PENDAHULUAN
cara-cara pekerjaan
pengukuran diatas tanah yang diperlukan untuk menyatakan kedudukan suatu titik atau
penggambaran situasi / keadaan secara fisik yang terdapat diatas permukaan bumi, yang
pada dasarnya bumi selalu bergerak sesuai dengan porosnya. Pergerakan bumi tersebut
menyebabkan dislokasi bumi dan perubahan tempat, oleh karena itu ilmu ukur tanah
diperlukan sebagai kontrol dari pergerakan tersebut dan mengetahui seberapa besar
pergeseran yang terjadi dimuka bumi. Kemudian ilmu ukur tanah juga umum digunakan
sebagai dasar dari perencanaan pembangunan.
Selain yang digunakan diatas, ilmu ukur tanah banyak diperlukan dalam
pertambangan maupun dalam pemetaan. Dalam pembangunan misalnya, ilmu ukur tanah
diperlukan sebagai penentu dimana bahan tambang tersebut ada. Tanpa adanya ilmu ukur
tanah maka akan terjadi banyak kesalahan penentuan letak dari bahan tambang dan
menyebabkan kerusakan lingkungan dari kesalahan penetuan letak tambang.
Dalam pemetaan, ilmu ukur tanah diperlukan dalam penyusunan pembuatan peta yang
apabila telah menjadi peta, akan sangat bermanfaat bagi seluruh disiplin ilmu, mulai dari
pengairan, perencanaan pembangunan, sampai pertanian. Jadi ilmu ukur tanah tersebut
sangat diperlukan dalam berbagai disiplin ilmu sebagai faktor penunjang yang sangat
penting dalam terlaksanakannya suatu proyek.
Peta adalah gambaran permukaan bumi yang digambar pada
permukaan datar, dan diperkecil dengan skala tertentu dan juga
dilengkapi simbol sebagai penjelas. Beberapa ahli mendefinisikan peta
dengan berbagai pengertian, namun pada dasarnya peta mempunyai
arti yang sama. Berikut pengertian peta dari para ahli.
1. Menurut ICA (International Cartographic Association)
Peta
adalah
gambaran
atau
representasi
unsur-unsur
Peta turunan yaitu peta yang dibuat berdasarkan pada acuan peta yang
sudah ada, sehingga tidak memerlukan survei langsung ke lapangan. Peta
turunan ini tudak bisa digunakan sebagai peta dasar.
2) Berdasarkan isi Data yang disajikan
a. Peta Umum
Peta umum yaitu peta yang menggambarkan semua unsur topografi di
permukaan bumi, baik unsur alam maupun unsur buatan manusia, serta
menggambarkan keadaan relief permukaan bumi yang dipetakan.
Peta umum dibagi menjadi 3, sebagai berikut.
Peta Topografi : peta yang menggambarkan permukaan bumi
lengkap dengan reliefnya. Penggambaran relief permukaan bumi
ke dalam peta digambar dalam bentuk garis kontur. Garis kontur
yaitu garis pada peta yang menghubungkan tempat-tempat yang
mempunyai ketinggian yang sama
3) Berdasarkan Skalanya
a. Peta Kadaster/teknik.
Peta ini mempunyai skala sangat besar antara 1 : 100 - 1 : 5.000 peta
kadaster ini sangat rinci sehingga banyak digunakan untuk keperluan
teknis, misalnya untuk perencanaan jaringan jalan, jaringan air, dan
sebagiannya.
b. Peta skala besar.
Peta ini mempunyai skala antara 1 : 5.000 sampai 1 : 250.000.
Biasanya peta ini digunakan untuk perencanaan wilayah.
c. Peta skala sedang
Peta ini mempunyai skala antara 1 : 250.000 sampai 1 : 500.000.
d. Peta skala kecil
Peta ini mempunyai skala antara 1 : 500.000 sampai 1 : 1.000.000.
e. Peta Geografi/Dunia
Peta ini mempunyai skala lebih kecil dari 1 : 1.000.000.
Fungsi Pembuatan Peta
Menunjukkan posisi atau lokasi relatif ( letak suatu tempat dalam
(misalnya bentuk benua dan gunung) sehingga dimensi terlihat dari peta.
Menyajikan data tentang potensi suatu daeah.
Memperlihatkan ukuran, karena melalui peta dapat diukur luas daerah
dan jarak-jarak di atas permukaan bumi.
BAB II
LATAR BELAKANG
bidang ditentukan dengan jarak dari suatu titik yang telah ditetapkan
dan suatu sudut dari suatu arah yang telah ditetapkan.
Titik yang telah ditetapkan (analog dengan titik origin dalam sistem
koordinat Kartesius) disebut pole atau "kutub", dan ray atau "sinar" dari
kutub pada arah yang telah ditetapkan disebut "aksis polar" (polar
axis). Jarak dari suatu kutub disebut radial coordinate atau radius, dan
sudutnya disebut angular coordinate, polar angle, atau azimuth.
Konsep sudut dan jari-jari sudah digunakan oleh manusia sejak
zaman purba, paling tidak pada milenium pertama SM. Astronom dan
astrolog Yunani, Hipparchus, (190120 SM) menciptakan tabel fungsi
chord dengan menyatakan panjang chord bagi setiap sudut, dan ada
rujukan
mengenai
penggunaan
koordinat
polar
olehnya
untuk
On Spirals,
Archimedes menyatakan Archimedean spiral, suatu fungsi yang jarijarinya tergantung dari sudut. Namun, karya-karya Yunani tidak
berkembang sampai ke suatu sistem koordinat sepenuhnya.
Dari abad ke-8 M dan seterusnya, para astronom mengembangkan
metode untuk menghitung arah ke Mekkah (kiblat) dan jaraknya dari
semua lokasi di bumi.
Sebuah grid polar dengan beberapa sudut yang diberi label dalam
derajat.
Koordinat radial sering dilambangkan dengan r, dan koordinat
angular dilambangkan dengan , , atau t. Koordinat angular ditetapkan
sebagai oleh standar ISO 31-11.
Sudut dalam notasi polar biasanya dinyatakan dalam derajat atau
radian (2 rad sama dengan to 360). Derajat biasanya digunakan
dalam navigasi, surveying, dan banyak bidang, sementara radian lebih
umum dalam matematika dan fisika.
Dalam banyak konteks, suatu koordinat angular positif berarti sudut
diukur berlawanan dengan jarum jam dari aksis.
Dalam literatur matematika, aksis polar sering digambar horizontal
dan mengarah ke kanan.
Konversi dari atau ke koordinat Kartesius
dipetakan kepada
dalam
teorema
Pythagoras
atau
BAB III
PELAKSANAAN
sumbu
II
ini
ditempatkan
teropong
yang
mempunyai
1. Lensa Okuler
Berfungsi untuk mengatur / memperjelas bayangan obyek
2. Teleskop Lensa Mata
10
90
2006
H
0
25 12
25 18
25 24
Keterangan :
1. Skala Vertikal
2. Garis Indeks
3. Skala Horizontal
4. Skala Mikrometer
11
8
6
7
9
1
5
3
2
4
12
Keterangan :
1. Lensa Objektif
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek yang kemudian
diteruskan menuju lensa okuler
2. Skala Piringan Horizontal
Berfungsi sebagai tempat pembacaan sudut pada waterpass,
akan tetapi sudut yang terbaca kurang teliti karena ketelitiannya
hanya mencapai derajat
3. Sekrup Penggerak Halus Horizontal
Berfungsi menggerakkan teropong secara halus kekiri dan
keimanan
4. Sekrup ABC
Berfungsi untuk menempatkan letak gelembung nivo agar
sumbu horizontal waterpass sejajar dengan garis arah Nio
5. Nivo Kotak
Berfungsi sebagai patokan agar sumbu I (vertikal) tetap tegak
lurus dengan bidang horizontal
6. Lensa Okuler
Berfungsi sebagai penangkap bayangan objek dari lensa objektif
dan diteruskan ke mata pembidik
7. Sekrup Penjelas Benang Silang
Berfungsi sebagai penjelas bayangan benang silang pada
teropong
8. Visir
Berfungsi untuk membidik secara kasar ke titik objek, dalam hal
ini rambu ukur didirikan pada suatu titik
9. Sekrup Penjelas Bayangan Obyek
Berfungsi untuk memperjelas bayangan obyek, dengan cara
kerja mengubah jarak fokus pada lensa
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh semua alat ukur waterpas :
Syarat Utama : Garis bidik teropong harus sejajar dengan garis
arah Nio
Syarat Kedua : Garis arah nivo harus tegak lurus pada sumbu I
Syarat Ketiga : Garis mendatar difragma harus tegak lurus
dengan sumbu I
13
Tali Pembawa
Sekrup Penyetel
Kaki Statif
14
Skala Pembacaan
Pengunci
Batang Rambu
Merah, putih atau hitam, tiap meter diberi warna hitam berlainan,
merah putih dan hitam putih untuk memudahkan pembacaan
meter
Unting unting berfungsi untuk membantu menempatkan alat ukur
Waterpass dan Theodolit berdiri tepat diatas titik patok yang telah
ditentukan.
Dalam
melakukan
centering
ada
tahap,
yang
pertama
ketidakpastian,
atau
indeks
kepercayaan
konsumen.
Metode Reiterasi
Pengukuran sudut dengan metode reiterasi disebut juga
pengukuran sudut tunggal, karena pada pengukuran sudut
dengan cara reiterasi hanya mengukur besar sudut satu kali
saja antara dua buah jurusan titik.
A
Keterangan :
= Sudut ABC
A , C = Titik jurusan
B
= Tempat
berdirinya alat
C
16
Metode Repetisi
Pada metode repetisi ini, sudut diukur lebih dari satu.
Pengukuran dilakukan berlawanan arah dengan pengukuran
yang pertama, sehingga pada dua titik jurusan di peroleh dua
sudut, yang mana kedua sudut tersebut besarnya haruslah
sama. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada gambar berikut
:
A
Keterangan :
=
= Sudut ABC
= Sudut CBA
p
17
Keterangan :
1 : 2 = titik kontrol yang akan diukur
1 : 2 = titik bantuan untuk pelurusan
b. Pengukuran Jarak Optis
Pengukuran jarak optis adalah pengukuran jarak secara tidak
langsung, karena di bantu dengan alat sipat datar atau theodolit dan
rambu ukur. Dimana pada teropong alat terdapat 3 benang silang,
benang atas (ba), benang tengah (bt), dan benang bawah (bb) yang
merupakan data untuk mendapatkan jarak.
Pengukuran ini kurang teliti dan menggunakan rumus :
Dm = (ba - bb) . k . sin Z
Dd = (ba - bb) . k . sin Z
Dd = (ba - bb) . k . cos Z
Keterangan :
Dm = Jarak miring
K = Konstanta = 100
Dd = Jarak datar
Z = Zenith
Ba = Benang atas
A = Helling
Bb = Benang bawah
Gambar pengukuran jarak optis
dm
z
Ba
Bt
Bb
B
h
ab
Ti
18
Dd
BAB IV
ANALISA
Berdasarkan data praktikum dan perhitungan yang telah dilakukan,
maka dapat dilaporkan hasil sebagai berikut :
BA : 1.380
Titik 1
BT : 1.298
BB : 1.215
BA : 1,488
Titik 2
BT : 1.345
BB : 1.200
BA : 1.327
Titik 3
BT : 1.226
BB : 1.121
BA : 1.209
Titik 4
BT : 1.153
BB : 1.093
y=D H sin H
x=DH cos H
19
X =x+ x
Y= y+ y
Ramb
u
1.380
1.298
1.215
1,488
1.345
1.200
1.327
1.226
1.121
1.209
1.153
1.093
<H
<V
175
3620
980320
129
900320
2340
256
2420
2354806
88460
88520
DM
16,
5
28,
8
20,
6
11,
6
20
DH
16,337
28,799
20,595
11,597
1,2
51
22,
255
y
16,
288
18,
277
-
20,
4,8
018
-
40
-
9,5
6,5
91
18
100,
100,0
00
101,
251
83,12
122,
81,72
255
79,9
82
95,16
90,4
93,48
09
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapatkan pada praktikum ini adalah
sebagai berikut:
1. Theodolit adalah salah satu alat ukur tanah yang digunakan untuk
menentukan tinggi tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak.
2. Data pemetaan yang dilakukan berupa orientasi lapangan,
pengukuran, pemetaan kerangka peta dan pengukuran titik detail.
3. Faktor yang mempengaruhi korelasi perhitungan adalah ketidak
akuratan dalam pengamatan serta ketinggian tempat pada saat
digitasi letak lokasi pengukuran.
4. Sebelum pengukuran dilakukan (menembak target), theodolit harus
di centering terlebih dahulu.
21