SKRIPSI
OLEH
HADIYAH RIWAYATI
NIM 105811479407
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Negeri Malang
untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program Sarjana Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan
Oleh
Hadiyah Riwayati
105811479407
ABSTRAK
Riwayati, Hadiyah. 2009. Pengembangan Kantin Kejujuran Dalam Rangka
Pendidikan Antikorupsi di Sekolah Dasar Negeri Bertaraf Internasional
(SDN BI) Tlogowaru Kecamatan Kedungkandang Kota Malang. Skripsi,
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Program Studi PPkn, Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (I) Drs. H. A Rosyid
Al-Atok, M.Pd., MH. (II) Drs. Ketut Diara Astawa, SH., M.Si.
Kata Kunci: kantin kejujuran, pendidikan antikorupsi
Salah satu strategi pencegahan yang dapat dilakukan untuk memberantas
korupsi di Indonesia yaitu melalui pendidikan antikorupsi. Ide terus digali untuk
mencari strategi terbaik dalam memberantas korupsi melalui pendidikan
antikorupsi tersebut, termasuk cara mengasah kejujuran dan menumbuhkan
mental antikorupsi di kalangan pelajar. Salah satu diantaranya yaitu melalui kantin
kejujuran yang berada di lingkungan sekolah mulai dari tingkat Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas sampai Perguruan Tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pola pengembangan
kantin kejujuran dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota
Malang, (2) mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pengembangan
kantin kejujuran dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota
Malang dan (3) mendeskripsikan manfaat pengembangan kantin kejujuran dalam
rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif kualitatif. Sedangkan sumber data penelitian dibagi menjadi tiga yaitu
informan, catatan lapangan dan dokumen. Penentuan informan penelitian
ditentukan dengan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan tiga teknik yaitu wawancara, observasi dan dokumentasi.
Analisis data dilakukan meliputi tiga unsur yaitu reduksi data, penyajian data dan
penarikan kesimpulan. Untuk menjamin keabsahan data dilakukan dengan teknik
triangulasi sumber yakni dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek
data yang diperoleh melalui wawancara, observasi didukung dengan catatan
lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Kantin kejujuran
merupakan salah satu strategi yang tepat agar siswa belajar dan berlatih
mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi seperti kejujuran, keadilan, tanggung
jawab, kedisiplinan, ketertiban serta kemandirian. Kantin kejujuran dapat
digunakan sebagai wadah bagi pendidikan kader calon pemimpin bangsa yang
berwatak antikorupsi. Pola pengembangan kantin kejujuran di SDN BI Tlogowaru
oleh pihak sekolah dilakukan secara efektif dan efisien mulai dari tahap
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan hingga evaluasi diarahkan pada
kemajuan dan hasil yang optimal; (2) Faktor pendukung pengembangan kantin
kejujuran terdiri dari adanya bantuan modal; Perilaku warga sekolah untuk
berperilaku jujur; Pemberian materi pendidikan antikorupsi pada mata pelajaran
PKn; Siswa menyukai makanan dan dapat menjangkau harga yang ditawarkan;
Kesadaran siswa untuk mematuhi norma yang berlaku; Pemahaman siswa
terhadap mekanisme pembelian dan pembayaran; Siswa mengetahui tentang
KATA PENGANTAR
7. Kepala Sekolah, guru serta staf TU SDN BI Tlogowaru yang telah memberi
izin dan kesempatan untuk bekerjasama selama penelitian.
8. Orang tuaku tercinta Bapak Mudawi dan Ibu Alm. Murniyah, yang tidak
pernah berhenti memberikan dukungan moral dan spiritual yang tidak ternilai
harganya sedari kecil hingga saat ini kepada penulis.
9. Kakakku Mas Zaini, Alm. Mas Zainullah, dan Mbak Yuyun serta Mbak Yanti
dan Mas Fajar, yang memberikan kasih sayang selama ini.
10. Sahabatku Mas Deny, Vita, Ivo, Roro, Sharon, Iteng, Maman yang
mendoakan, memberikan semangat dan bantuannya dalam penyelesaian
skripsi ini.
11. Teman-teman kos Youmie 22 c beserta teman-teman PPKn angkatan 2005
khususnya Off A, kebersamaan kita adalah kenangan terindah yang tidak
pernah terlupakan.
12. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang turut
membantu dalam terselesaikannya skripsi ini.
Mengingat
keterbatasan
pengetahuan
kemampuan
penulis
dalam
penyusunan skripsi ini, maka penulis menyadari hasilnya belum dapat dikatakan
sempurna. Oleh karena itu penulis sangat menghargai dengan sepenuh hati dan
mengucapkan terima kasih apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun
guna penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan
Malang, 21 Desember 2009
Penulis
BAB
PENDAHULUAN
Indonesia
akhir-akhir
ini
tengah
menghadapi
berbagai
permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multidimensional serta problem lain
yang menyangkut tatanan nilai yang sangat menuntut adanya upaya pemecahan
secara mendesak. Problematika yang menyangkut tatanan nilai dalam masyarakat
salah satunya adalah problematika korupsi yang tidak kunjung usai. Problematika
korupsi menyangkut hal-hal yang berdimensi antarnegara karena modus operandi
dan dampak korupsi di era global bersifat multidimensi.
Lord Acton dalam salah satu karyanya mengemukakan Power tends to
corrupt, and absolute power tends to corrupt absolutely, artinya kekuasaan
cenderung untuk berbuat korupsi. Tesis Acton tersebut selaras dengan apa yang
dikemukakan oleh Montesquieu dalam Le Esprit Des Lois (The Spirit of Law),
bahwa orang yang berkuasa ada tiga kecenderungan. Pertama, kecenderungan
untuk mempertahankan kekuasaan. Kedua, kecenderungan untuk memperbesar
kekuasaan. Ketiga, kecenderungan untuk memanfaatkan kekusaan (Taufik,
2008:1).
Berdasarkan atas hasil rilis Transparancy International (TI) menunjukkan
dari tahun 1995-2005 posisi Indonesia berada pada kisaran 5 besar negara
terkorup di dunia (TI, 2006). Sementara itu menurut survei yang dilakukan oleh
Pasific Economic and Risk Consultancy (PERC) menunjukkan bahwa pada tahun
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pola pengembangan kantin kejujuran dalam rangka pendidikan
antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang?
2. Apa faktor pendukung dan penghambat pengembangan kantin kejujuran
dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang?
3. Apa manfaat dari diterapkannya pengembangan kantin kejujuran dalam
rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan pola pengembangan kantin kejujuran dalam rangka
pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang.
2. Mendeskripsikan faktor pendukung dan penghambat pengembangan kantin
kejujuran rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang.
3. Mendeskripsikan manfaat dari diterapkannya pengembangan kantin kejujuran
dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang.
D. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian tentang pengembangan kantin kejujuran dalam
rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru, diharapkan dapat
memberikan manfaat kepada berbagai pihak diantaranya:
1. Bagi Peneliti
a. Dengan adanya penelitian ini, dapat menambah wawasan beserta
pengalaman di lapangan terkait dengan pengembangan kantin kejujuran
tersebut.
b. Melatih kemampuan dalam memahami dan menganalisis persoalan secara
kritis dan sistematis.
2. Bagi Jurusan PPKn
a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian wawasan keilmuan serta
sumbangan pemikiran yang berupa pengetahuan dan informasi tentang
masalah yang diteliti khususnya mengenai pengembangan kantin kejujuran
dalam rangka pendidikan antikorupsi yang mengambil obyek penelitian di
SDN BI Tlogowaru Kota Malang.
b. Sebagai bahan untuk menambah dan melengkapi referensi untuk
perbendaharaan kajian ilmiah serta pengembangan ilmu pengetahuan yang
dapat dimanfaatkan sebagai penunjang bagi mahasiswa dalam rangka
memperdalam pengetahuan dan pengalaman belajar di Perguruan Tinggi.
3. Bagi Universitas Negeri Malang
Laporan hasil penelitian diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan
kepustakaan.
4. Bagi Sekolah
a. Melalui pengembangan kantin kejujuran tersebut dapat mengarahkan
peserta didik untuk mengaktualisasikan nilai-nilai kejujuran di lingkungan
sekolah. Kantin kejujuran perlu diterapkan di sekolah sebagai upaya
preventif bagi peserta didik untuk menjauhi praktik korupsi.
BAB
KAJIAN PUSTAKA
pada
akhirnya
dibebankan
kepada
konsumen
atau
rakyat;
melahirkan
berbagai
kejahatan
lain
seperti
pemalsuan,
dan pejabat diangkat atau dinaikkan jabatannya bukan karena prestasi tetapi
karena adanya uang suap untuk menaiki jabatan tertentu yang diinginkan.
Korupsi juga akan memberikan dampak terhadap pembangunan ekonomi
dengan membuat distorsi (kekacauan) dan ketidakefisienan yang tinggi. Korupsi
juga dapat mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan
hidup dan infrastruktur dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran
pemerintah (Samidi & Vidyaningtyas, 2008:89).
3. Instrumen Hukum Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Mengingat dampak korupsi yang telah ditimbulkan tersebut, tidak ada
pilihan lain kecuali memberantasnya. Langkah awal yang dapat dilakukan yaitu
dengan membuat aturan-aturan hukum untuk memberantas korupsi. Sebagai
bentuk kepedulian pemerintah terhadap korupsi yang terjadi di Indonesia,
pemerintah mengambil beberapa kebijakan baik melalui peraturan perundangundangan yang mengatur tentang pemberantasan korupsi disertai pula dengan
lembaga khusus yang dibentuk untuk menangani kasus-kasus korupsi yang terjadi
di Indonesia.
Berikut ini gambaran umum mengenai berbagai kebijakan pemerintah
dalam pemberantasan korupsi di Indonesia mulai dari pemerintahan Soekarno
sampai pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono adalah sebagai berikut:
Tahun
2003
Korupsi
(KPK).
KPK
dalam
melaksanakan
tugas
dan
wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun.
KPK adalah sebuah komisi yang dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Komisi ini dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil
guna terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi.
Sedangkan contoh lembaga yang dibentuk oleh masyarakat antara lain
Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Gerakan antikorupsi (Gerak). Partisipasi
kedua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ini antara lain dengan cara
memberikan pengawasan serta informasi dan pengaduan terhadap dugaan adanya
tindak korupsi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun lembaga negara lain.
Di samping itu, kedua LSM tersebut juga ikut memberdayakan masyarakat agar
masyarakat memiliki keberanian dan kepedulian terhadap pencegahan dan
pemberantasan korupsi di Indonesia (Dwiyono, 2007:93).
4. Upaya Pemberantasan Korupsi
Pemberantasan korupsi melalui berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan
baik melalui peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang
korupsi disertai dengan lembaga-lembaga yang berperan untuk memberantas
korupsi ternyata masih belum efektif untuk menghentikan praktik korupsi yang
terjadi selama ini. Kelemahan aturan sering digunakan para koruptor untuk lolos
dari jerat hukum. Sehingga perlu disusun dan diperbaiki terus-menerus berbagai
peraturan serta cara kerja pemerintah agar menjadi lebih efisien, penciptaan
lingkungan kerja bebas korupsi, pemisahan secara tegas harta milik negara dan
milik pribadi, penggunaan fasilitas milik negara untuk kepentingan umum dan
penggunaannya untuk kepentingan pribadi, etika profesi dan tata tertib lembaga.
Pemberantasan korupsi selain melalui tindakan yang bersifat represif
(menekan) yaitu melalui aturan hukum yang telah ada, dapat pula melalui
tindakan yang bersifat preventif (mencegah). Pencegahan bisa dilakukan dengan
perbaikan sistem hukum, kelembagaan, dan budaya masyarakat. Selain perbaikan
sistem hukum dan kelembagaan, perlu pula dilakukan perbaikan manusianya atau
budaya masyarakat (Saptono, 2007:108-109). Sehubungan dengan hal tersebut,
Dwiyono (2007:89) menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam
memberantas korupsi yaitu:
mengagendakan
kebijakan
untuk
program
pengentasan
singkat akan segera bersentuhan dengan aspek pelayanan publik yang rentan
terjadi korupsi. Sehingga apabila mereka mengetahui dan memahami lingkup,
modus, dampak dari korupsi diharapkan mereka dapat mengajak dan mewarnai
lingkungan sekitarnya untuk berani dan bangkit melawan korupsi.
Saatnya dunia pendidikan mendorong upaya pemberantasan dan
pencegahan praktik korupsi dengan serius. Institusi pendidikan diyakini sebagai
tempat terbaik untuk menyebarkan dan menanamkan nilai-nilai antikorupsi.
Peserta didik yang akan menjadi tulang punggung bangsa di masa mendatang
sejak dini harus diajarkan untuk menjauhi praktik korupsi dan dapat turut aktif
memeranginya. Dengan cara melakukan pembinaan pada aspek mental, spiritual
dan moral (Prayitno, 2007:1).
B. Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu-individu
secara terus-menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita masyarakat. Suatu
proses
dimana
suatu
bangsa
mempersiapkan
generasi
mudanya
untuk
menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan hidup secara efektif dan
efisien (Sanaky, 2009:1). Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa pendidikan
umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan batin),
pikiran
(intellect)
dan
jasmani
anak-anak,
selaras
dengan
alam
dan
pemindahan
keterampilan-keterampilan
teknis
yang
perlu
untuk
ide-ide dan materi baru. Kedua, ranah afektif yang menekankan aspek emosi,
sikap, apresiasi, nilai atau tingkat kemampuan menerima atau menolak sesuatu.
Ketiga, ranah psikomotorik yang menekankan pada tujuan untuk melatih
keterampilan seperti menulis dan teknik mengajar. Dari ketiga ranah pendidikan
tersebut harus selaras dan saling melengkapi (Muslihati, 2005:12) .
Keterlibatan pendidikan dalam upaya pencegahan korupsi memiliki
kedudukan strategis antisipatif. Korupsi terhadap sebagian negara telah dianggap
sebagai kejahatan transnasional. Sehingga memunculkan banyak ide terhadap cara
pencegahan korupsi tersebut. Salah satu ide yang dicanangkan adalah melalui
pendidikan. Beberapa negara yang memiliki tingkat korupsi yang tinggi telah
menjalankan pendidikan antikorupsi melalui berbagai upaya. Tidak terkecuali
Indonesia, sebagian daerah telah melakukan upaya sosialisasi pendidikan
antikorupsi. Hal tersebut didasari pada kepekaan terhadap problematika bangsa
yang harus dicegah mata rantainya mulai dari generasi bangsa pada sektor
pendidikan.
Pendidikan antikorupsi secara umum dikatakan sebagai pendidikan
koreksi budaya yang bertujuan untuk mengenalkan cara berfikir dan nilai-nilai
baru kepada peserta didik (Dharma, 2004:1). Kejujuran merupakan prinsip dasar
dalam pendidikan antikorupsi. Pendidikan antikorupsi yang dilaksanakan di
sekolah, menjadi tugas dan tanggung jawab para pendidik. Menurut Sanaky
(2009:2) untuk mewujudkan pendidikan antikorupsi, pendidikan di sekolah harus
diorientasikan pada tataran moral action, agar peserta didik tidak hanya berhenti
pada kompetensi (competence) saja, tetapi sampai memiliki kemauan (will), dan
kebiasaan (habit) dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari.
hakikat
korupsi
(ontologis),
pemahaman
praktik
korupsi
budi
pekerti,
(Sulistyawan, 2008:28).
pikiran,
tindakan
untuk
menentang
korupsi
jalur pendidikan tidak dapat diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk
membudayakan antikorupsi di Indonesia.
Salah satu faktor keberhasilan dalam pendidikan antikorupsi di sekolah
yaitu adanya daya dukung seluruh komponen sekolah. Daya dukung tersebut
adalah adanya budaya sekolah yaitu berupa keteladanan guru dan kepala sekolah
merupakan faktor penting dalam pelaksanaan pendidikan antikorupsi tersebut.
Kemudian disusul oleh konsistensi dalam penerapan aturan sekolah, kejujuran
siswa, dan keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan.
Muhammadun (2006:3) menyebutkan tiga hal yang perlu diperhatikan
dalam membangun pendidikan antikorupsi antara lain sebagai berikut:
1) Menempatkan pendidikan sebagai sarana untuk membentuk karakter.
2) Setelah tercipta karakter, maka perlu membangun kurikulum yang tidak hanya
menjelaskan makna tekstual teori ilmu pengetahuan, namun juga mampu
mengkontekstualisasikan dengan fenomena ketimpangan sosial yang terjadi di
masyarakat.
3) Melakukan real action (aksi nyata) dalam pemberantasan korupsi, sehingga
pendidikan antikorupsi bukan sekadar wacana, namun sebuah gerakan yang
memang sangat diperhitungkan untuk kelangsungan masa depan bangsa.
Pada dasarnya manusia menciptakan budaya dan lingkungan sosial mereka
sebagai adaptasi terhadap lingkungan fisik dan biologisnya. Kebiasaan dan tradisi
tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Generasi berikutnya terkondisikan
menerima kebenaran tentang nilai, pantangan, kehidupan, dan standar perilaku.
Dalam konteks pendidikan antikorupsi dibutuhkan pencarian dan pengembangan
C. Kantin Kejujuran
Memberantas korupsi haruslah dimulai dari penanaman sikap antikorupsi
dalam masyarakat dan harus ditanamkan sejak dini. Salah satunya dengan
menggalakkan pendirian kantin kejujuran yang dimulai dari tingkat sekolah.
Suatu upaya yang sangat baik dalam melatih kejujuran para individu agar terbiasa
berbuat jujur. Dilihat dari penamaan kantin tersebut tentunya pendirian kantin
tersebut bertujuan untuk menanamkan kepada peserta didik tentang arti penting
sebuah kejujuran.
Kantin kejujuran merupakan salah satu model atau strategi praktik
pendidikan antikorupsi bagi peserta didik di lingkungan sekolah. Nantinya peserta
didik akan dihadapkan pada dua pilihan yaitu ingin menerapkan kejujuran hati
nuraninya atau tidak. Mentalitas siswa masih menjadi salah satu tantangan yang
harus dihadapi dalam mengembangkan kantin kejujuran di sekolah. Eko S.
Tjiptadi,
selaku
Direktur
dengan mencela dan menghukum perbuatan tidak jujur serta mengajar melalui
peneladanan oleh orang tua atau guru.
2) Usia 7 sampai 10 tahun
Anak usia ini mulai memahami dan mengunakan konsep. Maka konsep
kejujuran mulai dapat diajarkan, demikian juga konsep tentang ketidakjujuran dan akibatnya. Hati nurani anak mulai terbentuk dan anak mulai
mengetahui tentang baik buruknya sebuah perbuatan. Cara berpikirnya masih
sangat terbatas terhadap perbuatan yang nyata (konkret) dan anak belum
sanggup melihat dari sudut pandang orang lain.
Mengajari anak tentang kejujuran dalam fase ini selain dengan
peneladanan dan penguatan positif dan negatif, juga melalui cerita dan kasus
nyata yang dapat dibayangkan anak. Lalu ditanyakan apa akibatnya dari
perbuatan tidak jujur orang tersebut. Pada usia ini motivasi untuk melakukan
hal yang baik sudah harus berpindah dari menyenangkan orang tua, kepada
alasan bahwa melakukan perbuatan baik membawa rasa senang dan damai
pada diri sendiri, karena sesuai dengan hati nuraninya.
3) Usia 11 sampai 13 tahun.
Pada usia ini, anak sudah mulai dapat berpikir kearah abstrak dan
sanggup melihat dari sudut pandang orang lain. Ia sudah dapat membedakan
motivasi yang ada dibelakang sebuah perbuatan dan dapat mempertimbangkan
perbuatan dari segi motivasi atau niat itu.
4) Usia 13 sampai dewasa.
Remaja dan pemuda telah sanggup berpikir abstrak dan membuat
hipotesa. Mereka mempunyai standar tentang yang baik atau buruk perbuatan
dari diri mereka sendiri. Pada usia ini tingkah laku moral yang sesungguhnya
baru timbul. Masa ini perlu digunakan baik-baik untuk menanamkan
kesanggupan berpikir mandiri dan bertanggung jawab dalam membuat
penalaran moral. Para remaja sanggup menginterpretasi penilaian moral dan
menjadikannya sebagai nilai pribadi. Dari penelitian diketahui bahwa
perkembangan
mempribadikan
konsep
(internalisasi)
terjadi
melalui
identifikasi dengan tokoh yang dianggap sebagai contoh atau model (hero
worship).
Pada usia anak-anak, keluarga dan lembaga pendidikan mempunyai andil
yang besar untuk memberi pesan moral. Keberhasilan peserta didik tidak hanya
diukur dari tinggi rendahnya nilai, akan tetapi juga kejujuran, akhlak atau budi
pekerti yang dimiliki. Menurut Syaharudin (2009:4) upaya pemberantasan korupsi
dalam jangka panjang akan menuai keberhasilan apabila dilakukan dengan
kombinasi antara represif, preventif dan edukatif secara integral. Pendirian kantin
kejujuran di sekolah merupakan sarana untuk membentuk sikap mental yang
positif, dan kepribadian yang jujur di kalangan pelajar, sekaligus sebagai media
yang cukup efektif dalam menumbuhkembangkan rasa tanggung jawab pada diri
peserta didik sebagai kader pemimpin bangsa dimasa yang akan datang.
Dalam implementasi kantin kejujuran tersebut, para pelajar diberikan
kesempatan untuk menentukan sikap, akan berbuat jujur atau melakukan
kecurangan. Harus disadari bahwa moral generasi muda merupakan aset utama
sebuah bangsa. Oleh karenanya, mempersiapkan sikap hidup dan perilaku jujur
dengan moral yang baik dan mental yang bersih, akan menjadi cara yang efektif
dalam menanggulangi dan mencegah timbulnya koruptor di masa mendatang.
BAB
METODOLOGI PENELITIAN
B. Kehadiran Peneliti
Sesuai dengan pendekatan dan jenis penelitian di mana peneliti bertindak
sebagai observer, pengumpul data, penganalisis data dan sekaligus pembuat
laporan hasil penelitian maka kehadiran peneliti adalah sebagai pengamat
partisipan yaitu peneliti mengamati dan ikut terlibat dalam penelitian ini.
Kehadiran peneliti dalam penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke
lapangan dengan mengadakan observasi dan wawancara. Peneliti menyesuaikan
diri dengan orang-orang di lingkungan penelitian dan menciptakan hubungan baik
dengan orang-orang di lokasi penelitian. Dengan menciptakan suasana akrab
terhadap diri informan sehingga dapat memperlancar jalannya penelitian.
Selain kehadiran peneliti, kehadiran peserta didik (siswa) sebagai subyek
penelitian juga sangat diperlukan. Tanpa adanya peserta didik atau subyek yang
diteliti, maka penelitian ini tidak akan bisa berjalan karena peserta didiklah yang
menjadi sasaran utama pengembangan kantin kejujuran dalam rangka pendidikan
antikorupsi di SDN BI Tlogowaru tersebut. Selama berada dilokasi penelitian,
peneliti melakukan pengamatan terhadap subyek terliti (siswa) secara langsung.
Secara langsung pengamatan tersebut dilakukan terhadap rekaman aktivitas siswa
pada saat mengunjungi kantin kejujuran tersebut pada jam istirahat. Peneliti juga
mendapat informasi dari kepala sekolah, pelaksana kantin kejujuran dan guru wali
kelas III dan IV terkait dengan pengembangan kantin kejujuran dalam rangka
pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang tersebut yang sudah
terlaksana selama ini.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDN BI Tlogowaru, yang berlokasi di Komplek
Pendidikan Internasional Tlogowaru, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.
Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di SDN BI Tlogowaru, karena
sekolah ini memiliki karakteristik keunggulan yaitu adanya pengembangan kantin
kejujuran di lingkungan sekolah tersebut. Meskipun letak sekolah ini yang relatif
jauh dari wilayah perkotaan, namun fasilitas infrastruktur, sarana dan prasarana
sangat lengkap, canggih dan modern. Salah satu sarana yang berada di SDN BI
Tlogowaru yaitu adanya kantin kejujuran yang bersih, luas dan sehat. Oleh karena
itu, terkait dengan judul penelitian yang telah dikemukakan di atas memungkinkan
peneliti untuk mengadakan penelitian di SDN BI Tlogowaru.
mendapatkan
informasi
atau
data
yang
lengkap
tentang
pelaksana kantin kejujuran, guru wali kelas III dan IV serta siswa yang
menjadi subjek penelitian yaitu siswa kelas III dan IV.
2. Observasi
Menurut Winarno Surakhmat, observasi adalah teknik pengumpulan
data dimana peneliti mengadakan pengamatan terhadap gejala yang diteliti
dengan seksama serta mengamati langsung terhadap obyek dan sasaran
penelitian (dalam Sugiyono, 2006:162). Observasi dalam penelitian ini,
dilakukan untuk mengetahui gambaran umum lokasi atau area kantin
kejujuran, mengetahui sistem manajemen dalam kantin kejujuran baik cara
pembelian dan pembayaran, mengetahui sistem pengawasannya dan perilaku
siswa terkait dengan pengembangan kantin kejujuran dalam rangka
pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru.
3. Dokumentasi
Menurut Arikunto (2006:206) dokumentasi adalah mencari data
mengenai sesuatu hal atau variabel yang berasal dari pihak lain. Dalam
penelitian ini akan mempergunakan media elektronik berupa kamera untuk
merekam proses pada saat kegiatan penelitian berlangsung. Dokumentasi
berupa foto merupakan bukti autentik bahwa penelitian ini telah dilaksanakan.
Selain foto, nantinya peneliti akan melengkapi data-data berupa
dokumen tertulis mengenai sistem pembukuan yang terdapat dalam kantin
kejujuran yang dimanfaatkan untuk menafsirkan bahkan meramalkan data
yang diperoleh.
F. Analisis Data
Menurut Patton analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan umum dasar (dalam
Moleong, 2000:103). Sesuai dengan tujuan penelitian dan jenis data yang
dikumpulkan yaitu jenis data kualitatif dan deskriptif, maka teknik yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengolahan data non statistik atau
teknik
analisa
deskriptif
kualitatif
yang
artinya
menggambarkan
atau
Penyajian Data
Reduksi Data
Kesimpulan
Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif Miles & Huberman
Sumber: Model Analisis Interaktif (Miles&Huberman, 1992:20)
makna yang muncul dari data. Verifikasi tersebut merupakan validitas dari
data yang disimpulkan.
G. Pengecekan Keabsahan Temuan
Dalam penelitian ini, upaya untuk menjamin keabsahan datanya digunakan
teknik triangulasi. Menurut Moleong (2008:324) triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data
itu untuk keperluan pengecekan data atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Adapun teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi dengan sumber,
yakni dilakukan dengan cara membandingkan dan mengecek data yang diperoleh
melalui wawancara, observasi didukung dengan catatan lapangan.
Triangulasi sumber dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengecek
data yang diperoleh melalui beberapa sumber baik dari kepala sekolah, pengelola,
guru dan siswa didukung oleh hasil pengamatan selama berada di lapangan. Data
yang diperoleh dari beberapa sumber tersebut dideskripsikan serta dikategorikan
untuk mendapatkan kesimpulan. Pengecekan data yang berasal dari pemberi data
(informan) bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh sesuai
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang ditemukan
disepakati oleh pemberi data (informan), berarti data tersebut valid sehingga
semakin kredibel.
H. Tahap-tahap Penelitian
Langkah-langkah yang ditempuh dalam pelaksanaan penelitian ini, diawali
dengan tahap pra lapangan sampai pada penulisan laporan sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
a. Merumuskan masalah
Suatu penelitian selalu bertindak pada masalah, tanpa masalah
penelitian tidak dapat dilaksanakan. Mengenai perumusan masalah dalam
penelitian, Moleong (2008:92) menjelaskan bahwa masalah itu, sewaktu
akan mulai memikirkan suatu penelitian, sudah harus dirumuskan secara
jelas, sederhana dan tuntas. Dalam penelitian ini masalah atau fokus
penelitiannya adalah pengembangan kantin kejujuran dalam rangka
pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru, dengan perumusan sebagai
berikut:
1) Bagaimana pola pengembangan kantin kejujuran dalam rangka
pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang?
2) Apa faktor pendukung dan penghambat pengembangan kantin
kejujuran dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru
Kota Malang?
3) Apa manfaat dari diterapkannya pengembangan kantin kejujuran
dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota
Malang?
b. Penyusunan desain penelitian
Kegiatan dalam tahap ini meliputi identifikasi masalah, studi
kepustakaan, dan pemilihan metode penelitian. Kegiatan penyusunan
desain penelitian ini dilakukan untuk mengurus izin penelitian, serta
panduan bagi pelaksanaan penelitian.
c. Perizinan
Sehubungan penelitian yang dilaksanakan diluar kampus dan
merupakan sebuah institusi formal yang berada dibawah naungan Dinas
Pendidikan Nasional, maka penelitian ini memerlukan izin dengan
prosedur sebagai berikut:
1) Permintaan surat pengantar untuk melakukan penelitian ke Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang yang diajukan ke Kepala
Dinas Pendidikan Nasional Kota Malang.
2) Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang memberikan surat pengantar
izin untuk melakukan penelitian yang diajukan kepada Kepala Sekolah
SDN BI Tlogowaru Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.
d. Penyusunan Instrumen Penelitian
Kegiatan dalam penyusunan instrumen penelitian meliputi
penyusunan daftar pertanyaan untuk melakukan wawancara serta
pembuatan format lembar observasi dan dokumentasi.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik:
1) Melakukan wawancara dengan kepala sekolah, pengelola atau
pelaksana kantin kejujuran, guru wali kelas III dan IV serta siswa kelas
III dan IV terkait dengan judul penelitian yaitu pengembangan kantin
kujujuran dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru
2) Mengamati aktivitas siswa, pada saat melakukan pembelian makanan
ataupun minuman dan pada saat melakukan transaksi pembayaran di
BAB
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan temuan penelitian dan analisis temuan penelitian dalam
pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Untuk jenjang pendidikan sekolah dasar dengan mempertimbangkan tingkat
kematangan berfikir siswa dan padatnya jam pelajaran, praktik kantin
kejujuran ini merupakan salah satu strategi yang tepat agar siswa dapat belajar
dan berlatih mengimplementasikan nilai-nilai antikorupsi seperti kejujuran,
keadilan, tanggung jawab, kedisiplinan, ketertiban serta kemandirian dalam
kehidupan sehari-hari terutama di dalam lingkungan sekolah. Pengembanagan
kantin kejujuran dapat digunakan sebagai salah satu wadah bagi pendidikan
kader calon pemimpin bangsa yang berwatak antikorupsi di masa yang akan
datang. Pola pengembangan kantin kejujuran dalam rangka pendidikan
antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang oleh pihak sekolah dilakukan
secara efektif dan efisien mulai dari tahap perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan hingga evaluasi selalu diarahkan pada kemajuan dan hasil yang
optimal.
2. Faktor pendukung pengembangan kantin kejujuran terdiri dari adanya bantuan
modal; Perilaku warga sekolah untuk jujur setiap melakukan transaksi
pembelian dan pembayaran; Pemberian materi pendidikan antikorupsi di
dalam kelas yang termuat pada mata pelajaran PKn; Siswa menyukai makanan
dan dapat menjangkau harga yang ditawarkan; Kesadaran siswa untuk
mematuhi norma-norma yang berlaku di kantin kejujuran; Pemahaman siswa
terhadap mekanisme pembelian dan pembayaran di kantin kejujuran; Siswa
mengetahui bahwa korupsi merupakan perbuatan yang tidak baik karena dapat
merugikan diri sendiri dan orang lain. Sedangkan faktor penghambat
pengembangan kantin kejujuran yaitu semua siswa belum tentu bisa untuk
berbuat jujur, disiplin, mandiri, tertib dan bertanggung jawab; Guru
mengalami kesulitan dalam melepas anak kelas satu karena sebagian dari
mereka ada yang masih belum mengerti nominal uang.
3. Manfaat yang diperoleh dari diterapkannya pengembangan kantin kejujuran
dalam rangka pendidikan antikorupsi di SDN BI Tlogowaru Kota Malang
sebagai berikut: Bagi sekolah terbentuknya perilaku dan lingkungan yang jujur
di sekolah serta sebagai sarana mengaplikasikan nilai-nilai kejujuran yang
telah diajarkan di dalam kelas; Bagi siswa dapat melatih sikap jujur,
bertanggung jawab, mandiri dan dapat melatih siswa untuk taat dan patuh
terhadap norma, tata tertib dan ketentuan yang berlaku di sekolah maupun di
masyarakat; Bagi orang tua dapat memberikan motivasi dan pembinaan
terhadap anak-anaknya agar selalu berperilaku jujur di sekolah, di rumah,
maupun di lingkungan masyarakat; Dan bagi masyarakat dapat mendidik
generasi muda berperilaku jujur dan berakhlak mulia.
B. Saran
Sebagai akhir karya tulis ilmiah ini, maka peneliti mengajukan beberapa
saran yang ditujukan kepada:
1. Sekolah
Agar program kantin kejujuran di SDN BI Tlogowaru menjadi lebih
sempurna dan dapat dijadikan wahana pendidikan moral yang efektif,
hendaknya
sekolah
yang
bersangkutan
juga
menerapkan
kurikulum
DAFTAR RUJUKAN
Abdi Guru, Tim. 2006. Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMP Kelas VIII.
Jakarta: Erlangga.
Anonimous. 01 Januari, 2009. Kantin Kejujuran Sempat Ditutup. Radar Tarakan
(Online), (http://www.radartarakan.com/, diakses tanggal 05 Mei 2009).
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Bungin, B. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.
Dharma, Budi. 25 Oktober 2004. Korupsi dan Budaya. Kompas. (Online),
(www.kompas.com., diakses tanggal 20 Oktober 2008).
Dharma, Satria. 01 Januari 2009. Kantin Kejujuran Versus Prinsip 3-2-1 (Online),
(http//satriadharma.com/, diakses tanggal 20 April 2009).
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka.
Dwiyono, Agus. 2007. Kewarganegaraan SMP Kelas VIII. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Harmanto. 2008. Mencari Model Pendidikan Antikorupsi Bagi Siswa SMP Dan
MTs. Makalah disajikan dalam seminar Simposium Nasional Pendidikan
Tahun 2008. Surabaya.
Hassan, Fuad. 2004. Pendidikan Adalah Pembudayaan; dalam Pendidikan
Manusia Indonesia. Jakarta: Kompas
Kuswandoro, Wawan. 11 Juni 2008. Pendidikan Aktual (Online),
(www.wawankuswandoro.blogspot.com, diakses tanggal 20 Oktober
2008).
Megawangi, Ratna. 16 November 2007. Pendidikan Kharakter 3 M (Moral
Knowing,
Moral
Feeling,
dan
Moral
Action)
(Online),
(http//keyanagu.blogspot.com, diakses tanggal 22 Oktober 2008).
Miles,B & Huberman,A. Tanpa Tahun. Analisis Data Kualitatif, Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Terjemahan oleh Cecep Rohadi. 1992.
Jakarta. UI Press.
Mochtar, Akil. Memberantas Korupsi Efektifitas Sistem Pembalikan Beban
Pembuktian dalam Gratifikasi. Jakarta: Q-Communication.
Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Muhammadun. 08 April 2008. Kantin Kejujuran dan Pendidikan Antikorupsi
( Online), (http.diknas-padang.org, diakses tanggal 5 Maret 2009)
RIWAYAT HIDUP
Pendidikan
di
kampung
dasar
dan
menengah
halamannya
di
telah
Sumenep.