Anda di halaman 1dari 7

How To Manage The Complication of ACS

Suryono, MD
6th Surabaya Cardiologi Update - Surabaya, 12 September 2015

Abstract
Acute Coronary Syndrome is the most common cause of mortality in cardiac diseases.
The mortality happens associated with its various complications. The complications of
coronary heart diseases include conduction disturbances, hemodynamic disturbances, and
mechanical complications. Conduction disturbance includes sinus bradycardia, sinus
tachycardia, atrial fibrillation, ventricular arrhythmias, heart block in myocardial
nfarction. Hemodynamic complication refers to cardiogenic shock due to pump failure.
Besides, mechanical complication includes papillary muscle rupture, ventricular septal
rupture, ventricular free wall rupture, cardiac

tamponade, ventricular aneurysm,

thromboembolism, acute right to left shunt through Foramen Ovale. The mechanical
complication is usually life threathening. With the proper management to the patient with
ACS complication, we can decrease the morbidity and save the life.
Keywords :

acute coronary syndrome, conduction disturbances, hemodynamic

disturbances, mechanical complication.

Manajemen Komplikasi SKA (Sindroma Koroner Akut)


Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah gabungan gejala klinik yang menandakan iskemia
miokard akut. SKA terdiri dari STEMI, NSTEMI, dan unstable angina pectoris. Angka
mortalitas dan morbiditas karena IMA sangat tinggi diakibatkan komplikasi IMA yang tidak
tertangani dengan baik. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan komplikasi IMA tidak
tertangani dengan baik seperti keterlambatan mencari pengobatan, kecepatan serta ketepatan
diagnosis, serta manajemen untuk menangani komplikasi yang digunakan. Komplikasi SKA
secara garis besar dibagi menjadi 3, yaitu : gangguan konduksi, gangguan hemodinamik, dan
komplikasi mekanis.

I. GANGGUAN KONDUKSI
a. Sinus Bradikardia
Sinus bradikaedia ini terjadi pada 15-25% kasus IMA (Infark Miokard
Akut), biasanya mengenai pada dinding inferior dan dinding ventrikel kanan. Pada
umumnya bersifat transient, membaik dalam 24 jam pertama. Ini diakibatkan oleh
peningkatan tonus vagal, iskemia pada SA node, obat-obatan (contoh : Beta
Blocker), dan reperfusi pasca fibrinolisis. Tata laksana : Atropin 0,5 mg, IV dan
Temporary pacing
b. Sinus Takikardia
Terjadi pada 30-40% pada kasus IMA. Takikardia yang persisten biasanya
menyertai IMA yang luas dan anterior IMA. Angka morbiditas dan mortalitas
terkait kasus ini cukup tinggi. Tata laksana untuk kasus sinus takikardia dalam hal
ini ialah disesuaikan dengan penyebabnya.
c. Atrial Fibrilasi
Takiaritmia yang paling umum terjadi menyertai insiden IMA, yakni
sekitar 5-18% dari pasien IMA. Biasanya AF ini terjadi pada pasien yang juga
memiliki penyakit komorbiditas seperti : gagal jantung, penyakit ginjal,
hipertensi, diabetes, serta penyakit paru.
AF ini sebagai akibat dari regangan atrial sekunder akibat gagal jantung,
dan akibat dari gangguan suplai darah pada SA node, ataupun iskemi atrium.
Tata laksana pada pasien dengan komplikasi ini adalah : kontrol rate dengan Beta
Blocker (merupakan terapi prioritas), amiodarone (khusus untuk AF rekuren
ataupun AF yang tidak merespon dengan tindakan kardioversi).
d.

Aritmia Ventrikuler
a. AIVR
Terjadi hampir pada 50% kasus IMA. AIVR tidak membutuhkan tata laksana
khusus.
b. Non Sustained VT
VT yang berlangsung selama kurang dari 30 detik. VT jenis ini tidak
membutuhkan tata laksana khusus kecuali bila terjadi cukup frequent dan
simptomatis. Obatnya yaitu : Beta Blocker, Amiodarone, dan Procainamide.

c. Sustained VT dengan simptom


Merupakan VT yang berlangsung selama lebih dari 30 detik. VT jenis ini
biasanya transient atau bersifat sementara akan tetapi mengakibatkan angka
mortalitas yang tinggi untuk pasien IMA di rumah sakit. Tata laksana untuk
kasus ini adalah : Kardioversi, Amiodarone, Procainamide, dan Lidokaine
d. VF (Ventrikel Fibrilasi)
Pada umumnya terjadi dalam kurun waktu 48-72 jam pertama pasca IMA.
Disinyalir VF ini disebabkan oleh karena iskemia yang terjadi dan juga
kekurangan reperfusi pada arteri yang infark.
VF mengakibatkan angka mortalitas yang sangat tinggi. Tata laksana untuk
VF adalah defibrilasi, amiodarone, dan reperfusi.
e. Polimorfik VT
Jenis VT ini merupakan yang kurang umum terjadi, insidennya hanya sekitar
0,3%. Tata laksananya dengan defibrilasi (bila berkelanjutan atau sustained),
Beta Blocker, dan reperfusi secara dini.
e. Heart Blok Pada Miokard Infark
Blok jantung dapat terjadi pada dinding inferior ataupun anterior.
a. Heart Block sebagai komplikasi infark pada dinding inferior
Pada umumnya akan membaik dalam 5-7 hari. Dan untuk tipe ini tidak
membutuhkan tata laksana khusus. Blok jantung derajat 3 lebih sering
didapatkan pada dinding inferior daripada dinding anterior.
b. Heart Block sebagai komplikasi infark pada dinding anterior
Blok jantung tipe ini lebih serius dan gawat dibanding yang terjadi pada
dinding inferior. Tipe yang paling umum terjadi adalah Derajat 2 tipe 2 dan
Derajat 3. Sifatnya cenderung mendadak dan menimbulkan symptom.
Seringkali didahului dengan blok bifascular. Angka mortalitas sangat tinggi
yaitu sekitar 80%.

II. GANGGUAN HEMODINAMIK


A. Syok Kardiogenik
Penyebab dari syok kardiogenik untuk kasus IMA adalah :

1. Infark ventrikel kiri yang luas


2. Komplikasi mekanik : rupture muskulus papillaris, rupture septum ventricular,
rupture dinding ventrikel yang disertai dengan tamponade.
Angka mortalitas hingga 80%. Prinsipnya bahwa semakin luas infark yang terjadi
maka semakin besaar kemungkinan terjadinya gagal pompa lalu syok kardiogenik.
Tata laksana pasien syok kardiogenik (berdasarkan acuan ACC/AHA) :
1. Revaskularisasi emergensi baik itu dengan PCI maupun dengan CABG
2. Pasien dirujuk segera pada rumah sakit yang memiliki fasilitas PCI untuk pasien
dengan STEMI dan syok kardiogenik
3. Terapi fibrinolitik untuk pasien yang tidak memiliki kontraindikasi terhadap
terapi ini dalam 24 jam pertama pasca terjadinya.
4. Obat inotropik dan vasopressor :
a. Norepinefrin lebih baik daripada Dopamine (dikarenakan resiko terjadinya
aritmia dengan dopamine lebih tinggi)
b. Dobutamin dan Milrinone tidak direkomendasikan bila pasien cenderung
hipotensi.
5. IABP (Class 2)
6. Cairan (terutama untuk RVMI) atau Diuretik untuk menjaga PWP yang optimal
(biasanya sekitar 18 mmHg)
B. Infark pada Ventrikel Kanan (Right Ventricel Miocard Infarct / RVMI)
Angka insidennya sekitar 40%. Sebagian besar diakibatkan oleh karena oklusi pada
RCA. Patofisiologi RVMI terjadi aibat penurunan compliance ventrikel kanan yang
akhirnya berdampak pada penurunan pengisian ventrikel kanan, dan berikutnya akan
terjadi penurunan stroke volume ventrikel kanan. Siklus selanjutnya adalah pengisian
ventrikel kiri juga akan berkurang, sehingga pada akhirmnya menimbulkan
hipoperfusi peripheral dengan tanda-tanda : hipotensi, takikardia.
Tata laksana untuk RVMI adalah :
1. Cairan yang berguna untuk meningkatkan pengisian ventrikel kiri
2. Menghindari reduksi preload (dengan NGT, diuretic)
3. Inotropik (dobutamin, dopamine)
4. Menjaga serangan atrial (dengan kardioversi untuk AF bila terjadi )

5. AV sequential pacing (bila terjadi bradikardia)

III. KOMPLIKASI MEKANIS


1. Papillary Muscle Rupture Acute Mitral Regurgitation
Merupakan komplikasi yang mengancam jiwa. Rupture inilah yang menyebabkan
mitral regurgitasi akut. Pada umumnya terjadi pada MI inferior diakibatkan
karena infark pada muskulus papilari posterior yang disuplai darah secara tunggal
dari arteri descending posterior. Ruptur ini terjadi pada hari ke 2-7 setelah IMA.
Ditandai dengan hipotensi, sesak akut, gagal jantung, edem paru, new systolic
murmur. Didiagnosis dengan echocardiografi baik itu TEE maupun TTE. Tata
laksana untuk kondisi ini adalah : Reduksi afterload dengan Nitoprusside dan
IABP, Diuretic, Pembedahan emergency berupa repair katub mitral.
2. Ventricular Septal Rupture
Terjadi baik pada MI anterior maupun inferior. Inseiden terjadi dalam waktu 3-5
hari pasca MI, terkadang dalam 24 jam pertama. Faktor resikonya diantaranya :
wrap around LAD, infark luas, infark ventrikel kanan.
Tanda yang dimunculkan adalah hipotensi dengan onset mendadak, biventricular
failure, murmur holosistolik kasar. Adanya rupture septum ventrikel ini dideteksi
dengan Doppler echo maupun kateterisasi jantung kanan yang menunjukkan
adanya left to the right shunt melalui septum.
Tata laksana pasien dengan komplikasi ini adalah : Reduksi afterload (Nipride,
IABP), Diuretik, Inotropik (terutama bila didapatkan syok kardiogenik, Tindakan
pembedahan
3. Left Ventricular Free Wall Rupture
Didapatkan pada 26% pasien yang meninggal dengan IMA. Terjadi dalam 5 hari
pasca IMA untuk 50% kasus, dan dalam 2 minggu untuk 90% kasus. Factor resiko
terjadinya ruptur diantaranya adalah : terapi fibrinolitik, didapatkan gambaran ST
elevasi ataupun gelombang Q pada ECG inisial, anteror MI, usia > 70 tahun, wanita.
Patofisiologinya ialah terjadinya robekan dinding secara keseluruhan dan
mengakibatkan terjadinya tamponade jantung yang pada akhirnya ditampilkan
dengan tanda gagal jantung kanan syok kematian. Hal ini menyebabkan gejala

yang muncul seperti : nyeri dada rekuren, mual, agitasi, hipotensi mendadak, ECG
menunjukkan gambaran perikarditis. Tata laksana komplikasi ini adalah : cairan,
inotropik, vasopresor, IABP, pembedahan.
4. Cardiac Tamponade
Terjadi akibat rupture pada lokasi infark atau rupture selama PA kateter ataupun
insersi pacer. Ditandai dengan : hipotensi, JVD, suara jantung menjauh. Tata laksana
komplikasi ini adalah : pericardiosentesis atau pembedahan.
5. Ventricular Aneurysm
Aneurisma ventricular biasa terjadi pada bagian yang tipis atau jaringan parut
(fibrotic) di dinding ventrkel kiri yang tanpa otot atau ototnya sudah mengalami
nekrosis. Terjadi dengan angka prevalensi 8-15% dari MI.
Kondisi ini didiagnosa dengan tanda :
a. Sering didapatkan Prolonged ST elevasi menyertai MI anterior
b. Pembesaran jantung dan area diskinetik (+) pada echocardiografi
c. Didapatkan suara jantung ke 3 dan ke 4, murmur sistolik, dan mitral regurgitasi
Sedangkan tata laksana untuk komplikasi ini adalah :
-

Reduksi afterload (pada umumnya dengan ACEI)

Obat anti iskemik (anti angina)

Antikoagulasi

Tindakan pembedahan : aneurismektomi (ini dilakukan bila aritmia


ventrikuler tidak tertangani dengan mudah dan atau didapatkan kondisi gagal
jantung yang tidak respon dengan terapi medikasi ataupun kateterisasi

6. Thromboembolism
Berasal dari thrombus mural pada lokasi infark, pada umumnya terjadi pada kasus
MI anterior luas. Tata laksananya dengan menggunakan medikasi obat anticoagulant.
7. Acute Right to Left Shunt Through Foramen Ovale
Komplikasi yang jarang terjadi. Dideteksi dengan pemeriksaan TEE. Terapi yang
sangat direkomendasikan adalah terapi pembedahan meliputi :
Coronary artery bypass grafting
Aortic valve replacement
Closure of atrial septal defect

Daftar Pustaka
1. Christopher B. Willoughby, MD, et al. 2011. EM Critical Care : Understanding and
Caring For Critical Ilness in Emergency Medicine. Complication of Acute Coronary
Syndromes. Division of Emergency Medicine, Lousiana State University Health
Sciences Center. New Orleans. Los Angeles. USA.
2. Carol Jacobson RN, MN. 2013. High Risk Features and Complication of Acute
Coronary Syndromes. Cardiovascular Division of University of Western Ontario.
Canada.
3. French JK, Armstrong PW, et al. 2011. Cardiogenic Shock and Heart Failure Post
Percutaneus

Coronary

Intervention

in

STEMI.

American

Heart

Journal

2011;162(1):89-97.
4. Gueret P, Khalife K, et al. 2008. Echocardiographic Assesment of the Incidence of
Mechanical Complication During the Early Phase of Myocardial Infarction in the
Reperfusion Era. Arch Cardiovascular Med Journal. 2008;101(1):41-47.

Anda mungkin juga menyukai