Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH KIMIA INDUSTRI

TENTANG

KHITIN DAN KHITOSAN

DIBUAT OLEH :
1. KURNIA PRASETYO WIBOWO ( 10 A )
2. RIFKI ( 10 B )

Kelas malam

SEMESTER I
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK DAN DESAIN

UNIVERSITAS PERSADA INDONESIA Y. A. I.

Pendahuluan
Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium,
timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Untuk menghilangkan
bahan pencemar perairan tersebut hingga kini masih terus dikembangkan. Penggunaan biomaterial
merupakan salah satu teknologi yang dapat dipertimbangkan, mengingat meterialnya mudah
didapatkan dan membutuhkan biaya yang realtif murah sebagai bahan penyerap senyawa beracun
dalam air limbah. Limbah udang yang berupa kulit, kepala, dan ekor dengan mudah didapatkan
mengandung senyawa kimia berupa khitin dan khitosan. Senyawa ini dapat diolah dan
dimanfaatkan sebagai bahan penyerap logam-logam berat yang dihasilkan oleh limbah industri. Hal
ini dimungkinkan karena senyawa khitin dan khitosan mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi
koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat
berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berpungsi sebagai absorben terhadap
logam berat dalam air limbah.
Pembangunan yang pesat dibidang ekonomi disatu sisi akan meningkatkan kualitas hidup manusia,
yaitu dengan meningkatnya pendapatan masyarakat, tetapi di sisi lain akan berakibat pada
penurunan kesehatan akibat adanya pencemaran yang berasal dari limbah industri dan rumahtangga.
Hal ini karena kurangnya atau tidak memadainya fasilitas atau peralatan untuk menangani dan
mengelola limbah tersebut. Salah satu pencemaran pada badan air adalah masuknya logam berat.
Peningkatan kadar logam berat di dalam perairan akan diikuti oleh peningkatan kadar zat tersebut
dalam organisme air seperti kerang, rumput laut dan biota laut lainnya. Pemanfatan organisme ini
sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia.
Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan maka berkembang pulalah industri- industri. Akibatnya
lingkungan menjadi salah satu sasaran pencemaran, terutama sekali lingkungan perairan yang sudah
pasti terganggu oleh adanya limbah industri, baik industri pertanian maupun industri pertambangan.
Kebanyakan dari limbah itu biasanya dibuang begitu saja tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Berbagai metode seperti penukar ion, penyerapan dengan karbon aktif (Rama, 1990) dan
pengendapan secara elektrolisis telah dilakukan untuk menyerap bahan pencemar beracun dari
limbah, tetapi cara ini membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pengoperasiannya.
Penggunaan bahan biomaterial sebagai penyerap ion logamberat merupakan alternatif yang
memberikan harapan. Sejumlah biomaterial sepertilumut (Low et al., 1977), daun teh (Tan dan
Majid, 1989), sekam padi (Munaf , 1997),dan sabut kelapa sawit (Munaf, 1999), begitu juga dari
bahan non biomaterial seperti perlit, tanah gambut, lumpur aktif dan lain-lain telah digunakan
sebagai bahan penyerap logam-logam berat dalam air limbah.
Kulit udang yang mengandung senyawa kimia khitin dan khitosan merupakan limbah yang mudah
didapat dan tersedia dalam jumlah yang banyak, yang selama ini belum termanfaatkan secara
optimal. Dengan adanya sifat-sifat khitin dan khitosan yang dihubungkan dengan gugusamino dan
hidroksil yang terikat, maka menyebabkan khitin dan khitosan mempunyai reaktifitas kimia yang
tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion
(ion exchanger) dan dapat berperan sebagai absorben terhadap logam berat dalam air limbah
( Hirano, 1986). Karena berperan sebagai penukar ion dan sebagai absorben maka khitin dan
khitosan dari limbah udang berpotensi dalam memcahkan masalah pencemaran lingkungan perairan
denganpenyerapan yang lebih murah dan bahannya mudah didapatkan.

I. Sumber
Sumber khitin dan Khitosan untuk keperluan industri biasanya berasal dari limbah udang
dan limbah kepiting, walaupun jumlah kadar khitin dalam kepiting lebih besar daripada udang
namun dalam jumlahnya limbah udang jauh lebih banyak dan mudah didapat, sehingga limbah
udang menjadi prioritas.
Sebagian besar limbah udang berasal dari kulit, kepala, dan ekornya. Kandungan khitin
pada kulit udang sebesar 15% - 20%, tetapi besarnya kandungan komponen tersebut tergantung
pada jenis udangnya. sedangkan kandungan khitin pada kulit kepiting khitin sebesar 18,70% 32,20%, hal ini juga tergantung pada jenis kepiting dan tempat hidupnya (Focher et al., 1992).
Sedangkan khitosan merupakan hasil deasetilasi dari khitin yang telah diproses.
Untuk ekstraksi khitin dari limbah cangkang udang rendemennya sebesar 20 persen,
sedangkan rendemen khitosan dari khitin yang diperoleh adalah sekitar 80 persen. Maka dari itu,
dengan mengekstrak limbah cangkang udang sebanyak 510.266 ton, akan diperoleh khitosan
sebesar 81.642,56 ton.
II. Sifat dan Karakteristik :
Khitin :
Khitin termasuk golongan polisakarida yang mempunyai berat molekul tinggi

Nama lain -(1-4)-2-asetamida-2-dioksi-D-glukosa (N-asetil-D-Glukosamin)


Rumus molekul C18H26N2O10

Zat padat yang tak berbentuk (amorphous) Polimer khusus yang tidak larut pada air, alkali
pekat, asam, dan pelarut organik

Tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat, alkohol, dan pelarut
organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang pekat.

Khitosan :
Khitosan adalah khitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin. Khitosan juga merupakan suatu
polimer multifungsi karena mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus
hidroksil primer dan skunder.

Nama lain -1,4-2 amino-2-dioksi-D-glukosa


Khitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi (Tokura, 1995).

Tidak larut dalam air, larutan basa kuat, sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4,
dan tidak larut dalam H2SO4.

Tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat polielektrolitik (Hirano,


1986).

Dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.

III. Identifikasi khitin :


Adanya khitin dapat dideteksi dengan reaksi warna Van Wesslink :

Pada cara ini khitin direaksikan dengan I2-KI yang memberikan warna coklat, kemudian
jika ditambahkan asam sulfat berubah warnanya menjadi violet. Perubahan warna dari
coklat hingga menjadi violet menunjukan reaksi positif (+) adanya khitin.

IV. Pembuatan
Berikut ini merupakan tahap-tahap pembuatan khitin dan khitosan :
1. Dimineralisasi
Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir, dikeringkan di bawah sinar Matahari
sampai kering, lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur
asam klorida 1,25 N dengan perbandingan 10:1 untuk pelarut dibanding kulit udang, lalu
dipanaskan pada suhu 90C selama satu jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai
pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80C selama 24 jam.
2. Deproteinisasi
Limbah udang yang telah dimineralisasi kemudian dicampur dengan larutan sodium hidroksida
3,5 persen dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 6:1. Selanjutnya dipanaskan
pada suhu 90C selama satu jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehingga diperoleh
residu padatan yang kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu
80C selama 24 jam.
3. Deasetilisasi khitin menjadi khitosan
Khitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (60 persen) dengan perbandingan
20:1 (pelarut dibanding khitin), lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140C. Larutan
kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian dengan
air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70C selama 24 jam.
Khitosan memiliki sifat larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut
organik lainnya seperti dimetil sulfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5. Sedangkan pelarut
khitosan yang baik adalah asam asetat.
V. Kesulitan
Dalam proses pembuatan Khitin dan Khitosan tidak terlihat adanya kesulitan pengerjaan
karena proses yang dilakukan sangat sederhana dan tidak memerlukan instrument yang rumit, hanya
dalam pengerjaannya membutuhkan waktu setidaknya 3 hari untuk diperoleh hasil Khitosan. Waktu
proses pemanasan tidak dapat dipercepat guna menghindari kerusakan produk.

VI. Funsi
Khitin berfungsi sebagai :

Absorben untuk menyerap ion kadmium, tembaga, dan timbal dengan cara dinamis
dengan mengatur kondisi penyerapan sehingga air yang dibuang ke lingkungan menjadi air
yang bebas dari ion-ion logam berat.

Hal ini dimungkinkan karena senyawa khitin dan khitosan mempunyai sifat sebagai bahan
pengemulsi koagulasi, reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation
sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger).
Khitosan berfungsi sebagai :

Bahan pengawet kayu relatif aman karena sifatnya yang non toxic dan biodegradable.
Sebab, selama ini bahan pengawet yang sering digunakan merupakan bahan kimia beracun
yang kurang ramah lingkungan dan unbiodegradable.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.sinarharapan.co.id/berita/0107/06/ipt02.html

http://www.unila.ac.id/~fp-ikan/index.php?
option=com_content&task=view&id=90&Itemid=123

Anda mungkin juga menyukai