etnografi?
Apa kasus yang sedang diselidiki dalam sebuah studi kasus?
Bagaimana kelima pendekatan tersebut tampak berbeda?
Bagaimana seorang peneliti memilih di antara kelima pendekatan ini untuk studi
khususnya?
Ini merupakan kisah Vonnie Lee, lelaki berusia 29 tahun yang penulis jumpai di kawasan
Opportunity House, seorang agensi yang dirancang untuk membantu rehabilitasi orang
dewasa yang mengalami keterhambatan mental dan gangguan fisik. Kebanyakan orang yang
berada di agensi memiliki catatan kriminal. Vonnie Lee tidak terkecuali. Ia memiliki
pengalaman masa kanak-kanak yang bermasalah dengan ketiadaan sosok ayah dan ibu yan
pemabuk yang memiliki hubungan dengan para pria yang suka melakukan kekerasan secara
fisik. Vonnie Lee banyak tinggal di jalanan dalam menemani seoarang pria tua bernama
Lucian, yang menciptakan sebuah kehidupan dengan cara meminjamkan/menyewakan Vonnie
Lee kepada pria lain di jalanan. Setelah Lucian meninggal, Vonnie Lee menemukan dirinya
sendiri datang dan pergi dari fasilitas psikiarti hingga ia menemukan tempat baru yaitu
Opportuity House. Ketika para peneliti masuk ke dalam kisah, Voonnie Le berada pada posisi
transisi antara Opportunity House dan sebuah komunitas tertentu melalui program pembinaan
hidup mandiri. Sebuah langkah kunci dalam menyiapkan para individu untuk transisi ini
adalah dengan mengajari mereka bagaimana menggunakan sistem transportasi bus- yaitu bus
kota.
Penulis menemukan Vonnie Lee membuka pembicaraan tentang kehidupannya, tetapi
dilakukan secara sempit dan terbatas. Kisah Vonnie Lee saat itu hampir hampa dari karakterkarakter tertentu dan utamanya terpusat pada deskripsi tentang rute bus. Seperti dikatakan
Angrosino, Ia cenderung hanya menawarkan apa yang kelihatannya ia rasakan mengenai
rute perjalanan bus yang menyenangkan secara mendalam (hlm. 18). Melanjutkan titik poin
ini, Angrosino mengambil sebuah jalur bus dengan ditemani Vonnie Lee, seperti yang biasa ia
lakukan selama satu setengah jam ke tujuan dengan tiga kali ganti bus. Vonnie Lee mulai
mengatur cara, ia mencoba untuk menemukan sebuah bangku duduk yang berada di bawah
gambar hati berwarna merah, yang merupakan logo dari jalur bus kota. Dalam perjalanan,
Vonnie Lee manambahkan kepada para peneliti keterangan secara rinci terkait masayarakat,
tempat dan peristiwa dari perjalanan tersebut. Tiba di tempat kerjanya, seorang tukang yang
bekerja di gudang suplai pipa, yang juga seorang supervisor Vonnie Lee berkomentar, Ini
bus yang disukainya, naik ke bus (hlm. 21). Mengapa anda sangat suka bus? tanya
Angrosino. Vonnie Lee menjawab, ia sebuah fitnah besar, saya sedang berada dalam bus
sekarang! Dari jawaban ini, para peneliti menyimpulkan bahwa bus memberikan makna
kehidupan kepada Vonnie Lee melalui keterwakilan kedua hal yaitu pelarian dan
pemberdayaan. Dan makna tersebut menjelaskan mengapa ia menceritakan kisah
ksehidupannya dalam bentuk rute bus. Jalur bus- potret diri ketabahan Vonnie Leemembantunya dalam menjalani perubahan hidupnya.
Studi diakhiri dengan refleksi yang dilakukan oleh para peneliti mengenai penggunaan
metafora sebagai sebuah kerangka kerja yang bermanfaat untuk menganalisa kisah para
partisipan dalam proyek kisah hidupnya. Lebih jauh, studi tersebut menggambarkan
keuntungan dari metodologi wawancara autobiografi yang mendalam untuk membangun
dimensi kemanusiaan seseorang yang mengalami sakit mental dan penempatan konteks
informasi wawancara dalam proses pengalaman hidup Vonnie Lee.
Artikel ini menyajikan pendekatan biografi terhadap penelitian narasi. Ditulis oleh
seorang antropologis, artikel tersebut memosisikan secara baik dalam penafsiran budaya dari
penelitian sejarah hidup secara antropologi. Bentuk lain dari penelitian narasi (lihat contoh di
akhir bab lima ini) mungkin saja tidak memuat permasalahan budaya yang kuat akan
penggunaan metafora akan potret diri dari kelompok budaya yang disajikan dalam studi. Dan
lagi, studi ini juga menyediakan banyak penandaan yang bermanfaat mengenai penelitian
narasi dan biografi:
-
Pengarang melaporkan informasi rinci tentang konteks latar atau sejarah trip bus,
para penderita dengan memberi terapi mereka, perilaku dan mutu kehidupan. Pengarang
mangarahkan kepada catatan pengalaman para penderita dengan AIDS. Mereka meninjau
lietratur pada penelitian kualitatif, mencatat sejumlah studi fenomenologi dalam sejumlah
topik seperti penanggulangan dan tinggal bersama para penderita AIDS yang telah teruji.
Bagaimanapun, bagaiamana para penderita menampilkan AIDS dalam hal-hal yang belum
dipelajari.
Rancangan mereka meliputi studi dari 58 laki-laki dan perempuan yang didiagnosa
terkena AIDS. Untuk memelajari para individu ini, mereka menggunakan fenomenologi dan
prosedur yang dikembangkan oleh Colaizzi dan dimodifikasi oleh Moustakas (1994). Untuk
lebih dari 18 bulan, mereka melakukan wawancara dengan ke 58 pasien ini, dan menanyai
mereka: Apa pengalaman anda dengan AIDS? Apakah anda memiliki kesan mengtal
mengenai HIV/AIDS, atau bagaimana anda menggambarkan HIV/AIDS? Perasaan apa yang
hadir di benak? Makna apa yang anda miliki dalam kehidupan anda? (Anderson dan Spencer,
2002, hlm. 1341-1342). Mereka juga menanyai pasien untuk melukiskan gambaran penyakit
mereka. Meskipun hanya 8 dari 58 yang hanya melukiskan gambarannnya, pengarang
menyatukan gambaran ini ke dalam analisis data. Analisis data mereka dari wawancara ini
terdiri dari tugas-tugas berikut:
-
kepada pengalaman.
Merumuskan makna dan mengumpulkannya ke dalam tema-tema umum kepada
mengenai gejala.
Mengesahkan temuan-temuan pada para pasien, dan menyertakan keterangan para
partsisipan dalam deskripsi akhir.
Analisa ini mengarah pada 11 tema utama berdasar pada 175 pernyataan penting.
Tema-tema seperti penghancuran daya tahan tubuh yang mengerikan dan pengganyangan
hidup menggambarkan dua dari tema tersebut. Bagian hasil dari studi ini melaporkan setiap
dari 11 tema dan menyediakan catatan dan perspektif yang memadai untuk menggambarkan
perspektif yang beragam pada setiap tema.
Studi diakhiri dengan sebuah diskusi di mana para pengarang mengambarkan sebuah
inti (misalnya, gambaran yang lengkap dan mendalam) mengenai pengalaman pasien dan
strategi pengurungan pasien (misalnya, konteks atau kondisi yang meliputi pengalaman
tersebut) yang digunakan untuk mengatur suasana hati dan penyakit, akhirnya, pengarang
membandingkan kesebelas tema mereka dengan hasil yang dilaporkan oleh pengarang lain
dalam literatur, dan mendiskusikannya dengan implikasi hasil bagi perawatan dan petanyaan
untuk penelitian selanjutnya.
Studi ini menggambarkan sejumlah aspek dari studi fenomenologi:
-
diskusi akhir.
Sebuah fenomena (gejala) sentral --perwujudan fikiran atau kesan mengenai AIDS
menampilkan sebuah model visual teori subtantif mereka, teori yang menjelaskan aksi para
wanita
dalam
menanggapi
perasaan
terancam,
bahaya,
ketiadaan
pertolongan,
ketiadakekuatan dan kekurangan kontrol. Para pengarang menggunakan prosedur secara teliti,
seperti bekerjasama dan pencarian bukti yang tidak saling menguatkan, untuk memeriksa
sejumlah temuan mereka. Dalam artikel ini, mereka juga mengedukasi para pembaca tentang
teori dasar dalam sebuah bagian yang luasdalam hal pengkodean data kedalam kategori
informasi dan dengan catatan pengingat fikiran mereka melalui proyek. Dalam istilah
keseluruhan struktur, kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan ruang, studi tidak diarahkan
pada semua segi prosedur teori dasar, seperti pengkodean terbuka, pembentukan (pada
awalnya) kategori informasi, mengembangkan proposisi atau hipotesis yang mengkhususkan
hubungan di antara kategori dan sebuah matrik kondisional. Bagaimanapun, para pengarang
mengembangkan sebuah studi yang mengikuti penelitian teori dasar yang baik:
-
sebuah ideologi kehidupan yang bersih yang meniadakan kehidupan dari alkohol, tembakau,
obat terlarang dan sek bebas. Utamanya melibatkan warga kulit putih, laki-laki dari kelas
menengah dari usia 15 hingga 25 tahun, yang terhubung erat dengan skenario musik aliran
punk, dan para pengikut kaum pinggiran yang lugas membuat sebuah lambang X berukuran
besar di setiap tangan mereka sebelum mereka masuk ke arena konser punk. Sebagai sebuah
studi yang mengkonsep ulang perlawanan terhadap fihak oposisi, studi etnografi ini
menyelidiki bagaimana anggota kelompok subbudaya menekan fihak oposisi secara individu
dan sebagai sebuah reaksi terhadap subbudaya lain yang lebih tertarik melawan sebuah
budaya kaum dewasa yang munafik.
Pengarang menggunakan metode etnografi pengumpulan data, termasuk ikut serta
dalam gerakan selama 14 tahun dan mengahdiri lebih dari 250 pertunjukkan musik,
mewawancarai 28 pria dan wanita dan mengumpulkan dokumen dari sumber-sumber seperti
koran sejarah, lirik musik, halaman website dan majalah komunitas sXe. Dari sumber data ini,
pengarang pertamakali menyediakan sebuah deskripsi rinci mengenai subbudaya (seperti,
slogan di baju kaos, lirik lagu, dan penggunaan simbol X). Deskripsi juga membawa paduan
aneh mengenai perspektif tradisional dari fundamentalisme agama dan pengaruh
dari
10
pengertian baik secara individu maupun kelompok. Juga, perlawanan pengikut aliran sX
berada pada tingkat makro ketika diarahkan ke sebuah budaya yang memasarkan alkohol dan
tembakau pada para pemuda; pada tingkat menengah ketika ditujukan pada subbudaya lain,
seperti pengikut Punks; dan pada tingkat kecil ketika para pengikut aliran sX merangkul
perubahan individu, seperti sebagian usaha yang dilakukan dalam menentang penyalahgunaan
bahan kimia berbahaya terhadap anggota keluarga atau kecenderungan untuk menggunakan
zat-zat/obat-obatan berbahaya pada komunitas mereka sendiri. Perlawanan terlihat secara
individu dalam kegiatan sehari-hari dan dalam perlawanan secara politik untuk pembelaan
budaya kaum pemuda. Singkatnya, perlawanan ditemukan dalam perwujudan ragam latar,
penentangan dan perubahan secara pribadi maupun kelompok.
Etnografi Haenfler dengan baik menggambarkan kedua elemen-elemen inti dari
sebuah studi etnografi sama baiknya seperti menggambarkan aspek-aspek etnografi kritis:
-
penentang budaya.
Sejalan dengan banyak pelaku etnografi kritis, artikel disimpulkan dengan
dibubuhi komentar tentang bagaiamana sebuah subbudaya menentang budaya
yang dominan, kompleksitas dan ragam latar (misalnya, pada tingkat makro/luas,
meso/sedang dan mikro/sempit) yang membentuk pola perlawanan yang diambil
11
dan mutu perubahan pribadi dan sosial terhadap keikutsertaan dalam kelompok
budaya berbagi. Tidak seperti pendekatan kritis lainnya, ia tidak diakhiri dengan
tuntutan untuk melakukan perubahan sosial, tetapi keseluruhan studi menghadapi
penyelidikan kembali perlawanan subbudaya/cabang budaya
Studi Kasus (Amussen dan Creswell, 1995; lihat lampiran F)
Studi kasus kualitatif ini menggambarkan sebuah reaksi kampus pada sebuah insiden pria
bersenjata dimana seorang mahasiswa berusaha untuk menembak ke arah teman sekelasnya.
Studi kasus dimulai dengan sebuah deskripsi rinci mengenai insiden pria bersenjata, sebuah
rentetan kejadian dari dua minggu pertama dari sejumlah peristiwa mengikuti insiden dan
menyediakan secara rinci tentang kota, kampus dan bangunan dimana peristiwa tersebut
terhjadi. Data-data dikumpulkan melalui banyak sumber informasi, seperti wawancara,
pengamatan, dokumen dan bahan audiovisual. Kelly Amussen dan penulis tidak
memwawancarai pria bersenjata atau para mahasiswa yang menjalani bimbingan langsung
menindaklanjuti peristiwa penembakan dan surat permohonan peneliti (Amussen dan
Creswell) kepada Badan Peninjau Kelembagaan untuk penelitian subjek kemanusiaan telah
menjamin keterbatasan (akses) ini. Adri analisis data memunculkan tema-tema penolakan,
rasa takut, keamanan, penembakan kembali dan perencanaan kampus. Menuju ke akhir artikel
kedua pengarang memadukan tema-tema terbatas ini ke dalam dua perspektif cincin yang
saling terkait, yaitu sebuah respon keorganisasian dan psikologi sosial, dan kedua pengarang
menghubungkan kedua perspektif ini dengan literatur, kemudian menyediakan latar-latar
analisis dalam studi dan melibatkan penafsiran yang luas mengenai pemaknaan kasus. Kami
(kedua pengarang) menyarankan bahwa perencanaan sejumlah kampus untuk respon mereka
terhadap kekerasan di kampus dan kami mengembangkan pertanyaan kunci untuk diarahkan
dalam menyiapkan sejumlah rencana ini
12
Dalam studi kasus ini, kami mencoba untuk mengikuti struktur studi kasus milik
Lincoln dan Guba (1985)- yang terdiri dari konteks, isu (permasalahan) dan pengalaman
pembelajaran. Kami juga menambahkan perspektif pribadi milik kami dengan menyajikan
tabel dengan informasi tentang keluasan dari pertanyaan dan pengumpulan data kami perlu
ditambahkan dalam perencanaan respon kampus terhadap sebuah insiden. Pada penghujung
tulisan studi secara refleksi membawa pengalaman pribadi kami dalam diskusi tanpa
mengacaukan alur studi. Dengan tema terakhir kami pada perlunya kampus untuk merancang
sebuah rencana untuk menanggapi insiden yang lain, kami mengembangkan implikasi yang
bersifat praktis dan bermanfaat dari studi bagi orang-orang di dalam kampus.
Sejumlah fitur menandai proyek ini sebagai sebuah studi kasus:
-
13
membangun sebuah teori, sementara dalam etnografi adalah untuk mendeskripsikan sebuah
kelompok budaya berbagi. Dalam studi kasus, sebuah kasus khusus diuji, seringkali
bermaksud menyelidiki sebuah isu permasalahan dengan sebuah kasus yang menggambarkan
kompleksitas sebuah isu. Dengan penyusunan kelima studi, titik dari kelima pendekatan
tersebut menjadi lebih terang.
Kisah Vonnie Lee (Angrosino, 1994) merupakan sebuah kasus dalam poin, yaitu
seseorang memutuskan untuk menulis sebuah biografi atau kisah hidup ketika literatur
menyarankan bahwa seorang individu tunggal perlu dipelajari, atau ketika seorang individu
dapat menjernihkan sebuah kasus khusus, seperti permasalahan yang sedang menantang
secara intelektual. Lebih jauh, seoarang peneliti perlu membuat sebuah kasus untuk kebutuhan
studi individu khusus ini- seseorang yang menggambarkan sebuah problem, seseorang yang
memiliki karir tertentu, seseorang yang menjadi pusat perhatian seacra nasional, atau
seseorang yang tinggal dalam sebuah kehidupan yang luar biasa. Proses pengumpulan data
meliputi pengumpulan bahan tentang individu, salah satu dari dua yaitu secara kesejarahan
atau dari sumber-sumber saat ini, seperti percakapan atau pengamatan dalam kasus Vonnie
Lee. Pertimbanbgan kuncinya adalah apakah bahan penelitian tersebut tersedia dan dapat
diakses. Dalam kasus Vonnie Lee, Angrosino telah mampu untuk mengungguli kepercayaan
dirinya dan mendorongnya untuk mau berbicara. Ini terjadi pertamakali ketika Angrosino
membantunya dengan tugas pembacaannya dan Angrosino membuat sebuah catatan untuk
melihat jika ia akan pada suatu saat nanti akan setuju untuk menceritakan kepadaku kisah
kehidupanku (hlm. 17).
Studi fenomenologi, di satu fihak tdak berfihak pada kehidupan seoarang individu
akan tetapi lebih pada sebuah konsep atau gejala, seperti bagaimana seorang individu
menyampaikan rasa sakit mereka (Anderson dan Spenser, 2002) dan bentuk studi ini mencari
pemahaman makna pengalaman dari individu tentang gejala ini. Lebih jauh, para individu
dipilih siapa yang mempunyai pengalaman gejala tertentu dan mereka diminta untuk
14
menyediakan data, dan seringnya melalui wawancara. Peneliti mengambil data ini dan,
melalui sejumlah langkah pengurangan data, puncaknya mengembangkan sebuah gambaran
mengenai pengalaman tentang gejala yang secara umum dimiliki semua individu- inti dari
pengalaman.
proyek fenomenologi fokus pada makna pengalaman individu ke arah sebuah gejala,
para peneliti dalam teori dasar memiliki objek yang berbeda- untuk menerapkan sebuah teori
subtantif, seperti model tentang wanita yang melawan dan mengatasi kekerasan dalam studi
Morrow dan Smith (1995). Dalam bagian pengantar, pengarang menggambarkan kebutuhan
untuk sebuah kerangka kerja teoritis. Kemudian, pakar teori dasar melakukan penelitian untuk
mengembangkan teori. Metode pengumpulan data utamanya menyertakan wawancara
(meskipun prosedur pengumpulan data lain juga digunakan dalam studi Morrow dan Smith).
Juga para peneliti menggunakan prosedur yang sistematik untuk menanalisis dan
mengembangkan teori ini, prosedur seperti pengkodean terbuka dan pengkodean poros, dan
mereka menampilkan hubungan antara kelompok dengan sebuah model visual. Seacara
keseluruhan sifat dari studi ini adalah satu dari kepercayaan keilmuan dan kepastian.
Sebuah rancangan etnografi dipilih ketika seseorang ingin memelajari perilaku sebuah
kelompok budaya berbagi, seperti kelompok pemuda tertentu (Haenfler, 2004). Para pemuda
dalam studi ini telah diamati oleh pengarang jangka waktu yang lama dan maksud dari studi
Haenfler ada dua hal yaitu untuk menyediakan sebuah gambaran rinci mengenai budaya
kelompok dan untuk mengenali tema-tema tentang bagaimana sebuah kelompok budaya
berbagi bekerja. Lapisan teratas sebuah potret budaya secara keseluruhan adlah sebuah
perspektif teori kritis dari kekuatan perlawanan subbudaya, kompleksitas kekuatan
perlawanan ini berada dalam kelompok dan bertentangan dengan kelompok dan subbudaya
lain.
Akhirnya, sebuah studi kasus dipilih untuk memelajari sebuah kasus dengan batasanbatasan yang jelas, seperti keberadaan kampus dalam studi kami (Amussen dan Creswell,
15
1995). Merupakan hal penting, juga bagi para peneliti untuk memiliki ketersediaan bahan
kontekstual untk menggambarkan latar bagi sebuah kasus. Juga, peneliti perlu memiliki
persiapan informasi yang luas tentang sebuah kasus untuk menyediakan sebuah gambaran
mendalam mengenainya. Dalam kasus pria bersenjata, kami melangkah dalam waktu yang
luar biasa untuk memberi warna gambar studi ini bagi pembaca melalui tabel sumebr
informasi kami dalam artikel dan menggambarkan persiapan luas kami mengenai prosedur
pengumpulan data. Dengan data ini, kami menyusun sebuah gambaran insiden dan reaksi
kampus terhadap insiden tersebut melalui sejumlah tema.
Bertolak dari hal ini, melalui pemahaman dari kelima pendekatan, bagaimana
seseorang memiliki sebuah pendekatan ke sisi lain? Penulis merekomendasikan bahwa anda
sebaiknya mulai dengan sebuah hasil (target)- apakah sebuah pendekatan diusahakan untuk
melengkapi (misalnya, studi seorang individu, menyelidiki makna pengalaman pada sebuah
gejala, penerapan sebuah teori, penggambaran dan penafsiran mengenai sebuah kelompok
budaya berbagi, studi mendalam mengenai sebuah studi kasus). Sebagai tambahan, sejumlah
faktor lain yang patut dipertimbangkan adalah:
-
Pertanyaan pendengar: Pendekatan apa yang sering digunakan oleh para juru kunci
dalam bidang-bidang (misalnya, anggota komisi, konsultan, lembaga editorial
jurnal)?
Pertanyaan latar belakang: pelatihan apa yang telah dimiliki oleh peneliti dalam
pendekatan penyelidikan?
Petanyaan literatur akademis: apa yang paling diperlukan sebagai kontribusi untuk
literatur akademik dalam sejumlah bidang (misalnya, studi seorang individu,
sebuah penyelidikan mekna sebuah konsep, teori gambaran sebuah kelompok
16
yang lebih kokoh, lebih suka pada pendekatan yang terumuskan dengan baik untuk
penelitian atau dengan sebuah pendekatan yang fleksibel (misalnya, teori dasar,
studi kasus, fenomenologi)?
Ringkasan
Bab ini memeriksa lima perbedaan singkat sejumlah artikel untuk menggambarkan model
yang baik bagi penulisan sebuah biografi narasi, fenomenologi, studi teori dasar, etnografi dan
studi kasus. Artikel ini menunjukan karakteristik dasar dari setiap pendekatan dan harus
memungkinkan para pembaca untuk melihat sejumlah perbedaan dalam ragam penulisan dan
penyusunan studi kualitatif. Memilih sebuah studi narasi untuk menyelidiki pengalaman hidup
seorang individu tunggal ketika bahannya tersedia, dapat diakses dan individu tersebut mau
(diasumsikan bahwa ia berdomisisli) untuk berbagi kisah. Memilih fenomenologi untuk
menyelidiki sebuah gejala, mengikuti prosedur aturan dan berakhir pada inti dari pemaknaan.
Memilih studi teori dasar untuk menerapkan atau mengembangkan sebuah teori.
Mengumpulkan informasi melalui wawancara (utamanya), dan menggunakan prosedur yang
sistematis terkait pengumpulan dan analisis data membangun prosedur seperti pengkodean
terbuka, poros/tengah dan seleksi. Meski pada laporan akhir akan menjadi bernuansa ilmiah,
hal itu akan mengarah pada permasalahan yang peka dan emosional. Memilih etnografi untuk
memelajari perilaku dari sebuah kelompok budaya berbagi (atau individu). Menampilkan
pengamatan dan wawancara dan mengembangkan sebuah gambaran mengenai sebuah
kelompok dan menyelidiki tea-tema yang mencuat dari proses memelajari perilaku manusia.
Memilih sebuah studi kasus untuk menyelidiki sebuah kasus, dibatasi waktu atau tempat dan
mencari bahan kontekstual tentang latar sebuah kasus. Mengumpulkan bahan-bahan secara
terus menerus dari banyak sumber informasi untuk menyediakan sebuah gambaran mendalam
mengenai sebuah kasus.
17
Bacaan Pengaya
Berikut ini merupakan sejumlah artikel jurnal yang diterbitkan yang menggambarkan setiap
pendekatan penyelidikan. Untuk penelitian narasi, penulis menyediakan barisan studi yang
mengambarkan bentuk berbeda dari pelaksanaan sebuah studi narasi. Dari ranah biografi kita
memelajari tentang usaha pemulihan pecandu alkohol bernama Freddie (Angrosino, 1989b).
Dua autobiografi menyediakan wawasan mendalam pada kehidupan pribadi peneliti, yaitu
sebuah studi tentang identitas perempuan yang tertukar (Olson, 2004) dan yang kedua
pengalaman pribadi pengarang mengenai buntut dari kematian saudaranya (Ellis, 1993).
Pengalaman perempuan tersebut dikisahkan melalui bentuk narasi yang merupakan tema
sentral dari studi Geiger (1986) dan Karen (1990) tentang kisah hidup seorang wanita, dan
studi Huber dan Whelan (1999) yang menyebut seoarang guru perempuan yang terpinggirkan
di sekolah tempat tugasnya. Akhirnya, penulis mengakhiri dengan karya Smith (1987) seorang
pakar yang mengisahkan secara penuh pengalaman Darwin ke luar negeri menggunakan kapal
bernama Beagle, sebuah kisah yang diceritakan dengan ragam latar pemikiran tentang Darwin
selaku pengarang.
Angrosino, M. V. (1989b). Freddie: The personal narrative of a recovering alcoholicAutobiography as case history. In M. V. Angrosino, Documents of interaction: Biography,
autobiography, and life history in social science perspective (hlm. 29-41). Gainesville:
University of Florida Press.
Ellis, C. (1993). Three are survivors: Telling a story of sudden death. The Sosiological
Quarterly, 34, 711-730.
Geiger, S.N.G. (1986). Womens life histories: Method and content. Signs: Journal of Women
in Culture and Society, 11, 334-351.
18
Huber, J. & Whelan, K. (1999). A marginal story as a place of possibility: Negotiating self on
the professional knowledge landscape. Teaching and Teacher Education, 15, 381-396.
Karen, C. S. (1990, April). Personal development and the pursuit of higher education: An
exploration of interrelationship in the growth of self-identity in returning women studentssummary of research in progress. Paper presented at the annual meeting of the American
Educational Research Association, Boston.
Nelson, L. W. (1990). Code-switching in the oral life narrative of African-American women:
Challenges to linguistic hegemony. Journal of Education, 172, 142-155.
Olson, L. N. (2004). The role of voice in the (re)construction of a battered womans identity:
An autoethnography of one womans experiences of abuse. Womens Studies in
Communication, 27, 1-33.
Smith, L. M. (1987). The voyage of the Beagle: Fieldwork lessons from Charles Darwin.
Educational Administration Quarterly, 23 (3), 5-30.
Untuk jurnal penelitian fenomenologi, penulis telah memilih sejumlah studi yang bertujuan
merefleksikan metode fenomenologi yang didiskusikan dalam karya Moustakas (1994) dan
yang fokus pada perbedaan fenomena interes. Brown, Sorrel, McClaren, dan Creswell (2006)
yang tertuju pada sebuah pengalaman seseorang yang menanti (operasi) pencangkokan organ
liver, Edwards (2006) melihat pada pengalaman-pengalaman para wanita warganegara
Amerika keturunan Afrika yang menjalani pengobatan HIV/AIDS, Riemen (1986) melakukan
studi inetraksi perawatan antara para pasien dengan perawat, dan Grigsby dan Megel (1995)
menyelidiki pengalaman perawatan antara fakultas keperawatan dan mahasiswa. Dalam studi
tentang pengalaman seorang ibu yang menginginkan kematian anaknya (Lauterbach, 1993),
kami melihat ruang luas dari sumber data yang dapat digunakan dalam fenomenologi. Dalam
cerita mengena Clara, karya Padilla (2003), seseorang yang menderita luka di bagian kepala,
kami melihat bagaimana sebuah fenomenologi dapat ditangani dengan memelajari seseorang
individu berdasar pada wawancara yang luas dan melalui pesan email.
Brown, J., Sorrel, J. H., McClaren, J., & Creswell, J. W. (2006). Waiting for a liver
transplant. Qualitative Health Research, 16(1), 119-136.
Edwards, L. V. (2006). Perceived social support and HIV/AIDS medication adherence among
African American women. Qualitative Health Research, 16, 679-691.
19
Grigsby, K. A., & Megel, M. E. (1995). Caring experiences of nurse educators. Journal of
nursing research, 34, 411-418
Lauterbach, S. S. (1993). In another world: A phenomenologogical perspective and discovery
of meaning in mothers experience with death of a wished-for baby: Doing phenomenology. In
P. Munhall & C. O. Boyd (Eds.), Nursing research: A qualitative perspective (hlm. 133-179).
New York: National League for Nursing Press.
Padilla, R. (2003). Clara: A phenomenology of disability. The American Journal of
Occupational Therapy, 57(4), 413-423.
Riemen, D. J. (1986). The essential structure of a caring interaction: Doing phenomenology.
In P. M. Munhall & C. J. Oiler (Eds.), Nursing research: A qualitative perspective (pp. 85105). Norwalk, CT: Appleton-Century-Crofts.
Penyelidikan kami mengenai pendekatan-pendekatan tersebut dilanjutkan dengan penerbitan
sejumlah artikel jurnal teori dasar. Tema perhatian tersebut mengenai penerapan teori proses
digambarkan dalam studi Conrad (1978) mengenai perubahan akademis di universitasuniversitas; analisis Creswell dan Brown (1992) mengenai bagaimana seorang ketua akademi
mempertinggi penelitian fakultas; studi Leipert (2005) mengenai bagaimana para wanita
mengembangkan daya sesuai di wilayah utara dengan lingkungan yang terisolir; studi Barlow
dan Cairn (1997) mengenai pengalaman para wanita tentang mengasuh, dan stuy Kearny,
Murphy dan Rosenbaum (1994) mengenai bimbingan dalam menjelaskan kokain. Juga
termasuk perspektif teori dasar kontruktifis Charmaz (1994) yang menyelidiki dilema
identitas sejarah orang sakit.
Barlow, C. A., & Cairns, K. V. (1997). Mothering as a psychological experience: A grounded
theory exploration. Canadian Journal of Counselling, 31, 232-247.
Charmaz, K. (1994). Identity dilemmas of chronically ill men. The sosiological Quarterly, 35,
269-288.
Conrad, C. F. (1978). A grounded theory of academic change. Sosiology of Education, 51,
101-112.
Creswell, J. W., & Brown, M. L. (1992). How chairpersons enhance faculty research A
grounded theory study. Review Higher Education, 16(1), 41-62.
Kearny, M. H., Murphy, S., & Rosenbaum, M. (1994). Mothering on crack cocaine: A
grounded theory analysis. Sosial Science Medicine, 38 (2), 351-161.
20
Leipert, B. D,. & Reutter, L. (2005). Developing resilience: How women maintain their health
in northen geographically isolated settings. Qualitative Health research, 15, 49-65.
Untuk contoh studi etnografi yang diterbitkan, lihat perbedaan kelompok budaya berbagi dan
sudut pandang para realis dan kritis yang digunakan dalam penelitian etnografi. Karya
etnografi Flinders (1996) mengenai komunitas wanita dewasa dan majalah remaja mereka,
Catatan klasik Geertz (1973) tentang sabung ayam di masyarakat Bali, studi Rhoads (1995)
mengenai kehidupan kelompok persaudaraan kampus, dan studi Trujillo (1992) mengenai
budaya bola kasti dalam latar budaya yang berbeda. Studi Wolcott (1983) yang terkenal
mengenai anak polos yang menggambarkan sebuah etnografi berciri realis, dan studi
etnografi kami (Miller, Creswell & Olander, 1998) mengenai dapur sup yang diperuntukkan
orang yang tidak memiliki rumah (tuna wisma) menyajikan gabaran mengenai sebuah budaya
tentang para tuna wisma dari perspektif kritis, konfessional dan realis.
Finders, M. J. (1996). Queens and teen zines: Early adolescent females reading their way
toward adulthood. Anthropology & Education Quarterly, 27, 71-89.
Geertz, C. (1973). Deep play: Notes on the Balinese cockfight. In C. Geertz (Ed.),. The
interpretation of culture: Selected essays (hlm. 412-435). New York: Basic Books.
Miller, D. L., creswell, J. W., & Olander, L. S. (1998). Writing and retelling multiple
ethnographic tales of a soup kitchen for the homeless. Qualitative inquiry, 4 (4), 469-491).
Rhoads, R. A. (1995) whales tales, dog piles dan beer goggles: An athnographic case study of
fraternity life. Anthropology and Education Quarterly, 26, 306-323.
Trujillo, N. (1992). Interpreting (the work and the talk of ) baseball. Western Journal of
Communication, 56, 350-371.
Wolcott, H. F. (1983). Adequate schools and inadequate education: The life history of a
sneaky kid. Anthropology and Education Quarterly, 14(1), 2-32.
Akhirnya, khusus untuk penelitian studi kasus, penulis menyarankan sejumlah artikel jurnal
yang diterbitkan (di bawah ini) yang relatif berbeda dalam sejumlah kasus. Studi yang
dilakukan oleh Brickhouse dan Bodner (1992) dan Rex (2000) menyajikan studi kasus
21
tunggal, ketika Padula dan Miller (1999) dan studi Hill, Vaughn dan Harrison (1995)
menyelidiki lima kasus.
Brickhous, N., & Bodner, G. M. (1992). The beginning science teacher: Classroom narratives
of convictions and constraints. Journal of Research in Science Teaching, 29, 471-487.
Hill, B., Vaughn, C., & Harrison, S. B. (1995, September/October). Living and working in
two worlds: Case studies of Five American Indian women teacher. The Clearinghouse, 69(1),
42-48)
Padula, M. A., & Miller, D. L. (1999). Understanding graduate womens rentry experiences:
case studies of four psychology doctoral students in a Midwestern university. Psychology of
Women Quarterly, 23. 327-343.
Rex, L. A. (2000). Judy constructs a genuine question: A case for interactional inclusion.
Teaching and Teacher Education, 16, 315-333.
Latihan
1. Mulailah untuk mengurai sebuah studi kualitatif menggunakan satu dari sejumlah
pendekatan. Jawab pertanyaan-pertanyan berikut yang digunakan dalam pendekatan
yang anda pertimbangkan: Individu apa yang anda rencanakan terkait dengan studi?
Dan apakah anda memiliki akses informasi tentang pengalaman hidupnya? Untuk
fenomenologi: Apa fenomena yang menarik yang anda rencanakan untuk studi? Dan
apakah anda memiliki akses terhadap orang yang mengalaminya? Untuk teori dasar:
Konsep, aksi atau proses ilmu sosial apa yang anda rencanakan untuk menyelidiki
sebagai dasar untuk teori anda? Untuk etnografi: kelompok atau masyarakat budaya
apa yang anda rencanakan untuk studi? Untuk studi kasus: kasus apa yang anda
rencanakan untuk diselidiki?
2. Pilih sebuah artikel jurnal yang tertera di seksi bacaan pengaya. Tentukan karakteristik
pendekatan yang biasa digunakan oleh para pengarang dan diskusikan mengapa
pengarang menggunakan pendekatan tersebut.
22
23