Anda di halaman 1dari 12

Endoftalmitis Endogen dan Penatalaksaannya

Gloria B Siamiloy (102011160)


Lauren (102012050)
Aurellius (102011070)
Maria F Awarawi (102012162)
Elchim R Rezinta (102012240)
Sunny (102012325)
Josephine T Laksono (102012457)
Ari Matea (102012464)
Muhammad Nur Syaiful Bin Mohidin (102012490)
Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk Jakarta Barat 11510
Pendahuluan

Endophthalmitis

adalah

gangguan

serius

berupa

inflamasi

intraokular

yang

mempengaruhi rongga vitreous yang berasal dari penyebaran-penyebaran eksogen atau endogen
dari organisme yang menginfeksi ke dalam mata. Dari setiap penyebaran dari bulbus mata,
infeksi inokulum dapat meningkatkan potensi untuk menjadi infeksi intraokular menular cukup
besar. Hal ini paling sering terlihat setelah operasi intraokular tetapi juga dapat terjadi sebagai
komplikasi

trauma

penetrasiokular

atau

dari

jaringan

periokular

yang

berdekatan.

Endophthalmitis endogen kurang umum dan hal sekunder yang berasal dari diseminasi secara
hematogen dan penyebaran dari sumber infeksi yang jauh dalam tubuh. Pada pasien dengan
endophthalmitis endogen, faktor risiko predisposisi biasanya muncul.1, 2
Dalam kebanyakan kasus, terlepas dari asal-usulnya, penyajian endophthalmitis terdiri
penglihatan berkurang atau kabur, mata merah, nyeri, dan edema. vitritis Progresif adalah salah
satu temuan kunci dalam segala bentuk endophthalmitis, dan di hampir 75% pasien, hypopyon
dapat dilihat pada saat pemeriksaan (lihat Gambar 1). Progresi dari penyakit dapat menyebabkan
panophthalmitis, infiltrasi kornea, dan perforasi, mengenai stuktur orbital, dan phithitis bulbi.
Secara umum, kejadian endophthalmitis telah menurun di dekade terakhir dan, untungnya,
endophthalmitis adalah jarang. Meskipun demikian, tingkat keparahan jelas dan prognosis tidak
1

jelas memerlukan perawatan yang tepat waktu dan efektif untuk memberikan hasilvisual yang
memuaskan. 1, 2
Anamnesis

Pada anamnnesis didapatkan adanya keluhan pasien seperti mata merah, rasa sakit yang
sangat, kelopak mata merah dan bengkak, kelopak sukar dibuka, ganguan penglihatan. Selain itu
perlu juga ditanyakan adanya riwayat operasi mata, riwayat trauma pada mata sebelumnya. serta
dapat pula ditanyakan riwayat kebiasaan untuk menggali hygiene mata pasien.1, 2
Pemeriksaan Fisik

Prosedur diagnosis yang harus dilakukan untuk menentukan diagnosis antara lain
pemeriksaan tajam penglihatan didapati visus mata kanan 1 per tak hingga, pemeriksaan
tonometry untuk mengukur tekanan bola mata didapati normal pada kedua bola mata, pada
funduskopi didapati red orange reflex berkurang atau hilang, kornea keruh terdapat robekan dari
central kea rah jam tiga, pada palpebral terdapat oedem dan spasme, terdapat cairan putih pada
bagian bawah mata kurang lebih 3 mm. Terdapat juga iris pupil irregular dan tertarik ke dalam.1, 2
Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi bila pemeriksaan funduskopi sulit dilakukan (untuk melihat adanya


foreign body pada intraokular, densitas dari vitreitis dan adanya ablasio retina), lihat (Gambar 1.
USG). Pemeriksaan laboratorium yang terpenting adalah kultur gram dari cairan aqueous dan
vitreus. Untuk endogenous endophthalmits, pemeriksaan lab lainnya mungkin diperlukan seperti
lab darah rutin untuk mengevaluasi adanya infeksi, peningkatan lekosit dan adanya shift to the
left. Laju endap darah mengevaluasi adanya infeksi kronis atau keganasan. Blood Urea Nitrogen
mengevaluasi adanya gagal ginjal atau pasien dengan resiko. Kreatinin mengevaluasi adanya
gagal ginjal atau pasien dengan dengan resiko. Pada pemeriksaan imaging dapat dilakukan
beberapa hal untuk mencari sumber infeksi yaitu chest x-ray untuk mengevaluasi sumber infeksi,
cardiac ultrasound mengevaluasi endokarditis sebagai sumber infeksi serta CT scan / MRI orbita
membantu menyingkirkan diferensial diagnosa. Dapat juga dilakukan kultur urine dan darah
untuk mencari sumber infeksi.1, 2
Diagnosis Banding

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris dan koroid) dengan berbagai
penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi
biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai badan
depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.
Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau juga dengan uveitis anterior dan merupakan bentuk
uveitis tersering, dan mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau koroiditis.2
Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.
Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia dan penglihatan yang kabur, mata merah (merah
sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang,
uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. Penyebab uveitis anterior
dapat bersifat eksogen dan endogen. Penyebab uveitis anterior meliputi

infeksi, proses

autoimun, yang berhubungan dengan penyakit sistemik, neoplastik dan idiopatik.2


Gejala klinis uveitis tergantung dari bagian mata yang terkena. Uveitis anterior mempunyai
gejala khas meliputi nyeri, fotofobia dan pengelihatan kabur, pupil kemungkinan kecilatau
irregular karena terdapat sinekia posterior. Uveitis intermediet juga disebut siklitis, uveitis
perifer, atau pars planitis, adalah jenis peradangan intraocular terbanyak kedua. Tanda terpenting
adalah adanya peradangan vitreus, khasnya adalah bilateral dan cenderung mengenai pasien pada
usia remaja akhir atau dewasa muda. Gejala meliputi floaters dan pengelihatan kabur. Nyeri,
fotofobia, mata merah biasanya tidak ada atau jarang. Uveitis posterior adalah retinitis.
Koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bias terjadi sendiri-sendiri atau bersamaan. Gejala
yang timbul umumnya berupa floaters, kehilangan lapangan pandang atau skotoma atau
penurunan ketajaman pengelihatan yang mungkin parah.2
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun terinfeksi.
Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang menyebabkan
akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea.2
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada waktu
peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengan dung banyak
vaskularisasi. Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea, wandering
cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag,
3

kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai
injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel
plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai
bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian
dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea. Ulkus kornea
dapat menyebar ke permukaan atau masuk ke dalam stroma. Kalau terjadi peradangan yang
hebat, tetapi belum ada perforasi ulkus, maka toksin dari peradangan kornea dapat sampai ke iris
dan badan siliar dengan melalui membrana Descemet, endotel kornea dan akhirnya ke chamber
oculi anterior (COA). Dengan demikian iris dan badan siliar meradang dan timbullah kekeruhan
di cairan COA disusul dengan terbentuknya hipopion (pus di dalam COA). Hipopion ini steril,
tidak mengandung kuman. Karena kornea pada ulkus menipis, tekanan intra okuler dapat
menonjol ke luar dan disebut keratektasi. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai
membrana Descemet dapat timbul tonjolan pada membrana tersebut yang disebut Descemetocele
atau

mata

lalat.

Bila peradangan hanya di permukaan saja, dengan pengobatan yang baik dapat sembuh dengan
tidak meninggalakan sikatrik. Pada peradangan yang dalam penyembuhan berakhir dengan
terbentuknya sikatrik, yang dapat berbentuk nebula yaitu bercak seperti awan yang hanya dapat
dilihat di kamar gelap dengan cahaya buatan, makula yaitu bercak putih yang tampak jelas di
kamar terang, dan leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh.2
Bila ulkus lebih dalam lagi bisa mengakibatkan terjadinya perforasi. Adanya perforasi
membahayakan mata oleh karena timbul hubungan langsung dari bagian dalam mata dengan
dunia luar sehingga kuman dapat masuk ke dalam mata dan menyebabkan timbulnya
endoftalmitis, panoftalmi dan berakhir dengan ptisis bulbi. Dengan terjadinya perforasi cairan
COA dapat mengalir ke luar dan iris mengikuti gerakan ini ke depan sehingga iris melekat pada
luka kornea yang perforasi dan disebut sinekhia anterior atau iris dapat menonjol ke luar melalui
lubang perforasi tersebut dan disebut iris prolaps yang menyumbat fistel. Pada waktu adanya
perforasi tekanan intraokuler menurun. Oleh karena timbul peradangan iris dan badan siliar maka
cairan COA mengandung fibrin dan fibrin ini menutup fistel sehingga tekanan intraokuler
meningkat lagi. Dengan naiknya tekanan intraokuler, fibrin yang menutup fistel terlepas kembali
dan fistelpun terbuka lagi. Jadi fistel hilang timbul berganti-ganti sampai terbentuk sikatrik di
4

kornea. Karena itulah maka pada pemerikasaan adanya fistel pada ulkus kornea, setelah
pemberian fluoresin bola mata harus ditekan sedikit untuk melepaskan fibrinya dari fistel
sehingga cairan COA dapat mengalir keluar melalui fistel seperti air mancur pada tempat ulkus
dengan fistel tersebut. Bila pada tempat perforasi kornea dan iris prolaps kemudian terjadi
jaringan parut, maka disebut leukoma adherens di mana pada tempat tersebut terjadi
penyempitan sudut COA oleh adanya sinekia anterior, menyebabkan aliran balik cairan di sudut
COA menjadi terganggu, yang dapat menyebabkan timbulnya peninggian tekanan intraokuler
dan menjadi glaukoma sekunder. Berhubung jaringan parut pada leukoma adherens tidak kuat,
adanya glaukoma sekunder dapat menyebabkan menonjolnya leukoma tersebut yang disebut
stafiloma kornea yang tampak seperti anggur. Ulkus kornea akan memberikan kekeruhan
berwarna putih pada kornea dengan defek epitel yang bila diberi pewarnaan fluoresein akan
berwarna hijau di tengahnya. Iris sukar dilihat karena keruhnya kornea akibat edema dan
infiltrasi sel radang pada kornea. Gejala yang dapat menyertai adalah penipisan kornea, lipatan
Descemet, reaksi jaringan uvea (akibat gangguan vaskularisasi irirs), berupa suar, hipopion,
hifema dan sinekhia posterior. Biasanya kokus gram positif, stafilokokus aureus dan streptokokus
pneumoni akan memberikan gambaran ulkus yang terbatas, berbentuk bulat atau lonjong,
berwarna putih abu-abu pada anak ulkus yang supuratif. Daerah kornea yang tidak terkena tetap
berwarna jernih dan tidak terlihat infiltrasi sel radang. Bila ulkus disebabkan oleh pseudomonas,
maka ulkus akan terlihat melebar dengan cepat, bahan purulen berwarna kuning kehijauan
terlihat

melekat

pada

permukaan

ulkus.

Bila ulkus disebabkan oleh jamur, maka infiltrat akan berwarna abu-abu di keliling infiltrat halus
di sekitarnya (fenomena satelit). Bila ulkus berbentuk dendrit akan terdapat hipestesi pada
kornea. Ulkus yang berjalan cepat dapat membentuk Decemetocele atau terjadi perforasi kornea
yang berakhir dengan suatu leukoma adherens. Bila proses ulkus berkurang maka akan terlihat
berkurangnya rasa sakit, fotofobia, berkurangnya infiltrat pada tukak dan defek epitel kornea
menjadi bertambah kecil.2
Diagnosis

Endoftalmitis merupakan peradangan supuratif di bagian dalam bola mata yang meliputi
uvea, vitreus dan retina dengan aliran eksudat ke dalam kamera okuli anterior dan kamera okuli
posterior. Peradangan supuratif ini juga dapat membentuk abses di dalam badan kaca. Ada tiga
jenis endoftalmitis yaitu endoftalmitis eksogen, pada endolftamitis eksogen organisme yang
5

menginfeksi mata berasal dari lingkungan luar. Endolftamitis eksogen dikategorikan menjadi
endoftalmitis post operatif, pada endoftalmitis post operasi, bakteri penyebab tersering
merupakan flora normal pada kulit dan konjungtiva. Endoftalmitis ini sering terjadi setelah
operasi-operasi berikut ini : katarak, implantasi IOL, glaukoma, keratoplasti, eksisi pterigium,
pembedahan strabismus parasintesis, pembedahan vitreus. Endoftalmitis post trauma,
endoftalmitis paling sering terjadi setelah trauma mata, yaitu trauma yang menimbulkan luka
robek pada mata.2
Endoftalmitis endogen, pada endoftalmitis endogen, organisme disebarkan melalui aliran
darah. Endoftalmitis endogen beresiko terjadi pada memiliki faktor predisposisi, seperti diabetes
melitus, gagal ginjal, penyakit jantung rematik, sistemik lupus eritematos, AIDS dll. Invasif
Prosedur yang dapat mengakibatkan bakteremia seperti hemodialisis, pemasangan kateter, total
parenteral nutrisi. Infeksi pada bagian tubuh lain, seperti: endokarditis, urinary tract infection,
artritis, pyelonefritis, faringitis, pneumoni. Pada endoftalmitis endogen kuman penyebabnya
sesuai dengan fokus infeksinya seperti Streptococcus Sp (endokarditis), Stapylococcus aureus
(infeksi kulit) dan Bacillus (invasive prosedur). Sementara bakteri Gram negatif misalnya
Neisseria meningitidis, Neisseria gonorrhoe, H infuenzae dan bakteri enterik seperti Escherichia
colli dan Klebsiella.2
Endoftalmitis fakoanafilaktik, merupakan suatu proses autoimun terhadap jaringan tubuh
(lensa) sendiri, akibat lensa yang tidak terletak di dalam kapsul (membrane basalis lensa). Pada
endoftalmitis fokoanafilaktik, lensa dianggap sebagai benda asing oleh tubuh, sehingga terbentuk
antibodi terhadap lensa yang menimbulkan reaksi antigen antibodi.2
Etiologi

Organisme gram-positif merupakan penyebab 56 90 % dari seluruh endophthalmitis.


Organisme yang merupakan penyebab terbanyak adalah Staphylococcus epidermitis,
Staphylococcus aureus, dan Streptococcus. Gram-negatif seperti Pseudomonas, Escherichia coli
dan Enterococcus biasanya ditemukan pada trauma tajam mata. Pada eksogen endoftalmitis ada
beberapa penyebab, antara lain organisme yang normal berada di conjungtiva, kelopak mata,
ataupun bulu mata yang terlibat sewaktu operasi dapat menyebabkan postoperative
endophthalmitis. Pada banyak kasus exogenous endophthalmitis terjadi karena komplikasi dari
post operasi atau trauma pada mata. Pada kasus ini, organisme gram-positif merupakan penyebab
terbanyak sekitar 56-90% yaitu Staphylococcus yang merupakan flora conjungtiva yang normal;
6

organisme gram-negatif terdapat pada 7-29 %;

dan jamur ditemukan pada 3-13 % kasus.

Penyebab tersering pada exogenous endophthalmitis adalah Staphylococcus epidermitis, yang


merupakan flora normal dari kulit dan conjungtiva. Bakteri garm-negatif lainnya adalah S aureus
dan Streptococcal species. Penyebab terbanyak organisme gram-negatif yang berhubungan
dengan postoperative endophthalimitis adalah P aueruginosa, Proteus dan Haemophils species.
Waulaupun jarang, berbagai macam jamur dapat menyebabakan postoperative endophtalmitis
termasuk Candida, Aspergillus dan Penicillium species. Pada traumatic endophthalmitis, bakteri
atau jamur biasanya terlibat sewaktu trauma. Pada trauma biasanya benda-benda sekitar yang
menjadi penyebab sudah terkontaminasi oleh berbagai agen yang infeksius. Staphylococcal,
Streptococcal

dan

Bacillus

species

biasanya

merupakan

penyebab

dari

traumatic

endophthalmitis. B aureus terlibat dalam 25 % kasus traumatic endophthalmitis. Adanya riwayat


trauma tajam dengan benda asing intraokular yang terkontaminasi oleh bahan-bahan organik
dapat melibatkan Bacillus species.3
Pada endogen endoftalmitis ada beberapa penyebab antara lain pada penderita diabetes
melitus, gagal ginjal kronik, kelainan katup jantung, sistemik lupus eritematosus, AIDS,
leukimia, keganasan gsartointestinal, neutropenia, lymphoma, hepatitis alkoholik, transplantasi
sumsum tulang meningkatkan resiko terjadinya Endogenous endophthalmitis. Prosedur-prosedur
invasif yang dapat menyebabkan bakterimia seperti hemodialisis, kateterisasi vesika urinaria,
endoskopi gastrointestinal, total perenteral nutrition, kemoterapi, dan dental prosedur daapt
menyebabkan endophthalmitis. Operasi atau trauma nonocular yang baru terjadi, prostetic katup
jantung, imunosupresan, dan pemakaian obat-obat IV merupakan predisposisi terjadinya
endogenous endophthalmitis. Sumber infeksi endogen pada endophthlamitis adalah meningitis,
endocarditis, infeksi saluran kemih, dan infeksi berat. Faringitis, infeksi paru, septik artritis,
pielonefris, dan intraabdominal abses juga terlibat sebagai sumber infeksi. Organisme jamur
terdapat pada 50% dari seluruh kasus endogenous endophthlamitis. Frekuensi Candida albicans
adalah 78 80 % dari kasus penyebab jamur. Penyebab terbanyak ke-2 adalah Aspergilosis,
terutama pada pengobatan secara IV. Penyebab yang jarang adalah Torulopsis, Sporotrichum,
Cryptococcus, Coccidiodes, dan spesies Mucor. Organisme gram-positif merupakan penyebab
tersering dari endogenous endopthlamitis. Bakteri tersering adalah Staphylococcus aureus yang
biasanya trelibat pada infeksi kulit atau penyalit sistemik kronis seperti Diabetes Melitus atau
gagal ginjal. Spesies Streptococcus seperti Streptococcus pneumonia, streptococcus viridans dan
7

group A Streptococcus juga sering sebagai penyebab. Spesies Streptococcal lain, misalnya group
B pada bayi baru lahir dengan meningitis atau group G pada pasien dewasa dengan infeksi berat
atau keganasan, juga telah diisolasi. Bacillus cereus terlibat dalam infeksi melalui penggunaan
obat-obatan secara IV. Spesies Clostridium mempunyai hubungan dengan keganasan usus.
Bakteri Gram-negatif merupakan bakteri penyebab yang lain. E coli adalah yang tersering.
Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Klebsiela pneumonia, Serratia spesies dan
Pseudomonas aeruginosa juga dapat menyebabkan endogenuos endophthlamitis. Nocardia
asteriodes, Actinomyces spesies dan Mycobacteiurm tuberculosis adalah bakteri tahan asam yang
menyebabkan endogenous endophthlamitis.3
Epidemiologi

Endophthalmitis endogenous jarang ditemukan, terjadi 2 15 % dari seluruh kasus


endophthalmitis. Insiden rata-rata pertahun adalah 5 dari 10.000 pasien yang dirawat. Biasanya
mata kanan lebih sering terkena daripada mata kiri karena terletak lebih proximal atau lebih
dekat denagn peredaran darah arteri Inominata kanan yang juga menuju arteri carotis kanan.
Sejak tahun 1980, terjadi peningkatan infeksi candida pada pengobatan dengan yang dilakukan
secara IV. Pada saat ini peningkatan resiko terjadinya infeksi disebabkan antara lain oleh
penyakit AIDS, peningkatan penggunaaan obat-obat imunosupresan dan prosedur operasi yang
invasif (seperti transplantasi sumsum tulang). Sekitar 60 % kasus Exogenous endophthalmitis
terjadi setelah intraocular surgery. Pada 3 tahun terakhir ini di Amerika terjadi peningkatan
komplikasi postcataract endophthlamits. 4
Posttraumatic endophthalimitis terjadi pada 4 13 % dari seluruh kasus trauma tajam
mata. Gangguan atau perlambatan penyembuhan pada trauma tajam mata meningkatan resiko
terjadinya endophthlamitis. Insiden endophthalmitis karena adanya intraocular foreign body
adalah 731 %.4
Manifestasi Klinis

Endophtalmitis dapat memberikan gejala yang dikeluhkan secara subyektif seperti


penurunan tajam penglihatan, sakit pada mata dan iritasi, mata merah, sakit kepala, fotofobia,
adanya sekret, serta demam. Gejala yang paling sering ditemukan pada endophtalmitis adalah
kehilangan penglihatan. Biasanya gejala yang timbul tergantung dari penyebab-penyebabnya.
Postoperative endophthalmitis, pada kasus ini problem yang serius adalah kehilangan
8

penglihatan yang permanen. Gejala biasanya tidak terlalu menonjol, tergantung dari kapan
terjadinya infeksi, dini (6 minggu atau kurang) atau lanjut (bulan atau tahunan) setelah operasi.
Gejala pada stadium dini adalah penurunan penglihatan yang dramatis pada mata yang terlibat,
sakit pada mata setelah operasi, mata merah dan pembengkakkan kelopak. Gejala pada stadium
lanjut biasnya lebih berat pada stadium dini. Seperti penglihatan buram, penurunan sensitivitas
terhadap cahaya (fotofobia) dan sakit yang berat pada mata. Posttraumatic endophthalmitis,
gejala pada endophthalmitis yang disebabkan trauma tembus biasanya lebih berat termasuk
penurunan visus yang cepat, sakit mata yang lebih hebat, mata merah dan pembengkakan
kelopak. Hematogenous endophthalmitis, pada saat infeksi menyebar melalui aliran darah dan
masuk ke dalam mata, gejalanya akan timbul perlahan-lahan/ bertahap dan lebih ringan. Sebagai
contoh, pasien mungkin tidak akan mengeluh penglihatannya turun setelah 5 minggu, biasanya
akan terlihat floaters berwarna hitam, semi transparan yang akan mengganggu penglihatan.5
Patofisiologi

Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan


ketahanan alami terhadap serangan dari mikroorganisme. Masuknya bakteri ke dalam mata
terjadi karena rusaknya rintangan-rintangan okular. Ini bisa disebabkan oleh invasi langsung
(misalnya, emboli septik) atau oleh perubahan dalam endotelium vaskular yang disebabkan oleh
substrat yang dilepaskan selama infeksi. Penetrasi melalui kornea atau sklera mengakibatkan
gangguan eksogen pada mata. Jika masuknya lewat sistem vaskular, maka jalur endogen akan
terbentuk. Setelah bakteri-bakteri memperoleh jalan masuk ke dalam mata, proliferasi akan
berlangsung dengan cepat. Kerusakan jaringan intraokular dapat juga disebabkan oleh invasi
langsung oleh mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari respon kekebalan. Vitreus
bertindak sebagai media yang sangat bagus bagi pertumbuhan bakteri. Bakteri yang sering
menyebabkan endoftalmitis adalah stafilokokus, streptokokus, pneumokokus, pseudomonas dan
bacillus cereus. Bakteri, sebagai benda asing, memicu suatu

respons inflamasi. Masuknya

produk-produk inflamasi menyebabkan tingginya kerusakan pada rintangan okular-darah dan


peningkatan rekrutmen sel inflamasi.5
Kerusakan pada mata terjadi akibat rusaknya sel-sel inflamasi yang melepaskan enzimenzim proteilitik serta racun-racun yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri. Kerusakan terjadi di
semua level jaringan yang berhubungan dengan sel-sel inflamasi dan racun-racun. Endoftalmitis

dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hal ini juga
dapat timbul pada peradangan semua jaringan okular, mengarah kepada eksudat purulen yang
memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke jaringan lunak orbital. Setiap
prosedur operasi yang mengganggu integritas bola mata dapat menyebabkan endoftalmitis
eksogen.5
Tatalaksana

Pengobatan tergantung pada penyebab yang mendasari endoftalmitis. Hasil akhir ini
sangat tergantung pada penegakan diagnosis dan pengobatan tepat waktu. Tujuan dari terapi
endoftalmitis adalah untuk mensterilkan mata, mengurangi kerusakan jaringan dari produk
bakteri dan peradangan, dan mempertahankan penglihatan. Dalam kebanyakan kasus terapi yang
diberikan adalah antimikroba intravitreal, periokular, dan topikal. sedangkan dalam kasus yang
parah, dilakukan vitrectomy. antibiotik di endoftalmitis.6
Penatalaksanaan pada postoperative endophtalmitis, pars plana vitrectomy atau aspirasi
vitreous mungkin akan dianjurkan oleh ophthalmogolist yang diikuti dengan injeksi antibiotik
intravitreal (misalnya : vancomycin, amikacin, ceftazidine), dipertimbangkan antibotik sistemik
atau steroid intravitreal. Pasien dengan postoperative endophthalmitis mungkin tidak dianjurkan
untuk dirawat di rumah sakit. Tetapi keputusan tersebut sangat tergantung dari ophthalmologist.6
Penatalaksanaan traumatic endophthalmitis, sarankan pasien untuk dirawat di rumah
sakit, tangani ruptur bola mata (bila ada), antibiotik sistemik termasuk vancomycin,
aminoglikosid atau cefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan clindamycin bila ditemukan
Bacillus spasies, antibotik topikal, antibiotik intravitreal mungkin diperlukan, pertimbangkan
pars plana vitrektomi, imunisasi tetanus bila sebelumnya belum pernah diimunisasi, serta
siklopegik mungkin diperlukan. Penatalaksanaan endogenous bakterial endophthalmitis,
sarankan pasien untuk dirawat di rumah sakit, antibiotik spektrum luas intravena termasuk
vancomycin, aminoglikosid, atau sefalosporin generasi ke-3. pertimbangkan penggunaan
clindamycin secara intravena jika ditemukan infeksi Bacillus spesies, antibiotik periokular,
antibiotik intravitreal, siklopegik (misalnya : atropin), steroid topikal mungkin dapat diberikan.
Atau pemberian steroid injeksi langsung ke mata untuk mengurangi inflamasi dan mempercepat
penyembuhan, serta vitrectomy mungkin diperlukan pada organisme yang virulen., atau pada
infeksi yang parah. Penatalaksanaan candida endophthalmitis, sarankan pasien untuk dirawat di
rumah sakit, fluconazole oral, amphotericin B intravena atau intavitreal meungkin dapat
10

dipertimbangkan, serta siklopegik mungkin diperlukan. Pada postoperative endophtahlmitis,


terapi secara parenteral biasanya tidak dianjurkan kecuali infeksi sudah menyebar diluar mata.
Pada jenis endophtahlmitis yang lain, pemberian antibiotik spektrum luas dilakukan bila telah
didapatkan hasil dari kultur. Ophthalmologist biasanya menggunakan terapi secara injeksi
intravitreal atau subconjungtiva.6
Komplikasi dan Prognosis

Penyulit endophthalmitis adalah bila proses peradangan mengenai ketiga lapisan mata
(retina koroid dan sklera) dan badan kaca akan mengakibatkan panophthalmitis. Panophthalmitis
sendiri mempunyai penyulit yaitu terbentuknya jaringan granulasi disertai vaskularisasi dari
koroid. Panophthlamitis dapat berakhir dengan terbentuknya fibrosis yang akan menyebabkan
phtisis bulbi. Biasanya pada kasus ini membutuhkan terapi enukleasi.6
Prognosisnya sangat bervariasi karena banyaknya organisme yang terlibat. Ketajaman
visus saat pertama kali didiagnosa dan agen penyebab dapat memprediksi prognosis. Prognosis
dari

endogenous

endophthalmitis

biasanya

lebih

buruk

dibandingkan

exogenous

endophthalmitis, karena organisme yang menyebabkannya lebih virulen, terjadi keterlambatan


diagnosis, dan biasanya terjadi pada pasien yang imunokompromise.6
Pada penelitian retrospective, hanya sekitar 40 % pasien mengalami perbaikan visus
menjadi dapat menghitung jari atau lebih. Pada endophthalmitis vitrectomy study group, 74 %
pasien mengalami perbaikan visus menjadi 20/100 atau lebih. Prognosis juga bergantung pada
adanya penyakit yang mendasari, dimana pada suatu penelitian terbukti prognosis yang buruk
pada pasien dengan diabetes melitus. Prognosis endophthalmitis sangat buruk bila disebabkan
jamur atau parasit.6
Kesimpulan

Endophthalmitis adalah salah satu komplikasi yang paling dahsyatsetelah operasi atau
trauma mata dan pada orang dengan infeksisistemik. Pengobatan endophthalmitis tetap
menantang. Diagnosis dini dan pengobatan sangat penting untuk mengoptimalkan hasil visual.
aplikasi obat antimikroba Intravitreal mencapai tingkat zat intraokular tinggi diperlukan untuk
pengobatan ndophthalmitis yang efektif.
Vitrectomy tampaknya memberikan manfaat besar beberapa dalam pengobatan
endophthalmitis dan tetap diterima sebagai pilihan pengobatan intravitreal antimikroba tambahan
11

untuk terapi pada pasien dengan penyakit sedang atau berat. Secara umum, untuk pengobatan
endophthalmitis eksogen, antibiotik intra vitreal tidak perlu dilengkapi dengan intravena
antibiotik. Sebaliknya, sebagian besar kasus endophthalmitis endogen, di mana fokus utama
infeksi adalah di luar mata, memerlukan terapi anti mikrobasistemik. Tambahan obat aplikasi
intravitreal dan vitrectomy mungkin mendukung.
Dalam endophthalmitis jamur, dan vitrectomy intravitrealamfoterisin Ditunjukkan dalam
kasus parah yang melibatkan vitreous. Kemajuan terbaru dalam terapi menggunakan obat-obatan
antimycotic, termasukagen vorikonazol, generasi kedua triazole dan caspofunginechinocandin,
dapat menawarkan pilihan pengobatan baruuntuk mengelola jamur endophthalmitis, tetapi obat
ini perlu evaluasi lebih lanjut.
Daftar Pustaka

1. Tanaka M, Kobayashi Y, Takebayashi H, Kiyokawa M, Qiu H. Analysis of predisposing clinical


and laboratory findings for the development of endogenous fungal endophthalmitis. retrospective
12-year study of 79 eyes of 46 patients. Retina. 2007;21(3):203209.
2. Ilyas S. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran Indonesia; 2010.
3. Jackson TL, Eykyn SJ, Graham EM, Stanford MR. Endogenous bacterial endophthalmitis: 17year prospective series and review of 267 reported cases. Surg Ophthalmol. 2008;48(4):403423.
4. Okada AA, Johnson RP, Liles WC, DAmico DJ, Baker AS. Endogenous bacterial
endophthalmitis. Report of a ten-year retrospective study. Ophthalmology. 2006;101(5):832838.
5. Rao NA, Hidayat AA. Endogenous mycotic endophthalmitis: Variations in clinical and
histopathologic changes in candidiasis compared with aspergillosis. Am J Ophthalmol.
2008;132(2):244251.
6. Results of the Endophthalmitis Vitrectomy Study. A randomized trial of immediate vitrectomy
and of intravenous antibiotics for the treatment of postoperative bacterial endophthalmitis.
Endophthalmitis Vitrectomy Study Group. Arch Ophthalmol. 2005;113(12):14791496.

12

Anda mungkin juga menyukai