Anda di halaman 1dari 5

TEORI KEAGENAN

Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik
bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori ini merupakan salah satu teori yang
muncul

dalam

perkembangan

riset

akuntansi

yang

merupakan

modifikasi

dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku


manusia dalam model ekonomi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja
antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima
wewenang (agensi) yaitu manajer. Agency theory mendasarkan hubungan kontrak
antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan
antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan (Conflict of Interest).
Agency theory ini berusaha untuk menyelesaikan dua problem yang berkaitan
dengan agency problem, yaitu:
1. Masalah pengawasan (monitoring) yang timbul karena principal tidak dapat
membuktikan apakah agen telah berprilaku secara tepat
2. Masalah pembagian risiko (risk sharing) khususnya dalam kasus pengendalian
outcome yang timbul ketika principal dan agen bersikap berbeda mengenai risiko.

Agency theory mengasumsikan bahwa semua individu bertindak atas kepentingan


mereka sendiri. Pemegang saham sebagai principal diasumsikan hanya tertarik kepada hasil
keuangan yang bertambah atau investasi mereka di dalam perusahaan. Sedang para agen
disumsikan menerima kepuasan berupa kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang
menyertai dalam hubungan tersebut. Pada pihak agensi memiliki informasi keuangan
daripada pihak principal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak principal boleh jadi

memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri (self-interest) karena memiliki


keunggulan kekuasaan (discretionary power).
Terdapat dua tipe hubungan antara agen dan principal, yaitu:
1) Pertama, hubungan antara pemilik perusahaan atau shareholder (the principal)
dengan top management (the agen)
2) Kedua, hubungan antara top management yang bertindak sebagai principal dengan
manager unit sebagai agens.
Teori keagenan (agency theory) berkaitan dengan hubungan prinsipal dan agen
dengan adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan. Pertentangan dan
tarik menarik kepentingan antara principal dan agen dapat menimbulkan permasalahan
yang dalam Agency Theory dikenal sebagai Asymmetry Information / Asimetri Informasi.
Asimetri informasi akan terjadi apabila ada dua belah pihak yang memiliki informasi
berbeda karena salah satu pihak memiliki informasi yang lebih jelas dan terperinci
dibandingkan pihak yang lainnya. Sehingga, asimetri informasi bisa dijelaskan sebagai
situasi yang terbentuk karena prinsipal (pemegang saham) tidak memiliki informasi yang
cukup mengenai kinerja agen (manajer) sehingga pemegang saham mengalami keadaan
tidak dapat menentukan kontribusi usaha-usaha manajer yang sesungguhnya terhadap hasilhasil perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan pemegang saham.
Terdapat dua jenis asimetri informasi, yaitu:
1) Adverse Selection
Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih
pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai
informasi lebih atas yang lain (Scott, 2000). Ketimpangan pengetahuan informasi
perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena
investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan
investasinya.
2) Moral Hazard
Moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri dimana satu orang atau lebih pelakupelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati kegiatankegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain (Scott, 2000). Masalah
2

moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak di luar perusahaan (investor)


mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat
sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.
Asimetri Informasi (Asymmetry Information) merupakan informasi yang tidak
seimbang yang disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara
principal dan agen. Karena perbedaan kepentingan ini masing-masing pihak berusaha
memperbesar keuntungan bagi diri sendiri. Principal menginginkan pengembalian yang
sebesarnya dan secepatnya atas investasi yang salah satunya dicerminkan dengan kenaikan
porsi deviden dari tiap saham yang dimiliki. Agen menginginkan kepentingannya
diakomodir dengan pemberian kompensasi/ bonus/insentif/remunerasi yang memadai dan
sebesarnya atas kinerjanya. Principal menilai prestasi Agen berdasarkan kemampuannya
memperbesar laba untuk dialokasikan pada pembagian deviden. Makin tinggi laba, harga
saham dan makin besar deviden, maka Agen dianggap berhasil/berkinerja baik sehingga
layak mendapat insentif yang tinggi.
Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Principal agar mendapatkan kompensasi
yang tinggi. Sehingga bila tidak ada pengawasan yang memadai maka sang Agen dapat
memainkan beberapa kondisi perusahan agar seolah-olah target tercapai. Permainan
tersebut bisa atas prakarsa dari Principal ataupun inisiatif Agen sendiri. Maka terjadilah
Creative Accounting yang menyalahi aturan, misal: adanya piutang yang tidak mungkin
tertagih yang tidak dihapuskan; Capitalisasi expense yang tidak semestinya; Pengakuan
penjualan yang tidak semestinya; yang kesemuanya berdampak pada besarnya nilai aktiva
dalam Neraca yang mempercantik laporan keuangan walaupun bukan nilai yang
sebenarnya. Atau bisa juga dengan melakukan income smoothing (membagi keuntungan ke
periode lain) agar setiap tahun kelihatan perusahaan meraih keuntungan, padahal
kenyataannya merugi atau laba turun. Dengan adanya hal tersebut, dalam praktik pelaporan
keuangan sering menimbulkan ketidak transparanan yang dapat menimbulkan konflik
principal dan agen. Akibat adanya perilaku manajemen yang tidak transparan dalam
penyajian informasi.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang
atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agen) untuk memberikan suatu jasa dan
kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agen tersebut.
Hubungan antara principal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan
informasi karena agen berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak
tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individuindividu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi
asimetri yang dimilikinya akan mendorong agen untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agen dapat
mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara
melakukan manajemen laba.
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi
perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok
corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good
corporate governance adalah transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability),
keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan
untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agen yang pada akhirnya
diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan
mendeskripsikan pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen.
Manajemen merupakan pihak yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi
kepentingan pemegang saham. Untuk itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk
membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. Oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham.
Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara
prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada penentuan kontrak yang paling
efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen. Untuk memotivasi agen maka
prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak
yang terlibat dalam kontrak keagenan.

Kontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1)

Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan
memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi

tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri


2) Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen

mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.

Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer
berada didalam perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai
perusahaan, sedangkan prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke
perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak
efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh
asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang
lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena
verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun sangat sulit untuk diamati.
Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri
dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional
behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset
perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai