Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

Pencemaran Air Permukaan oleh Limbah Industri


Penyamakan Kulit di Kecamatan Garut Kota Kabupaten
Garut

Disusun oleh :
Raka Kharisma Praditya

( 12.513.057 )

Sitti Hariyati

( 13.513.032 )

Indah Puspitasari

( 13.513.092 )

Whidi Chandra Dewi

( 13.513.107 )

Ifta Irodatul Utami

( 13.513.174 )

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2015/2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Industri penyamakan kulit adalah salah satu industri penghasil limbah

cair yang masih sering dipermasalahkan karena mempunyai potensi untuk


dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya. Ialah industri yang
mengolah kulit mentah (hides atau skins) menjadi kulit jadi atau kulit tersamak
(leather) dengan menggunakan bahan penyamak. Pada proses penyamakan,
semua bagian kulit mentah yang bukan colagen saja yang dapat mengadakan
reaksi dengan zat penyamak. Kulit jadi sangat berbeda dengan kulit mentah
dalam sifat organoleptis, fisis, maupun kimiawi (Zaenab, 2008).
Kulit jadi adalah kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit bebas
bulu dan urat daging di bawah kulit. Pekerjaan

penyamakan kulit

mempergunakan air dalam jumlah yang relatif banyak dan beberapa jenis
bahan kimia, sehingga usaha ini akan

menghasilkan limbah cair yang

mengandung berbagai polutan organik dari bahan baku dan polutan kimia dari
bahan pembantu proses. Disamping itu juga dihasilkan limbah padat berupa
hasil pembersihan daging, bulu dan gumpalan lemak. Limbah padat juga
banyak mengandung kapur, garam dan bahan kimia pembantu dalam proses
penyamakan.
Kulit terbentuk dari reaksi serat kalogen di dalam kulit hewan dan
tannin, krom, tawas atau zat penyamak lain. Pada dasarnya untuk mengubah
kulit hewan digunakan dua proses yaitu proses rumah-balok, kulit hewan
dibersihkan dan disiapkan untuk operasi penyamakan. Pertama-tama, kulit
direndam dalam air untuk menghilangkan kotoran, darah, garam dan pupuk.
Kemudian kulit dibersihkan dengn mesin atau tangan untuk menghilangkan
sisa-sisa daging yang ada. Penghilangan bulu dilakukan secara kimiadengan

tangan dan atau mesin. Bubur kapur tohor digunakan untuk melepaskan bulu,
kemudian apabila bulu itu akan digunakan dapat dilarutkan dengan natrium
sulfida. Langkah pertama dalam proses penyamakan adalah perendaman kulit
hewan dalam larutan garam ammonia dan enzim. Semua kulit hewan untuk
penyamakan krom harus mengalami pengasaman. Pengasaman membuat kulit
hewan bersifat asam dengan menggunakan asam sulfat dan natrium chlorida.
Penyamakan itu sendiri dilakukan di dalam tong yang berisi tannin nabati (kulit
pohon, kayu, buah atau akar), atau campuran kimi yang mengandung krom
sulfat. Proses-proses ini menghasilkan sebagian besar limbah cair yang
mengandung logam berat chrom (Cr). Salah satu contoh kasus terjadinya
pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah Industri Kulit yang ada
di Garut.
Sebagian besar industri kulit yang ada di Indonesia merupakan industri
rumah tangga dan industri kecil yang berkembang di wilayah-wilayah tertentu,
sehingga membentuk sentra-sentra industri. Industri ini mempunyai ciri-ciri
yang hampir

sama, yaitu berkembang dengan modal usaha kecil, teknik

produksi sederhana, belum mengutamakan faktor kelestarian

lingkungan,

belum mampu mengolah limbah yang dihasilkan sampai baku mutu yang
berlaku, keselamatan dan kesehaan
kegiatan riset dan

kerja kurang mendapatkan perhatian,

pengembangan usaha masih minim. Dengan kondisi

demikian, maka sebagian besar industri masih sangat memerlukan adanya


uluran tangan dari pemerintah untuk pengembangan usaha, peningkatan teknik
produksi untuk meningkatkan kualitas produk, penggunaan teknik produksi
yang ramah lingkungan dan usaha

pengolahan limbah guna melestarikan

lingkungan.
Salah satu sentra industri kulit yang memerlukan perhatian

khusus

adalah sentra industri kecil (SIK) penyamakan kulit di Sukaregang, Garut yang
berdiri sejak 1920. SIK ini menempati kawasan seluas 80 Ha dengan jumlah
pengrajin sebanyak 330. Kegiatan SIK ini sejak tahun 1998 mulai menurun
karena krisis

ekonomi yang melanda Indonesia, sehingga para pengrajin

mengalami kesulitan untuk melakukan impor bahan baku dan untuk pembelian

bahan kimia pembantu proses produksi. Agar SIK ini mampu bertahan dan
berkembang diperlukan suatu upaya yang terintregrasi yang bertujuan untuk
menjadikan SIK unggulan yang mampu menghasilkan kualitas kulit yang siap
ekspor, meningkatkan kesejahteraan pengrajinnya dan meningkatkan kualitas
lingkungan kawasan SIK.
Berdasarkan hasil survei dan pengambilan sampel yang dilakukan oleh
Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) pada tanggal 4-6 Juli 2002, air sungai
Ciwalen sudah tercemar limbah dan melewati kadar maksimum baku mutu
limbah cair menurut Kepmen No. 51/1995, sedangkan tanah dan tanaman
kubis di

sekitar sungai tersebut mengandung krom yang cukup tinggi.

Dikawatirkan kandungan krom tersebut dalam jangka panjang


membahayakan kesehatan masyarakat yang mengkonsum-

akan

si air maupun

tanaman yang tercemar di daerah tersebut. (KLH, 2002).


Meskipun beberapa pengusaha telah membuat IPAL, namun sampai saat
ini belum ada perusahaan yang memiliki instalasi

pengolahan air limbah

(IPAL) yang dapat beroperasi dengan baik. IPAL terpadu juga telah dibangun
oleh BAPEDAL dan Pemda dengan total kapasitas pengolahan 700 m 3/hari,
tetapi belum ada yang beroperasi dengan benar. Dengan berkembangnya usaha
penyamakan kulit di SIK Sukaregang jumlah perusahaan semakin banyak.
Sampai saat ini telah tercatat 330 usaha penyamakan kulit di SIK Sukaregang,
sehingga limbah yang dihasilkan juga semakin besar. Dari data awal yang
diperoleh, jumlah total limbah

cair dari SIK Sukaregang sebanyak 6.000

m3/hari, sehingga IPAL yang telah ada tidak mampu lagi untuk mengolah
limbah sampai memenuhi baku mutu yang berlaku.
Apabila kondisi ini dibiarkan dan dengan mulai diberlakukan-

nya

perdagangan bebas dan ekolabeling produk-produk yang dipasarkan, maka


para pembeli dari luar negeri akan enggan untuk membeli, bahkan dapat
melakukan pemboikotan terhadap produk kulit dari Sukaregang. Apabila hal
ini sampai terjadi maka tidak mustahil kegiatan usaha di SIK Sukaregang akan
gulung tikar. Untuk menghindari kekawatiran tersebut, maka salah satu jalan

terbaik saat ini yang dapat dilakukan adalah dengan

melakukan kegiatan

produksi yang ramah lingkungan.

1.2

Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Seperti apa karakteristik limbah penyamakan kulit?
2. Potensi apa yang disebabkan oleh air limbah proses dari penyamakan
kulit yang di buang ke badan air?
3. Bagaimana cara penanggulangan dan konservasi air limbah
penyamakan kulit?

1.3

Tujuan dan Manfaat


Tujuan dari makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui karakteristik limbah penyamakan kulit,
2. Untuk mengetahui potensi air limbah yang penyamakan kulit yang di
buang ke badan air, dan
3. Untuk mengetahui cara penanggulangan dan konservasi air limbah
penyamakan kulit.

Manfaat dari makalah ini adalah :


1. Mahasiswa dapat mempelajari karakteristik dari limbah
penyamakan kulit
2. Mahasiswa dapat mengetahui potensi air limbah yang
penyamakan kulit yang di buang ke badan air
3. Mahasiswa mengetahui cara penanggulangan dan konservasi air
limbah penyamakan kulit

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Karakteristik limbah penyamakan kulit


Limbah penyamakan kulit mempunyai karakteristik limbah yang
bervariasi diantaranya, Crom total (Cr), Total Suspended Solid (TSS), Amonia,
Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demands (BOD).
Salah satu limbah yang berupa logam berat dan merupakan kebutuhan dalam
industri adalah Crom, dimana crom merupakan logam berat.
Cromium adalah unsur yang secara alamiah ditemukan dalam konsentrasi
rendah dalam batuan, hewan, tanaman, tanah, debu vulkanik dan juga
gas.Kromium terdapat di alam dalam beberapa bentuk senyawa yang berbeda.
Bentuk paling umum adalah Cr0, Cr3+, dan Cr6+. Cr3+ terdapat di alam secara
alamiah dan merupakan salah satu unsur nutrisi yang terpenting bagi manusia.
Cr6+dan Cr3+ umumnya dihasilkan dari proses industri. Crom merupakan logam
berat karena mempunyai daya racun yang tinggi, daya racun dapat ditentukan
oleh valensi ionnya. Ion Cr6+ merupakan bentuk logam Cr yang paling banyak
dipelajari sifat racunnya bila di bandingkan dengan Cr 2+ dan Cr3+, sifat racun
dari krom dapat mengakibatkan terjadinya keracunan akut dan kronis.
Crom merupakan unsur yang berada pada golongan VIB periode
keempat, dan memiliki sifat fisika dan kimia yang diantaranya :
a)
b)
c)
d)

Titik didih 2672oC


Titik lebur 1837 1877 oC
Berat jenis 7,2 mg/L pada 28 oC
Energi ionisasi 652 kJ/mol

2.2. Potensi air limbah penyamakan kulit

Buangan air limbah industri badan air mengakibatkan dampak kurang


baik dengan menurunnya kualitas air sungai yang dapat merugikan masyarakat,
terutama masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai. Dampak negatif
tersebut diantaranya adalah menganggu kesehatan manusia, mengganggu
estetika akibat bau yang muncul akibat limbah, berkurangnya hasil pertanian,
menurunnya hasil tambak dan berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh
penduduk.
Didalam Industri Penyamakan kulit menggunakan bahan- bahan
pembantu yang tersusun dari senyawa- senyawa kimia. Ada yang berwujud
bubuk, kristal, maupun cair, semi liguid yang berbahaya terhadap kesehatan
manusia.
Sebagian besar limbah cair dari industri penyamakan kulit bersifat
korosif dan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang terkena
tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum.
Dibawah ini akan dijelaskan akibat yang dapat ditimbulkan oleh limbah
cair dari industri penyamakan kulit.
1. Asam Sulfida (H2SO4), bersifat korosif dan bersifat racun terhadap
jaringn kulit. Kontak dengan kulit menyebabkan terbakar, sehingga
merusak jaringan. Penghisapan kabut/ uap asam sulfat dapat
menyebabkan inflamasi pada tenggorokan bagian atas sehingga
menyebabkan bronkitis, dan bila kontak dengan konsentrasi tinggi
dapat menyebabkan kolaps.
2. Asam Klorida (HCL), merupakan bahan pengoksidasi yang sangat
kuat. Berbahaya jika terkena panas. Pengaruhnya terhadap
kesehatan manusia yang akan menghasilkan methemoglobin dalam
darah serta akan merusak butir- butir darah merah pada akhirnya
akan merusak buah ginjal juga otot- otot hati.
3. Asam Format (HCCOH), bahan mudah

terbakar

menyebabkan iritasi pada kulit, mata, membran mukosa.

dapat

4. Amonium

Hidroksida

(NH4OH),

apbila

dipanaskan

akan

mengeluarkan racun yang berbahaya bagi kesehatan, uapnya


bersifat racun.
5. Natrium Hidroksida (NaOH), berbentuk padat atau larutan bersifat
korosif pada kulit manusia apabila kontak terlalu lama, dapat
menyebabkan kerusakan jaringan tubuh manusia.
6. Senyawa Benzidin (NH2 C6 H4 NH2), apabila kontak dengan kulit
dapat menyebabkan iritasi, dapat menyebabkan kerusakan pada
darah (hemolisis).
7. Formalin (HCHO)., iritasi pada kulit mata membran mukosa apabila
tertelan dapat menyebabkan muntah, diare, kolaps.
8. Phenol (C6H3OH), penyerapan larutan phenol pada kulit terjadi
dengan cepat. Kontak dengan larutan phenol selama 30 menit
sampai beberapa jam dapat menyebabkan kematian, untuk kontak
dengan kulit seluas 64 inchi. Gejala yang timbul apabila seseorang
keracunan phenol yaitu pusing, otot lemah, pandangan kabur,
telinga berdengung, napas terengah-engah.
9. Krom (Cr), yang bersifat asam sangat bersifat korosif pada kulit
serta membran mukasid (selaput lendir). Kontak dengan Cr secara
langsung dan terus menerus bagi kulit yang sensitif akan
menyebabkan koreng (ulcer) selebar ujung pensil di sekitar kuku
maupun punggung tangan

2.3. Cara penanggulangan dan konservasi air limbah penyamakan kulit


Secara garis besar proses pengolahan limbah cair penyamakan kulit
terdiri dari pemindahan aliran yang khas dan pekat untuk melewati tahap
pengolahan terlebih dahulu, yaitu penghilangan sulfida dan penghilangan krom
yang kemudian dijadikan satu dalam bak ekualisasi. Dari bak ekualisasi, air
limbah tersebut diatur pH-nya kemudian ditambahkan larutan penggumpal dan
pengendap yang selanjutnya endapan tersebut diolah sebagai penanganan

lumpur (primer). Penanganan lumpur harus hati- hati agar tidak terlarut pada
proses selanjutnya.
Secara rinci, pengolahan air limbah penyamakan kulit terdiri dari:
1.

Pemisahan Padatan Kasar.


Sebelum diolah air limbah perlu disaring terlebih dahulu untuk
menghilangkan padatan kasar yang dapat menutup pipa, pompa-pompa
dan saluran- saluran. Pada proses ini lebih dari 30% padatan tersuspensi
total dalam cairan air limbah dapat dihilangkan dengan saringan.

2.

Segresi.
Pada tahap ini dilakukan pemisahan cairan-cairan limbah yang
mempunyai sifat khas dan memerlukan perlakuan tertentu untuk
menangani zat pencemar agar nanti setelah dicampur dengan cairan
limbah yang lain tidak menimbulkan kontradiksi yang merugikan.
Adapun cairan- cairan limbah dari proses penyamakan kulit yang perlu
dipisahkan adalah:
a. Cairan limbah pengapuran (buang bulu).
Cairan limbah ini banyak mengandung Sulfida dari Na2S atau NaHS
sisa dari proses buang bulu sebagai agensia perontok bulu/ rambut.
Pengolahan limbah ini dapat dilakukan dengan dua cara:
Oksidasi Katalitik Sulfida, yaitu dengan aerasi dan pemberian
mangan sebagai katalisator. Seharusnya hal ini dilakukan setiap
hari untuk menghindari bau busuk (H2S) dari air limbah
tampungan. Aerasi dapat dilakukan pada tang ki yang memanjang
keatas (tinggi) dan udara dihembuskan dari bagian dasar melalaui
difusir atau dapat juga memakai aerator.

Pengendapan Langsung.

Fero sulfat dan feri klorida dapat digunakan untuk menghilangkan


sulfida dari larutan dengan pengendapan. Pengolahan ini akan
menurunkan pH karena hidroksidanya mengendap.
b. Cairan limbah Krom.
Pengendapan krom relatif mudah dilakukan, pengendapan limbah
krom dapat mempengaruhi biaya produksi/ pengolahan limbahnya.
Pada pengolahan ini menghasilkan cairan supernatan yang hampir
bebas krom dan juga dapat menurunkan BOD.
3.

Ekualisasi.
Proses pengolahan pada bak ekualisasi bertujuan untuk penghilangan
sulfida dan krom agar dapat menghemat air yang dapat mengencerkan
limbah kapran dan cairan limbah krom sebelum diolah lebih lanjut.
Menghembuskan udara dari dasar bak melaluai beberapa difuser untuk
memasok O2 yang intensif. Tenaga yang diperlukana untuk mengaduk
kira- kira 30 watt/m2 air limbah. Jika dilakukan injeksi udara pada bak
sedalam 2-4 m, aliran udara optimalnya 3-4 m3/jam per m2 permukaan
bak. Dalam bak ekualisasi dapat dilakukan pergantian garam- garam
aluminium maka penghilangan Nitrogen melalui proses nitrifikasi/
denitrifikasi perlu dilakukan. Pada tahapan ini untuk meningkatkan
efisiensi pengolahan dan untuk menghindari rancangan baik yang
diantisipasi untuk aliran puncak ( peak Flow) maka dilakukan sistem
pengaturan laju aliran dan pencampuran seluruh air limbah.

4.

Koagulasi.
Pada

tahapan

ini

dilakukan

perlakuan

fisika

kimiawi

untuk

menghilangkan BOD dan padatan. Dengan perlakuan fisiko kimiawi


yang relatif mudah dan sederhana dapat menghilangkan >95 % padatan
tersuspensi dan BOD sekitar 70%. Untuk menghilangkan BOD
sepenuhnya dapat dilakukan dalam pengolahan proses biologis
selanjutnya.

Perlakuan fisiko kimia terhadap air limbah penyamakan kulit terdiri dari
perlakuan awal dengan pemberian penggumpal yang dilanjutkan dengan
pemberian pengendap sampai dengan pemisahan lumpurannya untuk
dibuang.
5.

Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.


Dalam persyaratan baku mutu air limbah, maka perlu adanya pegolahan
sekunder. Pilihan cara pengolahan sekunder untuk air limbah
penyamakan kulit sbb:
a. Filter biologis.
Filter biologis dalam pengolahan limbah penyamakan kulit sering
tidak dipertimbangkan.
b. Lumpur aktif (kolam oksidasi).
Pengolahan lumpur aktif pada prinsipnya adalah mempertemukan
antara air limbah yang mengandung bahan pengencer organik dengan
sejumlah besar bakteri aerob dan mokroorganisme lain yang
terkandung dalam lumpur biologis (lumpur aktif). Pengolahan dengan
lumpur aktif berbeban ringan sangat sesuai untuk air limbah
penyamakan kulit. Cara ini dikenal deng oksidasi kolam PASVEER.
c. Lumpur aktif konvensional.
Jika dibandingkan dengan cara konvensional yang berbeban berat,
maka waktu yang diperlukan adalah 2-4 hari dan beban organik yang
ringan lebih mudah menahan variasi keadaan air limbah dan beban
mendadak yang menjadi proses penyamakan kulit, dengan demikian
lumpur yang dihasilkan berkurang. Kolam oksidasi PASVEER relatif
lebih murah, dan pemeliharaannya mudah, juka dioprasikan
sebagaimana mestinya dapat menghasilkan air limbah terolah dengan
BOD , 20 mg/l.

Pengolah dengan lumpur aktif konvensional ( bebn berat) dapat dipilih


dengan cara pegolahan sekundernya jika lahan yang ada sangat
tebatas. Oksidasi berlangsung terus menerus dalam bk aerasi karena
itu kebutuhan aerasinya juga agak intensif ( sampai kra- kira 1 Kw/ kg
BOD). Waktu tingga l yang diperlukan hanya 6-12 jam sudah cukup.
d. Lagun (kolam) .
Ada pendekatan lain bagi daerah pedesaan atau yang memiliki lahan
luas, yaitu kolam dapat dibuat dengan biaya rendah dan perawatan
pengolahan juga sangat mudah. Ada beberapa pilihannya :
Kolam aerob
Dapat mengurangi sampai > 85 % BOD dalam waktu 10 hari,
namun biasanya kolam tersebut mengeluarkan pencemaran udara
dan memungkinkan terbentuknya kembali sulfida bersamaan
dengan terlepasnya gas H2S. Hal ini sesuai bila hanya
untukpemanfaatan ruang/ ahan dan biaya kolam-kolam tersebut
rendah, sedangkan yang diperlukan hanya membuat kedalaman 3
meter.
Kolam Fakultatif.
Dengan 2 lapisan (zone) pengolahan yaitu lapisan aerob (yang ada
di atas, berhubungan dengan udara) dal lapisan anaerob (zone di
bawahnya). Biasanya berukuran lebih besar dari an aerob dan
kurang efektif.Kolam ini lebih mengandalkan kekuatn fotosintetik
dengan demikian tergantung pada perubahan musim dan tidak
dapat diperiksa/ dipantau dengan baik.
Kolam Aerasi
Kolam ini sudah banyak dioperasikan di banyak perusahaan dan
membutuhkan tenaga 10 30 w/m3 yang biasanya digunakan
adalah aerator permukaan mekanik.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
1. Limbah penyamakan kulit mempunyai karakteristik limbah yang
bervariasi diantaranya, Crom total (Cr), Total Suspended Solid (TSS),
Amonia, Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen
Demands (BOD).
2. Sebagian besar limbah cair dari industri penyamakan kulit bersifat
korosif dan dapat menyebabkan kerusakan pada bagian tubuh yang
terkena tumpahan ke kulit, mata atau juga bisa terminum.
3. Berdasarkan uraian diatas, pengolahan air limbah penyamakan kulit
terdiri dari :
1) Pemisahan Padatan Kasar.
2) Segresi.
3) Ekualisasi.
4) Koagulasi.
5) Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengendalian Dampak Lingkungan.1994. Teknologi pengendalian


Dampak Lingkungan Industri Penyamakan Kulit . Yogyakarta

Eckenfelder, W. 2000. Industrial Water Pollution Control, Third Edition. New


York: Mc Graw Hill Book Company.
Elisa Nurwati.2009pengaruh Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit Terhadap
Kadar Kromium Dalam Tanaman Jahe. Skripsi Program studi Kimia
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta
Kementrian Lingkungan Hidup.2002. Revitalisasi Sentra Industri Kecil
Penyamakan Kulit Berwawasan Lingkungan Di Sukaregang, Garut
Tjokrokusumo. 1995. Pengantar Engineering Lingkungan. Yogyakarta :STTL
YLH.
Vogel. 1985. Analisis Anorganik Kualitatif. Jakarta: Kalman Media Pustaka
Zaenab. 2008. Industri Pengolahan Air Limbah Industri Penyamakan Kulit.
Jakarta.
.

Anda mungkin juga menyukai