Anda di halaman 1dari 12

ETIKA DAN PELAPORAN KORPORAT

Tugas Ujian Tengah Semester


Oleh Dosen Pengampu Prof. Dr. Unti Ludigdo, SE.,M.Si., Ak

OLEH
Rizna Fariza
2015261035

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

1. Tata Kelola yang Baik


a. Deskripsi Kasus
Saat ini PT Telkom terus menyelaraskan penerapan Good Corporate Governance
(GCG) dengan dinamika bisnis yang terjadi. Untuk mewujudkannya, Telkom menerapkan
GCG yang terintegrasi dengan pengelolaan kepatuhan, manajemen risiko dan pengendalian
internal. Langkah ini dilakukan agar Perusahaan memiliki pengetahuan dan kapabilitas untuk
mengelola Governance, Risk and Compliance (GRC) yang sejalan dengan pengelolaan
kinerja bisnis dan mampu mengantarkan organisasi mencapai kelangsungan hidup
Perusahaan.
Konsep penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik (GCG) dalam
organisasi Perusahaan berlandaskan pada komitmen untuk menciptakan Perusahaan yang
transparan, dapat dipertanggung jawabkan (accountable), dan terpercaya melalui manajemen
bisnis yang dapat dipertanggung jawabkan. Penerapan praktik-praktik GCG merupakan salah
satu langkah penting bagi Telkom untuk meningkatkan dan memaksimalkan nilai Perusahaan
(corporate value), mendorong pengelolaan Perusahaan yang profesional, transparan dan
efisien dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya,
bertanggung jawab dan adil sehingga dapat memenuhi kewajiban secara baik kepada
Pemegang Saham, dewan Komisaris, mitra bisnis, serta pemangku kepentingan.
Mengingat pentingnya GCG maka telah dilakukan bentuk penguatan komitmen
manajemen seluruh komisaris dan direksi Telkom Group pada acara Rapat Pimpinan Telkom.
Acara tersebut berupa pernyataan dan penandatanganan komitmen implementasi GCG
Telkom Group. Ini menunjukkan kesungguhan dewan Komisaris dan direksi Telkom Group
untuk memprioritaskan penerapan GCG. Komitmen Kami untuk menerapkan instrumen GCG
tidak hanya untuk mematuhi peraturan yang berlaku di pasar modal namun diyakini sebagai
kunci sukses dalam upaya pencapaian kinerja usaha yang efektif, efisien serta berkelanjutan
yang sangat diperlukan dalam memenangi persaingan pasar.
Tahun 2011 merupakan tahun penguatan penerapan GCG di seluruh group usaha (tata
kelola Anak Perusahaan). Menyikapi transformasi organisasi menuju portofolio bisnis TImE,
maka Perusahaan memandang perlu untuk meningkatkan kualitas praktik GCG yang telah
ada untuk dikuatkan lagi dalam sebuah komitmen GCG yang ditandatangani oleh seluruh
dewan Komisaris dan direksi Telkom Group. Penguatan GCG dalam hal ini dimaksudkan
agar penerapan GCG senantiasa melekat dan selaras dengan tuntutan bisnis dan kondisi

industri saat ini. melalui Sub-direktorat Business Effectiveness dan Sub direktorat
Organizational development penguatan GCG Telkom Group dibangun sekaligus terus
menerus memperbaiki praktik GCG yang telah ada menuju diterapkannya pengelolaan
Perusahaan yang beretika (GCG as ethics) dan menjadikan GCG sebagai bagian yang tidak
dapat dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari mengelola Perusahaan (GCG as knowledge)
serta terintegrasinya pengelolaan GCG dan manajemen risiko Perusahaan.
Selain itu, sebagai Perusahaan publik yang patuh pada peraturan otoritas pasar modal,
baik Bapepam-LK maupun SEC, Telkom menerapkan dan menjunjung tinggi kebijakan serta
nilai-nilai yang terkandung dalam praktik tata kelola Perusahaan yang penerapannya
mengacu pada international best practices serta Pedoman Pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan Indonesia (Indonesia Code of GCG) yang dikeluarkan oleh Komite Nasional
Kebijakan Governance (KNKG) di Indonesia.
Sebagai Perusahaan yang sahamnya tercatat di NYSE, Telkom berkewajiban untuk
mematuhi ketentuan yang dimuat dalam Sarbanes Oxley Act Tahun 2002 (SOA) serta
peraturan yang masih berlaku lainnya. Peraturan dan ketentuan dalam SOA yang relevan
dengan bisnis Telkom di antaranya (i) SOA Seksi 404 yang mensyaratkan manajemen Telkom
untuk bertanggung jawab atas dilakukannya dan dipeliharanya pengendalian internal terhadap
pelaporan keuangan (ICOFR) yang memadai sehingga memastikan keandalan pelaporan
keuangan Telkom dan persiapan penerbitan laporan keuangan yang selaras dengan SAK
Indonesia.
b. Implikasi Terhadap Operasional Perusahaan
PT Telkom dapat bersaing sampai ke kancah internasional dengan penerapan GCG
yang telah dipadukan dengan pengelolaan kepatuhan, manajemen risiko dan pengendalian
internal, hal ini dibuktikan oleh saham Telkom yang telah listing di NYSE selama 20 tahun
dan masih bertahan hingga saat ini. Selain itu penerapan GCG yang dilakukan Telkom
meningkatkan value perusahaan ini terbukti dengan naiknya pendapatan telkom sebesar 15%,
hal ini tentu tidak terlepas dari penerapan GCG yang sangat baik oleh manajemen Telkom.
Selain itu banyak penghargaan-penghargaan yang telah diraih oleh telkom salah satunya yaitu
meraih peringkat pertama Indonesias Top 100 Most Valuable ini membuktikan brand Telkom
telah diakui oleh stakeholder, hal ini dikarenakan penerapan akuntabilitas dan transparansi
oleh Telkom sehingga mampu memberikan kepercayaan kepada stakeholder.

Penerapan GCG yang dilakukan oleh Telkom mampu membuat perusahaan terhindar
dari kebangkrutan yang banyak dialami oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia akibat
melemahnya rupiah sehingga daya beli masyarakat menurun yang menyebabkan
perekonomian negara menjadi lesu. Telkom juga merupakan perusahaan BUMN yang telah
mampu bersaing dengan perusahaan swasta lainnya dan bersaing dengan perusahaan
asingnya lainnya.
2. Tata Kelola yang Buruk
a. Deskripsi Kasus
Perusahaan group Bakrie yang mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia
(BEI) terlihat memburuk dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan, masing-masing perseroan
tidak menerapkan tata kelola perusahaan dengan baik. Presiden dan Pendiri PT Astronacci
International, Gema Merdeka Moeryadi mengatakan, sebenarnya kesalahan pada perusahaan
group Bakrie bukan karena sektor atau bisnis yang dijalankannya, tetapi jajaran direksi
perseroan tidak bisa menjaga kepercayaan para investornya.
Gema mencontohkan, hilangnya kepercayaan investor terlihat dari aksi korporasi
yang dilakukan PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Di mana, perseroan melakukan penerbitan
saham baru tetapi tidak ada yang membeli saham tersebut. Dengan demikian, Gema
menyarankan seluruh direksi yang ada di perusahaan group Bakrie diganti oleh orang-orang
lebih mampu membangun kepercayaan investor.
Tercatat, beberapa saham group Bakrie banyak diangka Rp 50 per saham, seperti PT
Bakrie and Brothers Tbk (BNBR), PT Bakrieland Development Tbk (ELTY), PT Bakrie
Sumatra Plantation Tbk (UNSP), PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL), PT Darma Henwa
(DEWA). Sementara, saham BUMI saat ini di level Rp 78 per saham.
b. Implikasi Terhadap Operasional Perusahaan
Banyak kasus yang melibatkan perusahan Bakrie dan anak perusahaannya ini
diakibatkan karena gagal mengelola risiko yang ditimbulkan oleh keteledoran dari Bakrie
sendiri. Selain itu penerapan GCG yang buruk mendukung hal tersebut sehingga membuat
para stakeholder tidak percaya akan akuntabilitas dari bakrie sendiri. Dalam kasus diatas juga

telah dijelaskan bahwa bakrie tidak mampu membangun kepercayaan dari para investornya,
hal ini juga mengakibatkan bebrapa saham Bakrie hanya Rp 50 per saham.
Kasus diatas mencerminkan buruknya GCG dapat menghambat operasional
perusahaan karena sedikit investor yang mau menanan saham di Bakrie yang menyebabkan
modal untuk menjalankan operasional perusahaan terganggu, malahan pada penerbitan saham
yang dilakukan oleh PT Bumi Resources Tbk tidak ada investor yang membeli saham
tersebut. Hal ini dapat menyebabkan kebnagkrutan perusahaan. Maka dapat disimpulkan
bahwa penerapan GCG yang buruk sangat mungkin mengakibatkan perusahaan pada situasi
financial distress atau sampai dengan kebangkrutan.
3. Pelanggaran Praktek Akuntan Publik
a. Deskripsi Kasus
Seorang akuntan publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor
untuk mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari BRI Cabang Jambi pada 2009,
diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati
Jambi mengungkap kasus dugaan korupsi tersebut pada kredit macet untuk pengembangan
usaha di bidang otomotif tersebut.
Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus
itu, Selasa (18/5/2010) mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir
keterangannya dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa Sitepu
sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan konfrontir keterangan
tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap ada kesalahan dalam laporan keuangan
perusahaan Raden Motor dalam mengajukan pinjaman ke BRI. Ada empat kegiatan data
laporan keuangan yang tidak dibuat dalam laporan tersebut oleh akuntan publik, sehingga
terjadilah kesalahan dalam proses kredit dan ditemukan dugaan korupsinya.
Keterangan dan fakta tersebut terungkap setelah tersangka Effendi Syam diperiksa
dan dikonfrontir keterangannya dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik dalam
kasus tersebut di Kejati Jambi. Semestinya data laporan keuangan Raden Motor yang
diajukan ke BRI saat itu harus lengkap, namun dalam laporan keuangan yang diberikan
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data yang diduga tidak dibuat
semestinya dan tidak lengkap oleh akuntan publik.

Tersangka Effendi Syam melalui kuasa hukumnya berharap pihak penyidik Kejati
Jambi dapat menjalankan pemeriksaan dan mengungkap kasus dengan adil dan menetapkan
siapa saja yang juga terlibat dalam kasus kredit macet senilai Rp 52 miliar, sehingga
terungkap kasus korupsinya. Sementara itu pihak penyidik Kejaksaan yang memeriksa kasus
ini belum mau memberikan komentar banyak atas temuan keterangan hasil konfrontir
tersangka Effendi Syam dengan saksi Biasa Sitepu sebagai akuntan publik tersebut.
Kasus kredit macet yang menjadi perkara tindak pidana korupsi itu terungkap setelah
kejaksaan mendapatkan laporan adanya penyalahgunaan kredit yang diajukan tersangka Zein
Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor. Dalam kasus ini pihak Kejati Jambi baru
menetapkan dua orang tersangka, pertama Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor
yang mengajukan pinjaman dan tersangka Effedi Syam dari BRI yang saat itu menjabat
sebagai pejabat penilai pengajuan kredit.
b. Pelanggaran etika yang dilakukan
Setiap Praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi yang terdiri dari lima
komponen yaitu:
1. Prinsip integritas yaitu setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin
hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaannya
2. Prinsip objektivitas yaitu setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas,
benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari
pihak-pihak lain yang dapat memengaruhi pertimbangan profesional atau
pertimbangan bisnisnya
3. Prinsip kompotensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional
(professional competence and due care) yaitu setiap praktisi wajib memlihara
pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang
dipersyaratkan secar berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja
dapat menerima jasa profesional yang diberikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundang-undangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi juga harus bertindak secara profesional
dan sesuai dengan standar profesi dan kode etk yang berlaku dalam memberikan
jasa profesionalnya.

4. Prinsip Kerahasiaan yaitu setiap praktisi wajib menjaga kerahasian informasi


yang diperoleh sebagai hasil dari hubungan profesional dan hubungan bisnisnya,
serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan lain yang
berlaku. Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungna profesional dan
hubungan bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadi
dan pihak ketiga.
5. Prinsip Perilaku Profesional yaitu setiap praktisi wajib memenuhi hukum dan
peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.
Dari prinsip-prinsip diatas akuntan Biasa Sitepu melanggar semua prinsip yang
seharusnya dipatuhi oleh seorang akuntan publik. Biasa Setepu tidak memasukkan data empat
kegiatan dalam laporan keuangan yang menggunakan dana kredit dari BRI, hal ini mungkin
adanya tekanan dari kliennya. Kasus diatas biasa disebabkan adanya benturan kepentingan
antara akuntan publik dan klien. Klien ingin akuntan publik untuk tidak membuat empat
kegiatan sehingga dana yang dipakai untuk empat kegiatan tersebut bisa dikorupsi dan
mereka bisa mengambil keuntungan darinya. Seharusnya Biasa Setepu mempertimbangkan
keputusannya dan hati-hati dalam mengambil keputusan sehingga tidak terjerat dalam kasus
korupsi ini. Selain itu sebagai akuntan publik seharusnya lebih mendalami tentang track
record dan memiih klien yang akan menggunakan jasanya, itu harus dilakukan akuntan
publik agar jika kasus yang mereka kerjakan dapat terselesaikan dan tidak terjadi hal-ha yang
diinginkan.
Walaupun dalam kasus diatas Biasa Setepu tidak menjadi tersangka utama hanya
menjadi saksi saja tetapi hal tersebut dapat mengancam gelar profesionalnya. Sehingga perlu
untuk menghindari konflik kepentingan dengan klien. Seorang akuntan dituntut harus mampu
mematuhi kode etik profesionalnya walaupun dalam tekanan sekalipun. Karena opini dari
akuntan publik dan tugas auditnya sangat mempengaruhi citra dari kliennya. Karena hal ini
juga anyak klien yang meminta opini yang terbaik atas laporan keuangannya, jika hal ini
terjadi seorang akuntan publik seharusnya tidak menerima perikatan dengan klien tersebut,
karena hal tersebut menyalahi kode etik akuntan publik yang berlaku.
c. Saran terhadap solusi etis

Biasa Setepu seharusnya tetap memasukkan data dari empat kegiatan tersebut ke
dalam laporan keuangan. Jika hal tersebut tidak dimungkinkan maka Biasa Setepu harus
mempertimbangkan untuk melakukan konsultasi dengan pihak yang bertanggung jawa atas
tata kelola perusahaan, seperti komite audit. Jika tidak ada komite audit dalam perusahaan
Raden Motor tersebut maka Biasa Setepu dapat meminta nasihat profesional dari organisasi
yyang relevan atau penasihat hukum untuk memperoleh pedoman mengenai penyelesaian
masalah tersebut. Jika setelah mendalami semua kemungkinan yang relevan, masalah tersebut
juga tidak dapat terselesaikan maka seharusnya Biasa Setepu tidak menerima perikatan dari
klien Raden Motor.
Selain itu Biasa setepu seharusnya sangat memerhatikan prinsip integritas hal ini
menyangkut tentang informasi yang diberikan oleh seorang akuntan seharusnya Biasa Setepu
tidak boleh mengeluarkan pernyataan atau informasi yang diberikan secara tidak hati-hati
atau penghilangan atau penyembunyian yang dapat menyesatkan atas informasi yang
seharusnya diungkap. Biasa Setepu seharusnya menggunakan kemahiran profesionalnya
dengan seksama dengan standar profesi dan kode etik profesi yang berlaku dalam
memberikan jasa profesionalnya. Pengungkapan informasi rahasia juga harus dilakukan Biasa
Setepu untuk membantu kejaksaan mengungkap semua orang yang terlibat dalam kasus
korupsi kredit macet ini. Inti dari penjelasan tentang solusi etis mengenai kasus diatas bahwa
seorang akuntan publik dituntun dalam keadaan apapun untuk mematuhi prinsip-prip kode
etik profesionalnya agar terhindar dari kasus korupsi atau kasus benturan kepentingan dengan
kliennya. Kode etik dibuat bukan hanya untuk melindungi klien tetapi yang terpenting untuk
melindungi akuntan publik tersebut agar terhindar dari kasus-kasus seperti ini.
4. Pelanggaran Bisnis
a. Deskripsi kasus
Kerugian sosial ekonomi akibat kabut asap sungguh tidak terbayangkan. Banyak
kerugian yang disebabkan oleh kabut asap, contohnya extracost yang harus ditanggung hanya
untuk menghirup oksigen. Selain itu roda perekonomian juga ikut terhambat akibat moda
transportasi terganggu. Maka seharusnya ada kesadaran dari semua pihak bahwa menanam
dan memelihara sebatang pohon perlu waktu puluhan tahun, tapi membakarnya hanya perlu
hitungan detik. Edukasi greenpreneurship dianggap tidak mendesak untuk diajarkan sehingga
etika bisnis seringkali diabaikan para pelaku usaha demi meraup keuntungan sesaat dari
eksploitasi besar-besaran sumber daya alam. Akibatnya, hak hidup masyarakat terampas.

Masyarakat sering kali berpersepsi bahwa etika bisnis ialah urusan pelaku usaha
semata. Paradigma demikian tentu tidak tepat. Dalam konteks ekonomi, etika bisnis
merupakan kaidah-kaidah dan norma yang harus diikuti, tidak saja dalam posisi kita sebagai
konsumen, tapi juga sebagai produsen. Sebagai konsumen, misalnya, penegakan etika bisnis
dapat diterapkan melalui kesadaran membatasi perilaku konsumtif pada produk tidak ramah
lingkungan.
Kepedulian tinggi terhadap limbah produk tak ramah lingkungan juga merupakan
kewajiban konsumen. Tentunya, itu bertujuan melindungi diri dari pelanggaran etika bisnis
yang dilakukan produsen. Manakala dilakukan secara konsisten, itu akan membatasi
permintaan terhadap produk perusak lingkungan. Dampaknya tentu akan menghentikan
produksi perusahaan yang menciptakan produk tersebut.
b. Persoalan yang muncul

Kabut asap merupakan salah satu contoh adanya perilaku yang tidak etis dari pelaku
bisnis yang sangat merugikan banyak pihak karena tidak memperhatikan dampak yang
ditimbulkan pada lingkungan dan masyarakat, hal ini disebakan karena para pelaku bisnis
lebih memperhatikan keuntungan dan efisiensi keuangan yang harus mereka dapatkan dan
bebankan. Mungkin ini didapat dari persepsi yang salah dari bisnis yaitu, modal sekecilkecilnya dan mendapatkan untung sebesar-besarnya, mungkin banyak pelaku bisnis yang
memakai konsep tersebut tanpa menggunakan prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku.
Selain itu mungkin ada persepsi yang salah dari pemahaman konsep bisnis tersebut. Selain itu
dalam berbisnis seharusnya sama-sama menguntungkan antar pihak satu dan lainnya, namun
dari kasus ini dapat dilihat bahwa hanya pelaku bisnislah yang diuntungkan sedangkan
masyarakat sebagai konsumen dan pemerintah sangat dirugikan.
Pelaku bisnis juga seharusnya memperhatikan hak-hak masyarakat sebagai konsumen
jangan hanya mementingkan hak mereka sebagai pelaku bisnis karena jika hanya salah satu
hak yang dipenuhi maka jalannya bisnis tidak akan seimbang karena adanya hak-hak yang
tidak terpenuhi. Jika hak masyarakat sebagai konsumen tidak terpenuhi maka hal tersebut
bukan dianggap bisnis karena hanya menguntungkan salah satu pihak saja. Adanya prinsip
dalam etika tentang otonomi mungkin yang menyebabkan fenomena ini muncul karena ini
mengandalkan keputusan dari pelaku bisnis yang menurutnya baik, hal yang baik bagi pelaku
bisnis mungkin hanya keuntungan dari perusahaan sehingga tidak memperhatikan dampak
yang ditimbulkan nantinya. Etika bisa dikatakan tentang baik dan buruk sedangkan hal

tersebut diputuskan secara subjektif, maka apa yang dianggap baik oleh perusahaan mungkin
belum tentu baik untuk masyarakat. Sehingga perusahaan harus mampu memenuhi prinsipprinsip etika yang telah ditentukan dan dapat memenuhi hak-hak konsumen (khayalak umum)
intinya saling menguntungkan.
Bukan hanya para pelaku bisnis saja yang harus memahami tentang etika bisnis.
Sebagai konsumen juga harus mampu memahaminya. Seperti yang dijelaukskan dalam kasus
diatas bahwa pembatasan perilaku konsumtif dapat membatasi produk-produk yang merusak
lingkungan. Jika konsuumen terus membeli produk tersebut maka produsen tidak pernah jera
melakukan hal yang merugikan konsumen. Jadi sebagai konsumen kita juga harus bertindak
cerdas, jika perlu tidak memakai produk tersebut. Maka kita dapat berpartisipasi dalam
menjaga lingkungan kita agar tidak rusak dan tercemar.
Banyak persoalan yang muncul dalam kasus ini seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa kabut asap yang timbul akibat pembakaran hutan yang disengaja oleh pelaku bisnis
melanggar prinsip-prinsip dasar dari etika bisnis. Pelaku bisnis bisa dikatakan tidak mampu
mengambil keputusan yang bijak terkait dari dampak yang ditimbulkan dari metode
pembakaran yang seharusnya dengan dalih untuk efisiensi. Perusahan dapat efisiensi
bebannya tapi bagaimana dengan negara?masyarakat? ini jelas adalah tindakan yang tidak
bermoral yang hanya mementingkan diri sendiri dan bersikap tidak adil terhadap masyarakat,
kedua hal tersebut melanggar prinsip keadilan dan integritas moral. Pelanggaran prinsip
saling menguntungkan juga terlihat disini karena hanya perusahaan dan para pemegang
sahamnya saja yang diuntungkan, ini seperti fenomena bahagia diatas penderitaan orang lain,
apakah bisnis harus seperti itu? Tentu seharusnya tidak, bukankah seharusnya lebih baik
bahagia bersama-sama sehingga dapat menciptakan lingkungan yang positif dalam dunia
bisnis. Sebagai pelaku bisnis seharusnya ada rasa tanggung jawab terhadap sekitarnya, jika
hal tersebut telah diabaikan maka lebih baik mereka hidup sendiri saja, bukankah kita hidup
sebagai makhluk sosial yang membutuhkan satu sama lainnya. Tanggung jawab juga
merupakan refleksi dari nilai yang dijunjung mengenai pribadi seseorang sehingga rasa
tanggung jawab sangat penting dalam dunia bisni.
c. Opini
Saya berpendapat bahwa sebagai manusia kita harus mempunyai etika-etika yang
tercermin dalam perilaku-perilaku kita sehari-hari. Dunia bisnis pun mempunyai etikanya
yang memperhatikan hak-hak yang harus diberikan kepada konsumen, masyarakat, dan

pemerintah, bukan memakai hukum rimba, jika dalam dunia bisnis kita memakai hukum
rimba yang artinya yang hanya yang kuat yang menang, kuat disini bisa diartikan mempunyai
kekuasaan dan kekayaan. Lalu apa bedanya kita dengan binatang. Dari kasus diatas saya
berpendapat bahwa tidak seharusnya para pelaku bisnis mengabaikan dampak yang
ditimbulkan dari perilaku keegoisan mereka. Sebagai pembisnis seharusnya kita membantu
pemerintah untuk membangun perekonomian bangsa bukan malah membebankan negara
akibat ulah dari bisnis yang kita jalankan. Menurut saya lebih baik para pelaku bisnis yang
melanggar atau yang menyebabkan kerugian baik konsumen maupun nasional lebih baik
dipidana. Tapi bagaimana pemerintah jika menerima suap sehingga pelaku bisnis dapat bebas
dari hukum pidana? Maka seharusnya dalam setiap bidang kita menerapkan prinsip-prinsip
etika sesuai dengan pekerjaan kita. Memang penerapan etika dalam bisnis atau dalam setiap
bidang tidaklah mudah. Tapi apa salahnya jika kita mencoba dari diri sendiri.

Daftar Pustaka
Dedi Purwana, 2015, Etika Bisnis versus Kabut Asap, Metronews, Indonesia.,
http://news.metrotvnews.com, diakses pada tanggal 2 Des 2015
Lucky Fransiska, 2010, Kredit Macet Rp 52 Miliar Akuntan Publik Diduga Terlibat ,
Kompas, Indonesia. http://praktisi.ac.id/?op=news&v=49 diakses pada tanggal 26 Nov
2015
Seno dan Johnson, 2014, direksi tak Jalan Tata Kelola Perusahaan dengan Baik, Tribunnews,
Indonesia. http://www.tribunnews.com diakses pada tanggal 30 Nov 2015
www.telkom.co.id diakses pada tanggal 3 Des 2015
Kode Etik Profesi Akuntan Publik

Anda mungkin juga menyukai