Anda di halaman 1dari 12

REFERAT

MANIFESTASI KLINIS DAN TATA LAKSANA DERMATITIS STATIS

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik BagianIlmu Kulit dan Kelamin


RSU PKU Muhammadyah Delanggu

Pembimbing : dr. Melok, M.Kes, SpKK


Disusun oleh :
Wendy Rachmadhany
H2A011048

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis statis adalah salah satu penyakit peradangan kulit pada


ekstremitas. Hal ini merupakan manifestasi dari Chronic Venous Disease (CVD)
yang berakibat insufisiensi dan hipertensi vena. Normalnya aliran darah mengalir
dari ke jantung dengan bantuan katup-katup vena. Katup ini berfungsi menjaga
darah tetap mengair menuju jantung melawan gravitasi. Apabila fungsi katup
tidak berjalan semestinya, darah akan mengalir kembali ke bawah (reflux). Reflux
berakibat terjadi penumpukan darah pada vena dan bermanifestasi awal pada kulit
sebagai hiperpigmentasi. 1
Penyakit ini umumnya menyerang pada usia pertengahan dan usia lanjut.
Penyakit ini jarang terjadi sebelum dekade ke lima kehidupan. Kecuali pada
keadaan dimana insufisiensi vena disebabkan oleh pembedahan, trauma, atau
trombosis. Dermatitis statis dapat merupakan prekusor dari keadaan lain seperti
ulkus vena tungkai atau lipodermatoskerosis.2
Beberapa penyakit seperti lipodermatosklerosis, selulitis, dermatisis statis
vena, dermatitis kontak akut mungkin dapat secara bersamaan terjadi pada
anggota gerak bawah, sehingga sulit untuk di bedakan. Untuk itu, disusunlah
referat ini yang bertujuan mengetahui lebih rinci tentang manifestasi klinis dan
tatalaksana dermatitis statis.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Dermatitis statis adalah dermatitis yang terjadi akibat adanya gangguan
aliran darah vena di tungkai bawah (Marwali Harahap, 2000)1. Penyakit ini
sering menyerang pada tungkai bagian bawah karena tempat ini sering terjadi
kelainan insufisiensi vena. 5
B. PATOMEKANISME
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan mekanisme timbulnya dermatitis
statis, yaitu:
1.

Meningkatnya tekanan hidrostatik dalam sistem vena, terjadinya


kebocoran fibrinogen masuk kedalam dermis. Selanjutnya fibrinogen
diluar pembulu darah akan berpolimerasi membentuk selubung
fibrin perikapiler dan interstisium, sehingga menghalangi difusi
oksigen dan makanan yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
kulit, akibatnya akan terjadi kematian sel. Tetapi ada data yang
kurang mendukung hipotesis tersebut antara lain, bahwa derajat
endapan fibrin tidak ada hubungan dengan luasnya insufisiensi vena
dan tekanan oksigen. Demikian pula selubung fibrin sekeliling
kapiler dermis tidak kontinu dan tidak teratur, sehingga sulit
berperan sebagai sawar terutama untuk molekul kcil seperti oksigen
dan nutrient lain.1

2.

Dermatitis stasis terjadi sebagai akibat langsung dari insufisiensi


vena. Terganggunya fungsi sistem 1-arah pada katup di pleksus vena
pada kaki mengakibatkan terjadinya aliran balik darah dari sistem
vena (refluks) sampai ke sistem vena superfisial, dengan disertai
hipertensi vena. Ini hilangnya fungsi katup dapat hasil dari
penurunan berhubungan dengan usia pada kompetensi katup. Atau,
peristiwa tertentu, seperti trombosis vena dalam, pembedahan
(misalnya, operasi vena, artroplasti lutut total, pengambilan vena
saphena untuk bypass koroner), atau luka trauma, dapat merusak
3

fungsi dari sistem vena tungkai. Mekanisme ini merupakan


penyebab hipertensi vena dalam peradangan kulit dermatitis stasis. 1
Pada pasien dengan dermatitis stasis, dapat kita perhatikan pada
bagian betis, karena cedera pada sistem vena karena trauma atau
pembedahan adalah faktor umum yang berkontribusi terhadap
perkembangan dermatitis stasis.2
Teori tentang penyebab peradangan kulit di insufisiensi vena
berpusat pada perfusi oksigen dari tungkai jaringan. Awalnya, sistem
vena yang tidak kompeten dianggap menyebabkan pengumpulan
darah di vena superfisial, dengan arus berkurang dan karenanya
mengurangi tekanan oksigen di kapiler dermis. Kandungan oksigen
menurun darah menggenang menyebabkan kerusakan hipoksia untuk
kulit di atasnya.3
3.

Teori hipoksia / stasis itu disangkal oleh bukti bahwa setelah


dikumpulkan, darah stagnan dengan tekanan oksigen rendah, vena
tungkai pada pasien dengan insufisiensi vena telah dikompensasi
dengan peningkatkan laju aliran dan tekanan peningkatan tekanan
oksigen. Shunting arteriovenosa bisa menyumbang temuan ini, tetapi
tidak ada bukti shunting pada pasien dengan insufisiensi
vena. Kurangnya lengkap bukti untuk mendukung teori hipoksia /
stasis

telah

menyebabkan

banyak

peneliti

menganjurkan

ditinggalkannya teori dermatitis stasis ini.1


C. MANIFESTASI KLINIS
Manifesatsi Klinis pada dermatitis statis adalah: 3,4,5
1.

Pelebaran vena atau varises, hal ini diesebabkan oleh tekanan vena
yang meningkat pada tungkai bawah. 5

2.

Edema pada pergelangan kaki, Hal ini disebabkan kebocoran plasma


ke jaringan ekstrasisial karena meningkatnya permeabilitas kapiler
sebagai komplikasi dari varises kronis. 5

3.

Pigmentasi stasis atau hiperpigmentasi, Purpura hiperpigmentasi


kecoklatan atau berwarna merah kehitaman pada tungkai bagian

bawa yang disebabkan ekstravasasi hemosiderin sel darah merah ke


dalam dermis, hal ini bersifat permanen dan asimtomatis. 5

4.

Prurity patch yang bermula dari medial tungkai bawah dan ankle
yang proggresif. Hal ini dapat berupa inflamasi akut maupun
eksaserbasi akut. Hal ini disebabkan karena pada bagian medial
tungkai bawah merupakan watersher area dari pembuluh vena yang
mempunyai perdarahan yang buruk dibanding pada bagian bawah.
Bagian ini selalu terkena dampak dari hipertensi vena. 5

5.

Stocking erytoderma. Hal ini disebabkan nekrosis dari lemak di


bawah kulit akibat dermatitis statis yang tak tertangani pada stadium
awal sehingga area lesi meluas yang akhirnya melingkar pada
tungkai bawah. Seringkali lesi meluas ke bagian superior sampai
kearah tumit. 5

6.

Ulserasi dan likenifikasi, kondisi seperti dermatitis lainnya dapat


terjadi akibat dari ekskoriasi yang berulang. Erosi pada kulit dapat
terjadi apabila terjadi trauma yang dalam. Likenifikasi umumnya
terjadi karena garukan dengan tungkai maupun dengan tumit
sebelahnya terutama saat pasien duduk. 5

7.

Purpura dan ekimosis, Umumnya terjadi akibat trauma saat lesi


digaruk dan dari edema tungkai. 5

8.

Lipodermatosclerosis, kelainan ini terdiri dari inflamasi pada dermis


dan subkutis akibat fibrosis. Dapat ditemukan pada dermatitis statis
yang lama (kronis) maupun sebagai tanda manifestasi awal. Awal
dari lipodermatosklerosis tungkai seperti kemerahan dan tegang dan
sangat nyeri. Pada stage kronis didapatkan gambaran inverted
champagne bottle, dengan garis parut seperti terikat, dan
hiperpigmentasi, serta edema tanpa sklerotik pada bagian atas dari
tungkai yang terkena.. 5

D. DIAGNOSA

a. Kriteria Diagnosis
Anamnesis:
Keluhan awalnya kemerahan pada kulit dan sedikit bersisik,
setelah beberapa minggu atau bulan warna kulit menjadi cokelat
gelap, selain itu timbul penumpukkan darah dan terjadi bengkak.
Pasien juga merasakan kaki seperti diikat kencang dan terasa nyeri.5
Faktor resiko dermatitis stasis pada pasien meliputi faktor risiko
varises yang meliputi: Usia > 50 tahun, wanita multi para, obesitas,
lebih banyak berdiri, penyakit metabolik dan gangguan jantungpembuluh darah.2
b. Predileksi
Pada tungkai bawah, dimana bagian tungkai bawah adalah tempat
teresering terjadinya kelainan vena.5
c. Pemeriksaan Fisik
Pada status lokalis didapatkan gambaran UKK meliputi:
Adanya varises dengan patch hiperpigmentasi dengan
hemosiderosis disertai likenifikasi tertutup skuama tebal dan krusta
kadang disertai ulcus berbentuk melingkar pada pergelangan kaki
memberikan gambaran stocking erytrodherma sering disertai edema
dan ekomisis pada bagian distal yang memberikan gambaran inverted
champagne bottle serta didapatkannya ulserasi.
d. Pemeriksaan Penunjang
Radiologi/Doppler untuk melihat adanya perubahan (dilatasi) vena
yang dalam, trombosis atau gangguan katup. Pada pemeriksaan
histologis akan ditemukan adanya tanda-tanda inflamasi, agregasi
hemosiderin di dermis atau penebalan arteriol/venula.5

G. PENATALAKSANAAN
PENGOBATAN
Dalam pengobatan dermatitis statis dibeikan pengobatan kausatif
dan simtomatis. Pengobatan kausatif berupa penanganan pada

sumbatan vena dapat melalui terapi sederhana maupun dengan


operasi, sedangkan simtomatis dapat menggunakan terapi obat
sistemik dan topikal

1. Sistemik
a)

Pada kasus ringan dapat diberikan anti histamine, atau dapat


dikombinasikan dengan anti serotonin, anti bradikinin, dan
sebagainya. Hidroksizin hidroklorida 10-50 mg setiap 6 jam
bilamana perlu.7

b)

Obat dermatititis yang utama adalah kortikosteroid. Kortikosteroid


merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh korteks adrenal
yang pembuatan bahan sintetik analognya telah berkembang
dengan pesat. Terutama diberikan pada penyakit kasus akut dan
berat.7

c)

Antibiotik diperlukan apabila terdapat infeksi sekunder.6

2. Topikal
Terdapat beberapa prinsip umum terapi topikal:
a)

Dermatitis akut/ basah (madidans) harus diobati secara basah


(kompres terbuka), bila subakut diberikan losio (bedak kocok),
krim (terutama pada daerah berambut), dan apabila kronik/kering
diberikan zalf.
i)

Kompres, pertama-tama menggunakan kompres dingin


dengan air keran dingin atau larutan burrow untuk lesi-lesi
eksudtif dan basah. Kenakan selama 20 menit tiga kali sehari.
Hindari panas disekitar lesi. 6

ii)

Losio topikal yang mengandung mentol, fenol, atau


premoksin sangat berguna untuk meringankan rasa gatal

sementara, dan tidak mensensitisasi, tidak seperti benzokain


dan difenhidramin. Obat-obatan bebas yang dapat digunakan
antara lain lasio atau obat semprot sarna dan lasio Prax
Cetapil dengan mentol 0,25% dan fenol 0,25%. 7
iii)

Kortikosteroid topikal, berguna bila daerah yang terkena


tidak terlampau luas atau bila kortikosteroid oral merupakan
kontraindikasi. Pada serangan akut dapat mengunakan steroid
sedang sampai kuat (potensi sedang: mometasone 1% 2 kali
sehari)8

b)

Makin berat atau akut penyakitnya, dapat dikombinasi dengan


obat topical jenis lain sesuai simtomnya.7

3.

Rujukan; Pasien dengan penyakit kronik yang tidak memberikan


respons terhadap terapi dan penghindaran semua penyebab yang
dicurigai harus dirujuk ke ahli kulit untuk tes tempel.8

4. Penatalaksanaan pada kondisi khusus pada dermatitis stasis


a) Pengobatan Kausatif terhadap gangguan sirkulasi dengan elevasi
tungkai atau menggunakan pembalut elastis.
Untuk mengatasi edema akibat varises, maka tungkai
dinaikkan (elevasi) sewaktu tidur atau duduk. Bila tidur kaki
diusahakan agar terangkat melebihi permukaan jantung selama 30
menit dilakukan 3-4 kali sehari untuk memperbaiki mikrosirkulasi
dan menghilangkan edema. Dapat pula kaki tempat tidur disangga
balok setinggi 15-20 cm (sedikit lebih tinggi dibanding letak
jantung). Apabila sedang menjalankan aktivitas, memakai kaos kaki
penyangga varises atau pembalut elastis.
b) Apabila lesi eksudatif, eksudat yang ada dapat dikompres terbuka
dengan permanganas kalikus 1/10.000 dan setelah kering diberi
kortikosteroid topikal potensi rendah sampai sedang.

c) Apabila terdapat infeksi sekunder maka dapat ditangani dengan


pemberian antibiotika sistemik
H. KOMPLIKASI
Dermatitis stasis dapat mengalami komplikasi berupa ulkus diatas
maleolus desebut ulkus venosum atau ulkus varikosum, dapat pula
mengalami infeksi sekunder, misalnya selulitis. Dermatitis stasis dapat
diperberat karena mudah teriritasi oleh bahan kontakan.7
I. PROGNOSIS
Dermatitis stasis sering merupakan penyakit dengan kondisi jangka
panjang (kronis). Kita bisa meminimalkan gejala dengan mengendalikan
kondisi dan pembengkakan.9

10

BAB III
KESIMPULAN
Dermatitis stasis adalah dermatitis sekunder yang penyebab
utamanya akibat insufiensi kronik vena dan hipertensi vena yang
sering terjadi di ekstremitas bawah (tungkai). Dermatitis Stasis lebih
banyak terjadi pada wanita usia pertengahan atau lanjut lebih dari 50
tahun , kemungkinan karena efek hormonal serta kecenderungan
terjadinya thrombosis vena dan hipertensi contohnya saat kehamilan.
Dermatitis stasis dapat didiagnosa melalui pengolahan informasi
anamnesis dan pemeriksaan fisik.. Pemeriksaan fisik didapatkan
gambaran khas berupa varises, edema, hiperpigmentasi, ulserasi,
purpura ekimosis, stocking eritroderma, dan gambaran inverted
champagne bottle serta diperkuat dengan pemeriksaan penunjang pada
tungkai bawah dengan USG doppler menjadikan diagnosis dermatitis
stasis dapat ditegakkan. Diagnosis dan tatalaksana yang tepat dapat
mengurangi komplikasi yang terjadi.
Pengobatan tidak hanya di titik beratkan kepada simtom-simtom
yang terjadi, akan tetapi pada penyebab dari dermatitis statis itu
sendiri.

Pengobatan

kortikosteroid,

anti

medika
histamin,

mentosa
dan

dengan

antibiotik

menggunakan
dan

juga

non

medikamentosa dengan metode compress serta modifikasi posisi tidur


untuk mengurangi edema.

11

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Balai
Penerbit FKUI. Indonesia: Jakarta
2. PERDOSKI. 2011. Panduan Pelayanan Medis Dokter Spesialis Kulit
dan Kelamin. Jakarta : Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FKUI.
3. Fitzpatrick, T. B., Jonhson, R. A., Polano, M.K., Suurmond, D., Wolff,
K. 1992. Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology: Common
and Serious Disease Second Edition. United States of America :
Mc.Graw-Hill.
4. Daili, Emmy S. S., Menaldi, Sri L., Wisnu, Made. 2005. Penyakit
Kulit Yang Umum di Indonesia : Sebuah Panduan Bergambar. Jakarta
Pusat : PT Medical Multimedia Indonesia.
5. Rudikoff D, Steven RC, Scheinfeld N, 2014, Atopic Dermatitis and
Eczematous Disorders,United States of America : CRC Press.
6. Lyons F, Ousley Lisa, 2015, Dermatology for the Advanced Practice
Nurse, New York: LLC
7. Craft N, Lindy P, Fox, Lowell A, Goldsmith, et all., 2013, VisualDx:
Essential Adult Dermatology (VisualDx: The Modern Library of
Visual Medicine), Visual Dx
8. Jean L. Joseph L, Ronald P, 2003, Dermatology, United States of
America: Elseviers Health Service Philadelphia.
9. Davey P., 2003, At a Glance Medicine, Jakarta:Gramedia

12

Anda mungkin juga menyukai