lebih cepat dan biaya yang tidak mahal.
Langkah dalam membangun jaringan
Berikut ini tips yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah jaringan dan bagaimana
meningkatkan pengelolaannya. Langkah yang dapat dilakukan meliputi:
a. Identifikasi bidang program, tujuan dan kelompok minat untuk pengembangan
jaringan
b. Membangun hubungan melalui komunikasi yang tepat
c. Membangun kesepakatan dengan pertemuan tatap muka antara manajemen puncak
masing-masing lembaga
d. Membahas bentuk dan mengembangkan jaringan, melalui analisis situasi
e. Identifikasi sumber daya yang dibutuhkan
f. Menetapkan pengukuran kinerja
Sedangkan untuk mengelola jaringan perlu dilakukan langkah monitoring dan evaluasi secara
terus menerus untuk melihat keefektivitasan dan pencapaian tujuan. Untuk membangun
jaringan yang bertahan lama dibutuhkan elemen esensial seperti saling menyajikan informasi
terkini, saling percaya dan kebijaksanaan.

Anda mungkin juga menyukai