Model Sistem Dinamik Untuk Bank Dengan Faktor Pasar Uang Antar Bank
Model Sistem Dinamik Untuk Bank Dengan Faktor Pasar Uang Antar Bank
Oleh:
AKMAL FADHLURRAHMAN
NIM: 10111086
Oleh
AKMAL FADHLURRAHMAN
NIM: 10111086
(Program Studi Sarjana Matematika)
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Teknologi Bandung
Menyetujui
Tanggal 21 September 2015
Dosen Pembimbing
Abstrak
Model Sistem Dinamik untuk Bank dengan Faktor
Pasar Uang Antar Bank
Pada tugas akhir ini akan dibahas sebuah model sistem dinamik untuk bank dengan
aktivitas pasar uang antar bank. Pada model tersebut, kegiatan meminjam dan memberi pinjaman kepada bank lain akan dipandang sebagai cara yang dilakukan oleh
bank untuk memperoleh sumber dan penggunaan dana tambahan. Titik ekuilibrium
dari model akan ditunjukkan, lalu model akan diimplementasikan dengan data dari
empat bank di Indonesia. Akhirnya, akan dilakukan analisis sensitivitas sederhana
pada parameter-parameter tertentu.
Hasil dari tugas akhir ini menujukkan bahwa titik ekuilibrium dari model sejalan dengan empat kondisi yang berbeda: bank tanpa hubungan pinjam-meminjam
dengan bank lain, bank yang hanya memberi pinjaman kepada bank lain, bank yang
hanya menerima pinjaman dari bank lain, serta bank yang selalu memberikan pinjaman dan meminjam dari bank lain secara simultan, atau dengan kata lain menjadi
perantara dana antar bank. Implementasi numerik dengan data mengindikasikan
bahwa bank yang menjadi perantara dana antar bank saja yang akan mencapai titik ekuilibrium yang stabil. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa bank akan
menjadi lebih stabil dan aman dalam jangka panjang bila bereaksi berbeda terhadap dinamika ekuitas dan likuiditas. Bank akan semakin stabil dan aman apabila
meningkatkan dana pihak ketiga bersamaan dengan pertumbuhan ekuitas, dan meningkatkan pinjaman bersamaan dengan pertumbuhan likuiditas.
Kata kunci: sistem dinamik, neraca bank, pasar uang antar bank.
iii
Abstract
Dynamical System Model for Bank with Interbank
Money Market Factor
In this final project, a dynamical system model for a bank with interbank money
market activity will be considered. In the model, interbank borrowing and lending
viewed as means for bank to obtain additional sources and uses of funding, respectively. Equilibrium points of the model will be shown, as well as its implementation
with data from four Indonesia banks. A simple sensitivity analysis on selected parameters will also be conducted.
The result of this final project shows that the equilibrium point of the model
is in line with four different conditions: bank without any interbank lending and
borrowing activity, bank who only lends money, bank that only borrows money,
and bank who always lending and borrowing from other bank simultaneously (or,
in other word, bank plays a role as intermediary between banks). Numerical implementation with data suggests that the last condition represents the only stable
equilibrium point. Finally, sensitivity analysis reveals that bank will be more stable
and safe in the long run if bank reacts differently to liquidity and equity growth.
Bank will be more stable and safe if it increase deposit as equity grows and aims
for higher loans as liquidity grows.
Keywords: dynamical system, bank balance sheet, interbank money market.
iv
I will remember that I didnt make the world, and it doesnt satisfy my equations.
The Financial Modelers Manifesto.
Prakata
Saat Prakata ini ditulis, penulis hampir menyelesaikan pendidikan di Institut Teknologi Bandung. Kegiatan melakoni seratus empat puluh empat SKS beban kuliah (155 SKS jika menghitung mata kuliah yang tidak lulus atau tidak dimasukkan
dalam transkrip), satu unit kegiatan mahasiswa, satu himpunan mahasiswa, dan beberapa kegiatan sampingan lainnya telah penulis lalui dengan baik. Mengingat hal
tersebut, dalam karya terakhir di ITB ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Kedua orangtua penulis Mamah dan Bapak yang selalu mendukung penulis setiap hari. Senyum ketika membukakan pintu rumah di tengah malam,
kata-kata penghiburan ketika dinyatakan tidak lulus kuliah Struktur Aljabar
untuk pertama kalinya, serta kasih penulisng yang tiada henti dari mereka
membuat penulis mampu menyelesaikan pendidikan di ITB dengan baik.
2. Kakak penulis, Aldi, ia yang paling bertanggung jawab diantara kami berdua.
Dia orang hebat yang selalu mengingatkan penulis untuk rileks jika penulis
terlihat tertekan menghadapi ujian atau deadline. Tanpa perhatiannya, ekspektasi umur penulis akan menjadi 10 tahun lebih pendek.
3. Dosen pembimbing, Ibu Dr. Novriana Sumarti, yang telah membimbing penulis sejak mata kuliah Pemodelan Matematika hingga Tugas Akhir ini. Dalam arahan beliau, penulis belajar untuk berpikir kreatif, baik ketika membangun model matematika maupun dalam menginterpretasikannya. Beliau juga
vi
vii
mendorong penulis untuk melanjutkan studi lanjut, meskipun pada awalnya
penulis sempat mengalami keraguan untuk itu. Terima kasih atas bimbingan
dan dorongannya, Bu.
4. Semua anggota Kelompok Studi Ekonomi dan Pasar Modal ITB. Terima kasih untuk kepercayaan yang diberikan kepada penulis sebagai Ketua Divisi
Pendidikan 2013/2014. Tantangan yang kalian berikan sebagai ketua divisi
(dan pengisi market review atau seminar kaderisasi setelahnya) telah meneguhkan tekad penulis untuk mempelajari ilmu ekonomi secara lebih mendalam.
5. Seluruh dosen di lingkungan Program Studi Matematika ITB, yang telah
membagikan ilmunya kepada penulis. Khususnya penulis ingin berterima
kasih kepada:
Bapak Janson Naiborhu, dosen wali penulis. Meskipun beliau belum
pernah mengajar penulis secara langsung, beliau telah membukakan kesempatan yang luas bagi penulis untuk mengeksplorasi berbagai mata
kuliah di ITB.
Dosen penguji Seminar I dan II, Bapak Dr. Kuntjoro Adji Sidarto dan
Bapak Dr. Mochamad Apri, terima kasih telah menyempatkan diri untuk
menguji dan menilai Tugas Akhir penulis.
6. Semua rekan FMIPA ITB dan Matematika ITB angkatan 2011, khususnya:
Larasanti Putri Mantika, partner TA yang heboh, terima kasih untuk
kerjasama dan kesabarannya selama mengerjakan Tugas Akhir ini, terutama saat diombang-ambing sama model piecewise smooth yang susah
itu. Semoga cita-citamu tercapai!
Daniel Adie Krismanto, Cindy Putri Puspita, dan Dian Sito Rukmi. Terima kasih karena telah menjadi teman yang luar biasa selama di ITB.
viii
Tanpa kalian, aku hanyalah butiran debu yang gagap kombinatorika.
(Sekarang juga masih gagap kombinatorika, sih. Tapi setidaknya sekarang bukan butiran debu, tapi butiran Marimas.)
Regy Rizki Ginanjar, Bayu Adi, Felicity Perfecta Azhar, Tantri Wulandari, dan Amila Laelalugina, yang telah memberikan dukungan kepada
penulis selama pengerjaan Tugas Akhir ini, meskipun sudah tidak satu
jurusan lagi (untuk kasus Tantri, sudah tidak satu kampus lagi!)
Taufiq Akbari Utomo, orang yang mengajarkan teknik-teknik pembuktian kepada penulis. Terima kasih atas pengetahuan berharga ini. Kita
seringkali tidak sepakat dalam banyak hal, tapi penulis harap kita bisa
sepakat untuk tidak sepakat suatu hari nanti.
7. Ibu Diah, beserta staf Tata Usaha Matematika lainnya. Terima kasih atas
bantuannya selama penulis menjadi mahasiswa Matematika ITB, terutama
pada saat mengerjakan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam Tugas Akhir
ini. Untuk itu, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kritik dan saran mengenai Tugas Akhir ini dapat disampaikan melalui surel ke alamat akmal.
fadhlurrahman@gmail.com. Semoga Tugas Akhir ini bermanfaat.
Daftar Isi
Abstrak (Bahasa Indonesia)
iii
iv
Prakata
vi
Daftar Isi
Daftar Tabel
xi
Daftar Gambar
xii
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang . . . . .
1.2 Rumusan Masalah . . . .
1.3 Tujuan . . . . . . . . . .
1.4 Pembatasan Masalah . .
1.5 Sistematika Pembahasan
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
1
1
2
3
3
3
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
5
5
6
13
14
17
19
20
21
23
23
25
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
27
27
29
32
33
ix
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
DAFTAR ISI
3.3.2
4
x
Kestabilan dan Linearisasi SPD Nonlinear . . . . . . . . . . 34
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
37
37
45
51
53
55
57
57
59
Daftar Pustaka
68
70
Daftar Tabel
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
Parameter-parameter yang akan digunakan untuk menentukan stabilitas titik kritis dari model (4.19) (4.23). . . . . . . . . . . . .
Titik-titik kritis pada model untuk Bank A. . . . . . . . . . . . . .
Titik-titik kritis pada model untuk Bank B. . . . . . . . . . . . . .
Titik-titik kritis pada model untuk Bank C. . . . . . . . . . . . . .
Titik-titik kritis pada model untuk Bank D. . . . . . . . . . . . . .
xi
.
.
.
.
.
52
53
55
57
57
Daftar Gambar
2.1
2.2
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
4.8
xii
. 54
. 56
. 58
. 60
. 61
. 63
. 63
. 64
Bab 1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Bank dianggap sebagai badan usaha perantara keuangan yang memberikan pinjaman sebagai aset dan menerima dana masyarakat (deposito) sebagai liabilitas. Deposito tersebut digunakan untuk membiayai pinjaman yang diberikan. Bank berpotensi mendapatkan laba dari selisih antara suku bunga yang didapat dari pinjaman
dan suku bunga yang diberikan sebagai imbal balik deposito. Seperti badan usaha
lainnya, bank juga memiliki pemegang saham yang berpartisipasi melalui penyertaan modal. Modal ini akan bertambah jika bank mencetak laba dan berkurang jika
mengalami kerugian.
Kegiatan bisnis perbankan tidak sepenuhnya bebas risiko. Risiko perbankan
yang paling utama adalah risiko kredit dan risiko likuiditas [9]. Risiko kredit muncul apabila penerima pinjaman tidak membayar bunga atau pokok sesuai kesepakatan sebelumnya, sehingga bank kehilangan potensi pendapatan. Adapun risiko
likuiditas muncul apabila bank menghadapi risiko penarikan dana (bank run) oleh
nasabah yang mencari bunga tinggi. Jika ini terjadi, maka bank akan dipaksa untuk mencari sumber dana yang kemungkinan memiliki biaya suku bunga yang lebih
tinggi. Di titik terburuk, bank dapat mengalami kegagalan (failure) karena modal-
BAB 1. PENDAHULUAN
nya habis digunakan untuk menyerap kerugian yang muncul dari risiko bisnis di
atas.
Agar dapat mempertahankan bisnisnya, bank harus mengelola likuiditasnya sedemikian rupa sehingga setiap kali nasabah menarik dananya, bank selalu mampu
membayar. Di samping itu, bank juga perlu mempertahankan modalnya sebagai
salah satu indikator yang penting dalam mengukur tingkat kesehatan suatu bank.
Apabila modal bank mencapai nol atau negatif, bank akan dikatakan gagal (failed)
dan tidak dapat beroperasi lagi.
Mengingat pentingnya bank dalam perekonomian, kegagalan-kegagalan tersebut perlu dihindari. Salah satunya adalah dengan melakukan analisis terhadap bisnis bank tersebut. Untuk menganalisis bisnis sebuah bank, diperlukan sebuah model
yang melibatkan unsur-unsur terpenting dari bisnis bank yang telah dijelaskan sebelumnya. Model dinamik dengan sistem persamaan diferensial merupakan kerangka
kerja yang tepat untuk masalah ini.
1.2
Rumusan Masalah
BAB 1. PENDAHULUAN
1.3
Tujuan
Dalam menyelesaikan masalah di atas, Tugas Akhir ini perlu mencapai tujuantujuan berikut:
1. Mengkonstruksi model dinamik untuk kegiatan dan risiko-risiko yang dihadapi oleh bank.
2. Menentukan parameter model yang sesuai dengan kondisi perbankan Indonesia.
3. Menentukan titik kesetimbangan dan kestabilannya dan melakukan analisis
sensitivitas terhadap parameter agresivitas deposito dan pinjaman.
1.4
Pembatasan Masalah
1.5
Sistematika Pembahasan
Pada bab ini masalah yang akan diselesaikan serta batasan-batasan yang berlaku
telah dijabarkan. Pada bab-bab selanjutnya akan diterangkan teori dasar dan tahap-
BAB 1. PENDAHULUAN
Bab 2
Kegiatan dan Risiko Perbankan
2.1
Dilihat dari sudut pandang sejarah, bank terbentuk dari kebutuhan untuk menyimpan uang dan melakukan pembayaran dengan aman dan konsisten. Pada masa Abad
Pertengahan di Eropa, berbagai mata uang diterbitkan dalam logam mulia dengan
beragam komposisi dan kemurnian, sehingga nilainya tidak serba-sama (uniform).
Dengan memasukkan uang ke dalam akun simpanan bank dan menukarnya menjadi
banknote, pedagang dapat menyelesaikan berbagai transaksi tanpa khawatir kehilangan nilai uangnya. Seiring berjalannya waktu, peran bank dalam menyelesaikan
transaksi perdagangan melalui mekanisme internal atau melalui jaringan antar bank
(kliring) semakin berkembang. Di masa kini, jasa pembayaran merupakan salah
satu peran mendasar yang diemban oleh bank dalam keberjalanan perekonomian.
Di era modern, peran bank dalam suatu perekonomian telah berkembang dari
hanya sekedar perantara pembayaran menjadi perantara keuangan. Perantara keuangan, sebagaimana didefinisikan dalam [9], adalah suatu agen ekonomi yang memiliki spesialisasi dalam aktivitas jual-beli klaim keuangan secara bersamaan. Definisi ini analog dengan definisi peritel (retailer) dalam teori organisasi industrial.
Dalam melaksanakan fungsi intermediasi keuangan, sebuah bank menerima sim-
panan dari masyarakat dalam berbagai bentuk, seperti giro, sertifikat deposito, dan
tabungan. Dana yang terkumpul dari simpanan tersebut lalu dipinjamkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk kredit. Dari sudut pandang perantara keuangan
yang telah dikemukakan sebelumnya, kita dapat melihat bank sebagai peritel surat
berharga: mereka membeli surat berharga yang diterbitkan oleh debitur (memberi
kredit) dan menjualnya kepada kreditur (menerima simpanan). Bank mengambil keuntungan dari aktivitas intermediasi dengan membebankan bunga yang lebih tinggi
pada kredit yang diberikannya daripada pada bunga yang dibayarnya untuk dana
simpanan masyarakat.
Meskipun demikian, kegiatan perbankan sesungguhnya lebih kompleks ketimbang sekedar menjadi perantara antara simpanan dan kredit. Salah satu penyebabnya adalah fakta bahwa kredit yang dikehendaki oleh masyarakat memiliki sifat
yang berbeda dengan simpanan yang dipercayakan pada bank. Peminjam seringkali membutuhkan kredit yang jumlahnya besar dan memiliki jangka waktu yang
panjang. Di sisi lain, nasabah yang memiliki kelebihan dana dan menyimpannya
di bank seringkali hanya memiliki jumlah dana yang kecil dan tidak berkomitmen
untuk menahannya dalam jangka panjang. Dengan demikian, ketika bank memberikan pinjaman, bank melakukan transformasi maturitas dan denominasi. Transformasi maturitas terjadi ketika kewajiban jangka pendek (simpanan) menjadi aset
jangka panjang (kredit). Transformasi denominasi terjadi karena bank mengubah
aset-aset berdenominasi kecil milik nasabah (simpanan) menjadi aset berdenominasi besar (kredit). Kedua jenis transformasi ini adalah bagian yang tak terpisahkan
dari model bisnis bank.
2.1.1
Model Bryant
Untuk melihat konsep-konsep transformasi di atas dalam model, kita akan meninjau
model Bryant yang selanjutnya diperbaiki oleh Diamond and Dybvig [9]. Misalkan
terdapat perekonomian dengan satu barang dan tiga periode (t D 0; 1; 2) dimana
suatu kontinuum dari agen-agen identik ex-ante memiliki satu unit barang pada t D
0. Barang ini dapat dikonsumsi pada t D 1 atau t D 2. Kita akan menggunakan C t
menyatakan konsumsi pada waktu t.
Untuk memodelkan gejolak likuiditas, kita menganggap konsumen mengetahui
pada t D 1 bahwa mereka akan mengkonsumsi lebih awal (pada t D 1) atau pada
periode berikutnya (t D 2). Pada masing-masing waktu agen akan memiliki fungsi
utilitas u.C1 / dan u.C2 /, yang diasumsikan monoton naik dan konkaf.1 Untuk
menyederhanakan notasi, dalam model ini kita tidak menghitung efek time value of
money.2 Dalam sudut pandang ex-ante, ekspektasi utilitas dari konsumsi adalah
U D 1 u.C1 / C 2 u.C2 /
(2.1)
1 C1 D 1
(2.2)
2 C2 D RI
Dengan demikian, jika Ci > Cj maka u.Ci / > u.Cj / dan u0 .Ci / < u0 .Cj /.
Artinya, tidak ada discounting untuk arus kas di waktu t > 0.
3
Suatu alokasi dikatakan optimal-Pareto jika tidak ada ada cara untuk mengubah alokasi pada
agen manapun menjadi lebih baik tanpa membuat setidaknya satu agen lain dirugikan.
1
2
Dengan melakukan eliminasi terhadap I , kendala-kendala pada (2.2) dapat disederhanakan menjadi
1 C1 C 2
C2
D1
R
(2.3)
(2.4)
dC1 D
dC2
dU D
First-order condition: Jika f .x.t /; y.t // mulus dan mencapai minimum atau maksimum pada
.x .t ? / ; y .t ? //, maka
df .x .t ? / ; y .t ? //
D0
dt
C1 D .1
I / C lI D 1 C .l
1/I
C2 D .1
I / C RI D 1 C I.R
1/
C2
< 1 C 2 D 1
R
10
obligasi tersebut akan membayar satu barang pada t D 2. Diketahui p 1, karena jika tidak maka pembayaran barang pada t D 2 akan lebih sedikit ketimbang
harga yang dibayarkan untuk obligasinya. Pembeli obligasi akan membayar 1
barang untuk mendapatkan
1 I
p
I
1 I
p
C1 D 1
I C pRI
(2.5)
1 I
p
C2 D
I
p
C RI D
1
.1
p
I C pRI /
(2.6)
Agen-agen tersebut akan memilih nilai I secara ex-ante untuk memaksimalkan ekspektasi utilitasnya,
U D 1 u.C1 / C 2 u.C2 /
(2.7)
Hambatan-hambatan pada (2.2) masih tetap berlaku. Karena agen-agen pada perekonomian ini identik, maka kita akan mendapatkan suatu ekuilibirum pasar dari
konsumsi dan investasi, yakni C1M ; C2M , dan I M .
Dengan memasukkan (2.5) dan (2.6) ke (2.7), dan menggunakan first order con-
11
dition, didapat
2
dU
d
D
dI
dI
6
6
61 u .1
1
.1
I C pRI / C2 u
C1
7
7
I C pRI / 7 D 0
5
C2
2 . 1 C pR/ 0
1 . 1 C pR/ u0 .C1 / C
u .C2 / D 0
p
2 u0 .C2 /
0
. 1 C pR/ 1 u .C1 / C
D 0
p
Perhatikan bahwa 1 u0 .C1 / C
2 u0 .C2 /
p
atas memenuhi
1 C pR D 0 H) p D
1
R
(2.8)
Persamaan (2.8) akan dimasukkan kembali ke hambatan kedua dari (2.2) serta persamaan (2.5) dan (2.6), sehingga didapat ekuilibrium-ekuilibrium dari pasar:
C1M D .1
I C pRI / D 1
1
1
.1 I C pRI / D D R
p
p
M
2 C2
2 R
D
D
D 2
R
R
(2.9)
C2M D
(2.10)
IM
(2.11)
Dalam perekonomian ini, alokasi C1M ; C2M D .1; R/ merupakan perbaikan
Pareto5 dari alokasi pada perekonomian autarki karena agen yang mengkonsumsi
lebih cepat tidak harus melakukan likuidasi paksa pada investasinya. Meskipun
demikian, alokasi ini belum tentu alokasi optimal, karena
u0 .1/
u0 .C1M /
D
1
u0 .R/
u0 .C2M /
tidak menjamin keoptimalan seperti yang disyaratkan oleh persamaan (2.4) .
5
Suatu alokasi dikatakan perbaikan-Pareto jika alokasi tersebut memungkinkan setidaknya satu
agen mengalami peningkatan utilitas tanpa mengurangi utilitas dari agen lain. Dengan kata lain,
suatu alokasi dikatakan optimal-Pareto jika tidak ada perbaikan-Pareto dari alokasi saat ini.
12
Diamond dan Dybvig (1983) menunjukkan suatu cara untuk mencapai alokasi yang merupakan perbaikan-Pareto ketimbang alokasi sebelumnya. Dimulai dari
alokasi .1; R/, seorang agen akan membeli asuransi likuiditas untuk keadaan konsumsi lebih awal. Akan tetapi, penghindaran risiko (risk aversion) tidak cukup untuk membuat seorang agen membeli asuransi tersebut, karena ada biaya untuk mendapat asuransi tersebut. Peningkatan ekspektasi konsumsi pada t D 1 sebanyak
(yakni, 1 C1 D 1 C ) didapat dari pengurangan investasi teknologi sebanyak , sehingga ekspektasi konsumsi pada t D 2 menjadi 2 C2 D R.2
tersebut membuat upaya agen tersebut menghindari risiko akan semakin berkurang
jika kekayaannya semakin meningkat.
Dengan demikian, fungsi penghindaran risiko f .C / D C u0 .C / turun; yakni,
C u00 .C /
u0 .C /
> 1. Akibatnya,
u0 .C / C C u00 .C / < 0
Z R
Z R
0
00
u .C / C C u .C / dC <
0 dC
1
1
R
C u0 .C / 1 < 0
Ru0 .R/
u0 .1/ < 0
Ru0 .R/ < u0 .1/
(2.12)
13
mereplikasi asuransi yang tepat untuk guncangan tersebut. Obligasi, sebagai aset
non-kontingensi yang dibuka dalam model di atas, tidak cukup untuk menggapai
pembagian risiko yang efisien.
Dengan demikian, pada perekonomian dimana masing-masing agen dapat mengalami guncangan likuditas, alokasi pasar dapat diperbaiki dengan kontrak simpanan
yang ditawarkan oleh bank. Neraca dari bank yang menawarkan kontrak deposit
optimal dapat dilihat pada gambar berikut. Modal (ekuitas) bank tidak diperlukan
karena guncangan likuditas dapat didiversifikasi secara sempurna dan pinjaman
pada teknologi jangka penjang tidak berisiko.
Asumsi krusial dari model ini adalah tidak ada agen yang menarik dananya pada
t D 1 jika ia tidak mengalami guncangan likuditas. Hal ini masuk akal mengingat
kondisi (2.4) mengakibatkan C1? < C2? sehingga konsumen tidak memiliki insentif
untuk menarik dana lebih awal pada t D 1 jika tidak terpaksa.
2.2
Untuk memahami kegiatan bisnis sebuah bank modern, akan terlebih dahulu diperkenalkan konsep dasar laporan keuangan suatu bank, khususnya neraca (balance
sheet) dan laporan laba rugi (income statement). Pembahasan pada subbab ini
14
2.2.1
Neraca/Balance Sheet
Neraca adalah gambaran posisi keuangan sebuah bank pada suatu titik waktu. Neraca menggambarkan sumber pendanaan (sources of funds) bank di satu sisi dan
penggunaan dana (uses of funds) di sisi lainnya.
Seperti perusahaan non-keuangan lainnya, bank mendanai aktivitas mereka dengan liabilitas dan ekuitas. Liabilitas adalah hutang yang harus dilunasi atau pelayanan yang harus dilakukan pada masa datang pada pihak lain. Salah satu komponen utama dalam liabilitas bank adalah simpanan nasabah dalam berbagai bentuk,
seperti giro, sertifikat deposito, dan tabungan. Komponen lain adalah liabilitas kepada non-nasabah, seperti pinjaman antar bank, obligasi yang diterbitkan bank, dan
pinjaman bank sentral. Adapun ekuitas bank yang mencakup dana yang berasal dari
pemegang saham (modal saham) dan sisa laba bersih yang tidak dibagikan kepada
pemegang saham (laba ditahan). Dengan demikian, sumber pendanaan bank dapat
ditulis sebagai
(2.13)
(2.14)
Selain ketiga kategori di atas, bank juga memiliki aset lain, semisal aset bangunan dan hak cipta.
Akan tetapi, aset-aset tersebut akan kita abaikan dalam tugas akhir ini.
15
Aset
Liabilitas dan Ekuitas
(Penggunaan dana)
(Sumber dana)
Kas dan
setara kas
Giro pada
bank sentral
Simpanan
Hutang lainnya
Kredit
Modal saham
Laba ditahan
(2.15)
(2.16)
Berdasarkan konvensi akuntansi, kedua sisi neraca harus setimbang (yakni, sumber pendanaan sama dengan penggunaan dana). Dari persamaan (2.13) dan (2.15),
didapat
def
(2.17)
16
.C100:000/
Kas
Sebaliknya, jika nasabah menarik uangnya, maka simpanan dan kas akan berkurang
dengan jumlah yang sama:
. 100:000/
. 100:000/
Kas
Contoh 2.3 (Bank menerima pinjaman dari pihak lain). Misalkan bank meminjam dari pasar uang antar bank sebesar Rp1 miliar. Dalam neraca, bank mencatatnya
serupa dengan ketika menerima simpanan, namun komponen yang ditambahkan
adalah hutang.
.C1miliar/
.C1miliar/
Kas
17
Contoh 2.4 (Bank memberi pinjaman yang seluruhnya langsung ditarik). Misalkan bank memberikan pinjaman senilai Rp300.000, yang seluruhnya langsung
ditarik. Efek neto yang muncul dalam neraca adalah peningkatan kredit di sisi aset
sebesar
Rp300.000 dan penurunan kas di sisi penggunaan dana dengan jumlah yang sama,
seperti yang terlihat pada persamaan berikut:8
. 300:000/
Kas
.C300:000/
2.2.2
Unsur laba ditahan dari ekuitas bank dihitung dalam laporan keuangan yang terpisah dari neraca, yakni laporan laba rugi. Laporan laba rugi adalah ringkasan profitabilitas suatu perusahaan selama suatu periode waktu tertentu. Laporan laba rugi
mencantumkan pendapatan yang diterima, pengeluaran, dan keuntungan yang diterima selama periode tersebut.
Secara umum, laporan laba rugi pertama-tama dihitung dengan mengurangi
pendapatan operasional (operating revenue) dengan beban operasional (operating expense). Pendapatan operasional adalah pendapatan yang dihasilkan oleh
aset-aset perusahaan selama periode waktu laporan. Beban-beban yang dikurangi
dari pendapatan operasional semisal biaya bahan baku, administrasi, research and
development, depresiasi, dan biaya lainnya. Hasil pengurangan ini dikenal dengan
nama laba operasional (operating income):
Beban operasional:
(2.19)
Jika pinjaman tersebut tidak seluruhnya langsung ditarik, menurut Pedoman Akuntansi Perbankan Indonesia [1], bank perlu memberikan perlakuan yang berbeda dalam neraca.
18
Laba operasional berbeda dengan laba bersih (net income), karena laba operasional belum memperhitungkan faktor pengurang lain seperti beban bunga pinjaman
dan pajak, atau dengan kata lain:
Beban bunga
Pajak:
(2.20)
Laba bersih, jika bernilai positif, kemudian dibagikan kepada pemegang saham
melalui dividen. Sisa dari laba bersih kemudian menjadi penambahan terhadap
laba ditahan yang dicatat kepada neraca:
Dividen:
(2.21)
(2.22)
Dalam perusahaan bank, pendapatan operasional utama adalah bunga yang dihasilkan dari kredit yang diberikan oleh bank, sedangkan beban bunga berasal dari
bunga yang harus dibayarkan bank untuk liabilitas seperti dana nasabah dan hutang
bank.9 Dengan demikian, khusus untuk bank, persamaan (2.19) hingga (2.21) dapat
disederhanakan sebagai berikut:
Bunga liabilitas
Beban operasional
Pajak
Dividen: (2.23)
Contoh pencatatan pendapatan dan beban bunga dapat dilihat di bawah ini:
Contoh 2.5 (Bank membayar bunga simpanan/menerima bunga pinjaman).
Misalkan nasabah memiliki tabungan sebesar Rp100.000 dengan suku bunga 10%.
Ketika bank membayar bunga sebesar Rp10.000, bank menganggapnya sebagai
9
Selain bunga, bank juga menerima pendapatan berupa fee yang dikenakan pada nasabah untuk
berbagai layanan keuangan yang ditawarkan oleh bank. Meskipun demikian, dalam tugas akhir ini
kita akan mengabaikan fee yang diterima oleh bank.
19
Kredit
bermasalah...
Hutang
Hutang
Kredit
Kredit
Aset Likuid
Ekuitas
Aset Likuid
Ekuitas
...mengakibatkan
ekuitas tergerus.
Gambar 2.2: Masalah solvabilitas. Jika sejumlah besar kredit bermasalah dan
mengurangi kerugian, maka ekuitas dapat tergerus sehingga bank mengalami kebangkrutan neraca.
beban bunga yang mengurangi tambahan laba ditahan. Beban bunga tersebut dicatat sebagai berikut:
. 10:000/
. 10:000/
Kas
Sebaliknya, apabila bank menerima bunga dari kredit dengan jumlah yang sama,
maka bank menganggapnya sebagai pendapatan bunga yang dicatat dalam neraca
sebagai berikut:
.C10:000/
.C10:000/
Kas
2.3
Dalam subbab ini akan dijelaskan mengenai dua masalah dasar perbankan, yakni
masalah solvabilitas dan likuiditas.
2.3.1
20
Sebagaimana telah disebutkan pada subbab sebelumnya, bank dapat menggunakan sejumlah sumber dana untuk membiayai kegiatannya. Ekuitas dapat dianggap
sebagai dana yang dimiliki sendiri oleh bank, dan bukan dana yang dipinjam dari
masyarakat seperti liabilitas. Dari persamaan akuntansi (2.17), ekuitas selalu bernilai sama dengan selisih antara aset dan liabilitas.
Selain menjadi sumber pendanaan bank, ekuitas juga merupakan inti dari masalah solvabilitas yang dihadapi bank. Dalam masalah ini ekuitas dapat dipandang
sebagai ukuran kemampuan bank untuk menyerap kerugian selama masih dapat beroperasi (going concern). Peraturan akuntansi mengharuskan kerugian yang terjadi
pada aset, seperti pinjaman yang macet (non-performing loan/NPL), diakui sebagai
cadangan kerugian pada saat aset tersebut mengalami penurunan nilai. Cadangan
kerugian muncul pada laporan laba rugi sebagai beban operasional yang mengurangi laba bersih. Pada neraca, cadangan kerugian muncul sebagai pengurangan pada
aset yang mengalami kerugian dan pengurangan ekuitas dengan jumlah yang sama.
Dengan demikian, jumlah kerugian maksimal yang dapat ditanggung oleh bank
sama dengan jumlah ekuitas yang dimilikinya. Apabila bank tidak memiliki ekuitas
dan hanya membiayai aktivitasnya dengan liabilitas, ketika terjadi kerugian pada
asetnya, maka liabilitas bank akan lebih besar ketimbang asetnya yakni, bank
mengalami kebangkrutan neraca (balance sheet insolvent) seperti diilustrasikan
oleh Gambar 2.2.
Masalah solvabilitas dan kebangkrutan neraca adalah sesuatu yang harus dihindari oleh setiap bank. Sebagaimana disebutkan dalam [4], ketika terjadi kebangkrutan neraca, kemampuan bank tersebut untuk memenuhi kewajibannya kepada masyarakat, termasuk membayar dana nasabah, menjadi sangat diragukan. Penurunan
kemampuan ini sangat mungkin untuk menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat
pada bank itu, dan hal ini sangat berbahaya bagi kelangsungan usaha bank.
Untuk menghindari masalah solvabilitas, sebuah bank perlu menyesuaikan eku-
21
itas yang dimilikinya dengan profil risiko dari asetnya. Jika bank memiliki aset yang
lebih berisiko, maka bank harus memiliki ekuitas yang lebih besar untuk mengantisipasi kemungkinan kerugian yang muncul. Mustahil untuk mengetahui seberapa
besar kerugian yang akan muncul di masa yang akan datang, namun bank dapat
mengantisipasinya dengan melihat rata-rata kerugian yang terjadi di masa lalu dan
potensi kerugian tambahan yang tak terduga di masa yang akan datang.
2.3.2
Masalah Likuiditas
22
sementara aset bank yang lain tidak dapat dijual dengan harga wajar di pasar. Pada
suatu titik waktu, bank mungkin tidak sanggup lagi menyediakan alat likuid untuk
membayar nasabah, sehingga bank mengalami kebangkrutan arus kas.
Bank dapat melakukan mitigasi terhadap risiko likuiditas dan bank run dengan
dua cara berikut.
1. Pendanaan bank harus bertumpu pada sumber pendanaan yang stabil.
Sumber pendanaan yang stabil pada umumnya memiliki sifat-sifat berikut:
(a) Berasal dari berbagai sumber yang terdiversifikasi
(b) Berasal dari investor atau nasabah kemungkinannya menarik dana bahkan pada saat bank mengalami kerugian kecil, dan
(c) Berasal dari instrumen yang mengunci dana nasabah dalam jangka waktu panjang (semisal deposito).
Salah satu ukuran profil pendanaan bank adalah rasio kredit terhadap simpanan (loan-to-deposit ratio/LDR). Bank dengan LDR yang tinggi sangat rentan
terhadap risiko pendanaan. DI Indonesia, peraturan mengenai LDR dikaitkan
dengan besarnya GWM yang harus dipelihara oleh setiap bank. Hasil [11]
menunjukkan bahwa peraturan tersebut efektif untuk menekan rasio LDR
bank.
Krisis keuangan yang terjadi dalam dekade ini telah mengungkapkan akibat
yang dapat ditimbulkan apabila salah menganalisis kestabilan pendanaan, utamanya yang berasal dari pendanaan jangka pendek pasar uang antar bank.
Meskipun ketidakcocokan antara pendanaan yang bersifat jangka pendek dan
penggunaan dana yang bersifat jangka panjang merupakan hal yang tak terpisahkan dari transformasi maturitas yang dilakukan oleh bank, risiko likuiditas
yang ditmbulkannya dapat menyebabkan kegagalan suatu bank. Peraturan likuiditas seperti yang dilakukan di Indonesia dikeluarkan untk mengatasi hal
tersebut.
23
2. Bank harus memiliki aset likuid penyangga (liquidity buffer). Aset likuid
penyangga dapat berupa kas atau aset lain yang dapat diubah menjadi kas dalam waktu singkat dan efisien. Dengan memiliki aset likuid penyangga, bank
akan memiliki sumber likuiditas untuk memastikan pembayaran kewajibankewajibannya pada periode-periode krisis. Bahkan keberadaan likuiditas penyangga saja dapat mengangkat persepsi masyarakat bahwa bank tersebut
benar-benar sehat.
Bank dapat mengubah likuiditas penyangganya menjadi kas dengan cara menjualnya sebagai aset atau menjadikannya jaminan untuk pinjaman. Di masa
normal, hal ini barangkali mudah untuk dilakukan, tetapi tidak di masa krisis.
Dengan demikian, pemilihan aset yang dijadikan likuiditas penyangga harus
memperhatikan potensi nilainya pada berbagai kondisi pasar. Aset yang dapat
digunakan adalah giro berlebih di bank sentral, obligasi pemerintah, ataupun
surat hutang yang diterbitkan perusahaan non-finansial.
2.4
2.4.1
Pasar uang antar bank (PUAB), sebagaimana didefinisikan dalam [10], adalah kegiatan pinjam meminjam dana antara satu bank dengan bank lainnya. Pasar uang
antar bank seringkli digunakan oleh bank untuk mengelola likuiditasnya, baik di
saat berlebih maupun saat mengalami kekurangan. Dengan demikian, pasar uang
antar bank merupakan instrumen yang penting untuk mengatasi masalah likuiditas
yang telah dijabarkan pada subbab sebelumnya.
Bank yang berpartisipasi dalam pasar uang antar bank dapat melakukan dua hal,
yakni memberikan pinjaman atau mencari pinjaman dari bank lain. Pada umumnya,
bank yang memberikan pinjaman sedang mengalami kelebihan likuiditas sehingga
memiliki dana yang tidak terpakai (idle fund). Untuk memaksimalkan penggunaan
24
dana, bank tersebut dapat memutuskan untuk meminjamkannya kepada bank lain.
Di sisi lain, bank yang membutuhkan likuiditas dalam jangka pendek dapat mengakses kelebihan dana tersebut melalui pasar uang antar bank. Dengan demikian,
kedua bank dapat mengelola likuiditasnya dengan lebih baik.
Di Indonesia, pasar uang antar bank dibagi menjadi dua jenis, yakni PUAB konvensional dan PUAB syariah. PUAB syariah relatif baru dibandingkan dengan PUAB konvensional, karena baru diatur baru-baru ini dalam Peraturan Bank Indonesia
nomor 14/1/PBI/2012. Kegiatan PUAB syariah dan konvensional pada umumnya
hanya dibedakan prinsip keuangan dan jenis instrumen keuangan yang digunakan.
Dalam tugas akhir ini, kita akan mengasumsikan bahwa kegiatan pasar uang antar
bank terjadi sepenuhnya secara konvensional.
Tata cara pinjam meminjam antar bank dapat dilakukan melalui sistem kliring
maupun di luar sistem tersebut. Pada proses pinjaman melalui kliring, bank yang
meminjamkan dapat menerbitkan nota kredit untuk bank yang menerima pinjaman
sejumlah transaksi yang disetujui oleh pihak yang bersangkutan. Di sisi lain, bank
yang menerima pinjaman berkewajiban untuk menerbitkan surat sanggup yang ditujukan kepada bank pemberi pinjaman sesuai dengan transaksi yang disepakati.
Proses pinjam meminjam diakhiri dengan pencairan kembali surat sanggup yang
diterbitkan bank peminjam dengan cara penerbitkan nota debet oleh peserta yang
memberikan pinjaman sebagai warkat kliring. Proses pinjaman melalui kliring dapat dilakukan pada sembarang waktu maupun pada waktu-waktu yang dikhususkan
untuk pasar uang antar bank.
Selain kegiatan pinjam-meminjam, bank juga dapat menempatkan dananya dalam bank lain. Penempatan dana antar bank dapat dilakukan dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito, tabungan, atau bentuk lainnya. Penempatan dana antar
bank, sebagaimana dinyatakan dalam [10], hendaknya diarahkan untuk menjaga
hubungan antar bank dan tidak termasuk di dalamnya dana yang disalurkan dalam
rangka pembiayaan bersama (konsorsium) . Karena sifatnya sebagai simpanan, pe-
25
nempatan dana antar bank dapat dikategorikan sebagai alat likuid yang dimiliki oleh
bank.
2.4.2
Selain mengelola likuiditasnya secara mandiri, bank juga diharuskan untuk patuh
pada peraturan pengelolaan likuiditas yang disusun oleh otoritas perbankan. Di Indonesia, peraturan mengenai Giro Wajib Minimum (GWM) merupakan salah satu
peraturan pengelolaan likuiditas yang paling penting. Sebagaimana disampaikan
dalam penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia nomor 15/15/PBI/2013, pengelolaan likuiditas perbankan perlu dilakukan agar transmisi kebijakan moneter melalui sistem perbankan dapat berlangsung secara optimal melalui peran bank dalam
sistem pembayaran, pasar uang, dan fungsi intermediasi dalam penyaluran kredit
[2].
GWM adalah jumlah dana minimum yang wajib dipelihara oleh bank yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari dana pihak ketiga (DPK). Dalam peraturan Bank Indonesia yang telah disebutkan di atas,
GWM dibagi menjadi tiga kategori, yakni:
1. GWM primer, yakni simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh bank
dalam bentuk saldo rekening giro pada Bank Indonesia yang besarnya ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Saat ini,
nilai persentase yang diharuskan adalah 8 persen.
2. GWM sekunder, yakni cadangan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank
berupa Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Deposito Bank Indonesia, Surat Berharga Negara dan/atau excess reserve, yang besarnya ditetapkan oleh
Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK. Saat ini, nilai persentase yang diharuskan adalah 4 persen.
3. GWM LDR, yakni simpanan minimum yang wajib dipelihara oleh Bank da-
26
lam bentuk saldo Rekening Giro pada Bank Indonesia sebesar persentase tertentu dari DPK yang dihitung berdasarkan selisih antara loan to deposit ratio
(LDR) yang dimiliki oleh Bank dengan LDR target.
GWM LDR memiliki perhitungan yang lebih kompleks ketimbang kategori
GWM lainnya. Nilai dari LDR target ditetapkan dalam selang antara batas bawah
(78%) dan batas atas (92%). Ditetapkan pula, berkaitan dengan peraturan ini, rasio
kewajiban penyediaan modal minimum sebesar 14%, parameter disinsentif bawah
sebesar 0,1 dan parameter disinsentif atas sebesar 0,2. Merujuk pada Pasal 12 dari
Peraturan Bank Indonesia di atas, jika hal LDR Bank lebih kecil dari batas bawah
LDR target maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara parameter disinsentif bawah, selisih antara batas bawah LDR Target dan LDR Bank, dan DPK dalam
rupiah. Serupa dengan itu, dalam hal LDR Bank lebih besar dari batas atas LDR
Target dan KPMM bank lebih kecil dari KPMM insentif maka GWM LDR merupakan hasil perkalian antara Parameter Disinsentif Atas, selisih antara LDR Bank
dan batas atas LDR Target, dan DPK dalam rupiah. Di luas kondisi tersebut, GWM
LDR bernilai 0% dari DPK dalam rupiah.
Kadangkala, bank memenuhi kewajiban GWM tersebut secara berlebihan. Kelebihan saldo rekening giro rupiah bank dari GWM yang wajib dipelihara di Bank
Indonesia disebut sebagai giro berlebih (excess reserve). Excess reserve dapat dimiliki oleh bank untk berjaga-jaga terhadap pembayaran kewajiban kontraktualnya,
sehingga excess reserve dapat dikategorikan sebagai alat likuid bank.
Bab 3
Sistem Persamaan Diferensial dan
Kestabilannya
Bab ini akan menjelaskan sistem persamaan diferensial biasa dan kestabilannya,
dimulai dengan pembahasan persamaan diferensial orde satu, berlanjut pada sistem
persamaan diferensial linier dan nonlinear, hingga kriteria kestabilan dalam sistem
persamaan diferensial nonlinear.
3.1
Persamaan Diferensial
dx.t/
D 2x.t/
dt
2@
u.x; t/
@2 u.x; t/
D
@x 2
@t 2
27
(3.1)
28
Tugas akhir ini akan fokus pada persamaan diferensial biasa orde satu, baik
secara tunggal (yang selanjutnya disebut persamaan diferensial) maupun dalam
sebuah sistem persamaan (yang selanjutnya disebut sistem persamaan diferensial). Suatu persamaan diferensial dikatakan memiliki orde satu jika dapat dituliskan
dalam bentuk
F t; x.t/; x 0 .t/ D 0:
(3.2)
Klasifikasi persamaan diferensial lain yang akan diperhatikan dalam tugas akhir
ini adalah persamaan diferensial linear dan nonlinear. Suatu persamaan diferensial
dalam bentuk (3.2) dikatakan linear jika
F t; x.t/; x 0 .t/ D a0 .t/x.t/ C a1 .t/x 0 .t/ C g.t/
(3.3)
untuk suatu fungsi a0 .t/; a1 .t/, dan g.t/. Jika F tidak dapat dituliskan dengan cara
demikian, maka persamaan diferensial tersebut dikatakan nonlinear.
Klasifikasi terakhir adalah persamaan diferensial homogen, yakni ketika fungsi
F tidak bergantung pada variabel t.
(3.4)
untuk suatu fungsi f . Solusi dari persamaan diferensial tersebut pada interval <
t < adalah suatu fungsi .t/ sedemikian sehingga 0 .t/ ada dan memenuhi
(3.5)
29
Seringkali kita mendapati lebih dari satu fungsi yang memenuhi (3.5). Sebagai contoh, perhatikan bahwa
1 .x; t/ D x 2 C 3
2 .x; t/ D x 2
keduanya merupakan solusi untuk (3.1). Untuk mengatasi hal ini, kita dapat membentuk persamaan diferensial dengan suatu nilai awal .t0 ; x0 / sebagai berikut:
x 0 .t/ D f .t; x.t//
x.t0 / D x0 :
(3.6)
Syarat cukup untuk eksistensi solusi yang tunggal dari masalah nilai awal (3.6)
dijabarkan dalam teorema berikut:
Teorema 3.1. Misalkan fungsi f dan @f =@x kontinu pada suatu persegi panjang
R D f.t; x/j < t < ;
< x < g dan .t0 ; x0 / 2 R. Maka untuk suatu interval
t0 j < h yang termuat pada < t < , terdapat solusi tunggal x D .t/ untuk
jt
3.2
Dalam tugas akhir ini, kita akan menggunakan model pertumbuhan logistik dengan
ekstensif. Model pertumbuhan logistik seringkali digunakan untuk memodelkan
pertumbuhan penduduk dan spesies dalam biologi, namun dapat diadaptasi untuk
masalah pertumbuhan dengan faktor pembatas pada kuantitas lainnya.
Sebelum meninjau pertumbuhan logistik, kita akan memperhatikan masalah
pertumbuhan eksponensial dalam pertumbuhan populasi. Misalkan P D .t/ adalah populasi suatu spesies pada waktu t. Pada model pertumbuhan eksponensial,
diasumsikan populasi tumbuh dengan laju yang proporsional dengan jumlah populasi. Jika pada t D t0 populasi spesies adalah P0 , maka masalah nilai awal yang
30
P .t0 / D P0
(3.7)
Z
dP =P D
r dt
ln jP j D rt C K
P .t/ D exp .rt C K/ D exp.rt/ exp.K/
untuk suatu K konstanta. Nilai exp.K/ ditentukan dengan menggunakan nilai awal
P .0/ D exp .r 0 C K/
D exp.K/:
31
dP
D .r
dt
aP /P D rP
P
KP
(3.8)
P .t/ D 0
dan
P .t/ D KP :
(3.9)
Solusi-solusi pada (3.9) adalah solusi ekuilibrium dari (3.8) karena pada solusisolusi tersebut tidak terjadi perubahan nilai P seiring perubahan t.
Secara umum, dapat ditunjukkan dengan metode separasi variabel bahwa masalah (3.8) dengan nilai awal P .t0 / D P0 memiliki solusi
P .t/ D
P0 KP
P0 C .KP P0 /e
rt
(3.10)
Pada saat t ! 1,
lim P .t/ D
t !1
P0 KP
D KP
P0
(3.11)
Dengan demikian, untuk setiap P0 > 0, solusi masalah nilai awal tersebut mendekati solusi ekuilibrium P .t/ D KP . Dengan demikian, kita katakan solusi ekuilibrium tersebut merupakan solusi stabil secara asimtotik. Di sisi lain, meskipun
32
P0 kita buat sedekat mungkin dengan 0, solusi masalah nilai awal yang tidak akan
mencapai 0. Dengan kata lain, P .t/ D 0 merupakan solusi ekuilibrium yang tidak
stabil.
3.3
Sistem persamaan diferensial adalah sistem yang terdiri dari beberapa persamaan diferensial. Sistem persamaan diferensial muncul secara alamiah pada masalah yang melibatkan beberapa variabel tak bebas yang keseluruhannya merupakan
fungsi dari variabel bebas. Secara umum, sistem persamaan diferensial dapat dituliskan sebagai
dx1
D f1 .t; x1 ; ; xn /
dt
dx2
D f2 .t; x1 ; ; xn /
dt
::
:
(3.12)
dxn
D fn .t; xn ; ; xn /
dt
atau dalam notasi vektor,
xP D f.t; x/:
(3.13)
Solusi dari (3.13) pada interval I W < t < adalah himpunan dari n fungsi
x1 D 1 .t/;
x2 D 2 .t/;
;
xn D n .t/;
(3.14)
yang terdiferensialkan pada setiap titik di I dan memenuhi sistem persamaan (3.12)
pada interval tersebut. Sebagai tambahan dari sistem tersebut, kita mungkin memberikan nilai-nilai awal dalam bentuk
x1 .t0 / D x10 ;
x2 .t0 / D x20 ;
;
xn .t0 / D xn0 ;
(3.15)
33
@fi
, 1 i; j n,
@xj
3.3.1
Dalam tugas akhir ini sistem persamaan diferensial linear homogen dengan koefisien konstan akan dipergunakan untuk mendekati SPD nonlinear. SPD linear homogen dengan koefisien konstan memiliki bentuk umum
xP D Ax
(3.16)
re rt D Ae rt
.A
rI/ D 0
(3.17)
3.3.2
34
Dalam bagian ini akan dibahas teknik linearisasi pada kasus sistem persamaan diferensial nonlinear dua dimensi. Perumuman pada kasus n dimensi akan disebutkan
di akhir tanpa pembuktian.
Pandang sistem persamaan diferensial dalam bentuk
xP D f.x/:
(3.18)
Misalkan kxk menyatakan panjang dari vektor x. Setiap titik xe yang memenuhi
f.xe / D 0 disebut sebagai titik kritis dari sistem (3.18). Setiap titik kritis adalah
solusi konstan dari persamaan tersebut.
Pertama-tama kita akan melihat definisi formal dari stabilitas suatu titik kritis.
Sebuah titik kritis xe dikatakan stabil jika, untuk setiap > 0, terdapat suatu > 0
sedemikian sehingga setiap solusi x D .t/ dari (3.18), yang pada t D 0 memenuhi
k.0/
xe k <
(3.19)
xe k <
(3.20)
k.t/
untuk setiap t 0. Dengan kata lain, setiap solusi yang titik awalnya cukup dekat
(dalam jarak ) dari xe harus tetap cukup dekat (dalam jarak ) dengan xe . Setiap
titik kritis yang tidak memenuhi definisi di atas dikatakan tidak stabil.
Suatu titik kritis xe yang stabil dikatakan stabil secara asimtotik jika terdapat
0 > 0 sedemikian sehingga solusi x D .t/ memenuhi k.0/
xe k < 0 dan
.t/ ! xe jika t ! 1. Dengan kata lain, suatu titik kritis stabil secara asimtotik
jika setiap solusi yang cukup dekat dengannya (pada jarak 0 ) akan menuju xe ketika
t ! 1.
35
Selanjutnya, misalkan (3.18) adalah sistem dua dimensi yang memiliki titik kritis xe D .x0 ; y0 /. Dekat dengan titik kritis tersebut kita dapat menulis sistem (3.18)
sebagai
xP D Ax C g.x/
(3.21)
untuk suatu matriks A dan fungsi g. Lebih lanjut, asumsikan g memiliki turunanturunan parsial pertama yang kontinu dan memenuhi kg.x/k = kxk ! 0 jika x !
.x0 ; y0 /. Dengan demikian, kita dapat menuliskan aproksimasi Taylor dari f di
sekitar .x0 ; y0 / sebagai berikut:
@f1 .x0 ; y0 /
.x
@x
@f2 .x0 ; y0 /
f2 .x; y/ D f2 .x0 ; y0 / C
.x
@x
f1 .x; y/ D f1 .x0 ; y0 / C
@f1 .x0 ; y0 /
.y
@y
@f2 .x0 ; y0 /
x0 / C
.y
@y
x0 / C
y0 / C g1 .x; y/
y0 / C g2 .x; y/
6x
6
6
6
4
y
32
76
76
54
/
6
7
x0 7
7 6g1 .x; y/7
7C6
7
7 6
7
5 4
5
y0
g2 .x; y/
(3.22)
2 3
6u7
6u7
6 7
6 7
6 7 D J6 7
6 7
6 7
4 5
4 5
v
v
(3.23)
36
dengan
3
2
6 @f1 .x0 ;y0 /
@x
@f.x0 ; y0 / 6
JD
D6
6
@x
4 @f .x ;y /
2
@x
7
7
5
/
(3.24)
adalah matriks Jacobi f terhadap x, dihitung di titik .x0 ; y0 /. Dari nilai eigen matriks
J, dapat ditarik kesimpulan mengenai kestabilan sistem (3.18).
Untuk dimensi yang lebih tinggi, kita akan memperhatikan masalah berikut.
Pandang sistem
xP D f.x/; x 2 Rn
(3.25)
dengan f adalah fungsi C 1 dan f.0/ D 0. Sistem di atas dapat dituliskan sebagai
xP D Ax C g.x/; x 2 Rn
dimana A D
@f.0/
@x
(3.26)
dengan .A/ adalah himpunan nilai-nilai eigen dari A dan Re./ adalah bagian
real dari .
1. Jika s.A/ < 0 maka ekuilibrium x D 0 stabil secara asimtotik.
2. Jika s.A/ > 0 maka ekuilibrium x D 0 tidak stabil.
3. Jika s.A/ D 0 maka stabilitas x D 0 perlu ditentukan dengan melihat suku
nonlinear g.x/.
Bab 4
Model Bank dengan Kegiatan Pasar
Uang Antar Bank
Dalam bab ini akan dijabarkan hasil utama tugas akhir ini, yakni model bank dengan kegiatan pasar uang antar bank. Model akan dikonstruksi, kemudian dianalisis
kestabilan dari titik kesetimbangannya. Terakhir, analisis sensitivitas atas parameter agresivitas dana pihak ketiga dan kredit terhadap likuiditas dan ekuitas akan
dilakukan.
4.1
Model
37
8t 2 RC : (4.1)
(4.2)
Asumsi kedua adalah bank memelihara GWM sekunder yang disyaratkan bank
Indonesia dengan menggunakan sebagian dari surat berharga B. Karena GWM
sekunder ditetapkan sebesar 4% dari dana pihak ketiga, maka rasio k2 antara surat
berharga B dan dana pihak ketiga D selalu lebih dari 4%, atau
(4.3)
M.t/ D .1
k1
IP .t/
L.t/
(4.4)
Dalam tugas akhir ini, kewajiban bank untuk memenuhi GWM LDR akan diabaikan. Pembaca yang berminat untuk mempelajari model bank dengan pengaruh
(4.5)
(4.6)
IP
IP L
IL
IL D
vIP IP
(4.7)
vIL IL
(4.8)
Komponen terakhir yang harus dimodelkan adalah ekuitas. Dalam Bab 2, dikatakan bahwa ekuitas merupakan penjumlahan antara modal saham dan laba ditahan. Dalam pemodelan ini, diasumsikan modal saham tidak bertambah ataupun
berkurang, sehingga perubahan ekuitas hanya dipengaruhi oleh laba ditahan. Diasumsikan pula bahwa tidak ada dividen dan pajak yang dibayarkan oleh bank yang
dimodelkan.
Laba ditahan hanya berasal dari pendapatan bunga dan dikurangi oleh beban
bunga dan beban lainnya. Aset yang memberikan pendapatn bunga bagi bank adalah surat berharga B dengan suku bunga rB , pinjaman antar bank IP dengan suku
bunga rIP , dan pinjaman kepada nasabah L dengan suku bunga rL .1
/, sete-
lah memperhitungkan faktor kredit macet. Beban lainnya dinyatakan sebagai rasio
c/ .rB B C rIP IP C rL .1
/L
rD D
rIL IL /
(4.9)
Seluruh komponen neraca dapat dimodelkan dengan sistem persamaan diferensial berikut:
dD
dt
dL
dt
dIP
dt
dIL
dt
dE
dt
D
D gD D 1
wD D DM D DE
KD
L
D gL L 1
p.1 /L C L LM C L LE
KL
IP
vIP IP
D gIP IP 1
IP L
IL
D gIL IL 1
vIL IL
IL D
D .1
c/ .rB B C rIP IP C rL .1
/L
rD D
(4.10)
rIL IL /
Komponen lainnya akan dihitung dari solusi (4.10) dengan menggunakan persamaan (4.2), (4.3), dan (4.4).
Meskipun sistem komputer aljabar seperti M ATHEMATICA mampu menghitung
sistem persamaan diferensial di atas dengan mudah, galat perhitungan mungkin
membesar karena nilai-nilai variabel yang sangat besar diiringi dengan nilai-nilai
parameter yang sangat kecil. Untuk itu, sistem (4.10) akan dimodifikasi dengan
menggunakan teknik skala (scaling) agar perbedaan antara nilai variabel dan parameter tidak begitu signifikan.
Teknik skala yang paling mendasar adalah membagi semua variabel dengan suatu nilai. Dalam hal ini, komponen-komponen neraca di sisi aset akan dibagi dengan
cD M
M
KL
bD R
R
KL
IL
IbL D
KD
IP
Ic
P D
KL
bD D
D
KD
bD B
B
KL
bD E
E
KD
L
b
LD
KL
(4.11)
(4.12)
D
KL
:
KD
(4.13)
Dari (4.11) dan (4.12), persamaan (4.5) dapat ditulis kembali sebagai berikut:
KD
b
dD
b 1 D
b
b .D KL /D
bM
c
wD
D KD gD D
dt
b
dD
b 1 D
b
b c
b c c
bb
D gD D
wD
D DM
D DE
dt
bE
b
.D KD /D
(4.14)
c
dengan c
D D D KL dan D D D KD . Menggunakan cara serupa, persamaan (4.6)
dapat ditulis kembali sebagai
db
L
D gL b
L 1
dt
b
L
p.1
c C bL b
b
/b
L C bL b
LM
LE
(4.15)
IL
IL D
D IbL . Akibatnya,
IL b
D
dIc
P
D gIP Ic
1
P
dt
Ic
P
IP b
L
dIbL
D gIL IbL 1
dt
IbL
b
IL D
vIP Ic
P
(4.16)
vIL IbL :
(4.17)
b C rc
c
c/ rB B
IP IP C rb
L .1
/b
L
b
rD D
rIL IbL
(4.18)
1
.1
k1
b C IbL C E
b
k2 /D
(4.19)
(4.20)
(4.21)
(4.22)
(4.23)
b
.Ic
P C L/: Perlu diperhatikan dalam
sistem (4.19) (4.23) ada parameter yang berubah karena scaling dan ada juga yang
b c
tidak berubah. Parameter c
D , L
D , dan b
L , khususnya, akan kita sebut sebagai
b 0 dan b
parameter-parameter agresivitas dari model ini. Nilai D
L 0 karena
keduanya menjadi pembagi pada persamaan (4.21) dan (4.22).
4.2
b
L? D .k2 rB
b?
D
rD /
(4.24)
(4.25)
?
Ic
D 0
P
(4.26)
IbL ? D 0
(4.27)
b ? D X3
E
X2
(4.28)
dimana
X1 D .gD
p.1
//.c
D C c
D /:
(4.29)
Detail untuk X2 dan X3 dapat dilihat dalam Lampiran A. Dalam titik kritis ini, nilai
pinjaman yang diberikan maupun yang diterima kepada bank lain adalah nol seperti
terlihat pada persamaan (4.26) dan (4.27). Artinya, bank tidak memiliki hubungan
pinjam meminjam dengan bank lain.
Syarat eksistensi titik kritis ini salah satunya adalah X2 0 serta X3 =X2 > 0.
Syarat lainnya muncul dari fakta bahwa keseluruhan komponennya harus bernilai
non-negatif, karena tidak mungkin modal, kredit, atau deposito bank bernilai negatif.
b ? pada persamaan (4.25). Karena rasio kredit macet
Pandang titik kritis D
berada pada selang 0; 1, maka . 1C/ < 0, sedangkan rbL D rL > 0. Akibatnya,
haruslah X1 =X2 < 0. Dengan memanfaatkan fakta itu, maka jelas bahwa k2 rB
rD < 0, yang ekuivalen dengan
k2 <
rD
rB
(4.30)
rB .k2 D/ D rB B < rD D
(4.31)
Ketaksamaan (4.31) juga merupakan implikasi dari syarat eksistensi untuk titik kritis ini. Ketaksamaan ini bermakna bahwa pendapatan bunga yang diperoleh dari
obligasi semata tidak dapat membiayai beban bunga dari deposito. Jika tidak demikian, maka bank tidak akan tertarik untuk memberikan kredit kepada nasabah, yang
notabene lebih berisiko karena adanya kredit macet (kondisi yang ditandai dengan
titik tetap b
L? 0).
Titik kritis 2: Bank menjadi sumber dana bagi bank lain
Titik kritis kedua dari sistem(4.19) (4.23) adalah
b
L? D gIP .k2 rB
b ? D .vIP
D
rD /
X1
X4
gIP / rc
IP IP
?
Ic
D IP .k2 rB
P
rD /.gIP
(4.32)
/rbL
gIP .1
vIP /
X1
X4
X1
X4
(4.33)
(4.34)
IbL ? D 0
(4.35)
b ? D X5
E
X4
(4.36)
Dalam titik kritis ini, nilai pinjaman yang diterima dari bank lain adalah nol seperti
yang terlihat pada (4.35), sedangkan pinjaman kepada bank lain tidak. Dengan
demikian, bank merupakan sumber dana bagi bank lain.
Syarat eksistensi titik kritis ini salah satunya adalah X4 0 serta X5 =X4 > 0.
Syarat lainnya dapat ditemukan dengan memandang titik kesetimbangan b
L? > 0
dari persamaan (4.32). Karena gIP > 0, maka .k2 rB
1
rD / X
> 0, demikian juga
X4
(4.37)
atau dengan kata lain pertumbuhan intrinsik dari pemberian pinjaman kepada bank
b ? , didapat X1 =X4 <
lain melebihi laju pembayarannya. Dengan memeriksa tanda D
0 dan karenanya k2 rB < rD , sama seperti titik tetap pertama.
Titik kritis 3: Bank menjadi penerima dana dari bank lain
Titik kritis ketiga dari sistem (4.19) (4.23) adalah
b
L? D .vIL
b ? D gIL rbL . 1 C / X1
D
X6
?
Ic
D 0
P
IbL ? D IL rbL . 1 C /.gIL
rD /
X1
X6
(4.38)
(4.39)
(4.40)
vIL /
X1
X6
b ? D X7
E
X6
(4.41)
(4.42)
Kondisi ini adalah kebalikan dari titik kritis 2. Pada titik kritis ini, nilai pinjaman yang diberikan bank adalah nol seperti ditunjukkan persamaan (4.40), sedangkan
pinjaman yang diterima tidak (persamaan (4.41)). Dengan demikian, pada titik kritis ini, bank merupakan penerima dana dari bank lain.
Syarat eksistensi titik kritis ini salah satunya adalah X6 0 serta X7 =X6 > 0.
b ? pada persamaan (4.39), didapat syarat X1 =X6 < 0.
Dengan memeriksa tanda D
Kemudian dengan memeriksa tanda IbL ? pada persamaan (4.41), didapat syarat
(4.43)
Dengan kata lain, pertumbuhan intrinsik dari penerimaan pinjaman dari bank lain
.vIL
rD / < 0
gIL .k2 rB
k2 rB
rD / < .gIL
.gIL
rD <
(4.44)
Perhatikan bahwa syarat mengenai selisih suku bunga obligasi dan deposito ini berbeda dengan syarat yang serupa pada dua titik kritis sebelumnya. Pada dua titik
kritis sebelumnya, nilai k2 rB
dangkan pada titik krits ini, terdapat batas atas dari nilai ini yaitu
yang bernilai positif. Artinya dapat diperoleh k2 rB > rD asalkan masih memenuhi
batas atasnya pada (4.44).
Interpretasi yang lebih jelas dapat terlihat apabila kita memanipulasi (4.44) menjadi
gI
vIL
k2 < L
gIL
rIL
rB
IL C
rD
rB
(4.45)
Pertidaksamaan (4.45) menjelaskan batas surat berharga yang dapat dimiliki oleh
bank. Batas k2 juga lebih besar nilainya daripada batas pada titik kritis pertama
(4.30), karena pendapatan surat berharga kini turut menyokong beban pinjaman
yang diterima dari bank lain.
Batas k2 pada (4.45) sebanding dengan rasio suku bunga liabilitas relatif terhadap suku bunga surat berharga (yakni, rIL =rB dan rD =rB ). Semakin tinggi rasio
tersebut, maka bank dapat memiliki lebih banyak surat berharga untuk membayar
beban bunga yang berasal dari liabilitasnya.
b
L? D gIP .vIL
b ? D gIL .vIP
D
gIP / rc
IP IP
gIP .1
rD /
/rbL
X1
X8
(4.46)
X1
X8
(4.47)
?
Ic
D IP .gIP
P
vIP / .vIL
vIL / .vIP
gIP / rc
IP IP
b ? D X9
E
X8
gIP .1
rD /
/rbL
X1
(4.48)
X8
X1
X8
(4.49)
(4.50)
Titik kritis ini terjadi apabila bank mengambil dana dari bank lain dan menyalurkannya kembali kepada bank lain, atau dengan kata lain bank menjadi perantara
bagi dana bank lain.
Syarat eksistensi titik kritis ini salah satunya adalah X8 0 dan X9 =X8 > 0.
b ? pada persaSyarat lainnya dapat diperlihatkan dengan memperhatikan tanda D
maan (4.47), dimana .vIP
gIP / rc
IP IP
gIP .1
1
harus bernilai positif
/rbL X
X8
yang muncul juga sebagai bagian dari persamaan (4.49). Akibatnya, agar IbL ? > 0,
diperlukan
gIL > vIL
seperti syarat pada titik kritis 3. Serupa dengan itu, dengan mengasumsikan b
L?
?
pada (4.46), dari Ic
P pada (4.48) dapat diperoleh
seperti syarat pada titik kritis 2. Syarat ini dapat digunakan untuk menunjukkan
bahwa
X1
< 0:
X8
4.3
rIL
rB
IL C
rD
:
rB
Pada subbab ini akan dilakukan implementasi dari model (4.19) (4.23) dengan
menggunakan data real empat bank di Indonesia. Setiap bank yang dipilih diambil
dari empat kategori Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) yang berbeda. Empat
bank tersebut akan dinamai Bank A, B, C, dan D sesuai dengan urutan kategori
BUKU. Implementasi model ini dilakukan dengan tujuan untuk memperlihatkan
kestabilan titik kritis yang telah ditemukan pada subbab sebelumnya.
Data neraca yang digunakan untuk mencocokkan parameter-parameter model
(4.19) (4.23) adalah data neraca bank bulanan tak teraudit selama 60 bulan sejak
Januari 2010 hingga Desember 2014 yang dipublikasikan di laman Bank Indonesia.
Neraca sesungguhnya jauh lebih kompleks daripada yang diperlukan dalam model
ini, sehingga beberapa penyesuaian diperlukan.
Data suku bunga dan rasio kredit macet (non-performing loan) diasumsikan bernilai sama untuk suatu kategori BUKU. Kedua data tersebut didapat dari korespondensi dengan Dr. Iman Gunadi, peneliti pada Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Bank Indonesia [6]. Untuk menentukan kestabilan titik kritis, suku bunga diasumsikan konstan yang merupakan rata-rata suku bunga pada periode tersebut.
Beberapa asumsi diberlakukan untuk beberapa parameter. Nilai rasio beban
b (4.23)
non-bunga c dan suku bunga surat berharga rB pada persamaan dinamik E
akan dianggap sama untuk setiap bank dan diasumsikan konstan. Nilai dari D ; L ; D ,
Bank
A
B
C
Parameter model hasil implementasi data
gD 1; 3636 10 2
5; 8295 10 3
2; 2847 10 2
w
7; 2392 10 7
1; 3034 10 8
2; 0998 10 10
KD 3; 7314 108
1; 4251 108
1; 1404 108
gL 1; 4051 10 2
1; 1323 10 2
1; 1791 10 2
p
3; 2551 10 7
3; 2072 10 10 1; 9059 10 10
2; 3800 10 2
2; 9300 10 2
2; 5000 10 2
KL 4; 8723 108
1; 8872 108
1; 1881 108
vIL 3; 6058 10 2
4; 7235 10 2
3; 2782 10 2
gIL 1; 6802 10 1
1; 5503 10 1
6; 5623 10 2
IL 9; 5067 10 2
7; 8124 10 1
3; 8847 10 3
vIP 1; 8225 10 10 4; 0849 10 2
9; 9604 10 6
gIP 1; 3603 10 1
6; 3252 10 2
4; 5176 10 2
IP 1; 6139 10 1
3; 3902 10 1
4; 7516 10 2
rIP 5; 1480 10 2
5; 1461 10 2
5; 1511 10 2
rIL 5; 1571 10 2
5; 1465 10 2
5; 1412 10 2
rL
1; 4140 10 1
1; 0601 10 1
1; 1243 10 1
rD
6; 9205 10 2
5; 2150 10 2
5; 4394 10 2
rB
8; 0000 10 2
8; 0000 10 2
8; 0000 10 2
c
8; 2000 10 1
8; 2000 10 1
8; 2000 10 1
k1
8; 0000 10 1
8; 0000 10 2
8; 0000 10 2
k2
6; 8806 10 1
1; 5655 10 1
6; 4506 10 2
D 1; 0000 10 12 1; 0000 10 12 1; 0000 10 12
L
1; 0000 10 12 1; 0000 10 12 1; 0000 10 12
D
1; 000 10 10
5; 000 10 11
1; 000 10 10
L
1; 000 10 10
5; 000 10 11
1; 000 10 10
Parameter model (sesudah scaling)
1; 3058 100
1; 3243 100
1; 0419 100
c
4; 8723 10 4
1; 8872 10 4
1; 1881 10 4
D
bL
4; 8723 10 4
1; 8872 10 4
1; 1881 10 4
rbL
1; 8464 10 1
1; 4039 10 1
1; 1714 10 1
rc
6; 7221 10 2
6; 8149 10 2
5; 3669 10 2
IP
bL
3; 731 10 2
7; 125 10 3
1; 140 10 2
c
3; 731 10 2
7; 125 10 3
1; 140 10 2
D
D
1; 2801 10 2
3; 8498 10 10
6; 5877 108
1; 2475 10 2
1; 2690 10 10
2; 1200 10 2
5; 4796 108
5; 4664 10 2
1; 5903 10 1
1; 7184 10 1
7; 5223 10 2
1; 7229 10 1
2; 6914 10 1
5; 1643 10 2
5; 1382 10 2
1; 0436 10 1
3; 6053 10 2
8; 0000 10 2
8; 2000 10 1
8; 0000 10 2
4; 0777 10 1
1; 0000 10 12
1; 0000 10 12
1; 000 10 10
1; 000 10 10
8; 3180 10
5; 4796 10
5; 4796 10
8; 6804 10
4; 2957 10
6; 588 10
6; 588 10
1
4
4
2
2
3
3
4.3.1
Bank A
Dengan parameter yang ada pada Tabel 4.1, model untuk Bank A memiliki semua
titik kritis yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Titik-titik kritis dari A
adalah sebagai berikut:
Tipe Titik Kritis
Eksis
? b?
b ? ; IbL ? ; Ic
Titik Kritis .b
L? ; D
P ;E /
Stabil
1: Tidak berhubungan
Ya
Tidak
2: Sumber dana
Ya
Tidak
3: Penerima dana
Ya
Tidak
4: Perantara dana
Ya
Ya
0:0207674
0:000167095
0
0:00985307
0:0114661
0:000725128
0:00764884
0:0219547
0
0:0324443
0:000725128
0:000256329
0:136034
0
0:0120999
0:00055533
0:000196306
0
0:131963
0:0092828
0:0549776
0:0194343
0
0
0
3
7
7
7
7
7
7
5
BUKU 1
BUKU 1
d(t)
l(t)
1.5
0.5
0.4
1.0
0.3
0.2
0.5
0.1
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
BUKU 1
1000
1200
1400
1000
1200
1400
1000
1200
1400
BUKU 1
IP(t)
IL(t)
0.08
0.10
0.08
0.06
0.06
0.04
0.04
0.02
0.02
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
BUKU 1
BUKU 1
m(t)
E(t)
0.6
0.20
0.5
0.15
0.4
0.3
0.10
0.2
0.05
0.1
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
Gambar 4.1: Sistem (4.19) (4.23) dengan parameter Bank A stabil pada titik kritis
dimana bank memiliki hubungan pinjam meminjam dengan bank lain. Dari kiri
b
b
b
b
c
atas ke kanan bawah, berturut-turut: D.t/,
L.t/, Ic
P .t/, IL .t/, E.t/, dan M .t/ pada
t 2 0; 1500. Garis putus-putus menunjukkan titik kritis yang dihitung.
4.3.2
Bank B
Dengan parameter yang ada pada Tabel 4.1, model untuk Bank B memiliki semua
titik kritis yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Titik-titik kritis dari B
adalah sebagai berikut:
Tipe Titik Kritis
Eksis
? b?
b ? ; IbL ? ; Ic
Titik Kritis .b
L? ; D
P ;E /
Stabil
1: Tidak berhubungan
Ya
Tidak
2: Sumber dana
Ya
Tidak
3: Penerima dana
Ya
Tidak
4: Perantara dana
Ya
Ya
0:0111263
0:0000598613
0
0:0058558
0:00713277
0:00035359
0:00633379
0:00269021
0
0:0245295
0:00035359
0:000103837
0:0224034
0
0:0122668
0:000267003
0:0000784093
0
0:107798
0:00926386
0:0130832
0:00384206
0
0
0
dan 0:00886141, Kestabilan secara asimtotik dari titik kritis ini ditunjukkan pada
gambar 4.2.
3
7
7
7
7
7
7
5
BUKU 2
BUKU 2
d(t)
l(t)
2.0
0.6
0.5
1.5
0.4
1.0
0.3
0.2
0.5
0.1
500
1000
1500
2000
2500
3000
500
1000
BUKU 2
1500
2000
2500
3000
2000
2500
3000
2000
2500
3000
BUKU 2
IP(t)
IL(t)
0.10
0.06
0.08
0.06
0.04
0.04
0.02
0.02
500
1000
1500
2000
2500
3000
500
1000
BUKU 2
1500
BUKU 2
E(t)
m(t)
1.5
1.5
1.0
1.0
0.5
0.5
500
1000
1500
2000
2500
3000
500
1000
1500
Gambar 4.2: Sistem (4.19) (4.23) dengan parameter Bank B stabil pada titik kritis
dimana bank memiliki hubungan pinjam meminjam dengan bank lain. Dari kiri
b
b
b
b
c
atas ke kanan bawah, berturut-turut: D.t/,
L.t/, Ic
P .t/, IL .t/, E.t/, dan M .t/ pada
t 2 0; 3000. Garis putus-putus menunjukkan titik kritis yang dihitung.
Eksis
? b?
b ? ; IbL ? ; Ic
Titik Kritis .b
L? ; D
P ;E /
Stabil
1: Tidak berhubungan
Ya
Tidak
2: Sumber dana
Ya
Tidak
3: Penerima dana
Ya
Tidak
4: Perantara dana
Ya
Ya
4.3.3
Bank C
Dengan parameter yang ada pada Tabel 4.1, model untuk Bank C memiliki semua
titik kritis yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya. Titik-titik kritis dari C
diperlihatkan dalam tabel 4.4.
Titik kritis perantara dana stabil secara asimtotik karena matriks Jacobinya adalah
2
6
6
6
6
6
6
4
0:0285589
0:0000513054
0
0:0000638456
0:00886211
0:000147888
0:00626352
0:00214564
0
0:0205588
0:000147888
0:0000624836
0:0451663
0
0:00966045
0:000141943
0:0000599717
0
0:0328409
0:00925423
0:0140523
0:00593719
0
0
0
4.3.4
Bank D
Eksis
? b?
b ? ; IbL ? ; Ic
Titik Kritis .b
L? ; D
P ;E /
Stabil
1: Tidak berhubungan
Ya
Tidak
2: Sumber dana
Ya
Tidak
3: Penerima dana
Ya
Tidak
4: Perantara dana
Ya
Ya
3
7
7
7
7
7
7
5
BUKU 3
BUKU 3
d(t)
l(t)
1.2
0.6
1.0
0.5
0.8
0.4
0.6
0.3
0.2
0.4
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
BUKU 3
1000
1200
1400
BUKU 3
IP(t)
IL(t)
0.030
0.0025
0.025
0.0020
0.020
0.015
0.0015
0.010
0.0010
0.005
200
400
600
800
1000
1200
1400
0.0005
200
400
600
BUKU 3
800
1000
1200
1400
BUKU 3
E(t)
m(t)
0.6
1.0
0.5
0.8
0.4
0.3
0.6
0.2
0.4
0.1
0.2
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
1000
1200
1400
Gambar 4.3: Sistem (4.19) (4.23) dengan parameter Bank C stabil pada titik kritis
dimana bank memiliki hubungan pinjam meminjam dengan bank lain. Dari kiri
b
b
b
b
c
atas ke kanan bawah, berturut-turut: D.t/,
L.t/, Ic
P .t/, IL .t/, E.t/, dan M .t/ pada
t 2 0; 3000. Garis putus-putus menunjukkan titik kritis yang dihitung.
0:0236203 0:000985136
0:0000611896
0:00236145
0
0:0147191
0:0117704
0
0:000617725 0:0152934
0:000985136
0:00118435
0:0000993637 0:000119457
0:0970702
0
0
0:104368
0:00773224
0:00924887
0:11725
0:0118262
0
0
0
dan 0:0162384.
Perhatikan bahwa seluruh titik kritis yang stabil secara asimtotik hanyalah titik
kritis yang diasosiasikan dengan bank sebagai perantara dana antar bank. Hal ini
menandakan bahwa untuk mencapai kestabilan, suatu bank tidak dapat memutuskan
hubungan pinjam-meminjam dengan bank lainnya.
b ? > 1 untuk semua kondisi, yang diakibatkan oleh
Dari segi model, titik kritis D
pemilihan D dan L yang negatif. Nilai ini tidak sejalan dengan asumsi bahwa
kebijakan bank untuk mengurangi deposit jika jumlah ekuitas meningkat seperti
pada persamaan (4.19) dan (4.20).
4.4
Pada bagian ini akan dilakukan eksplorasi pada parameter agresivitas model (4.19)
(4.23) untuk mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap ekuitas. Skenario
baseline yang dipilih adalah skenario Bank D pada Tabel 4.1. Selanjutnya, nilai
b c
parameter-parameter agresivitas (yakni c
D , L
D , dan b
L ) akan diubah, kemudian
b akan dilihat.
akibatnya terhadap E
3
7
7
7
7
7
7
5
BUKU 4
BUKU 4
d(t)
l(t)
2.5
0.35
2.0
0.30
0.25
1.5
0.20
1.0
0.15
0.10
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
BUKU 4
800
1000
1200
1400
1000
1200
1400
BUKU 4
IP(t)
IL(t)
0.25
0.05
0.20
0.04
0.15
0.03
0.10
0.02
0.05
200
400
600
800
1000
1200
1400
200
400
600
800
BUKU 4
E(t)
0.35
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
200
400
600
800
1000
1200
1400
Gambar 4.4: Sistem (4.19) (4.23) dengan parameter Bank D stabil pada titik
kritis dimana bank memiliki hubungan pinjam meminjam dengan bank lain. Dari
b
b
b
b
kiri atas ke kanan bawah, berturut-turut: D.t/,
L.t/, Ic
P .t/, IL .t /, dan E.t/,pada
t 2 0; 1500. Garis putus-putus menunjukkan titik kritis yang dihitung.
Gambar 4.5: Grafik EO untuk nilai parameter OD yang berbeda-beda pada selang
0:1 b
D 0:02. Garis hitam menunjukkan skenario baseline.
Sensitivitas EO terhadap perubahan OD
b
Pada skenario baseline, nilai parameter c
D adalah -0.06587. Nilai ekuitas E.t/ jika
nilai b
D diubah pada selang b
D 2 0:1; 0:02 diperlihatkan pada gambar 4.5.
b
Pada gambar tersebut terlihat bahwa semakin negatif nilai c
D , nilai E akan seb yang
makin cepat menuju kestabilan. Hal ini ditandai dengan amplitudo grafik E.t/
semakin kecil. Selain itu, semakin positif nilai c
D maka bank semakin berpotensi
mengalami kebangkrutan neraca karena ekuitasnya menjadi negatif pada suatu titik
waktu t > 0.
Dengan memperhatikan kembali model (4.19) (4.23), hal ini dapat diinterpretasikan bahwa bank akan semakin aman dan stabil apabila dana pihak ketiga tumbuh
bersamaan dengan pertumbuhan modal bank.
Sensitivitas EO terhadap perubahan OL
b jika
Pada skenario baseline, nilai parameter bL adalah 0:06587. Nilai ekuitas E.t/
nilai b
L diubah pada selang b
L 2 0:1; 0:01 diperlihatkan pada gambar 4.5.
b akan sePada gambar tersebut terlihat bahwa semakin positif nilai bL , nilai E
b
makin tinggi dan cepat stabil. Sebaliknya, semakin negatif nilai bL maka nilai E
Gambar 4.6: Grafik EO untuk nilai parameter OL yang berbeda-beda pada selang
0:1 OL 0:01. Garis hitam menunjukkan skenario baseline.
Gambar 4.7: Grafik EO untuk nilai parameter OD yang berbeda-beda pada selang
0:015 OD 0:015. Garis hitam menunjukkan skenario baseline.
Gambar 4.8: Grafik EO untuk nilai parameter OL yang berbeda-beda pada selang
0:015 OL 0:01. Garis hitam menunjukkan skenario baseline.
Bab 5
Kesimpulan dan Saran
5.1
Kesimpulan
1
.1
k1
b C IbL C E
b
k2 /D
b
.Ic
P C L/:
2. Parameter yang digunakan dalam model ini adalah parameter dari empat bank
yang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Dari nilai parameter D ; L ; D , dan L
yang terpilih, terlihat bahwa pengaruh parameter-parameter tersebut belum
65
66
terlihat signifikan dalam data yang diamati; yakni, kebijakan kontrol deposit
dan pinjaman bank belum berjalan secara sistematis.
3. Titik-titik kritis dari model yang dikonstruksi adalah
(a) Bank tidak memiliki hubungan pinjam-meminjam dengan bank lain,
(b) Bank menjadi penerima dana dari bank lain,
(c) Bank menjadi sumber dana untuk bank lain, dan
(d) Bank menjadi perantara dana antar bank.
Berdasarkan implementasi data bank real, didapat titik kritis yang stabil adalah titik kritis (d).
4. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas terhadap parameter-parameter agresivitas dalam skenario baseline (bank D) didapat bank akan semakin aman dan
stabil apabila
(a) Dana pihak ketiga turun bersamaan dengan peningkatan likuiditas.
(b) Pinjaman kepada nasabah naik bersamaan dengan peningkatan likuiditas.
(c) Dana pihak ketiga naik bersamaan dengan peningkatan ekuitas.
(d) Pinjaman bank turun bersamaan dengan pertumbuhan ekuitas.
5.2
Saran
67
Daftar Pustaka
[1] Bank
Indonesia.
2009.
Pedoman
Akuntansi
Perbankan
Indonesia.
(http://www.bi.go.id/id/publikasi/lain/lainnya/
Pages/papi_08.aspx)
[2] Bank Indonesia. 2013. Peraturan Bank Indonesia nomor 15/15/PBI/2013
tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum dalam Rupiah dan Valuta
Asing bagi Bank Umum Konvensional. (http://www.bi.go.id/id/
peraturan/moneter/Documents/pbi_151513.PDF).
[3] Boyce, W. E., & DiPrima, R. C. 2008. Elementary Differential Equations and
Boundary Value Problems (9th ed.). United Kingdom: Wiley, John & Sons.
[4] Budisantoso Totok, Triandaru Sigit. 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lain.
Jakarta : Salemba Empat.
[5] Farag, M., Harland, D., & Nixon, D. 2013. Bank Capital and Liquidity.
(http://ssrn.com/abstract=2327437).
[6] Gunadi, I. 2015. Permohonan Data Tugas Akhir [Korespondensi pribadi].
[7] Judge, G. G. 1999. Introduction to the Theory and Practice of Econometrics
(3rd ed.). United Kingdom: Wiley-Blackwell.
[8] Kuznetsov, Y. A. (2011). Local Behavior of Nonlinear Systems. (http://
www.staff.science.uu.nl/kouzn101/NLDV/Lect4_5.pdf).
68
DAFTAR PUSTAKA
69
[9] Nicholson, W., & Snyder, C. M. 2011. Microeconomic Theory: Basic Principles and Extensions (11th ed.). United States: CENGAGE Learning.
[10] Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral (PRES) Bank Indonesia. 2013. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia: Likuiditas Rupiah Pasar Uang Antar Bank. (http://www.bi.go.id/id/peraturan/kodifikasi/
bank/Documents/Pasar%20Uang%20Antar%20Bank.pdf)
[11] Putri Mantika, L. 2015. Model Dinamika Simpanan dan Pinjaman pada Bank
Umum dengan Faktor Giro Wajib Minimum (Tugas Akhir).
[12] Rochet, J.-C., & Freixas, X. 2008. Microeconomics of Banking (2nd ed.).
Cambridge, MA: The MIT Press.
Lampiran A
Titik Kritis Model
Pada pembahasan di bab 4, titik kritis model hanya ditampilkan sebagian yang dianggap relevan. Pada lampiran ini akan ditampilkan keseluruhan ekspresi dari titik
kritis model.
Tampilan berikut merupakan hasil output Mathematica. Parameter-parameter
dalam model ditampilkan dalam bentuk kode berikut:
70
71
72
73
gIp gL (k2 rB - rD - rIl tL) xiDr - gD xiLr (rLr + rIpr tP - rLr eta
eLr gD gIl (rIpr tP vIp - gIp (rLr + rIpr tP - rLr eta)) + xiDr (tL
((-lambda rIl + rIpr) tP vIp + gIp (-rIpr tP + lambda rIl (1 + tP)
+ rLr (-1 + eta))) + gIl ((k2 (-lambda rB + rIpr) + rIpr (-1 + k1 -
+ lambda (rD + rIl tL)) tP vIp + gIp (-lambda (rD + rIl tL) (1 + tP)
(rLr + rIpr tP - rLr eta)))) + eDr tL vIl (lambda rIl - rIpr) tP vIp
+ gIp gL rIl + xiLr (rLr + rIpr tP - lambda rIl (1 + tP) - rLr eta)+
74