Disusun oleh :
Raka Kharisma Praditya
( 12.513.057 )
Sitti Hariyati
( 13.513.032 )
Indah Puspitasari
( 13.513.092 )
( 13.513.107 )
( 13.513.174 )
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Industri penyamakan kulit adalah salah satu industri penghasil limbah
penyamakan kulit
mempergunakan air dalam jumlah yang relatif banyak dan beberapa jenis
bahan kimia, sehingga usaha ini akan
mengandung berbagai polutan organik dari bahan baku dan polutan kimia dari
bahan pembantu proses. Disamping itu juga dihasilkan limbah padat berupa
hasil pembersihan daging, bulu dan gumpalan lemak. Limbah padat juga
banyak mengandung kapur, garam dan bahan kimia pembantu dalam proses
penyamakan.
Kulit terbentuk dari reaksi serat kalogen di dalam kulit hewan dan
tannin, krom, tawas atau zat penyamak lain. Pada dasarnya untuk mengubah
kulit hewan digunakan dua proses yaitu proses rumah-balok, kulit hewan
dibersihkan dan disiapkan untuk operasi penyamakan. Pertama-tama, kulit
direndam dalam air untuk menghilangkan kotoran, darah, garam dan pupuk.
Kemudian kulit dibersihkan dengn mesin atau tangan untuk menghilangkan
sisa-sisa daging yang ada. Penghilangan bulu dilakukan secara kimiadengan
tangan dan atau mesin. Bubur kapur tohor digunakan untuk melepaskan bulu,
kemudian apabila bulu itu akan digunakan dapat dilarutkan dengan natrium
sulfida. Langkah pertama dalam proses penyamakan adalah perendaman kulit
hewan dalam larutan garam ammonia dan enzim. Semua kulit hewan untuk
penyamakan krom harus mengalami pengasaman. Pengasaman membuat kulit
hewan bersifat asam dengan menggunakan asam sulfat dan natrium chlorida.
Penyamakan itu sendiri dilakukan di dalam tong yang berisi tannin nabati (kulit
pohon, kayu, buah atau akar), atau campuran kimi yang mengandung krom
sulfat. Proses-proses ini menghasilkan sebagian besar limbah cair yang
mengandung logam berat chrom (Cr). Salah satu contoh kasus terjadinya
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit yang ada
di Garut.
Sebagian besar industri kulit yang ada di Indonesia merupakan industri
rumah tangga dan industri kecil yang berkembang di wilayah-wilayah tertentu,
sehingga membentuk sentra-sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri
yang hampir
lingkungan,
belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang
berlaku, keselamatan dan kesehaan
kegiatan riset dan
lingkungan.
Salah satu sentra industri kulit yang memerlukan perhatian
khusus
adalah sentra industri kecil (SIK) penyamakan kulit di Sukaregang, Garut yang
berdiri sejak 1920. SIK ini menempati kawasan seluas 80 Ha dengan jumlah
pengrajin sebanyak 330. Kegiatan SIK ini sejak tahun 1998 mulai menurun
karena krisis
mengalami kesulitan untuk melakukan impor bahan baku dan untuk pembelian
bahan kimia pembantu proses produksi. Agar SIK ini mampu bertahan dan
berkembang diperlukan suatu upaya yang terintregrasi yang bertujuan untuk
menjadikan SIK unggulan yang mampu menghasilkan kualitas kulit yang siap
ekspor, meningkatkan kesejahteraan pengrajinnya dan meningkatkan kualitas
lingkungan kawasan SIK.
Berdasarkan hasil survei dan pengambilan sampel yang dilakukan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tanggal 4-6 Juli 2002, air sungai
Ciwalen sudah tercemar limbah dan melewati kadar maksimum baku mutu
limbah cair menurut Kepmen No. 51/1995, sedangkan tanah dan tanaman
kubis di
akan
si air maupun
(IPAL) yang dapat beroperasi dengan baik. IPAL terpadu juga telah dibangun
oleh BAPEDAL dan Pemda dengan total kapasitas pengolahan 700 m 3/hari,
tetapi belum ada yang beroperasi dengan benar. Dengan berkembangnya usaha
penyamakan kulit di SIK Sukaregang jumlah perusahaan semakin banyak.
Sampai saat ini telah tercatat 330 usaha penyamakan kulit di SIK Sukaregang,
sehingga limbah yang dihasilkan juga semakin besar. Dari data awal yang
diperoleh, jumlah total limbah
m3/hari, sehingga IPAL yang telah ada tidak mampu lagi untuk mengolah
limbah sampai memenuhi baku mutu yang berlaku.
Apabila kondisi ini dibiarkan dan dengan mulai diberlakukan-
nya
melakukan kegiatan
1.2
Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Seperti apa karakteristik limbah penyamakan kulit?
2. Potensi apa yang disebabkan oleh air limbah proses dari penyamakan
kulit yang di buang ke badan air?
3. Bagaimana cara penanggulangan dan konservasi air limbah
penyamakan kulit?
1.3
BAB II
PEMBAHASAN
terbakar
dapat
4. Amonium
Hidroksida
(NH4OH),
apbila
dipanaskan
akan
lumpur (primer). Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada
proses selanjutnya.
Secara rinci, pengolahan air limbah penyamakan kulit terdiri dari:
1.
2.
Segresi.
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang
mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk
menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan
limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan.
Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu
dipisahkan adalah:
a. Cairan limbah pengapuran (buang bulu).
Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS
sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut.
Pengolahan limbah ini dapat dilakukan dengan dua cara:
Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian
mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap
hari untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah
tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang
keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui
difusir atau dapat juga memakai aerator.
Pengendapan Langsung.
Ekualisasi.
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan
sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan
limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut.
Menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk
memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk
kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak
sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan
bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam- garam
aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/
denitrifikasi perlu dilakukan. Pada tahapan ini untuk meningkatkan
efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang
diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem
pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.
4.
Koagulasi.
Pada
tahapan
ini
dilakukan
perlakuan
fisika
kimiawi
untuk
Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari
perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan
pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk
dibuang.
5.
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Limbah penyamakan kulit mempunyai karakteristik limbah yang
bervariasi diantaranya, Crom total (Cr), Total Suspended Solid (TSS),
Amonia, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen
Demands (BOD).
2. Sebagian besar limbah cair dari industri penyamakan kulit bersifat
korosif dan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang
terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum.
3. Berdasarkan uraian diatas, pengolahan air limbah penyamakan kulit
terdiri dari :
1) Pemisahan Padatan Kasar.
2) Segresi.
3) Ekualisasi.
4) Koagulasi.
5) Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.
DAFTAR PUSTAKA