Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha

Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN EXPERIENTIAL


TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS V
G A Pt Intan Kusuma Dewi1, I Made Suara 2 , Ida Bagus Surya Manuaba 3
1, 2, 3

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP


Universitas Pendidikan Ganesha
Singaraja, Indonesia

e-mail: dewi_intankusuma@yahoo.com1imadesuara@yahoo.co.id
2
Ibsm.co.id@gmail.com3

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Experientialdan siswa yang
dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional di kelas V SD No.5 Kapal tahun
pelajaran 2013/2014. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V SD No.5 Kapal
yang banyaknya 91 orang siswa. Setelah disetarakan dan diundi sampel dalam penelitian
ini adalah Kelas VB sebagai kelompok eksperimen dengan jumlah siswa sebanyak 31
dan Kelas VC sebagai kelompok kontrol dengan jumlah siswa sebanyak 30. Jenis
penelitian menggunakan eksperimen semu atau kuasi eksperimen.
Rancangan
penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Control Group Design. Data tentang
hasil belajar konsep pengukuran dikumpulkan dengan instrumen berupa tes pilihan
ganda. Data analisis dengan t-test melalui tahapan uji normalitas dan uji homogenitas.
Hasil penelitian menunjukkan, terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa
yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Experientialdan siswa yang dibelajrkan
dengan pembelajaran konvensional ( thitung= 5,433>ttabel = 2,000 ) dengan db = 59 ( n2 = 61 2 = 59 ) dan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran Experientialberpengaruh secara signifikan terhadap hasil belajar
IPA Kelas V SD No. 5 Kapal Tahun Pelajaran 2013/2014

Kata-kata kunci : Model Pembelajaran Experiential , hasil belajar IPA.

Abstract
This study aims to determine significant differences between students' science learning
outcomes that learned through learning model Experiential with students that learned
through conventional teaching in fifth grade of SD No.5 Kapal year 2013/2014 . The study
population was all students in the fifth grade which are contains91 students. After
th
synchronized and samples drawn in this study was 5 B grade as experimental group
th
which are contains 31 students and 5 C grade as a control group which are contains 30
students. Types of research are using quasi-experimental or quasi-experimental . The
study design used is Non- Equivalent Control Group Design . Data on study results was
collected with instruments measuring the concept of a multiple choice test . This data
analysis was by t - test with stage test for normality and homogeneity tests . The results
showed , there was a significant differences between students who take lessons with
Experiential learning model with students who take conventional learning ( of t = 5.433> t
table = 2.000 ) with db = 59 ( n - 2 = 61-2 = 59 ) and significance level of 5 % . It can be
concluded that the learning model Experiential was significantly affect science learning
outcomes in fifth grade of SD No. 5 Kapal year 2013/2014.
Key words : Learning models Experiential , learning outcomes IPA

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)
PENDAHULUAN
Dalam
perkembangan
Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), yang
akan terus berkembang seiring dengan
bertambahnya waktu, maka perkembangan
IPTEK akan cepat pula menuntut kualitas
sumber daya manusia. Oleh karena itu,
pendidikan memiliki peranan yang strategis
dalam mengembangkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang mampu beradaptasi
dengan pesatnya perkembangan IPTEK
(Yasa, 2007). Salah satu kunci dalam
mengembangkan SDM adalah pendidikan
ilmu sains, karena teknologi tidak dapat
berkembang tanpa didukung oleh sains,
sebaliknya sains tidak dapat berkembang
tanpa didukung teknologi. Oleh karena itu,
peningkatan mutu pendidikan IPA pada
semua jenjang pendidikan harus terus
diupayakan
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan sains itu sendiri.
Pendidikan IPA sebagai kunci
pembentukan SDM yang berkualitas, harus
ditingkatkan terutama pada lingkungan
sekolah, karena lingkungan sekolah tempat
ideal dalam memupuk pengetahuan dan
pemahaman intelektual peserta didik
termasuk yang mencakup penguasaan
konsep-konsep IPA. Ditinjau dari komponen
instrumental pada lingkungan sekolah, guru
memegang peranan yang sangat penting
dalam menggali dan mengembangkan
pengetahuan dan pemahaman intelektual
siswa. Oleh karena itu diperlukan
peningkatan
terhadap
kemampuan
profesionalisme
guru,
agar
dapat
melaksanakan
peranannya
sebagai
pengajar dan pendidik yang baik.
Untuk membentuk guru yang
terampil dan profesional, berbagai usaha
telah dilakukan pemerintah diantaranya
melalui peningkatan kualitas tenaga guru
seperti pelatihan, seminar, penataran guru,
sertifikasi guru, penyediaan dana penelitian,
pengadaan
sarana
prasarana,
pengembangan kurikulum. Namun, upayaupaya tersebut belum mampu memberikan
perubahan yang signifikan terhadap
kualitas pendidikan khususnya dalam
penidikan sains.
Tinggi rendahnya mutu pendidikan
tidak hanya dilihat dari nilai siswa tetapi
juga melalui proses pembelajaran untuk
mendapatkan nilai tersebut. Senduperdana

(2007) menyatakan bahwa terdapat empat


faktor yang menentukan kualitas proses
pembelajaran, meliputi: (1) situasi atau
kondisi pembelajaran; (2) bahan ajar; (3)
strategi pembelajaran; dan (4) hasil
pembelajaran
sampai
pada
proses
terbentuknya pengetahuan dalam diri
peserta didik. Menurut Corey (dalam Aisyah
: 2007) Pembelajaran adalah suatu proses
dimana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelola untuk memungkinkan ia
turut serta dalam kondisi-kondisi khusus
atau menghasilkan respon terhadap situasi
tertentu.
Dari
pengertian
di
atas
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
berpusat pada kegiatan siswa belajar dan
bukan berpusat pada kegiatan guru
mengajar. Merujuk dari pengertian tersebut
dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar
siswa haruslah menjadi subjek bukan objek
dalam proses pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran
IPA
banyak
dijumpai
permasalahan kurangnya interaksi dan
minat belajar siswa, karena dalam
pembelajaran IPA banyak melakukan
observasi dan eksperimen sehingga
seorang guru harus menggunakan berbagai
macam model pembelajaran hingga siswa
bisa
termotivasi
dalam
proses
pembelajaran.
Melalui observasi dan kegiatan
wawancara yang telah dilakukan di SD
Nomor 5 Kapal menunjukan bahwa proses
pembelajaran IPA masih menggunakan
model pembelajaran Konvensional, dalam
proses pembelajaran ini guru sebagai pusat
informasi sehingga pembelajaran tidak
berlangsung
secara
multiarah
yang
mengakibatkan kurangnya interaksi antara
siswa dengan siswa maupun siswa dengan
guru. Hal tersebut dilakukan oleh guru
karena guru mengejar target kurikulum
yaitu menghabiskan materi pembelajaran
atau bahan ajar dalam kurun waktu
tertentu. Dan ini akan berdampak juga pada
banyaknya hasil belajar siswa. Untuk itulah
perlu adanya inovasi model pembelajaran
IPA,
denganmenggunakan
model
pembelajaran yang sesuai yaitu Model
Pembelajaran Experiential yang dapat
memberikan pengaruh terhadap hasil
belajar IPA kelas V SD No. 5 Kapal.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Model pembelajaran experiential


pertama kali diperkenalkan oleh David Kolb
tahun 1984 yang didasarkan pada Teori
Pembelajaran
Experiential.
Ciri
pembelajaran ini adalah menggunakan
pengalaman sebagai starting point untuk
belajar, berupa pengalaman nyata atau
masalah real yang terdapat dalam
kehidupan
sehari-hari
siswa.
Teori
Pembelajaran Experiential dibangun dari
enam preposisi, yang meliputi: (1)
pembelajaran yang terbaik tersusun dari
sebuah proses; (2) semua pembelajaran
adalah tentang pembelajaran nyata; (3)
pembelajaran memerlukan pemecahan
konflik
antara
kemampuan
yang
berlawanan; (4) pembelajaran adalah
sebuah proses holistik untuk beradaptasi
dengan dunia; (5) pembelajaran dihasilkan
dari pertukaran antara individu dan
lingkungan; (6) pembelajaran merupakan
proses pembentukan pengetahuan (David
Kolb 1984).
Secara teori, model pembelajaran
experiential mendefinisikan pembelajaran
sebagai sebuah proses yang didapatkan
melalui
proses
kombinasi
antara
memperoleh
pengalaman
(grasping
experience)
dengan
mentransformasi
pengalaman (transformation of experience).
Model
pembelajaran
experiential
menggambarkan dua model perolehan
informasi (grasping experience) yaitu
concrete
experience
dan
abstract
conceptualization,
dan
dua
model
transformasi pengalaman yaitu reflective
observation dan active experimentation.
Secara teori, model pembelajaran
experiential mendefinisikan pembelajaran
sebagai sebuah proses yang didapatkan
melalui
proses
kombinasi
antara
memperoleh
pengalaman
(grasping
experience)
dengan
mentransformasi
pengalaman (transformation of experience).
Model
pembelajaran
experiential
menggambarkan dua model perolehan
informasi (grasping experience) yaitu
concrete
experience
dan
abstract
conceptualization,
dan
dua
model
transformasi pengalaman yaitu reflective
observation dan active experimentation.
Tahapan-tahapan
dari
model
pembelajaran experiential, selain mampu
meningkatkan pemahaman konsep siswa

terhadap suatu pembelajaran, juga mampu


meningkatkan kinerja ilmiah siswa. Hal ini
dapat dilihat dari: (1) observasi atau
pengamatan
yang
dilakukan
untuk
menggali pengetahuan yang berkaitan
dengan alam dan produk teknologi melalui
refleksi dan analisis; (2) berkomunikasi
ilmiah dalam menyampaikan hasil temuan;
(3) pemecahan masalah pada tahap
abstract conceptualization (AC) (David Kolb
1984).
Untuk
membuktikan
dugaan
tersebut dilakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Experiential
Terhadap Hasil Belajar IPA Siwa Kelas V
SD No. 5 Kapal Tahun Pelajaran
2013/2014.
Menurut Suparno tahun 1997
mengatakan
Model
PembelajaranExperiential adalah suatu
model proses belajar mengajar yang
mengaktifkan siswa untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan melalui
pengalamannya secara langsung. Dalam
hal
ini,
Experientialmenggunakan
pengalaman sebagai katalisator untuk
menolong
siswa
mengembangkan
kapasitas dan kemampuannya dalam
proses pembelajaran. Model pembelajaran
experientialmerupakan suatu model yang
menggunakan pengalaman awal (prior
experience) sebagai starting point untuk
belajar. Belajar menurut model experiential
learning merupakan proses di mana
pengetahuan diciptakan melalui kombinasi
antara mendapatkan pengalaman (grasping
experience)
dan
mentransformasi
pengalaman (transforming experince). Dua
model yang terkait dengan grasping
experience yaitu concrete experience dan
abstract conceptualization.
Model pembelajaran experiential
dilakukan dengan 4 langkahpembelajaran
yang meliputi :1)Concrete Experience
(Tahap
Pengalaman
Nyata)Menurut
Mardana (2005) pada tahapan Concrete
Experience
(CE),
siswa
diberikan
pengalaman
nyata
terkait
dengan
penggunaan alat, konsep, dan masalah real
yang terkait serta aktivitas sains lainnya
yang mendorong pebelajar melakukan
kegiatan sains atau mengalami sendiri
suatu fenomena yang dipelajari. Aktivitas
yang disediakan dapat bersifat indoor

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

activities maupun outdoor activities berupa


kerja proyek lapangan yang dapat
dilakukan
secara
individu
maupun
kelompok.
2)Reflektive
Observation
(Observasi Refleksi)Pada tahapan ini siswa
di dorong melakukan kegiatan pengamatan
terhadap suatu fenomena yang terdapat
saat melakukan concrete experience
kemudian
merefleksikan
hasil
yang
didapatkan. Pada kegiatan observasi,
pebelajar menggunakan indra atau alat
bantu lainnya dalam mendapatkan sebuah
pengalaman. Tahapan ini dikatakan
berhasil
apabila
pebelajar
mempu
mendeskripsikan pengalaman yang telah
diperoleh.3.) Abstract Conceptualitation
(Tahap Konseptualisasi)Pada tahapan ini
pebelajar
dibimbing
untuk
mampu
memberikan
penjelasan
konseptual
matematis terhadap suatu fenomena
dengan memikirkan, mencermati alasan
serta hubungan timbal balik terhadap
pengalaman yang telah didapatkan.
Pebelajar
mencoba
mengkonseptualisasikan
suatu
teori
berdasarkan pengalaman yang didapat dari
observasi refleksi dan mengintegrasikan
pengalaman baru yang diperoleh dengan
prior experience. Tahapan ini dikatakan
berhasil apabila: (1) pebelajar mampu
mengungkapkan aturan-aturan umum untuk
mendeskripsikan pengalaman tersebut; (2)
pebelajar menggunakan konsep, prinsip,
teori, dan model matematis dalam menarik
kesimpulan;
(3)
pebelajar
mampu
menerapkan
teori
tersebut
untuk
menjelaskan pengalaman sains.4) Active
Experimentation
(Tahap
Implementasi)Pada tahapan ini pebelajar
melakukan active experimentation (AE)
lebih lanjut yang link dan match dengan
pengalaman yang diperoleh sebelumnya.
Menurut Mardana (2006) tahapan ini
merupakan
tempat
proses
belajar
bermakna terjadi, di mana pengalaman
yang telah didapatkan sebelumnya dapat
diterapkan kembali pada pengalaman baru.
Dasar dari pengembangan model
pembelajaran experiential adalah teori
belajar
konstruktivistik,
di
mana
pengetahuan
sosial
diciptakan
dan
diciptakan ulang dalam pengalaman pribadi
siswa. Pencetus teori belajar konstruktivis
sosial, Vygotsky menggambarkan siswa

mengembangkan
pengertian
melalui
konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep
spontan
merupakan
konsep
atau
pengertian
yang
didapatkan
dalam
pengalaman
anak-anak
sehari-hari.
Sedangkan konsep ilmiah merupakan
konsep atau pengertian yang didapatkan di
kelas yang terdefinisi secara logis dalam
suatu sistem yang lebih luas.
Sehingga diduga penerapan model
pembelajaran Experiential dapat membantu
siswa lebih aktif dan mandiri dalam
belajardan untuk pencapaian hasil belajar
yang optimal. Untuk membuktikan dugaan
tersebut dilakukan penelitian yang berjudul
Pengaruh Model Pembelajaran Experiential
Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V
SD No. 5 Kapal Tahun Pelajaran
2013/2014.
IPA sendiri berasal dan kata sains
yang berarti alam. Sains menurut Suyoso
(1998:23) merupakan pengetahuan hasil
kegiatan manusia yang bersifat aktif dan
dinamis tiada henti - hentinya serta
diperoleh melalui metode tertentu yaitu
teratur, sistematis, berobjek, bermetode
dan berperilaku secara universal.
Menurut Abdulah (1998:18), IPA
merupakan pengetahuan teoretis yang
diperoleh atau disusun dengan cara yang
khas atau khusus, yaitu dengan melakukan
observasi,
eksperimen,
penyimpulan,
penyusunan teori, observasi dan demikian
seterusnya kait mengkait antara cara yang
satu dengan cara yang lain.
Dari pendapat di atas maka
disimpulkan
bahwa
IPA
merupakan
pengetahuan dari hasil kegiatan manusia
yang diperoleh dengan menggunakan
langkah-langkah ilmiah yang berupa
metode ilmiah dan didapatkan dari hasil
eksperimen atau observasi yang bersifat
umum sehingga akan terus disempurnakan.
Menurut
Maman
(2007)
pembelajaran IPA mencakup semua materi
yang terkait dengan objek alam serta
persoalannya. Ruang lingkup IPA yaitu
makhluk hidup, energy dan perubahannya,
bumi dan alam semesta serta proses materi
dan sifatnya. IPA terdiri dari tiga aspek yaitu
Fisika, Biologi dan Kimia. Pada aspek
Fisika IPA lebih memfokuskan pada benda
benda tak hidup.Pada aspek Biologi IPA
mengkaji pada persoalan yang terkait

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

dengan mahluk hidup serta lingkungannya.


Sedangkan pada aspek Kimia IPA
mempelajari gejala - gejalakimia baik yang
ada pada mahluk hidup maupun benda
yang ada di alam. IPA merupakan suatu
usaha yang dilakukan secara sadar untuk
mengungkapkan gejala - gejala alam
dengan menerapkan langkah - langkah
ilmiah serta untuk membentuk kepribadian
atau tingkah laku siswa sehingga siswa
dapat memahami proses IPA dan dapat
dikembangkan di masyarakat.
METODE PENELITIAN
Sesuai dengan rumusan masalah,
tujuan penelitian dan kaitan antar variabel
yang dilibatkan dalam rancangan penelitian
ini, maka penelitian ini termasuk kategori
penelitian eksperimen semu. Hal ini
dilakukan karena : 1) proses pengacakan
(randomisasi) terhadap peserta didik yang
telah dikelompokkan ke dalam kelas-kelas
tertentu tidak mungkin merubah tatanan
kelas yang sudah ada dan 2) tidak mungkin
mengontrol secara ketat variabel yang
diteliti, maka penelitian ini tergolong
eksperimen semu (quasi experiment).
Dalam situasi sekolah, jadwal pelajaran
tidak dapat diganggu gugat, atau kelas
direorganisasi demi kepentingan studi
penelitian.
Desain
eksperimen
yang
akan
digunakan adalah desain Nonequivalent
Control Group Design Pemilihan metode ini
disesuaikan dengan data yang diharapkan,
yaitu perbedaan hasil belajarsebagai akibat
perlakuan yang diberikan. desain penelitian
ini dapat dilihat di bawah ini.
Data hasil belajar ini hanya diambil
dari skor postes saja, yang dilakukan pada
akhir penelitian. Skor preetes dalam
penelitian ini hanya untuk mencari uji
kesetaraan antara kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol, preetes yang
digunakan dalam penelitian ini adalah nilai
ulangan sumatif semester 1, dari nilai
ulangan sumatif semester 1 tersebut
dilakukan pemasangan nilai yang sama
sehingga mengetahui kesetaraan. Dari
informasi kepala sekolah dan guru bidang
studi IPA kelas V, dikatakan bahwa kelaskelas tersebut setara secara akademik,
untuk itu telah ditentukan kelas VB
(eksperimen) dan kelas VC (kontrol)

dengan cara diundi (random). Setelah itu


diberikan perlakuan (treatmen) kelompok
eksperimen berupa model CIRC dan
kepada kelompok kontrol pembelajaran
konvensional, pada akhirnya eksperimen
dari kedua kelas tersebut diberikan post
test.
Langkah-langkah yang ditempuh
dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahapan
yaitu persiapan, pelaksanaan, pengakhiran
eksperimen. Adapun tahapan adalah
sebagai berikut :1. Persiapan Eksperimen
Pada tahap persiapan eksperimen langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut :a. Menyiapkan media pembelajaran
(RPP, silabus, LKS, dll) yangnantinya
digunakan selama proses belajar mengajar.
b. Menyusun instrumen penelitian berupa
tes prestasi belajar IPA untuk mengukur
prestasi belajar IPA.c. Mengadakan validasi
instrumen penelitian, yaitu tes hasil belajar
IPA.2.Pelaksanaan EksperimenPada saat
pelaksanaan eksperimen pertemuan akan
diadakan sebanyak 6 kali treatment
(tindakan) dan 1 kali tes pada akhir
penelitian untuk mengetahui hasil belajar
IPA.Langkah-langkah yang dilakukan pada
tahap ini adalah : a.Menentukan sampel
penelitian berupa kelas dari populasi yang
tersedia dengan menggunakan teknik
pengambilansampel yaitu random sampling
(sampel acak) b.Sampel yang telah diambil
kemudian ditentukan kelas eksperimen
yang menggunakan model pembelajaran
Experiential dan kelas control yang
menggunakan pembelajaran Konvensional
dengan cara teknik sampel random /
dengan cara mengundi.3. Pengakhiran
EksperimenDalam tahapan pengakhiran
Eksperimen,
langkah-langkah
yang
dilakukan adalah memberikan post test
pada akhir penelitian, baik untuk kelas
eksperimen maupun kelas kontrol melalui
tes hasil belajar IPA siswa kelas V dengan
materi
tumbuhan
hijau,selanjutnya
menganalisis nilai data hasil belajar
IPAsiswa tersebut secara keseluruhan
dengan
pengujian
hipotesis
yang
menggunakan uji-t.
Menurut Noor (2010) menyatakan
bahwa populasi adalah seluruh anggota
dalam suatu wilayah bukan hanya orang
tetapi juga berupa obyek atau benda-benda
yang ditetapkan oleh peneliti yang dijadikan

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

sebagai sasaran penelitian.Populasi juga


bukan sekedar jumlah yang ada pada objek
atau subjek yang diteliti, tetapi juga meliputi
seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki
objek atau subjek tersebut.
Populasi adalah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kualitas dan karakter tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
2010 : 80). Populasi penelitian ini adalah
seluruh peserta didik kelas V SD No 5
Kapal.
Menurut
Sugiyono
(2010:215)
sampel adalah sebagian dari populasi itu.
Populasi itu misalnya penduduk diwilayah
tertentu, jumlah pegawai pada organisasi
tertentu, jumlah guru dan murid di sekolah
tertentu dan sebagainya.Sementara itu,
Margono
(2010:121)
mengemukakan
bahwa sampel adalah sebagai bagian dari
populasi, sebagai contoh (monster) yang
diambil dengan menggunakan cara-cara
tertentu.Senada dengan itu, Sudjana
(2005:6) mengemukakan bahwa sampel
adalah sebagian yang diambil dari
populasi.Berdasarkan beberapa pendapat
ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
sampel adalah sebagi bagian dari populasi
yang diambil.
Dalam penelitian ini sampel yang
dipergunakan adalah dua kelas dari tiga
kelas yang ada SD No. 5 Kapal. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini
dilakukan dengan teknik random sampling,
dan sebelumnya ke tiga kelas telah di uji
kesetaraannya kemudian dirandom adalah
kelas. Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut: 1)Membuat 3 gulungan kertas yang
masing-masing diisi tulisan VA, VB, dan VC
selanjutnya ketiga gulungan itu dimasukkan
ke dalam sebuah kotak. 2)Dari dalam kotak
diambil dua gulungan kertas yang akan
dipakai sebagai sampel. 3)Selanjutnya dari
kedua gulungan yang terpilih di undi lagi
untuk menentukan kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol. 4)yang diambil
pertama
kali
merupakan
kelompok
eksperimen dan yang diambil kedua
merupakan kelompok kontrol, 5)dari
populasi
tersebut
sampel
yang
didapatkankan
setelah
menggunakan
Sample
Random
Sampling
yaitu
menggunakan kelas Vb berjumlah 31 siswa

dan kelas Vc berjumlah 30 siswa. Jadi


sampel
yang
digunakan
adalah
keseluruhan jumlah yaitu 61 siswa.
Menurut Suryabrata (dalam Agung,
2011:41) variabel adalah segala sesuatu
yang akan menjadi objek pengamatan
penelitian. Penelitian ini melibatkan dua
variabel, yaitu variabel bebas dan variabel
terikat.Variabel bebas dalam penelitian ini
adalahmodel
pembelajaran
Experientialyang dikenakan pada kelompok
eksperimen.Variabel
Terikatdalam
penelitian ini adalah hasil belajar IPA
peserta didik.
Metode pengumpulan data,metode
yang digunakan untuk mengumpulkan data
dalam penelitian ini adalah metode tes yaitu
tes hasil belajar IPA.Bentuk tes yang
digunakan adalah tes objektif (dalam
bentuk pilihan ganda), dengan jumlah soal
50 soal dan setelah dilakukan uji validitas
tes, sehingga jumlah tes yang valid adalah
30 soal.Tes adalah penilaian komprehensif
terhadap seorang individu atau keseluruhan
usaha
evaluasi
program
(Arikunto,
2008:33). Suatu tes untuk mengevaluasi
hasil belajar disebut baik jika materi yang
terkandung dalam butir-butir tes tersebut
dapat mewakili seluruh materi yang telah
dipelajari siswa.Sebaliknya suatu tes
dikatakan kurang baik bila tes tersebut
hanya memuat sebagian kecil materi yang
diajarkan oleh guru. Untuk menghindari hal
tersebut dan untuk mendapatkan tes yang
representative maka perlu dilakukan
analisis rasional, artinya dengan melakukan
analisis berdasarkan pikiran logis tentang
materi-materi yang akan diteskan, tujuan
intruksional, serta bentuk atau tipe tes yang
akan dicapai (Sudjana, 2010).
Hasil belajar merupakan respon
yang baru, di mana respon tersebut sama
pengertiannya
dengan
tingkah
laku
(pengetahuan, sikap, keterampilan) yang
baru. Menurut Gagne (dalam Ibrahim.
2003)
menyatakan
bahwa
belajar
merupakan seperangkat proses kognitif
yang mengubah sifat stimulasi dari
lingkungan menjadi beberapa tahapan
pengolahan informasi yang diperlukan
untuk memperoleh kapabilitas yang baru.
Kapabilitas inilah yang disebut hasil belajar.
Berarti belajar itu menghasilkan berbagai
macam tingkah laku yang berbeda-beda

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

seperti pengetahuan, sikap, keterampilan,


kemampuan, informasi, dan nilai.
Hasil belajar dapat diukur dengan
menggunakan instrument tes yang disusun
atau dinyatakan berdasarkan kemampuan
yang dapat diobservasi dan mesti dicapai
oleh pebelajar berdasarkan tujuan-tujuan
instruksional
yang
telah
ditetapkan
sebelumnya, baik menurut aspek isi
maupun aspek perilaku (Senduperdana,
2007).
Menurut
Bloom
(dalam
Senduperdana, 2007 dan Ibrahim, 2003)
mengklasifikasikan hasil belajar menjadi 3
ranah, yaitu ranah kognitif, psikomotor,
afektif. Ranah kognitif menaruh perhatian
pada pengembangan kapabilitas dan
keterampilan intelektual; ranah psikomotor
berkaitan
dengan
kegiatan-kegiatan
manipulatif atau keterampilan motorik; dan
ranah
afektifyang
berkaitan
dengan
pengembangan perasaan sikap, nilai, dan
emosi. Oleh karena itu faktor internal
seperti pengetahuan atau kemampuan awal
dari masing-masing kategori hasil belajar
yang telah dimiliki siswa, yang berkaitan
dengan kapabilitas atau keterampilan yang
sedang dipelajari.
Menurut Slameto (1995 : 2) bahwa
belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara
keseluruhan,
sebagai
hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya. Secara sederhana
dari pengertian belajar sebagaimana yang
dikemukakan oleh pendapat di atas, dapat
diambil suatu pemahaman tentang hakekat
dari aktivitas belajar adalah suatu
perubahan yang terjadi dalam diri individu.
Sedangkan menurut Nurkencana (1986 :
62) mengemukakan bahwa hasil belajar
adalah hasil yang telah dicapai atau
diperoleh anak berupa nilai mata pelajaran.
Ditambahkan
bahwa
hasil
belajar
merupakan hasil yang mengakibatkan
perubahan dalam diri individu sebagai hasil
dari aktivitas dalam belajar.
Jadi hasil belajar merupakan
perilaku
berupa
pengetahuan,
keterampilan, sikap, informasi, dan strategi
kognitif yang baru dan diperoleh siswa
setelah berinteraksi dengan lingkungan
dalam suatu suasana atau kondisi

pembelajaran. Hasil belajar yang dimaksud


dalam penelitian ini adalah hasil belajar
yang mengacu pada pemahaman konsep
siswa.
Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara di SD Nomor 5 Kapal, dimana
siswa
kelas
V
dalam
proses
pembelajarannya masih kurang efisien,
terutama dalam pelajaran IPA. Proses
pembelajaran yang digunakan di sekolah
tersebut adalah cenderung mengarah ke
model pembelajaran konvensional, dimana
cara yang digunakan melalui metode
ceramah yang divariasikan dengan latihan
soal sehingga peserta didik menjadi kurang
aktif dan tidak besemangat dalam proses
pembelajaran. Proses belajar menjadi pasif
dan hanya berpusat pada guru. Hal ini
menyebabkan hasil belajar peserta didik
rendah. Selain itu siswa merasa sulit
memahami suatu pelajaran yang diberikan
oleh guru, khususnya mata pelajaran IPA.
Untuk mengatasi masalah mengenai
hasil belajar siswa, perlu adanya suatu cara
atau solusi yang harus dilakukan untuk
membantu siswa dalam pembelajaran, agar
hasil belajar yang diinginkan dapat tercapai
seoptimal mungkin. Dengan merancang
suatu
model
pembelajaran
yang
cocok,efektif dan menyenangkan bagi
siswa, agar proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik. Sehingga tujuan yang
telah ditentukan dapat tercapai seoptimal
mungkin sesuai dengan tujuan pendidikan.
Model
Pembelajaran
Experiential
memungkinkan pembelajaran menjadi lebih
efektif
untuk
membantu
siswa
meningkatkan hasil belajar yang lebih
signifikan. Alasan penggunaan model
pembelajaran experiential yaitu siswa dapat
lebih mengingat pelajaran, menerapkan dan
melanjutkan proses belajar secara mandiri
karena pembelajaran ini menekankan pada
pengalaman nyata siswa serta dengan
menggunakan
model
pembelajaran
Experiential, peserta didik berperan aktif
dalam proses pembelajaran dan proses
belajar menjadi penuh perhatian dan
bersemangat.
Dalam
pembelajaranExperientialpeserta
didik
dilatih dengan cara pembelajaran dilakukan
dengan menggunakan pengalaman nyata
sebagai awal dari pembelajaran yang
kemudian
dipresentasikan
atau

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

didemonstrasikan. Peserta didik dapat


saling berdiskusi untuk mencari tau
pengalaman lain dari teman atau ide pokok
maupun konsep serta dapat saling
mengungkapkan ide bersama temannya
sehingga diharapkan dengan model
pembelajaran
Experientialdapat
meningkatkan keaktifan belajar IPA peserta
didik yang berpengaruh terhadap hasil
belajar IPA peserta didik meningkat.

hasil belajar IPA antara siswa yang


dibelajarkan dengan model pembelajaran
Experientialdan siswa yang dibelajarkan
dengan pembelajaran konvesional pada
siswa kelas V di SD 5 Kapal tahun
pelajaran 2013/2014.
H0 = 1 = 2 atau H0 = S12 = S22
H0 = 1 2 atau H0 = S12 S22
Dari tabel kerja diperoleh X2hitung =

= 6,55 sedangkan untuk taraf

HASIL DAN PEMBAHASAN


Dari Hasil uji prasyarat yaitu uji
normalitas dan homogenitas diperoleh
bahwa data dari kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol berdistribusi normal dan
homogen. Berdasarkan hal tersebut, maka
akan dilanjutkan pada pengujian hipotesis
penelitian (Ha) yaitu terdapat perbedaan
yang signifikan pada hasil belajar IPA
antara siswa yang dibelajarkan dengan
model pembelajaran Experientialdan siswa
yang dibelajarkan dengan pembelajaran
konvesional pada siswa kelas V di SD No. 5
Kapal tahun pelajaran 2013/2014, yang
telah diajukan pada kajian teori. Namun
sebelum dilakukan uji hipotesis, hipotesis
yang ada di Bab II diubah terlebih dulu
menjadi hipotesis (H0). Sehingga hasil
analisis akan membuktikan apakah data
yang diperoleh dari hasil pengukuran
terhadap responden akan mendukung atau
tidak terhadap hipotesis yang telah
diajukan. Adapun hipotesis nol (H0) yang
akan di uji menyatakan bahwa tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada

signifikan 5% ( = 0,05) dan derajat


kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2Tabel =
X2(0,05;5) = 11,07. Karena X2hitung < X2Tabel, ini
berarti sebaran data nilai post test siswa
kelompok eksperimen berdistribusi Normal.
Untuk kelompok kontrol diperoleh X2hitung =

= 4,15 sedangkan untuk taraf


signifikan 5%( = 0,05) dan derajat
kebebasan (dk) = 5 diperoleh X2Tabel =
X2(0,05;5) = 11,07. Karena X2hitung < X2Tabel, ini
berarti sebaran data nilai post test siswa
kelompok kontrol berdistribusi Normal.
Hasil
uji
homogenitas
varians
menunjukkan hasil bahwa Fhitung = 1,07 <
Ftabel =1,94. Ini berarti bahwa varians antar
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
adalah homogen.
Pengujian hipotesis tersebut melalui
uji-t dengan kaidah hipotesis, H0 ditolak jika
thitung > ttabel dan H0 diterima jika thitung ttabel.
Dari hasil perhitungandiperoleh hasil seperti
tabel berikut

Tabel 1. Tabel hasil uji t


Kelompok Penelitian
Kelas VB dan VC SD Nomor 5 Kapal

Dari hasil perhitungan uji-t, diperoleh


thitung sebesar 5,433 untuk mengetahui
signifikansinya, maka perlu dikonsultasikan
dengan nilai ttabel. Dengan db = 59 ( n-2 =
61 2 = 59) dan taraf signifikansi 5%
diperoleh ttabel = 2,000. Karena thitung lebih
besar dari nilai ttabel (5,433> 2,000), maka
hipotesis nol(H0)
ditolak
dan (Ha)
diterima.Ini berarti terdapat perbedaan yang
signifikan pada hasil belajar IPA antara

Thitung
5,433

Nilai Ttabel
2,000

Keterangan
H0 ditolak

siswa yang dibelajarkan dengan model


pembelajaran experientialdan siswa yang
dibelajarkan
dengan
pembelajaran
konvesional pada siswa kelas V di SD 5
Kapal tahun pelajaran 2013/2014.Maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
model
Experientialdapat
berpengaruh
signifikan terhadap hasil belajar IPA siswa
kelas V di SD No 5 Kapal tahun pelajaran
2013/2014.

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

Berdasarkan hasil analisis data


menggunakan uji-t di atas diketahui thitung
sebesar 5,433 dengan db = 59 ( n-2 = 61
2 = 59 ) dan taraf signifikansi 5%
diperoleh nilai ttabel = 2,000. Jadi dapat
diketahui bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan hasil belajar IPA antara kelompok
siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran Experientialdan kelompok
siswa
yang
dibelajarkan
dengan
pembelajaran konvensional. Hal tersebut
dapat dilihat dari tingginya perbedaan hasil
belajar antara kelompok eksperimen
dengan kelompok kontrol. Pada nilai ratarata hasil belajar IPA siswa kelompok
eksperimen diketahui lebih tinggi dari pada
nilai rata-rata hasil belajar siswa kelompok
kontrol yaitu 83,68 untuk kelompok
eksperimen dan 76,46 untuk kelompok
kontrol. Hal ini menunjukkan adanya
perbedaan yang signifikan hasil belajar
antara kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol. Dengan demikian berarti
terdapat perbedaan yang signifikan hasil
belajar
antara
model
pembelajaran
Experiential
dengan
pembelajaran
konvensional dapat disebabkan adanya
perbedaan sintak, sumber belajar dan
metode ajar dari kedua pembelajaran.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan analisis data dan
pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
hasil belajar IPA antara siswa yang
dibelajarkan dengan model Pembelajaran
Experientialdan siswa yang dibelajarkan
dengan pembelajaran konvensional pada
siswa kelas V di SD 5 Kapal tahun
pelajaran 2013/2014.Karena thitung lebih dari
nilai ttabel (5,433> 2,000), maka hipotesis nol
(H0) ditolak dan (Ha) diterima. Rata-rata
hasil belajar kelas eksperimen lebih besar
dari hasil belajar kelas kontrol oleh karena
itu dari hasil tersebut penerepan model
pembelajaran Experiential berpengaruh
terhadap hasil belajar IPA Siswa Kelas V di
SD 5 Kapal tahun pelajaran 2013/2014.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
beberapa hasil penelitian diantaranya yang
dilakukan oleh Dwipayanti (2008) yang
menunjukkan bahwa dengan penerapan
model Pembelajaran Experiential dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar


IPA siswa. Dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Artayasa (2012) yang
menunjukkan bahwa penerapan Model
Experiential dapat meningkatkan minat dan
hasil belajar IPA siswa kelas VB SD Negeri
1 Ubud Tahun Ajaran 2012/2013. Dengan
demikian, hasil penelitian ini memperkuat
hasil penelitian sebelumnya.Berdasarkan
hasil penelitian, pembahasan, dan simpulan
di atas dapat di ajukan saran sebagai
berikikut :
Bagi
guru,
Dalam
upaya
meningkatkan
hasil
belajar
siswa
hendaknya
menggunakan
Model
Pembelajaran Experiential dan diupayakan
pembelajaran
yang
memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada
siswa agar dapat memahami, menentukan
ide-ide yang dibantu dengan sumber dan
media pembelajaran yang inovatif sehingga
memberi semanagt untuk berinisiatif, kreatif
dan aktif.
Bagi Sekolah, Untuk meningkatkan
mutu pendidikan hendaknya sekolah
menyediakan sarana prasarana penunjang
pembelajaran
sehingga
pelaksanaan
pembelajaran dengan menggunakan Model
Pembelajaran Experiential dapat berjalan
secara optimal.
Dan bagi peneliti lain, Diharapkan
penelitian ini dapat bermanfaat kepada
peneliti lain yang memenuhi permasalahan
yang sama sebagai bandingan dan
masukan melakukan penelitian sejenis.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah.Idi
Safarina.1998.Sosiologi
Pendidikan Individu, Masyarakat
dan Pendidikan.Jakarta: Safarina.
Aisyah,Nyimas,dkk. 2007. Pengembangan
Pembelajaran
Matematika
SD.
Jakarta
:
Direktorat
Jendral
Pendidikan
Tinggi
Departemen
Pendidikan Nasional
Arikunto. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi
Pendidikan(edisi
revisi).
Cet.8.
Jakarta : Bumi Aksara
Kolb, D. A. 1984. Problem management:
Learning
from
Experience.
Tersediapada

Jurnal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha


Jurusan PGSD (Vol: 2 No: 1 Tahun 2014)

http://www.learningfromexperience.c
om/research-library/.
Maman,Rumanta.2007,
Praktikum
IPA
SD.Jakarta: Universitas Terbuka.
Mardana, I. B. 2006. Implementasi Modul
Eksperimen
Sains
Berbabis
Kompetensi
dengan
Model
Experiential Learning dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan
KBK dalam Pembelajaran Sains.
JurnalPendidikan dan Pengajaran
IKIP
Negeri
Singaraja,
Vol.
39(4).676-943.
Margono.(2004). Metodologi Penelitian
Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta.
Noor,
Juliansyah.
2010.
Metodelogi
Penelitian. Jakarta : Kencana
Prenada MediaGroup.
Senduperdana, A. 2007. Analisis Hasil
Belajar Mata Kuliah Umum: Survei
di
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas
Krisnadwipayana
Jakarta. Jurnal
Pendidikan dan
Kebudayaan. No. 064. Tahun Ke-13.
Sudjana,Nana.2005. Penilaian Hasil Proses
Belajar Mengajar.Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Sugiyono.(2001).
Statistika
untuk
Penelitain.Bandung: Alfabeta.
Suparno. 1997. Model Pembelajaran
Experiential Learning. Jakarta: PT
Raja Gafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai