Kriopreservasi Putri Kelas 2
Kriopreservasi Putri Kelas 2
KRIOPRESERVASI EMBRIO
Oleh :
TRI PUTRI PURNAMA SARI
1302101010079
KELAS B (02)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi reproduksi merupakan satu kesatuan dari teknik-teknik rekayasa
sistem reproduksi hewan yang dikembangkan melalui suatu proses penelitian dalam
bidang reproduksi hewan secara terus menerus dan berkesinambungan dengan hasil
berupa alat, metoda ataupun alat dan metoda yang dapat diaplikasikan dengan tujuan
tertentu. Terdapat banyak sekali teknologi reproduksi yang bisa diterapkan dalam
pelaksanaan kegiatan usaha peternakan yang ditujukan untuk meningkatkan populasi
dan produksi. Beberapa diantaranya telah dipakai di Indonesia namun sebagian besar
masih merupakan teknologi yang langka yang umumnya dikarenakan biaya
perlakuannya dan peralatannya sangat mahal.
Beberapa jenis ternak yang ada di bumi saat ini dalam keadaan hampir punah
atau
mendekati
kepunahan,
bahkan
sebagian
sudah
punah.
Keberadaan
BAB II
PEMBAHASAN
Prinsipnya adalah pengeluaran sebagian besar air dari sel-sel sebelum terjadinya
pembekuan, sehingga terjadi penurunan volume air dalam sel, perubahan air menjadi
es, dan peningkatan konsentrasi larutan di dalam dan di luar sel. Mekanisme fisika
kriopreservasi meliputi penurunan suhu dalam keadaan tekanan normal disertai
dehidrasi sampai tingkat tertentu dan mencapai suhu jauh dibawah suhu beku (deep
freezing), misalnya suhu 196 oC. Proses ini harus bersifat reversible ke kondisi
fisiologis awal.
2.3 Teknik Kriopreservasi
Teknik kriopreservasi dapat dibedakan atas teknik lama (klasik) dan teknik baru :
A.
diinduksi dengan pembekuan pada suhu di bawah titik beku air hingga -40C. Teknik
lama juga disebut teknik pembekuan lambat atau teknik pembekuan dua tahap.
Teknik pembekuan dua tahap meliputi inkubasi sel pada krioprotektan dengan total
konsentrasi 1-2 M yang menyebabkan dehidrasi moderat dan diikuti oleh pembekuan
lambat, misalnya dengan kecepatan 1C per menit hingga suhu -35C, lalu
pembekuan dalam nitrogen cair dan selanjutnya thawing (pelelehan) (Ika Roostika
dan Ika Mariska, 2003).
B.
Teknik baru
Teknik ini didasarkan pada vitrification, yaitu dehidrasi yang diinduksi pada
suhu di atas titik beku air.Vitrification (vitrifikasi) adalah fase transisi air dari bentuk
cair menjadi bentuk nonkristalin atau amorf, tembus pandang (glassy) karena elevasi
ekstrim dari larutan yang viskos selama pendinginan. Teknik vitrifikasi didasarkan
pada dehidrasi sel pada suhu non-freezing (tidak beku), yaitu dengan merendam
bahan dalam larutan krioprotektan dengan total konsentrasi 5-8 M pada suhu 0-25C
dan diikuti oleh pembekuan dan selanjutnya pelelehan. Macam-macam teknik baru
antara lain (1) vitrifikasi, (2) enkapsulasidehidrasi, (3) enkapsulasi-vitrifikasi, (4)
sel, dan lebih sulit diaplikasikan pada unit sel yang lebih besar seperti tunas apikal
atau embrio. Teknik lama berhasil diterapkan pada sistem kultur yang tidak
terdiferensiasi (suspensi sel dan kalus) dan spesies yang toleran terhadap suhu dingin,
namun tidak berhasil diterapkan pada spesies tropis. Teknik vitrifikasi telah berhasil
diterapkan pada spesies dengan skala yang lebih luas (tropis dan subtropis) dan
sistem kultur yang lebih kompleks (embriosomatik, suspensi sel, dan meristem
apikal) (Ika Roostika dan Ika Mariska, 2003).
2.4 Mekanisme Kriopreservasi
Merupakan perubahan bentuk fisik timbal balik dari fase cair ke fase padat
(fase beku) dan kembali ke fase cair
a. Mekanisme Fisik Kriopreservasi ini meliputi;
sampai
tingkat
tertentu
dan
mencapai
temperatur
deepfreezing
Sedangkan semen babi dapat dibekukan pada kuantitas yang lebih besar dengan
volume 200 l pada tabung 10 15 ml spermatozoa untuk satu kali inseminasi.
Hewan ternak seperti biri-biri, rusa dan hewan ruminansia eksotik lainnya dapat
menggunakan pipet khusus inseminasi laparoskopis yang telah dikembangkan dengan
ukuran straw 0,25 ml dan jumlah sperma lebih rendah dari metode inseminasi secara
trans servikal. Inseminasi dapat dilakukan setelah proses pencairan dalam waktu
beberapa detik dengan menggunakan pipet trans servikal. Cara yang lebih mudah
untuk mencairkan sampel semen dengan mengurangi konsentrasi simultan
krioprotektan yang dapat memberikan keunggulan secara cepat dan jelas setelah
proses pencairan basah dengan menuangkan pelet ke dalam larutan khusus. Pencairan
straw biasanya dilakukan dengan pencelupan dalam bak air hangat dengan suhu
optimum dan kombinasi waktu dapat digunakan dalam penelitan ini dengan pencairan
pada suhu maksimum (60-70C). Teknik pencairan dengan laju penghangatan yang
lebih cepat dan dapat menghasilkan kualitas sperma yang baik (Pursel dan Park.
1985). Penyimpanan volume sel lebih besar dapat menyebabkan membran pecah
(Bailey et al., 1994). Parkinson dan whitfield (1987) menyatakan bahwa periode
pendinginan dan pembekuan dapat mempengaruhi kelangsungan hidup sperma dan
meningkatkan fertilitas spermatozoa. Volume pembekuan yang lebih besar seperti
maxi-straw atau kantung plastik dapat mempengaruhi kebutuhan dan pengembangan
sistem control suhu yang lebih selektif.
2.6 Faktor yang Mempengaruhi Kriopreservasi
Sejumlah faktor yang mempengaruhi keberhasilan kriopreservasi dengan
teknik pembekuan lambat adalah (1) kecepatan pembekuan, (2) jenis dan konsentrasi
krioprotektan, (3) suhu akhir pembekuan, dan (4) tipe dan keadaan fisiologis bahan
yang akan disimpan. Jika pembekuan terlalu lambat maka sel terlalu terdehidrasi
sehingga konsentrasi zat elektrolit dalam sel menjadi tinggi. Jika pembekuan terlalu
cepat maka sel kurang mengalami dehidrasi sehingga terjadi formasi es intraseluler
yang bersifat letal.
Penambahan krioprotektan dapat memelihara keutuhan membran dan
meningkatkan potensial osmotik media sehingga cairan di dalam sel mengalir keluar
dan terjadi dehidrasi. Krioprotekan yang umum digunakan adalah DMSO, gliserol,
PEG, sorbitol, dan manitol. Senyawa dalam krioprotektan dapat dipisah menjadi dua,
yaitu senyawa yang dapat masuk ke dalam sel (permeating agent) seperti DMSO,
gliserol (pada suhu tertentu) dan yang tidak dapat masuk ke dalam sel (non
permeating agent) seperti sukrosa dan gula alkohol (manitol, sorbitol) (Ika Roostika
dan Ika Mariska, 2003).
Selama pembekuan dan pelelehan, sel dapat mengalami kerusakan sebagai
akibat dari (1) eksposur bahan pada suhu rendah, (2) formasi kristal es, (3) sel
terdehidrasi, dan (4) formasi radikal bebas. Eksposur pada suhu rendah dapat
menyebabkan inaktivasi protein yang sensitif terhadap suhu dingin. Sebagian besar
formasi es intraseluler bersifat letal dan pada dasarnya sel dapat mentolelir formasi es
ekstraseluler. Namun demikian, formasi es ekstraseluler juga dapat merusak sel
karena daya mekanis dari kristal es yang tumbuh, gaya adesi kristal es terhadap
membran, interaksi elektris yang disebabkan oleh perbedaan solubilitas ion pada fase
es dan cair, formasi gelembung udara intraseluler, luka khemis yang berhubungan
dengan peroksidase lipid dan perubahan pH pada lokasi tertentu (Ika Roostika dan
Ika Mariska, 2003).
Sel yang terdehidrasi terlalu kuat dapat mengalami plasmolisis yang kuat pula
sehingga berakibat terhadap perubahan pH, interaksi mikromolekuler, dan
peningkatan konsentrasi zat elektrolit. Pada saat pelelehan, kontraksi osmotik dapat
menyebabkan endositotik vesikulasi irreversibel yang mengakibatkan sel lisis karena
bahan membran yang baru tidak mampu memfasilitasi deplasmolisis (Ika Rostika dan
Ika Mariska, 2003).
A (+++)
Sangat baik
B ( ++ ) Baik
banding
D ( - ) Jelek
Kualitas
B ( ++ ) Baik
C ( + ) Cukup
D ( - ) Jelek
E ( mati ) dead
Biasanya
bentuk
irreguler,
zona
rusak
berat,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
kriopreservasi berasal dari kata krio yang berarti beku, dan preservasi yang
berarti penyimpanan pada temperatur rendah. Jadi kriopreservasi adalah
teknik penyimpanan materi genetik dalam keadaan beku pada temperatur
rendah atau suatu teknik penyimpanan sel hewan, tumbuhan dan materi
genetika lainnya (termasuk semen dan oosit) dalam keadaan beku melalui
reduksi aktivitas metabolisme tanpa mempengaruhi organel-organel di dalam
baru.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan kriopreservasi dengan teknik
pembekuan lambat adalah (1) kecepatan pembekuan, (2) jenis dan konsentrasi
krioprotektan, (3) suhu akhir pembekuan, dan (4) tipe dan keadaan fisiologis
Bailey JL, Buhr MM. 1994. Cryopreservation alters the Ca2+ flux of bovine
spermatozoa. Can J Anim Sci 74.
dalam
Penyimpanan
Plasma
Nutfah
Tanaman. Balai
Watson, P.F. 2000. The Causes of reduced fertility with cryopreserved semen.
Anim. Reprod.