PENELITIAN FENOMENOLOGI
PENELITIAN FENOMENOLOGI
Pengertian dan Latar Belakang
Ketika sebuah studi narasi melaporkan sebuah kehidupan dari seorang individu tunggal, studi
fenomenologi mendeskripsikan makna bagi sejumlah individu mengenai pengalaman hidup
mereka mengenai sebuah konsep atau sebuah gejala. Para peneliti fenomenologi fokus pada
penggambaran apa yang dimiliki oleh semua partisipan secara umum seperti yang mereka
alami mengenai sebuah gejala (misalnya, kegagalan adalah pengalaman universal). Tujuan
utama fenomenologi adalah untuk mengurangi pengalaman individu dengan sebuah gejala
untuk sebuah gambaran inti yang universal (sebuah pemahaman mengenai sangat alaminya
sesuatu, Van Manen, 1990, hlm. 177). Untuk tiba pada batas akhir ini, para peneliti kualitatif
mengidentifikasi sebuah gejala (sebuah objek pengalaman manusia, Van Manen, 1990, hlm.
163). Pengalaman manusia ini mungkin saja gejala seperti insomnia, tersisihkan, kemarahan,
kesedihan, mengalami pembedahan langsung arteri koroner (Moustakas, 1994). Para
penyelidik kemudian mengumpulkan data dari pribadi-pribadi yang mengalami gejala tersebut
dan mengembangkan sebuah deskripsi campuran mengenai inti pengalaman bagi semua
individu. Deskripsi ini terdiri dari apa yang mereka alami dan bagaimana mereka
mengalaminya (Moustakas, 1994).
Di depan semua prosedur ini, fenomenologi memiliki sebuah komponen filosofi yang
kokoh mengenainya. Ia menggambarkan dengan kental dalam sebuah tulisan tentang ahli
matematika berkebangsaan Jerman bernama Edmund Husserl (1859-1938) dan siapa yang
ikut memengaruhi pandangannya, seperti Heidegger, Sartre dan Merleau-Ponty (Spiegelberg,
1982). Fenomenologi populer di bidang ilmu sosial dan kesehatan, khususnya dalam sosiologi
(Borgatta dan Borgatta, 1992; Swingewood, 1991), Psikologi (Giorgi, 1995; Polkinghorne,
1989), keperawatan dan ilmu kesehatan (Nieswiadomy, 1993; Oiler, 1986), dan pendidikan
(Tesch, 1988; Van Mannen, 1990). Gagasan Husserl adalah abstrak dan seperti pada tahun
1945, Merleau-Ponty (1962) masih memunculkan pertanyaan, APA ITU FENOMENOLOGI?.
Faktanya, Husserl telah dikenal menangani semua proyek baru-baru ini dibawah model
FENOMENOLOGI (Natanson, 1973).
Para penulis fenomenologi mengikuti langkah-langkah Husserl juga kelihatannya
untuk menunjukkan perbedaan argumen filosofis untuk penggunaan fenomenologi saat ini
(bandingkan, sebagai contoh, dasar filosofis yang dinyatakan dalam karya Moutakas, 1994;
dalam karya Stewart dan Mickunas, 1990; dan dalam karya Van Mannen, 1990). Melihat ke
arah semua perspektif ini, bagaimanapun, kita dapat mengerti bahwa asumsi-asumsi filosofis
bersandar pada sejumlah landasan/ dasar umum: studi mengenai pengalaman seseorang,
memandang bahwa semua pengalaman ini merupakan sebuah kesadaran (Van Mannen, 1990),
dan sebuah pengembangan deskripsi tentang inti pengalaman-pengalaman ini, tidak
menjelaskan atau menganalisa (Moustakas, 1994). Pada batasan paling luas, Stewart dan
Mickunas (1990) menekankan empat perspektif filosofis dalam fenomenologi:
-
Kembali ke tugas tradisional filosofi. Pada akhir abad ke 19, filosofi telah menjadi
terbatas untuk menunjukkan sebuah dunia dengan arti empiris, yang disebut
Saintisme. Kembali pada tugas-tugas lama filosofi yang telah ada sebelumnya menjadi
memikat bersama ilmu empiris yang merupakan kembalinya ke konsepsi Yunani
dalam sebuah dasar yang lebih khusus. Suspensi ini disebut epos oleh Husserl.
Dalamnya kesadaran. Gagasan ini adalah bahwa kesadaran selalu mengarah kepada
sebuah objek. Realitas sebuah objek, kemudian adalah kemampuan eksternal terkait
kesadaran seseorang mengenainya. Kemudian, realitas menurut Husserl, tidak terbagi
ke dalam subjek dan objek, tetapi ke dalam dual alam Cartesian mengenai subjek dan
objek, seperti kehadirannya dalam kesadaran.
Penolakan dikotomi subjek-objek. Tema ini mengalir secara alami dari dalamnya
kesadaran. Realitas sebuah objek adalah hanya difahami dalam pengertian pengalaman
dari seseorang individu.
Sebuah penulisan individu tentang fenomenologi akan diizinkan untuk tidak memuat
sejumlah diskusi tentang presupposisi filosofis fenomenologi sepanjang metode-metode yang
digunakan masih dalam bentuk penyelidikan ini. Moustakas (1994) telah menyediakan lebih
dari seratus halaman untuk asumsi-asumsi filosofis sebelum ia kembali ke arah penjelasan
mengenai metode-metode.
Jenis-Jenis Fenomenologi
Dua pendekatan terhadap fenomenologi menyoroti diskusi di bawah ini:
Fenomenologi Hermenetik (Van Mannen, 1990) dan empirik, transendental, atau
fenomenologi psikologi (Moustakas, 1994). Van Mannen (1990), karyanya sering dikutip
secara luas dalam literatur kesehatan (Morse dan Field, 1995). Selaku pendidik, Van Mannen
telah menulis sebuah buku pengajaran dalam fenomenologi hermenetik dimana ia
mendeskripsikan penelitian sebagai orientasi ke arah pengalaman hidup (fenomenologi) dan
menafsirkan teks kehidupan (hermenetik) (Van Mannen, 1990, hlm. 4). Meskipun Van
Mannen tidak mendekati fenomenologi dengan sekumpulan aturan atau metode, ia
mendiskusikan penelitian fenomenologi sebagai sebuah dinamika kegiatan internal di antara
kelima kegiatan penelitian. Pertama kali para peneliti harus mengarah kepada sebuah
fenomena (gejala), sebuah konsentrasi yang berkesinambungan (hlm. 31), yang secara serius
menarik minat mereka (misalnya, membaca, berlari, mengemudi, dan pengasuhan). Dalam
prosesnya, mereka merefleksi pada tema penting apa yang mengangkat kealamiahan
pengalaman hidup ini. Mereka menulis sebuah deskripsi mengenai fenomena, memperbaiki
hubungan yang kokoh terkait topik penyelidikan dan mengimbangi bagian-bagian dari
penulisan keseluruhannya. Fenomenologi bukan hanya sekedar deskripsi, tetapi juga sebagai
sebuah proses penafsiran di mana para peneliti membuat sebuah penafsiran (misalnya para
peneliti memediasi antara perbedaan makna; Van Mannen, 1990, hlm. 26) makna pengalaman
hidup.
Fenomenologi transendental atau transendental karya Moustakas (1994) kurang fokus
dalam penefsiran-penafsiran para peneliti dan lebih fokus pada deskripsi pengalaman
partisipan. Sebagai tambahan, Moustakas fokus pada satu konsep milik Husserl, yaitu epos
(atau pengurungan/ pengucilan), dimana para investigator meletakkannya di samping
pengalaman mereka sebanyak mungkin untuk mengambil perspektif yang segar ke arah gejala
yang berada dalam pengawasan. Sebab itu, transendental berarti dimana segala sesuatu
dipersepsikan secara segar (asli) seperti ketika ia hadir untuk pertamakalinya (Moustakas,
1994, hlm. 34). Moustakas mengizinkan bahwa tahap ini jarang diperoleh secara sempurna.
Bagaimanapun, penulis melihat para peneliti yang menggunakan gagasan ini ketika mereka
memulai sebuah proyek dengan menggambarkan pengalaman milik mereka sendiri tentang
sebuah gejala dan menghadirkan pandangan-pandangan mereka sebelum melanjutkan dengan
pengalaman-pengalaman lainnya.
Disamping pengisolasian, empirik, fenomenologi transendental tergambar dalam
Dusquesne Studies in Phenomenology Psychology (misalnya, Giorgi, 1985) dan prosedur
analisis data karya Van Kaam (1966) dan Colaizzi (1978).
Prosedur-prosedur tersebut
pengalaman mereka (bagaimana mereka mengalaminya dalam istilah kondisi, situasi atau
konteks) dan sebuah gabungan deskripsi tekstural dan struktural untuk membawa sebuah inti
keseluruhan dari pengalaman.
Para peneliti menentukan jika permasalahan penelitian diuji dengan cara terbaik
dengan menggunakan sebuah pendekatan fenomenologi. Jenis permasalahan baiknya
disesuaikan untuk bentuk penelitian ini yang merupakan sebuah hal dimana ia penting
untuk memahami sejumlah pengalaman umum individu atau pengalaman berbagi
mengenai sebuah gejala. Hal tersebut akan menjadi penting untuk memahami
pengalaman umum ini agar dapat mengembangkan praktik-praktik atau kebijakan,
atau untuk mengembangkan sebuah pengalaman terdalam tentang fitur-fitur
fenomenologi.
Sebuah gejala kepentingan studi seperti rasa marah, profesionalisme, apakah sesuatu
yang dilakukan itu berarti menjadi ringan atau apakah artinya menjadi sesosok pegulat
merupakan sesuatu yang harus diketahui. Moustakas (1994) menyediakan sejumlah
kesadaran dan mengarah pada sebuah objek. Untuk secara penuh menggambarkan
bagaimana partisipan melihat sebuah fenomena, para peneliti harus menampilkannya
-
para partisipan.
Langkah-langkah analisis data fenomenologi umumnya serupa bagi semua pakar
fenomenologi psikologis yang mendiskusikan metode-metode (Moustakas, 1994;
Polkinghorne, 1989). Berdasarkan data dari pertanyaan penelitian pertama dan kedua,
analisis data berjalan melewati data-data (misalnya transkrip wawancara) dan
menyoroti pernyataan-pernyataan penting, kalimat-kalimat atau kutipan-kutipan yang
menyediakan sebuah pemahaman tentang bagaimana partisipan mengalami gejalagejala tersebut. Moutakas (1994) menyebut langkah ini dengan horisontalisasi.
dalam sebuah diskusi metode dari peran para peneliti (Marshall dan Rossman, 2006)
Dari deskripsi tekstural dan struktural, para peneliti kemudian menulis sebuah
deskripsi gabungan yang menyajikan inti dari sebuah gejala yang biasa disebut
esensial, struktur invarian (atau inti). Utamanya, tinjauan ini fokus pada pengalamanpengalaman umum dari para partisipan. Sebagai contoh, itu dapat berarti bahwa semua
pengalaman memiliki sebuah struktur yang dikedepankan (pengalaman adalah sama
ketika mencintai seekor anjing, burung betet atau seorang anak). Ia adalah sebuah
pesan yang bersifat deskripsi, sebuah atau dua paragraf panjang, dan para pembaca
harus menjauh dari (penelitian) fenomenologi dengan ungkapan perasaan Saya
memahami lebih baik apa yang disukai seseorang untuk dialami, (Polkinghorne,
1989, hlm. 46)
Tantangan-Tantangan
Sebuah penelitian fenomenologi menyediakan sebuah pemahaman yang mendalam mengenai
sebuah gejala sebagai pengalaman oleh sejumlah individu. Mengetahui sejumlah pengalaman
umum dapat menjadi berharga bagi sebuah kelompok seperti para pemberi terapi, para guru,
personel kesehatan dan pembuat kebijakan. Fenomenologi dapat melibatkan sebuah bentuk
garis haluan pengumpulan data dengan menyertakan hanya wawancara ganda atau tunggal
dengan para partisipan. Dengan menggunakan pendekatan Moustakas (1994) uuntuk
menganalisis data membantu menhyediakan sebuah pendekatan terstruktur bagi para peneliti
Bacaan Pengaya
Terdapat sejumlah bacaan yang dapat memperluas ulasan singkat dari masing-masing kelima
pendekatan penyelidikan ini. Pada bab 1, penulis telah menyajikan buku-buku utama yang
akan digunakan untuk memahami diskusi tentang setiap pendekatan. Di sini penulis
menyediakan daftar yang lebih melimpah terkait rujukan yang juga menyertakan kegiatankegiatan-kegiatan utama.
Dalam penelitian narasi, penulis akan mendasarkan pada karya Denzin (1989a,
1989b), Czarniawska (2004), dan khususnya karya Clandinin dan Conelly (2000). Penulis
juga menambahkan dalam daftar buku ini tentang sejarah hidup (angrosino, 1989a), metodemetode humanistik (Plummer, 1983), dan sebuah buku pegangan yang komprehensif dalam
penelitian narasi (Clandidnin, 2006).
Angrosino, M.F. (1989a). Documents of interaction: Biography, and life history in social
science perspective. Gainesville: university of Florida Press
Clandinin, D,J., dan Conelly (Ed). (2006). Handbook of narrative inquiry; Mapping a
methodology. Thousand Oaks, CA: Sage.
Clandinin, D,J., dan Conelly, F.M. (2000). Narrative inquiry: Experience and story in
qualitative research. San Fransisco: Josey-Bass
Czarniawska, B. (2004). Narrative in social science research, London: Sage
Denzin, N.K. (1989a). Interpretive biography. Newburry Park, CA: Sage
Denzin, N.K. (1989b). Interpretive interactionism. Newburry Park, CA: Sage
Elliot, J. (2005). Using narrative in social research: Qualitative and quantitative approaches.
London: Sage
Plummer, K. (1983). Documents of life: An introduction to the problems and litarature of a
humanistic method. London: George Allen & Unwin
Untuk fenomenologi, buku-buku mengenai metode penelitian fenomenologi oleh Moustakas
(1994) dan sebuah pendekatan hermenetik oleh Van Mannen (1990) akan menyediakan
sebuah landasan bab-bab selanjutnya. Panduan prosedural lain untuk penyelidikan meliputi
Giorgi (1985), Polkinghorne (1989), Van Kaam (1966), Colaizzi (1978), Spiegelberg (1982),
Dukes (1984), Oiler (1986) dan Tesch (1990). Untuk perbedaan-perbedaan mendasar antar
hermenetik dan empiris atau fenomenologi transendental, lihat Lopez dan Willis (2004) dan
untuk sebuah diskusi tentang permasalahan lebih spesifik dan mendalam, lihat LeVasseur
(2003). Sebagai tambahan, untuk mengkaji lebih mendalam landasan yang kuat dalam
(memahami bahwa) asumsi filosofis itu penting dan seseorang mungkin akan memeriksa
karya Husserl (1931, 1970), Marleau-Ponty (1962), Natanson (1973), dan Stewart dan
Mickunas (1990) untuk latar belakang ini.
Colaizzi, P.F. (1978). Psychological research as the phenomenologist views it. In R. Vaile &
M. King (Eds), Existential phenomenological alternatives for psychology (pp. 48-71). New
York: Oxford University Press.
Dukes, S. (1984). Phenomenological methodology in the human sciences, Journal of Religion
and Health, 23, 197-203.
10
11
tersedia pada buku karya Strauss dan Corbin (1998) yang penulis yakin (memiliki) sebuah
panduan prosedural terbaik daripada buku karya mereka yang diterbitkan pada tahun 1998.
Untuk ulasan metodologi yang gamblang mengenai teori dasar, periksa karya Charmaz
(1983), Strauss dan Corbin (1994) dan Chenitz dan Swanson (1986). Khususnya karya yang
sangat membantu, yaitu buku-buku Charmaz (2006) mengenai penelitian teori dasar ditinjau
dari perspektif kontruksionis dan perspektif postmodern dalam karya Clarkes (2005).
Charmaz,K. (1983). The grounded theory method: An explication and interpretation. In R.
Emerson (Ed), Contemporary field research (hlm. 109-126). Boston: Little, Brown
Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory. London: Sage.
Chenitz, W. C, & Swanson, J. M. (1986). From practice to grounded theory: Qualitative
research in nursing. Menlo Park, CA: Addison-Wesley.
Clarke, A. E. (2005). Situational analysis: Grounded theory after the postmodern turn.
Thousand Oaks, CA: Sage
Glaser, B. G. (1978). Theoretical sensitivity. Mill Valley, CA: Sosiology Press
Glaser, B.G. (1992). Basics of grounded theory analysis. Mill Valley, CA: Sosiology Press
Glaser, B.G., & Strauss, A. (1967). The discovery of grounded theory. Chicago: Aldine.
Strauss, A. (1987). Qualitative analysis for social scientists. New York: Cambridge University
Press
Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures
and techniques. Newbury Park, CA: Sage
Strauss, A., & Corbin, J. (1994). Grounded theory methodology: An overview. In N. K.
Denzin & Y. S. Lincoln (Eds), Handbook of Qualitative research (hlm. 273-285). Thousand
Oaks, CA: Sage.
Strauss, A., & Corbin, J. (1998). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures
and techniques (2nd ed.). Newbury Park, CA: Sage
Sejumlah buku-buku terkini yang membahas tentang etnografi akan menyediakan landasan
bagi bab-bab berikutnya: Atkinson, Coffey dan Delamont (2003); volume pertama dalam
rangkaian sarana para etnografi, Disain dan Pelaksanaan Penelitian Etnografi, sama baiknya
12
dengan enam volume lainnya dalam rangkaian karya LeCompte dan Schensul (1999); dan
Wolcott (1994b, 1999). Sumber lain tentang etnografi termasuk Spradley (1979, 1980),
Fetterman (1998), dan Madison (2005).
Atkinson, P., Coffey, A., & Delamont, S. (2003). Key themes in qualitative research:
Continuities and changes. Walnut Creek, CA: Alta Mira
Fetterman, D. M. (1998). Ethnography: step by step (2nd ed). Thousand Oaks, CA: Sage
LeCompte, M. D., & Schensul, J.J. (1999). Designing and conducting ethnographic research
(Ethnographers toolkit, Vol. 1). Walnut Creek, CA: Alta Mira
Madison, D. S. (2005). Critical ethnography: Method, ethics, and performance. Thousand
Oaks, CA: Sage.
Spradley, J. P. (1980). Participant Observation. New York: Holt, Rinchart & Winston.
Wolcott, H. F. (1994b). Transforming
an interpretations. Thousand Oaks, CA: Sage
qualitative
data:
Description,
analysis
Wolcott, H. F. (1999). Ethnography: A way of seeing. Walnut Creek, CA: Alta Mira
Dan akhirnya, untuk penelitian studi kasus, silahkan merujuk pada karya Stake (1995) atau
buku-buku terkini seperti karya Lincoln dan Guba (1985), Merriam (1988), dan Yin (2003).
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Beverly Hills, CA: Sage.
Merriam, S. (1988). Case study research in education: A qualitative approach. San Fransisco:
Jossey- Bass
Stake, R. (1995). The art of case study research. Thousand Oaks, CA: Sage
Yin, R. K. (2003). Case study Research: design and method (3rd ed). Thousand Oaks, CA.
Sage.
13