DEFINISI / PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respons trakhea dan
bronchus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan
napas yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil
pengobatan (The American Thoracis Society, 2008).
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea
dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Brunner &
Suddart, 2009).
Asma didefinisikan sebagai suatu penyakit dari system pernafasan yang meliputi
peradangan jalan nafas dan gejala-gejala bronkospasme yang bersifat reversible
(Crackett, Antony. 2008).
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena
hiperaktivitas
terhadap
rangsangan
tertentu,
yang
menyebabkan
peradangan;
2.
ETIOLOGI / PENYEBAB
Faktor-faktor yang dapat menimbulkan serangan asma atau sering disebut sebagai
faktor pencetus adalah:
1. Allergen
Allergen adalah zat-zat tertentu yang bila diisap atau dimakan dapat
menimbulkan serangan asma misalnya debu rumah, tengau debu rumah
(Dermatophagoides pteronissynus), spora jamur, bulu kucing, bulu binatang,
beberapa makanan laut dan sebagainya.
MANIFESTASI KLINIS
Biasanya pada penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, tapi pada saat serangan penderita tampak bernafas cepat dan dalam, gelisah, duduk
dengan menyangga ke depan, serta tanpa otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras. Gejala klasik dari asma adalah sesak nafas, mengi ( whezing ), batuk, dan pada
sebagian penderita ada yang merasa nyeri di dada. Gejala-gejala tersebut tidak selalu
dijumpai bersamaan. Pada serangan asma yang lebih berat , gejala-gejala yang timbul
makin banyak, antara lain : silent chest, sianosis, gangguan kesadaran, hyperinflasi dada,
tachicardi dan pernafasan cepat dangkal .
4.
PATOFISIOLOGI
Asma akibat alergi bergantung kepada respon IgE yang dikendalikan oleh limfosit
T dan B serta diaktifkan oleh interaksi antara antigen dengan molekul IgE yang berkaitan
dengan sel mast. Sebagian besar allergen yang mencetuskan asma bersifat airbone dan
agar dapat menginduksi keadaan sensitivitas, alergen tersebut haru tersedia dalam jumlah
banyak untuk periode waktu tertentu. Akan tetapi, sekali sensitivitas telah terjadi, klien
akan memperlihatkan respons yang sangat baik, sehingga sejumlah kecil alargen yang
mengganggu udah dapat menghasilkan eksaserbasi penyakit yang jelas.
Obat yang paling sering berhubungan dengan induksi episode akut asma adalah
aspirin, bahan pewarna seperti tartazin, antagonis beta adrenergik, dan bahan sulfat.
Sindrom pernapasan sentitif aspirin khususnya terjadi pada orang dewasa, walaupun
keadaan ini juga dapat dilihat pada masa kanak kanak. Masalah ini biasanya berawal
dari rhinitis vasomotor perennial yang diikuti olh rhinosinusitis hiperplastik dengn polip
nasal. Baru kemudian muncul asma progresif.
Klien yang sensitif terhadap aspirin dapat didesentisasi dengan pemberian obat
setiap hari. Setelah menjalani bentuk terapi ini, toleransi saling juga akan terbentuk
terhadap agen anti inflamasi non steroid lain. Mekanisme yang menyebabkan
bronkospasme karena penggunaan apirin dan obat lain tidak tidak diketahui, tetapi
mungkin berkaitan dengan pembentukan leukotrien yang diinduksi secara khusus oleh
aspirin.
Antagonis B adrenergik biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada klien
asma, sama halnya dengan klien lain, dapat menyebabkan peningkatan reaktivitas jalan
napas dan hal tersebut harus dihindarkan. Obat sulfat, seperti kalium metabisulfit, kalium
dan natrium bisulfit, natrium sulfit dan sulfat klorida, yang secara luas digunakandalam
industri makanan dan farmasi sebagai agen sanitasi serta pengawet dapat menimbulkan
obstruksi jalan npas akut pada klien yang sensitive. Pajanan biasanya terjadi setelah
menelan makanan atau cairan yang mengandung senyawa ini, seerti salat, buah segar,
kentang, kerang, dan anggur.
Pencetus pencetus serangan diatas ditambah dengan pencetus lainnya dari
internal klien akan mengakibatkan timbulnya reaksi antigen dan antibody. Reaksi antigen
antibody ini akan mngeluarkan substansi pereda alegi yang sebetulnya merupakan
mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan. Zat yang dikeluarkan dapat berupa
histamine, bradikinin, dan anafilatoksin. Hasil dari reaksi tersebut adalah timbulnya tiga
gejala, yaitu berkontraksinya otot polos, peningkatan permeabilitas kapiler, dan
peningkatan secret mucus.
5.
PATHWAY
Hipereaktifitas
bronkhus
Hipersekresi mukus
Ketidakefektifan pola
napas
Ketidakefektifan bersihan
jalan napas
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
Keluhan psikososial,
kecemasan, ketidaktahuan
akan prognosis
Kurang
pengettahuan
Intoleransi aktifitas
6.
Ansietas
KLASIFIKASI
Tipe asma berdasarkan penyebabnya terbagi menjadi alergi, idiopatik, dan
nonalergik atau campuran(mixed).
1. Asma Alergik/Ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti
bulu binatang, debu, ketombe, tepung sari, makanan, dan lain lain. Alergen
terbanyak adalah airborne dan musiman (seasonal). Klien dengan asma alergik
biasanya mempunyai riwayat penyakit alergi pada keluarga dan riwayat pengobatan
eksim atau rhinitis alergik. Paparan terhadap alergik akan mencetuskan serangan
asma. Bentuk asma ini biasanya dimulai sejak kanak kanak.
2. Idiopatik atau Nonalergik Asma/Intrinsik, tidak berhubungan secara langsung
dengan allergen spesifik. Faktor factor seperti common cold, infeksi saluran napas
4.
antara 100-200/mm3. Perbaikan fungsi paru disertai penurunan hitung jenis sel
eosinofil menunjukkan pengobatan telah tepat.
Pemeriksaan darah rutin dan kimia
Jumlah sel leukosit yang lebih dari 15.000/mm 3 terjadi karena adnya infeksi.
SGOT dan SGPT meningkat disebabkan kerusakan hati akibat hipoksia atau
hiperkapnea.
e) Pemeriksaan radiologi
Hasil pemeriksaan radiologi pada klien dengan asma biasanya normal, tetapi prosedur
ini harus tetap dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya proses patologi di
paru atau komplikasi asma seperti pneumothoraks, pneumomediastinum, atelektasis
dan lain-lain.
8.
PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan nonfarmakologi
a. Penyuluhan
Penyuluhan ini ditujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asma sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, menggunakan
obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus
Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asma yang ada pada
lingkungannya, diajarkan cara menghindari dan mengurangi fakror pencetus,
termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisiotherapi
Dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus. Ini dapat dilakukan
dengan postural drainase, perkusi, dan fibrasi dada.
2. Pengobatan farmakologi
a. Agonis beta: metaproterenol (alupent, metrapel). Bentuknya aerosol, bekerja sangat
cepat, diberikan sebanyak 3-4 kali semprot, dan jarak antara semprotan pertama dan
kedua adalah 10 menit.
b. Metilxantin, dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin
adalah aminofilin dan teofilin. Obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c. Kortikosteroid, jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respon yang baik,
harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x
semprot tiap hari. Pemberian steroid dalam jangka yang lama harus diawasi dengan
ketat.
d. Kromolin dan iprutropioum bromide ( atroven ).Dosis iprutropioum bromide
diberikan 1-2 kapsul 4xsehari ( Kee dan Hayes, 1994 ).
PENGKAJIAN
1. Anamnesis
Pengkajian mengenai nama, umur, dan jenis kelamin perlu dilakukan pada pasien
dengan asma. Serangan asma pada usia dini memberikan implikasi bahwa sangat
mungkin terdapat status atopik. Serangan pada usia dewasa memungkinkan adanya
faktor non-aktif. Tempat tinggal menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien
berada. Berdasarkan alamat tersebut, dapat diketahui pula faktor yang memungkinkan
menjadi pencetus serangan asma. Status perkawinan dan gangguan emosional yang
timbul dalam keluarga atau lingkungan merupakan faktor pencetus serangan asma.
Pekerjaan serta suku bangsa juga perlu dikaji untuk mengetahui adanya pemaparan
bahan allergen. Hal ini yang perlu dikaji dari identitas klien ini adalah tanggal masuk
rumah sakit (MRS), nomor rekam medis, asuransi kesehatan, dan diagnosis medis.
Keluhan utama meliputi sesak napas, pernapasan terasa berta pada dada dan
adanya keluhan sulit untuk bernapas.
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien dengan serangan asma mencari pertolongan terutama dengan keluhan sesak
napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan gejala-gejala lain seperti
wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan, kelelahan, gangguan kesadaran,
sianosis, dan perubahan tekanan darah.
Serangan asma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi 3 stadium. Stadium
pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena
iritasi mukosa yang kental dang mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan
pembengkakan bronchus. Stadium kedua ditandai dengan batuk diserta mucus yang
jernih dan berbusa. Klien merasa sesak napas, berusaha untuk bernapas dalam,
ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan
tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, tampak pucat, gelisah, dan warna kulit
mudah membiru. Stadium ketiga ditandai dengan hamper tidak terdengarnya suara
napas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk, pernapasan menjadi dangkal dan tidak
teratur, irama pernapasan meningkat karena asfiksial.
Perawat perlu mengkaji obat-obatan yang biasa diminum klien dan memeriksa
kembali setiap jenis obat apakah masih relevan untuk digunakan kembali.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan bronkhokontriksi, edema
mukosa dan dinding bronchus, serta sekresi mucus yang kental ditandai dengan batuk
tak efektif dan tidak mampu untuk mengelurkan sekresi jalan napas.
III.
No
Dx
1
INTERVENSI KEPERAWATAN
Tujuan dan kriteria
hasil
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan bersihan jalan
napas kembali efektif
dengan kriteria hasil :
- Klien mampu
melakukan batuk
efektif
- Pernapasan klien
normal (16-20 x/menit)
- Tanpa ada penggunaan
otot bantu napas.
Intervensi
Rasional
1. Karakteristik sputum
dapat menunjukkan berat
ringannya obstruksi
2.Meningkatkan exspansi
dada
3. Batuk yang terkontrol
dan efektif dapat
memudahkan
pengeluaran secret yang
melekat dijalan napas
4. Hidrasi yang adekuat
membantu
mengencerkan secret dan
mengefektifkan
pembersihan jalan napas
5. Fisioterapi dada
merupakan strategi untuk
mengeluarkan secret
Kolaborasi :
6.Pemberian obat
bronkodilator golongan
B2
- Nebulizer (via inhalasi)
dengan golongan
terbutalini 0,25mg,
Kolaborasi :
6. Pemberian bronkodilator
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan klien mampu
mempertahankan fungsi
parunya dengan kriteria
hasil :
- Irama napas regular
- Frekuensi napas 1620x/menit
1.Identifikasi factor
penyebab
2. Kaji kualitas, frekuensi
dan kedalaman
pernapasan serta
melaporkan setiap
perubahan yang terjadi
3.Baringkan klien dalam
posisi yang nyaman,
dalam posisi duduk,
dengan kepala tempat
tidur ditnggikan 60-90o
1.Dengan
mengidentifikasikan
penyebab,kita dapat
menentukan jenis
tindakan yang tepat
2. Dengan mengkaji
kualitas, frekuensi, dan
kedalaman pernapasan
kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan
kondisi klien
3. Penurunan diafragma
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan kebutuhan
nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :
- menunjukan
peningkatan berat
badan menuju tujuan
yang tepat
(semi fowler)
4.Observasi tanda-tanda
vital
5.Lakukan auskultasi suara
napas tiap 2-4 jam
6.Bantu dan ajarkan klien
untuk batuk dan napas
dalam yang efektif
7.Kolaborasi dengan tim
medis lain untuk
pemberian O2 dan obatobatan.
dapat memperluas
daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa
maksimal.
4. Peningkatan frekuensi
napas dan takikardi
merupakan indikasi
adanya penurunan fungsi
paru
5. Auskultasi dapat
menentukan kelainan
suara napas pada bagian
paru
6. Batuk efektif dapat
membantu mengeluarkan
secret,
7. Pemberian O2 dapat
menurunkan beban
pernapasan dan
mencegah terjadinya
sianosis akibat
hipoksemia
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan intoleransi
aktivitas teratasi dengan
kriteria hasil :
- melaporkan/
menunjukan
peningkatan toleransi
terhadap aktivitas yang
dapat diukur dengan
tak adanya dipsnea,
kelemahan berlebihan,
dan takikardi.
kemampuan/kebutuhan
pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
2. Menurunkan stres dan
rangsangan berlebihan,
meningkatkan istirahat
3. Tirah baring di
pertahankan selama fase
akut untuk menurunkan
kebutuhan metabolic,
menghemat energy untuk
penyembuhan.
Pembatasan aktivitas dan
perbaikan kegagalan
pernapasan.
4. Pasien mungkin nyaman
dengan kepala tinggi,
tisur di kursi, atau
menunduk kedepan meja
atau bantal.
5. Meminimalkan kelelahan
dan membantu
keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam
diharapkan pasien
menyatakan kesadaran
terhadap ansietas dengan
kriteria hasil :
- pasien tampak rileks
- melaporkan ansietas
menurun sampai tigkat
dapat ditangani
1. Observasi peningkatan
kegagalan pernapasan,
agitasi, gelisah, emosi
labil.
2. Pertahankan lingkungan
tenang dengan sedikit
rangsang. Jadwalkan
perawatan dan prosedur
untuk memberikan
periode istirahat tak
terganggu.
3. Identifikasi persepsi
pasien terhadap
ancaman yang ada oleh
situasi.
1. Memburuknya
hipoksemia dapat
menyebabkan atau
meningkatkan ansietas.
2. Meurunkan ansietas
dengan menigkatkan
relaksasi dan penghemat
energy.
3. Membantu pengenalan
ansietas/takut dan
mengidentifikasi
tindakan yang dapat
membantu untuk
individu.
4.Langkah awal dalam
mengatasi perasaan
adalah terhadap
identifikasi dan ekspresi.
Mendorong penerimaan
situasi dan kemampuan
diri untuk mengatasi.
5. Meningkatkan penurunan
ansietas melihat orang
lain tetap tenang. Karena
ansintas dapat menular,
bila orang terdekat/staf
memperlihatkan ansietas
mereka, kemampuan
koping pasien dapat
dengan mudah di
pengaruhi.
Kolaborasi :
6. Mungkin diperlukn untuk
membantu menangani
ansietas dan
meningkatkan istirahat.
Namun efek samping
seperti depresi
pernapasan dapat
membatasi atau
kontraindikasi untuk
menggunakannya.
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama x 24 jam klien
menyatakan pemahaman
proses
penyakit/prognosis dan
kebutuhan pengobatan
dengan kriteria hasil :
- klien tidak bertanyatanya tetang
penyakitnya
keperawat, contoh
hemoptisis, nyeri dada,
demam, kesulitan
bernapas.
3. Berikan instruksi dan
informasi tertulis khusus
pada pasien untuk
rujukan contoh jadwal
obat.
4. Jelaskan dosis obat,
Frekuensi pemberian,
Kerja yang di harapkan,
Dan alasan pengobatan
lama. Kaji potensial
interaksi dengan
obat/substansi lain.
5. Dorog pasien/orang
terdekat untuk
menyatakan
takut/masalah. Jawab
pertanyaan secara nyata.
Catat lamanya
penggunaan
penyangkalan
IV.
IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat
waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan
mencatat
respon
pasien
terhadap
setiap
intervensi
yang
dilaksanakan
serta
EVALUASI
Diagnosa 1 :
Diagnosa 2 :
Diagnosa 3 :
Diagnosa 4 :
Diagnosa 5 :
Diagnosa 6 :
-
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet, Linda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges,Marilyn.dkk.2010.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Brunner and Suddarth. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
http://therizkikeperawatan.blogspot.com/2009/05/laporan-pendahuluan-asma.html