Anda di halaman 1dari 104

1

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN


LOBSTER AIR TAWAR
(Kasus KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

RINGKASAN
KAMMALA AFNI. A14104104. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air
Tawar Kasus KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa barat.
Di bawah bimbingan RITA NURMALINA.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan
pokok termasuk di dalamnya pemintaan akan protein juga semakin meningkat.
Perubahan trend pola konsumsi protein masyarakat dari red meal to white meal
membuat permintaan akan komoditi perikanan meningkat. Namun, kebutuhan
tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi perikanan tangkap.
Budidaya perikanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
ikan masyarakat ataupun kebutuhan non konsumsi lainnya. Salah satu komoditas
perikanan budidaya yang berprospek cerah untuk diusahakan adalah lobster air
tawar. Meskipun demikian, hingga kini belum banyak orang yang menggeluti
usaha budidaya lobster air tawar. Salah satu penyebabnya adalah belum banyak
yang mengetahui keberadaan lobster air tawar dan kebanyakan orang hanya
mengetahui tentang keberadaan lobster air laut yang ditangkap oleh nelayan.
Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip dengan lobster air laut.
Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan sementara lobster air laut
hingga kini belum dapat dibudidayakan. Pembudidayaan lobster air tawar pun
tidaklah sulit karena hewan ini tidak membutuhkan perawatan khusus, tidak
mudah terserang penyakit, pemakan tumbuhan sekaligus hewan (omnivora),
pertumbuhannya relatif cepat, serta memiliki daya telur yang tinggi. Keunggulan
lobster air tawar adalah dagingnya yang lebih sehat dibanding makanan laut lain.
Lobster air tawar rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur dan rasanya pun
tidak berbeda dengan lobster air laut. Selama ini pasokan lobster untuk pasar
dalam negeri lebih banyak mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan
permintaannya yang terus meningkat belum terpenuhi. Budidaya lobster air tawar
diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi permintaan lobster dalam
negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian
lobster air laut.
Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena lobser air tawar tergolong
hewan yang mudah dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang dikeluarkan harus
diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. KBLATS Farm adalah
perusahaan baru yang bergerak dalam usaha budidaya lobster air tawar. Investasi
yang telah dikeluarkan oleh KBLATS Farm untuk membuka usaha pembesaran
lobster air tawar belum dianalisis kelayakannya secara finansial maupun non
finansial, sehingga belum dapat diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan
keuntungan atau kerugian bagi KBLATS Farm.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam
usaha budidaya lobster air tawar adalah: (1) Bagaimana kelayakan usaha budidaya
lobster air tawar di KBLATS Farm dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial lingkungan?, (2) Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya
lobster air tawar apabila dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I usaha pembenihan,
pola II usaha pembesaran, dan pola III usaha pembenihan dan pembesaran lobster
air tawar?, dan (3) Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar,

apabila terjadi perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat


dan biaya?. Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini
adalah : (1) Menganalisis kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di
KBLATS Farm dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, dan aspek sosial lingkungan, (2) Menganalisis kelayakan finansial usaha
budidaya lobster air tawar apabila dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I usaha
pembenihan, pola II usaha pembesaran, dan pola III usaha pembenihan dan
pembesaran lobster air tawar, dan (3) Menganalisis sensitivitas usaha budidaya
lobster air tawar, apabila terjadi perubahan pada jumlah produksi, harga pakan,
dan harga jual.
Berdasarkan permasalahan di atas perlu dilakukan analisis kelayakan untuk
melihat apakah pengusahaan lobster air tawar layak untuk dilaksanakan atau tidak.
Dalam studi kelayakan perlu diperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhi
kelayakan suatu usaha. Aspek-aspek yang diteliti dalam kegiatan pengusahaan
lobster air tawar antara lain aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek
hukum, dan aspek sosial ekonomi dan lingkungan serta aspek finansial.
Perhitungan aspek finansial menggunakan kriteria investasi untuk melihat
kelayakan usaha, yang terdiri dari NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Dari
hasil analisis finansila akan dapat dilihat besarnya keuntungan yang diperoleh dan
pola usaha manakah yang peling menguntungkan untuk dijalankan oleh
perusahaan.
Penelitian ini dilakukan di KBLATS Farm yang terletak di Kp.
Limusnunggal Rt 19/09, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)
karena perusahaan ini tergolong baru yang berdiri pada Bulan Mei 2007. Kegiatan
pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2007. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui wawancara langsung dengan manajer perusahaan. Data primer yang
didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan selama umur proyek, terdiri dari
biaya investasi dan biaya operasional serta penerimaan dari pengusahaan lobster
air tawar. Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi
literatur berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi atas analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Data kuantitatif dan informasi yang telah
dikumpulkan diolah dengan menggunakan komputer program Microsoft Excel
dan disajikan dalam bentuk tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data
yang ada serta mempermudah dalam melakukan analisis data. Sedangkan untuk
data kualitatif disajikan dalam bentuk deskriptif yang merupakan hasil analisis
terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek
sosial ekonomi dan lingkungan.
KBLATS Farm adalah suatu usaha agribisnis di bidang pengusahaan
lobster air tawar khususnya pembesaran lobster air tawar. KBLATS Farm
adalah singkatan dari Keluarga Besar Lobster Air Tawar Sukabumi yang artinya
bahwa KBLATS Farm merupakan usaha keluarga. Hal ini disebabkan semua
pengelola usaha KBLATS Farm masih memiliki ikatan keluarga satu sama lain.
Perusahaan yang didirikan oleh Bapak Sudradji pada tanggal 29 Mei 2007 di Kp.
Limusnunggal, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat
ini merupakan usaha sampingan dari pemilik dengan tujuan sebagai investasi

masa depan pemilik di hari tuanya. Meskipun belum berbentuk badan hukum,
KBLATS Farm sudah memperoleh izin resmi usaha dari pemerintah daerah
setempat berdasarkan Surat Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007.
KBLATS Farm yang bergerak dalam usaha pembesaran lobster air tawar ini
masih beroperasi dalam skala kecil.
Dalam penelitian ini dilakukan tiga skenario pola usaha yaitu pola usaha I
adalah usaha pembenihan, pola usaha II adalah usaha pembesaran, dan pola usaha
III adalah usaha pembenihan dan pembesaran. Dari hasil analisis finansial ketiga
pola usaha dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode, diperoleh hasil: untuk pola usaha I diperoleh NPV sebesar Rp
73.792.135, Net B/C sebesar 3,47, IRR sebesar 33 persen, dan PBP selama 4,04
tahun. Untuk pola usaha II diperoleh hasil NPV sebesar Rp 112.563.989, Net B/C
sebesar 4,22, IRR sebesar 41 persen, dan PBP selama 3,4 tahun. Sedangkan untuk
pola usaha III diperoleh hasil NPV sebesar Rp 138.280.330, Net B/C sebesar 5,14,
IRR sebesar 52 persen, dan PBP selama 2,79 tahun. Dari hasil analisis finansial
tersebut dapat dilihat bahwa jenis pengusahaan lobster air tawar yang paling
menguntungkan adalah pola usaha III atau usaha pembenihan dan pembesaran
lobster air tawar.
Untuk melihat kembali daya tarik proyek apabila terjadi perubahan pada
jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output digunakan analisis switching
value. Dari hasil analisis switching value diperoleh hasil: pola usaha I masih layak
untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 23,8
persen, kenaikan harga pakan sebesar 774,95 persen, dan penurunan harga jual
sebesar 23,8 persen. Pola usaha II masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi
penurunan jumlah produksi sebesar 23,11 persen, kenaikan harga pakan sebesar
571,77 persen, dan penurunan harga jual sebesar 23,11 persen. Sementara pola
usaha III masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan produksi
sebesar 34,87 persen, kenaikan harga pakan sebesar 828,33 persen, dan penurunan
hrga jual sebesar 34,87 persen. Berdasarkan analisis switching value tersebut
dapat disimpulkan bahwa pola usaha II adalah jenis usaha yang peling sensitif
terhadap perubahan jika dibandingkan dengan pola usaha I dan pola usaha III.
Dan jenis perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan ketiga pola
usaha adalah perubahan terhadap jumlah produksi dan harga jual.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah 1) kegiatan usaha budidaya
lobster air tawar yang dilakukan oleh KBLATS Farm sudah layak dilihat dari
aspek non finansial maupun aspek finansial, 2) pengusahaan lobster air tawar
yang paling menuntungkan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan
pembesaran, dan 3) pola usaha II adalah jenis pengusahaan lobster air tawar yang
paling sensitif terhadap perubahanan, penurunan harga jual dan penurunan
produksi merupakan perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan
usaha. Saran yang dapat diberikan antara lain: 1) bagi perusahaan sebaiknya
melakukan jenis pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
karena pola usaha ini adalah yang paling menguntungkan, 2) pemerintah
sebaiknya melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai budidaya lobster air tawar
agar semakin banyak masyarakat yang mengusahakan lobster air tawar ini, dan 3)
bagi masyarakat yang tertarik untuk menjalankan bisnis lobster air tawar tidak
perlu takut karena usaha ini terbukti menguntungkan meskipun dijalankan dalam
skala kecil.

ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN


LOBSTER AIR TAWAR
(Kasus KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat)

Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian

PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar Kasus


KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,
Jawa Barat
Nama
: Kammala Afni
NRP
: A14104104

Menyetujui,
Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS


NIP. 131 685 542

Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr


NIP. 131 124 019

Tanggal Lulus : 18 April 2008

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL


ANALISIS KELAYAKAN PENGUSAHAAN LOBSTER AIR TAWAR Kasus
KBLATS FARM, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH
DIAJUKAN SEBAGAI KARYA TULIS ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Mei 2008

Kammala Afni
A14104104

Riwayat Hidup

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 November 1986 sebagai anak


pertama dari 3 bersaudara pasangan Bapak Deddy Rochaedi dan Ibu Husnawati.
Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 013 Pagi Pejaten Timur
dan lulus pada tahun 1998. Sekolah tingkat menengah pertama dilalui penulis di
SMPN 41 Ragunan Jakarta dan lulus pada tahun 2001. Penulis menyelesaikan
pendidikan sekolah menengah atas di SMUN 38 Jakarta dan lulus pada tahun
2004. di tahun yang sama pula penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kegiatan organisasi.
Penulis menjadi anggota KOPMA IPB pada tahun 2005-sekarang, juga menjadi
anggota IAAS IPB pada tahun 2005-sekarang. Penulis juga pernah aktif sebagai
staf Departemen PSDM MISETA periode 2005-2006 dan menjabat sebagai
sekretaris umum MISETA periode 2006-2007.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan hidayah Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dalam rangka penulisan skripsi untuk mendapatkan
gelar sarjana.
Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak terutama orang tua dan
dosen pembimbing skripsi penulis Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS yang telah
membimbing dan memberikan masukan kepada penulis untuk menyelesaikan
skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air Tawar Kasus
KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat begi semua pihak termasuk
penulis dan juga perusahaan tempat penulis melakukan penelitian. Penulis juga
mengharapkan masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan penulis di
masa mendatang.

Bogor, Mei 2008

Penulis

10

UCAPAN TERIMA KASIH

Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih


kepada:
1. Orang tua, terima kasih untuk kasih sayang, doa, semangat, kesabaran dan
segalanya. Ill make you proud of me.
2. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan
bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
3. Tanti Novianty, SP, M.Si selaku dosen penguji utama.
4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji dari komisi pendidikan.
5. Baiquni Ardhi, yang telah mengantarkan dan menemani penulis ke Sukabumi
untuk mengambil data. Terima kasih atas kasih sayang, perhatian, kesabaran,
support, dan kebersamaan selama ini, hingga saat ini dan semoga hingga masa
datang.
6. Esha dan Kamal, adik-adikku yang selalu menjadi semangat penulis dalam
menyelesaikan skripsi. Terima kasih, aku selalu menyayangi kalian.
7. Siera, terima kasih sudah memintakan izin penulis untuk penelitian di
perusahaan papanya.
8. Pak Sudradji (Papanya Siera, Pemilik KBLATS Farm), Kak Fikri dan Kak
Andri (Pengelola KBLATS Farm) yang sudah memberikan penulis
kesempatan untuk melakukan penelitian di KBLATS Farm, terima kasih
telah membantu penulis mengumpulkan data dengan mudah. Semoga
KBLATS Farm terus maju.

11

9. Om Lili yang sudah banyak membantu penulis baik moril maupun materil.
Terima kasih atas doa, support, masukan, dan informasi yang diberikan.
10. Om Ketut dan Tante Lies dari Pusat Ristek DKP yang sudah banyak
membantu dalam penelusuran bahan-bahan tentang lobster air tawar.
11. Sahabatku Metha, Adi, Ratri, dan Ratieh yang banyak memberikan penulis
semangat dan keceriaan di saat-saat sulit. Well still be best friend forever.
12. Teman-teman AGB 41, terima kasih atas rasa kebersamaan dan kekeluargaan
selama kurang lebih 4 tahun.
13. Teman sebimbingan Endang, David, Nuy, Anggi, dan Yanti, yang selalu ingat
untuk memberitahu jadwal ketemu Bu Rita.
14. Kakak kelas AGB 40, Panji, Anin, Pipin, Arief, Nina, Anggun, Idham, Ical,
K Adhan, terima kasih telah mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan
penulis. Mas Fery (AGB 39), terima kasih untuk konsultasi dan masukannya.
15. Semua pihak yang telah membantu yang tak bisa disebutkan satu persatu oleh
penulis.

12

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lobster Air Tawar .............................................................................................. 9
2.1.1 Klasifikasi dan Anatomi Lobster Air Tawar ......................................... 9
2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku Lobster Air Tawar .......................................... 11
2.1.3 Jenis-Jenis Lobster Air Tawar .............................................................. 13
Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................................ 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Studi Kelayakan Proyek................................................................................ 20
3.2 Teori Biaya dan Manfaat .............................................................................. 22
3.3 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 24
3.4 Analisis Finansial ......................................................................................... 25
3.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 25
3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 26
3.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 26
3.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 26
3.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 27
3.6 Kerangka Operasional .................................................................................. 27
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 30
4.2 Jenis Data dan Sumber Data ......................................................................... 30
4.3 Metode Analisis Data ................................................................................... 30
4.4 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 31
4.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 31
4.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 32
4.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 33
4.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 33
4.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 34

13

4.6 Asumsi Dasar Yang Digunakan .................................................................... 35


V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Profil Perusahaan .......................................................................................... 38
5.2 Jenis dan Perkembangan Usaha .................................................................... 39
VI. ANALISIS ASPEK NON FINANSIAL
6.1 Aspek Pasar .................................................................................................. 40
6.1.1 Potensi Pasar........................................................................................ 40
6.1.2 Strategi Pemasaran ............................................................................... 41
6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar................................................................... 42
6.2 Aspek Teknis................................................................................................ 42
6.2.1 Lokasi Usaha ....................................................................................... 42
6.2.2 Skala Usaha ......................................................................................... 46
6.2.3 Proses Produksi .................................................................................... 46
6.2.4 Hasil Analisis Aspek Teknis ................................................................ 50
6.3 Aspek Manajemen ........................................................................................ 50
6.4 Aspek Hukum............................................................................................... 51
6.4.1 Bentuk Badan Hukum .......................................................................... 51
6.4.2 Izin Usaha ............................................................................................ 52
6.5 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan ........................................................ 52
VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I ....................................................... 54
7.1.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 54
7.1.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 57
7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 60
7.1.4 Analisis Switching Value...................................................................... 61
7.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II ...................................................... 62
7.2.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 62
7.2.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 64
7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 69
7.2.4 Analisis Switching Value...................................................................... 70
7.3 Analisis Kelayakan Finansial Skenario III .................................................... 71
7.3.1 Analisis Hasil Inflow ........................................................................... 71
7.3.2 Analisis Hasil Outflow ......................................................................... 73
7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial ............................................................... 79
7.3.4 Analisis Switching Value...................................................................... 80
7.4 Perbandingan Hasil Analisis Kelayakan Finansial Ketiga Pola ...................... 80
7.5 Perbandingan Hasil Analisis Switching Value Ketiga Pola ............................ 81
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan .................................................................................................. 83
8.2 Saran ............................................................................................................ 84
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 85

14

DAFTAR TABEL

Nomor
1.

Halaman

Luas Lahan Usaha Budidaya Perikanan Menurut Jenis Budidaya Tahun


2000-2004 ....................................................................................................... 3

2.

Jumlah dan Nilai Impor Lobster Indonesia Tahun 2002-2005 .......................... 5

3.

Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih Lobster Air Tawar ....................... 55

4.

Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha I ....................................... 56

5.

Biaya Investasi Pada Pola Usaha I ................................................................... 58

6.

Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha I ............................................................... 59

7.

Biaya Operasional Tiap Produksi (per 4 bulan) ................................................ 59

8.

Biaya Tetap Pada Pola Usaha I ........................................................................ 60

9.

Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I .............................................................. 60

10. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I ................................................... 61


11. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Lobster Air Tawar Konsumsi ................. 63
12. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha II ...................................... 64
13. Biaya Investasi Pada Pola Usaha II .................................................................. 66
14. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha II .............................................................. 67
15. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 6 bulan) ................................................ 68
16. Biaya Tetap Pada Pola Usaha II ....................................................................... 69
17. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II ............................................................. 69
18. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II .................................................. 70
19. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih dan Lobster Konsumsi ................. 72
20. Nilai Penjualan Indukan Afkir ......................................................................... 73
21. Nilai Sisa Pada Pola Usaha III ......................................................................... 73
22. Biaya Investasi Pada Pola Usaha III................................................................. 76
23. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha III ............................................................. 77
24. Biaya Operasional Tiap Produksi (per tahun) ................................................... 78
25. Biaya Tetap Pola Usaha III .............................................................................. 79
26. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III ............................................................ 79
27. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III ................................................. 80

15

28. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha............................ 81


29. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha .................................. 81

16

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Anatomi Tubuh Lobster................................................................................ 11

2.

Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus) ........................... 13

3.

Lobster Air Tawar Red Crayfish (Procambarus clarkii)................................ 14

4.

Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor) ............................................ 15

5.

Kerangka Pemikiran Operasional.................................................................. 29

6.

Skema Aliran Pemasaran Lobster Air Tawar KBLATS Farm .................... 41

7.

Proses Persiapan Kolam Pembesaran Lobster Air Tawar .............................. 47

17

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Pola Pembenihan Lobster Air Tawar ............................................................ 87

2.

Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap I ................................................ 88

3.

Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap II ............................................... 89

4.

Pola Pembesaran Lobster Air Tawar Tahap III.............................................. 90

5.

Pola Pembenihan Pembesaran Lobster Air Tawar ......................................... 91

6.

Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario I ................................... 92

7.

Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario II ................................. 93

8.

Cashflow Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario III ................................ 94

9.

Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario I ................... 95

10. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario II .................. 96
11. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario III ................. 97
12. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario I ............................. 98
13. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario I ......................... 99
14. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario I .......................... 100
15. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario II ............................ 101
16. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario II........................ 102
17. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario II ......................... 103
18. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario III........................... 104
19. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario III ...................... 105
20. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario III ........................ 106
21. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produks
Skenario I ..................................................................................................... 107
22. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
Skenario I ..................................................................................................... 108
23. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario I ..................................................................................................... 109
24. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Skenario II.................................................................................................... 110
25. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan

18

Skenario II.................................................................................................... 111


26. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario II.................................................................................................... 112
27. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Skenario III .................................................................................................. 113
28. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
Skenario III .................................................................................................. 114
29. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario III .................................................................................................. 115

19

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki panjang garis pantai 81.000
km dan luas perairan laut sekitar 5,8 juta km2 yang terdiri atas 0,3 juta km2
perairan teritorial, 2,8 juta km2 perairan nusantara, dan 2,7 juta km2 perairan ZEE.
Dengan luas perairan Indonesia yang cukup besar, Indonesia sangat berpotensi
dalam sektor perikanan apalagi Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Potensi sektor perikanan
tidak hanya berasal dari perikanan laut, tetapi juga perikanan darat atau yang juga
dikenal dengan perikanan budidaya.
Sektor perikanan Indonesia memiliki prospek yang sangat baik. Pada tahun
2005 potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan Indonesia
diperkirakan sebesar US$ 82 miliar per tahun, dengan rincian potensi perikanan
tangkap sebesar US$ 15,1 miliar, potensi budidaya laut sebesar US$ 46,7 miliar,
potensi peraian umum sebesar US$ 1,1 miliar, potensi budidaya tambak sebesar
US$ 10 miliar, potensi budidaya air tawar sebesar US$ 5,2 miliar, dan potensi
bioteknologi kelautan sebesar US$ 4 miliar.1
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan
pokok termasuk di dalamnya pemintaan protein juga semakin meningkat.
Perubahan trend pola konsumsi protein masyarakat dari red meat to white meat
menyebabkan permintaan akan komoditi perikanan meningkat. Namun, kebutuhan

Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara ASEAN, Up Date Data Perikanan.
15/02/2005. Diakses pada tanggal 19 April 2008.

2
20

tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi perikanan tangkap.


Hal ini diungkapkan oleh FAO (2002) bahwa pasokan ikan dari kegiatan
penangkapan di laut di sebagian negara diperkirakan tidak dapat ditingkatkan lagi,
demikian pula kecenderungan ini terjadi pada usaha penangkapan ikan di perairan
Indonesia. Bahkan berdasarkan hasil penelitian oleh Komisi Stock Assessment
pada tahun 2000 menunjukkan bahwa potensi lestari ikan perairan laut Indonesia
mengalami penurunan dari 6,26 juta ton/tahun pada tahun 1997 menjadi 6,11 juta
ton/tahun pada tahun 2000 (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005). Oleh
karena itu budidaya perikanan dijadikan alternatif penyuplai kebutuhan ikan untuk
konsumsi maupun non konsumsi masyarakat.
Potensi lahan perikanan budidaya secara nasional diperkirakan sebesar 15,59
juta hektar, yang terdiri atas lahan budidaya air tawar sebesar 2,23 juta hektar,
budidaya air payau 1,22 juta hektar, dan budidaya laut 8,37 juta hektar.
Sedangkan pemanfaatannya hingga saat ini masing-masing baru mencapai 10,1
persen untuk budidaya air tawar, 40 persen untuk budidaya air payau, dan 0,01
persen untuk budidaya laut. Kegiatan budidaya perikanan secara umum dapat
dibedakan dalam 6 (enam) kelompok jenis budidaya yaitu: budidaya laut,
budidaya tambak, budidaya kolam, budidaya keramba, budidaya jaring apung, dan
budidaya sawah. Dalam periode 2000-2004, luas areal budidaya perikanan
bertambah dari 655.381 ha pada tahun 2000 menjadi 716.317 ha pada tahun 2004
dengan laju pertumbuhan 2,28 persen per tahun. Laju pertambahan luas areal
pembudidayaan di jaring apung dan laut menunjukkan peningkatan yang cukup
besar, yaitu 27,86 persen per tahun untuk jaring apung dan 19,43 persen per tahun
untuk budidaya laut. Besarnya pertumbuhan luas areal tersebut merupakan

3
21

indikasi keberhasilan program pembangunan perikanan budidaya (Departemen


Kelautan dan Perikanan, 2005). Tabel 1 menunjukkan data luas lahan usaha
budidaya menurut jenis budidaya perikanan di Indonsia.
Tabel 1. Luas Lahan Usaha Budidaya Perikanan (Ha) Menurut Jenis
Budidaya Tahun 2000-2004
Jenis Budidaya

Budidaya Laut
Budidaya
Tambak
Budidaya Kolam
Budidaya
Keramba
Budidaya Jaring
Apung
Budidaya Sawah
Total

2000

2001

2002

2003

2004 Kena
-ikan
/th
(%)
1.227
19,4
489.811
3,97

614
419.282

713
438.010

951
458.107

981
480.762

77.647
76

85.900
80

94.240
86

97.821
93

99.137
93

6,52
5,23

416

803

807

948

952

27,86

157.346
655.381

150.680
676.186

148.909
703.100

151.414
732.019

124.495
716.317

-5,38
2,28

Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan, 2005

Salah satu komoditas perikanan budidaya yang berprospek cerah untuk


diusahakan adalah lobster air tawar. Meskipun demikian, hingga kini belum
banyak orang yang menggeluti usaha budidaya lobster air tawar. Salah satu
penyebabnya adalah belum banyak yang mengetahui keberadaan lobster air tawar
dan kebanyakan orang hanya mengetahui tentang keberadaan lobster air laut yang
ditangkap oleh nelayan. Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip
dengan lobster air laut. Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan
sementara lobster air laut hingga kini belum dapat dibudidayakan. Pembudidayaan
lobster air tawar pun tidaklah sulit karena hewan ini tidak membutuhkan
perawatan khusus, tidak mudah terserang penyakit, pemakan tumbuhan sekaligus
hewan (omnivora), pertumbuhannya relatif cepat, serta memiliki daya telur yang
tinggi. Keunggulan lobster air tawar adalah dagingnya yang lebih sehat dibanding
makanan laut lain. Lobster air tawar rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur

4
22

dan rasanya pun tidak berbeda dengan lobster air laut. Selain sebagai sajian
hidangan, lobster juga banyak dimanfaatkan sebagai hiasan penghuni akuarium
karena bentuknya yang menarik dengan beragam warna yang menarik pula. Harga
jual lobster air tawar pun cukup tinggi, untuk pasar lokal mencapai kisaran
Rp100.000-Rp120.000 per kg (isi 10-12 ekor). Apalagi bila produksi lobster itu
dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat, sehingga bisa menembus pangsa
mancanegara, maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor, lobster air
tawar dihargai tidak pernah kurang dari Rp150.000 per kg untuk isi 10-12 ekor.2
Harga lobster air tawar juga lebih stabil dari harga lobster laut karena produksinya
dapat diatur oleh petani sehingga supplai senantiasa tersedia di pasar. Sementara
harga lobster air laut lebih fluktuatif karena apabila tangkapan lobster laut
melimpah, maka harganya akan jatuh (Wawan, 2007)
Budidaya lobster khususnya lobster air tawar merupakan salah satu budidaya
andalan yang saat ini sedang digalakkan oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan. Prospek lungshia (dalam bahasa China berarti udang naga) sangat
bagus karena harganya yang tinggi dan pasarnya terbuka lebar. Permintaan pasar
domestik dan ekspor terus meningkat, sementara produksi terbatas.3 Kebutuhan
lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton per bulan,
sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air tawar antara
6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya (Cucun, 2006).
Dinas perikanan maupun pemerintah daerah (pemda) perlu memiliki perhatian
lebih serius terhadap pengembangan lobster air tawar Indonesia yang dinilai
berpeluang mengekspor lobster air tawar ke Singapura dan Hong Kong seharga
2

Bisnis Indonesia Online. http://web.bisnis.com. Bisnis lobster Bisa Bantu Entaskan Kemiskinan, 21/07/2007. Diakses
pada tanggal 21 November 2007.
Majalah Demersal. http://www.dkp.go.id. Berita Budidaya Perikanan. 21/07/06. Diakses pada tanggal 14 November 2007

5
23

Rp 250.000 per kilogram size 10. Pemimpin perusahaan budidaya lobster air
tawar Santoso Farm, FX. Santoso T., mengatakan, sektor usaha tersebut cukup
prospektif untuk dikembangkan seiring besarnya kebutuhan pasar internasional.4
Selama ini pasokan lobster untuk pasar dalam negeri lebih banyak
mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan permintaannya yang terus
meningkat belum terpenuhi. Itulah yang menyebabkan Indonesia melakukan
impor lobster dari Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Besarnya jumlah dan nilai impor lobster
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Nilai Impor Lobster Laut Indonesia Tahun 2002-2005
Tahun
2002
2003
2004
2005

Jumlah (Kg)
2.482
5.033
7.332
362

Nilai (US$)
12.069
18.402
9.303
1.621

Sumber: Badan Pusat Statistik 2002-2005, data diolah

Budidaya lobster air tawar diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi
permintaan lobster dalam negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan
untuk menjaga kelestarian lobster air laut. Atas dasar itulah, perlu diadakan suatu
kajian atau penelitian mengenai kelayakan usaha budidaya lobster air tawar untuk
menganalisis apakah usaha budidaya lobster air tawar ini menguntungkan atau
tidak. Sehingga masyarakat tertarik untuk membuka usaha budidaya lobster air
tawar.

Bisnis Indonesia. http://www.bisnis.com. KNPI Kepri kembangkan lobster


November 2007.

09/05/2007. Diakses pada tanggal 14

6
24

1.2 Perumusan Masalah


Sektor perikanan Indonesia sebenarnya sangat potensial. Namun, masih
banyak kendala yang menyebabkan pasar ekspor perikanan Indonesia belum
tergarap secara optimal. Salah satunya adalah kurangnya pengetahuan tentang
peluang pasar. Masalah lain adalah kurangnya usaha pengolahan produk
perikanan sehingga produk yang dijual selama ini merupakan produk belum
diolah, serta minimnya diversifikasi produk yang dijual karena sejauh ini ekspor
Indonesia masih didominasi oleh produk udang (58 %), dan tuna (18 %).5
Untuk meningkatkan produktivitas perikanan Indonesia dapat dilakukan
melalui perikanan budidaya. Banyak jenis ikan yang dapat dibudidayakan di
dalam kolam atau tambak. Salah satunya adalah usaha budidaya lobster air tawar.
Kegiatan budidaya lobster air tawar ini cukup menjanjikan karena permintaannya
yang tinggi sementara produksi belum dapat memenuhi pasar yang ada. Hal ini
disebabkan oleh masih sedikit orang yang menggeluti kegiatan budidaya lobster
air tawar. Saat ini yang menjadi kendala dalam melakukan kegiatan budidaya
lobster air tawar adalah indukan yang masih harus didatangkan dari luar negeri.
Meskipun di Indonesia sudah ada yang menyediakan induk untuk dibudidayakan,
jumlahnya masih belum mencukupi untuk budidaya skala besar dan strain
lobsternya masih terbatas (Iskandar, 2003).
Selain itu pengusahaan lobster air tawar membutuhkan investasi yang tidak
sedikit. Diperlukan biaya yang cukup besar untuk mempersiapkan dan
melaksanakan usaha ini. Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena lobser
air tawar tergolong hewan yang mudah dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang

Kompas Online. http://kompas.com. Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara Optimal. 13/05/05.
Diakses pada tanggal 14 November 2007.

7
25

dikeluarkan harus diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. Besar


kecilnya investasi yang dikeluarkan disesuaikan dengan skala usaha yang
dilakukan dan tingkat pendapatan atau keuntungan yang ingin diperoleh. Karena
itu diperlukan analisis kelayakan usaha lobster air tawar untuk mengetahui apakah
usaha lobster air tawar ini layak untuk dijalankan sehingga investasi yang
dikeluarkan unutk melakukan usaha ini tidak sia-sia dan dapat membuahkan hasil
yang diharapkan.
KBLATS Farm adalah perusahaan baru yang bergerak dalam usaha
budidaya lobster air tawar. Investasi yang telah dikeluarkan oleh KBLATS Farm
untuk membuka usaha pembesaran lobster air tawar belum dianalisis
kelayakannya secara finansial maupun non finansial, sehingga belum dapat
diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan keuntungan atau kerugian bagi
KBLATS Farm.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam
usaha budidaya lobster air tawar adalah:
1. Bagaimana kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di KBLATS Farm
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan
aspek sosial lingkungan?
2. Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar, apabila
usaha budidaya lobster air tawar ini dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I adalah
usaha pembenihan, pola II adalah usaha pembesaran, dan pola III adalah usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar?
3. Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar, apabila terjadi
perubahan pada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi manfaat dan biaya?

8
26

1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di KBLATS Farm
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan
aspek sosial lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar, apabila
usaha budidaya lobster air tawar ini dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I adalah
usaha pembenihan, pola II adalah usaha pembesaran, dan pola III adalah usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
3. Menganalisis sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar, apabila terjadi
perubahan pada jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini difokuskan untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan
lobster air tawar dengan menggunakan tiga skenario yaitu usaha pembenihan,
usaha pembesaran, dan usaha pembenihan pembesaran. Penelitian ini juga telah
memasukkan pajak penghasilan pada perhitungan cashflow.

27

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lobster Air Tawar


2.1.1 Klasifikasi dan Anatomi Lobster Air Tawar
Lobster air tawar merupakan salah satu genus dari kelompok udang
(Crustacea) yang hidupnya hanya di air tawar. Lobster air tawar banyak terdapat
di danau, rawa, dan sungai. Di habitat aslinya, jenis udang besar ini biasanya
hidup ditempat yang memiliki tempat berlindung seperti celah-celah bebatuan dan
akar pohon. Daerah penyebarannya meliputi Asia dan Australia, Seperti Papua
dan Quinsland.6 Berdasarkan daerah penyebarannya tersebut, lobster air atwar
dapat dibagi ke dalam 3 famili, yakni famili astacidae dan cambaridae yang
tersebar di belahan bumi utara, seperti Amerika dan Eropa, serta famili
parastacidae yang tersebar di belahan bumi selatan seperti Asia dan Australia. Di
Indonesia, lobster air tawar berasal dari famili parastacidae (Iskandar, 2003).
Lobster air tawar memiliki beberapa nama umum seperti Crayfish, Crawfish,
dan Crawdad. Lobster air tawar diklasifikasikan sebagai berikut:

Filum

: Arthopoda

Sub Filum

: Crustacea

Kelas

: Malacostrada

Famili

: Parastacidae

Ordho

: Decapoda

Genus

: Cherax

Spesies

: Cherax lorentzi, Cherax albertisi, Cherax lorentzi auranus

http://id.wikipedia.org/wiki/Lobster. Lobster Air Tawar. Diakses pada tanggal 14 November 2007.

10
28

Lobster air tawar merupakan spesies yang tidak memiliki tulang dalam
(internal skeleton), tetapi seluruh permukaan tubuh dan organ luarnya terbungkus
cangkang (external skeleton). Proses pembentukan cangkang membutuhkan bahan
berupa kalsium dan terjadi setelah proses pergantian semua cangkang berlangsung
sempurna.
Tubuh lobster dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kepala (chepalothorax)
dan perut (abdomen). Jika dilihat dari organ tubuh luar, lobster air tawar memiliki
beberapa alat pelengkap sebagai berikut:
1. Sepasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan
kondisi lingkungan.
2. Sepasang antanela yang berfungsi untuk mencium pakan, 1 mulut, dan
sepasang capit (celiped) yang lebar dengan ukuran lebih panjang dibandingkan
dengan ruas dasar capitnya.
3. Enam ruas badan (abdomen) agak memipih dengan lebar badan rata-rata
hampir sama dengan lebar kepala.
4. Ekor. Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar, dan dilengkapi dengan
duri-duri halus yang terletak di semua bagian tepi ekor, serta 2 pasang ekor
samping (uropod) yang memipih.
5. Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan untuk berenang. Kaki
renang pada induk betina yang sedang bertelur memberikan gerakan untuk
meningkatkan kandungan oksigen terlarut di sekitarnya. Kaki renang juga
digunakan untuk membersihkan telur atau larva dari kotoran yang terendap.
6. Empat pasang kaki untuk berjalan (walking legs).

11
29

Anatomi lobster air tawar dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Anatomi Tubuh Lobster Air Tawar


Sumber: www.wikipedia.com

2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku Lobster Air Tawar


Lobster air tawar memiliki sifat dan tingkah laku khusus yang tidak dimiliki
oleh jenis ikan lainnya. Sifat-sifat dan tingkah laku lobster air tawar tersebut
adalah:
a. Pergantian Cangkang (molting)
Dalam siklus hidupnya, lobster sering melakukan pergantian cangkang
(molting). Molting terjadi seiring dengan perkembangan ukuran tubuhnya, sejak
masih kecil hingga dewasa. Namun semakin dewasa, pergantian cangkang akan
semakin berkurang. Molting merupakan saat yang rawan bagi lobster. Saat itu
tubuhnya tidak terlindungi oleh apapun sehingga sangat lemah dan mudah
dimangsa oleh lobster lain. Karena itu pada saat sedang molting biasanya lobster
akan berdiam diri di dalam lubang persembunyiannya.

12
30

b. Mengkonsumsi Pakan
Lobster tidak begitu senang dengan panas matahari sehingga hidupnya banyak
dihabiskan di dalam lubang-lubang persembunyian. Lobster air tawar bergerak
sangat lamban pada siang hari, tetapi akan berubah agresif pada malam hari. Hal
ini karena lobster termasuk hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif mencari
makan pada malam hari. Makanan Lobster antara lain biji-bijian, sayuran, lumut,
daging segar, cacing, dan bangkai binatang sehingga digolongkan sebagai hewan
omnivora.
Lobster air tawar juga termasuk hewan yang suka memakan jenisnya sendiri.
Biasanya ini terjadi saat tidak tersedia pakan yang memadai. Sifat kanibal ini juga
timbul saat lobster lain dalam keadaan lemah dan tidak dapat mempertahankan
diri, khusunya pada saat molting.
c. Sistem Reproduksi
Lobster hanya akan kawin jika menemukan pasangan yang cocok. Meskipun
bertemu dan saling terangsang, lobster tidak akan melakukan perkawinan jika
tidak cocok. Di habitat aslinya, lobster mulai kawin pada saat berumur 1 tahun
dan terjadi pada awal musim penghujan. Perkawinan biasanya dilakukan pada
malam hari. Sepuluh hari setelah kawin, telur yang dibuahi oleh induk jantan akan
terlihat melekat di bawah perut induk betina. Telur ini akan menetas 1,5 bulan
setelah pembuahan.

13
31

2.1.3 Jenis-Jenis Lobster Air Tawar


Hingga saat ini, beberapa jenis lobster sudah dibudidayakan di Indonesia,
baik sebagai lobster konsumsi maupun lobster hias (Iskandar, 2003). Jenis-jenis
tersebut adalah:
a. Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus)
Cherax quadricarinatus dikenal dengan sebutan redclaw atau biasa juga
disebut sebagai Yabby Queensland Utara. Disebut redclaw karena lobster air
tawar dewasa jenis ini mempunyai warna merah pada capit bagian luarnya,
khususnya pada lobster jantan. Selain sebagai lobster konsumsi, lobster capit
merah juga cocok digunakan sebagai lobster hias karena memiliki warna tubuh
yang bagus dan ukuran yang besar.
Lobster air tawar capit merah dapat hidup dan tumbuh pada suhu 2-37o C.
Meskipun demikian, suhu air optimal yang paling tepat untuk hidup dan tumbuh
adalah 23-31oC. Sementara itu, toleransi terhadap kandungan oksigen di dalam air
adalah 1 ppm, keasaman 6-9,5, dan amonia 1 ppm (Iskandar, 2003).

Gambar 2. Lobster Air Tawar Capit Merah (Cherax quadricarinatus)


Sumber: www.wikipedia.com

b. Procambarus clarkii
Berbeda dengan genus cherax, genus procambarus bukan merupakan lobster
air tawar asal Australia. Keluarga Cambaridae merupakan keluarga lobster air

14
32

tawar yang hidup di bagian lintang utara. Procambarus clarkii sendiri berasal dari
daerah Amerika Utara, di Louisiana dan di Delta Missisippi. P. clarkii
mempunyai warna tubuh dominan merah. Oleh karena itu mereka sering disebut
sebagai red crayfish. P. clarkii dewasa berwarna merah gelap, sedangkan P.
clarkii muda berwarna merah kekelabuan.
Procambarus clarkii adalah lobster yang paling jarang mengalami molting
karena pertumbuhannya lambat dan ukuran tubuhnya relatif kecil. Panjang tubuh
lobster dewasa ini hanya sekitar 10-12 cm. Red crayfish bersifat sangat agresif,
teritorial, dan rakus, sehingga mereka bisa menjadi ancaman bagi hewan lain yang
dipelihara dalam satu wadah.

Gambar 3. Lobster Air Tawar Red Crayfish (Procambarus clarkii)


Sumber: www.wikipedia.com

c. Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor)


Cherax destructor merupakan jenis lobster air tawar yang paling dikenal
diantara 100 jenis lobster air tawar yang hidup di Australia. Mereka bisa dijumpai
mulai dari daerah New South Wales hingga diseluruh dataran benua Australia.
Sebaran yang luas menyebabkan mereka mampu beradaptasi mulai dari daerah
dingin di danau-danau berair dingin pegunungan Snowy, hingga daerah beriklim
panas.

15
33

Lobster air tawar yabbie memiliki toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi
oksigen terlarut sebesar 0,5 ppm dan suhu air 8-30o C. Metabolisme tubuh, nafsu
makan, dan pertumbuhannya rendah jika dipelihara di dalam wadah dengan suhu
air kurang dari 16oC. Lobster yabbie juga memiliki kemampuan membuat tempat
perlindungan dengan menggali lubang di dasar perairan hingga kedalaman 2
meter. Ciri spesifik lobster yabbie adalah capitnya hampir sama besar dengan
ukuran tubuhnya. Sementara itu, tubuhnya sendiri tergolong kecil jika
dibandingkan dengan lobster air tawar jenis lain.

Gambar 4. Lobster Air Tawar Yabbie (Cherax destructor)


Sumber: www.wikipedia.com

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu


Beberapa penelitian telah dilakukan untuk menganalisis kelayakan usaha
budidaya komoditas perikanan seperti lobster air tawar, udang, dan ikan budidaya.
Salah satunya adalah Shi Astuti Pertiwi (2003) yang melakukan penelitian dengan
judul Kajian Pengembangan Bisnis Pembenihan Lobster Air Tawar Pada
Distributor Of Live Fishes Fresh Water, Bogor. Hasil perhitungan analisis
finansial usaha pembenihan lobster air tawar pada tingkat diskonto 12 persen,
usaha ini dinyatakan layak untuk dijalankan. Nilai NPV yang diperoleh sebesar
Rp 36.376.582 atau NPV > 0. Ini berarti, usaha pembenihan lobster air tawar yang

16
34

dilakukan menurut nilai sekarang adalah menguntungkan untuk dilaksanakan.


Sedangkan nilai Net B/C Rasio yang dihasilkan adalah sebesar 2,8 atau Net B/C
Rasio > 0, artinya investasi usaha pembenihan lobster air tawar untuk setiap nilai
pengeluaran sekarang sebesar satu rupiah akan memperoleh pendapatan bersih
sebesar 2,8 rupiah sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. IRR yang didapat
sebesar 26 persen atau lebih besar dari tingkat diskonto yang berlaku yaitu 12
persen. Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kepekaan usaha terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi pada biaya dan manfaat. Berdasarkan switching
value, diperoleh hasil bahwa usaha masih layak untuk dijalankan meskipun terjadi
perubahan-perubahan yaitu penurunan harga jual sebesar 10 pesen, penurunan
kapasitas produksi sebesar 10 persen, dan kenaikan biaya operasional sebesar 20
persen.
Faisal (2007) juga melakukan penelitian yang berjudul Analisis Kelayakan
Investasi Pengusahaan Lobster Air Tawar CV. Vizan Farm dan CV. Sejahtera
Lobster Farm. Pada penelitian ini dilakukan tiga skenario jenis pola usaha yaitu
pola usaha I adalah usaha pembenihan lobster, pola usaha II adalah usaha
pembesaran lobster, dan pola usaha III adalah usaha pembenihan dan pembesaran
lobster. Berdasarkan hasil analisis finansial, ketiga pola usaha dinyatakan layak
untuk dijalankan. Tapi, yang paling menguntungkan adalah pola usaha II yaitu
usaha pembesaran lobster. Dari hasil kriteria investasi, pola usaha I memperoleh
NPV sebesar Rp 25.883.920, Net B/C Rasio 3,22, IRR 50 persen, dan payback
period 3,21 tahun. Sedangkan pola usaha II memperoleh NPV sebesar Rp
41.850.030, Net B/C Rasio 4,53, IRR 66 persen, dan payback period 2,69 tahun.
Pola usaha III mendapat nilai NPV sebesar Rp 37.457.890, Net B/C Rasio 3,45,

17
35

IRR 52 persen, dan payback period 3,18 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan
untuk memperoleh nilai NPV=0 untuk melihat tingkat kepekaan usaha apabila
terjadi penurunan harga output, peningkatan harga pakan, dan penurunan
produksi. Dari hasil analisis switcing value yang dilakukan terhadap ketiga pola
usaha menunjukkan bahwa pola usaha I merupakan pola usaha yang paling
sensitif terhadap perubahan harga pakan, perubahan harga output dan perubahan
produksi. Perubahan produksi dan harga output adalah faktor yang paling sensitif
yang mempengaruhi kelayakan usaha ini.
Meskipun komoditi perikanan yang diteliti penulis sama dengan kedua
peneliti terdahulu diatas yaitu lobster air tawar, tetapi terdapat perbedaan pada
perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan
penelitian pada satu perusahaan dimana perusahaan beroperasi pada usaha
pembesaran lobster air tawar saja.
Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya
komoditas perikanan juga dilakukan oleh Roshayani (2002) yang melakukan
penelitian pada usaha udang vanname. Dari hasil perhitungan terhadap arus
menfaat dan biaya pada tingkat diskonto 14 persen diperoleh nilai NPV sebesar
Rp 1.442.292.775,16, Net B/C rasionya 2,43 dan tingkat IRR 54,37 persen.
Berdasarkan analisis finansial tersebut, usaha ini dikatakan layak untuk
dijalankan. Analisis sensitivitas yang dilakukan untuk melihat kepekaan usaha
apabila terjadi kenaikan harga pakan sebesar 10 persen dan 98,58 persen,
penurunan harga jual udang sebesar 10 persen dan 28,69 persen. Berdasarkan
hasil perhitungan terhadap kenaikan harga pakan 10 persen, usaha masih layak
diusahakan. Sedangkan jika kenaikan harga pakan mencapai 98,58 persen, maka

18
36

usaha berada pada batas kelayakan. Begitu pula pada perhitungan penurunan
harga jual, bila harga jual udang menurun 10 persen maka usaha masih diikatakan
layak untuk dijalankan, sedangkan jika penurunan harga jual hingga 28,69 persen,
maka usaha berada pada ambang kelayakan.
Jagatnata (2003) dalam penelitiannya terhadap studi kelayakan usaha udang
windu, melakukan perhitungan analisis finansial dengan tingkat diskonto 14
persen pada beberapa jenis tambak udang windu yaitu tambak ekstensif, semi
ekstensif, intensif, dan super intensif. Hasilnya adalah semua jenis tambak layak
untuk diusahakan dengan nilai NPV untuk tambak ekstensif sebesar Rp
124.585.724, tambak semi intensif Rp 304.255.216, tambak intensif sebesar Rp
457.611.072, dan tambak super intensif Rp 382.380.835. Nilai Gross B/C nya
adalah 2,436 untuk usaha tambak ekstensif, 2,172 untuk tambak semi intensif,
1,531 untuk tambak intensif , dan 1,163 untuk tambak super intensif. Tingkat IRR
untuk setiap jenis tambak secara berurutan adalah 69 persen, 141 persen, 111
persen, dan 83 persen. Analisis sensitivitas dilakukan jika diasumsikan terjadi
perubahan harga jual udang, kenaikan biaya produksi, dan perubahan volume
produksi. Berdasarkan perhitungan switching value diperoleh hasil bahwa usaha
masih layak untuk dijalankan selama perubahan yang terjadi pada penurunan
harga jual sebesar 33 persen untuk tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif
dan 25 persen untuk tambak super intensif. Perubahan kenaikan biaya produksi
yang masih membuat usaha ini layak adalah bila terjadi kenaikan biaya sebesar
28,6 persen pada harga bibit. Sedangkan perubahan volume produksi yang masih
dapat ditolerir adalah apabila terjadi penurunan produksi sebesar 50 persen.

19
37

Berdasarkan dua penelitian terdahulu tersebut, komoditi perikanan yang


diteliti oleh penulis jelas berbeda dengan komoditi penelitian kedua penulis diatas.

38

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Studi Kelayakan Proyek


Yang

dimaksud

proyek

adalah

suatu

keseluruhan

aktivitas

yang

menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit), atau


suatu aktiivitas dimana dikeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan
hasil (return) di waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai
dan dilaksanakan sebagai satu unit (Kadariah, 2001). Menurut Gray (1992),
proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam
satu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber-sumber untuk mendapatkan
benefit. Sumber-sumber yang digunakan dalam pelaksanaan proyek dapat berupa
barang-barang modal, tanah, bahan-bahan setengah jadi, bahan-bahan mentah,
tenaga kerja, dan waktu. Sedangkan Gittinger (1986) mengatakan bahwa proyek
yang bergerak dalam bidang pertanian adalah suatu kegiatan investasi yang
mengubah sumber-sumber finansial menjadi barang-barang modal yang dapat
menghasilkan keuntungan atau manfaat setelah beberapa periode waktu.
Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu
proyek, biasanya proyek investasi dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan
Suwarsono, 2000). Kriteria keberhasilan suatu proyek dapat dilihat dari manfaat
investasi yang terdiri dari:
1. Manfaat ekonomis proyek terhadap proyek itu sendiri (sering juga disebut
sebagai manfaat finansial).
2. Manfaat proyek bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (disebut juga
manfaat ekonomi nasional).

21
39

3. Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat di sekitar proyek


Menurut Gittinger (1986), pada proyek pertanian ada enam aspek yang harus
dipertimbangkan dalam mengambil keputusan yaitu:
1. Aspek Pasar
Untuk memperoleh hasil pemasaran yang diinginkan, perusahaan harus
menggunakan alat-alat pemasaran yang membentuk suatu bauran pemasaran.
Yang dimaksud dengan bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran
yang digunakan perusahaan terus menerus mencapai tujuan pemasarannya di
pasar sasaran (Kotler, 2002). Analisis aspek pasar pada studi kelayakan
mencakup permintaan, penawaran, harga, program pemasaran yang akan
dilaksanakan, serta perkiraan penjualan.
2. Aspek Teknis
Aspek teknis menyangkut masalah penyediaan sumber-sumber dan pemasaran
hasil-hasil produksi. Aspek teknis terdiri dari lokasi proyek, besaran skala
oprasional untuk mencapai kondisi yang ekonomis, kriteria pemilihan mesin
dan equipment, proses produksi, serta ketepatan penggunaan teknologi.
3. Aspek Manajemen
Analisis aspek manajemen memfokuskan pada kondisi internal perusahaan.
Aspek-aspek manajemen yang dilihat pada studi kelayakan terdiri dari
manajemen pada masa pembangunan yaitu pelaksana proyek, jadwal
penyelesaian proyek, dan pelaksana studi masing-masing aspek, dan
manajemen pada saat operasi yaitu bentuk organisasi, struktur organisasi,
deskripsi jabatan, personil kunci, dan jumlah tenaga kerja yang digunakan.

22
40

4. Aspek Hukum
Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang
dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin
yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
5. Aspek Sosial Lingkungan
Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya
terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah dimana
proyek dilaksanakan.
6. Aspek Finansial
Pengaruh finansial terhadap proyek.
Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat
keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari
pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang
tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang
ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan,
dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).

3.2 Teori Biaya dan Manfaat


Dalam analisa proyek, tujuan-tujuan analisa harus disertai dengan definisi
biaya-biaya dan manfaat-manfaat. Biaya dapat diartikan sebagai segala sesuatau
yang mengurangi suatu tujuan, dan suatu manfaat adalah segala sesuatu yang
membantu tujuan (Gittinger, 1986). Biaya dapat juga didefinisikan sebagai
pengeluaran atau korbanan yang dapat menimbulkan pengurangan terhadap

23
41

manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat
jangka panjang, seperti: tanah, bangunan, pabrik, mesin.
2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja.
3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga, dan pinjaman.
Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan
kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:
1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan
dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan
kesempatan kerja.
2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan
tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek,
seperti: rekreasi.
Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan
suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi
adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari
investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai
perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari
investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).

24
42

3.3 Analisis Kelayakan Investasi


Kriteria investasi digunakan untuk mengukur manfaat yang diperoleh dan
biaya yang dikeluarkan dari suatu proyek. Dalam mengukur kemanfaatan proyek
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu menggunakan perhitungan berdiskonto
dan tidak berdiskonto. Perbedaannya terletak pada konsep Time Value of Money
yang diterapkan pada perhitungan berdiskonto. Perhitungan diskonto merupakan
suatu teknik yang dapat menurunkan manfaat yang diperoleh pada masa yang
akan datang dan arus biaya menjadi nilai biaya pada masa sekarang, sedangkan
perhitungan tidak berdiskonto memiliki kelemahan umum, yaitu: ukuran-ukuran
tersebut belum mempertimbangkan secara lengkap mengenai lamanya arus
manfaat yang diterima (Gittinger, 1986).
Konsep nilai waktu uang (time value of money) menyatakan bahwa nilai
sekarang (present value) adalah lebih baik daripada nilai yang sama pada masa
yang akan datang (future value). Ada dua sebab yang menyebabkan hal ini terjadi
yaitu: time preference (sejumlah sumber yang tersedia untuk dinikmati pada saat
ini lebih disenangi daripada jumlah yang sama namun tersedia di masa yang akan
datang) dan produktivitas atau efisiensi modal (modal yang dimiliki saat sekarang
memiliki peluang untuk mendapatkan keuntungan di masa datang melalui
kegiatan yang produktif) yang berlaku baik secara perorangan maupun bagi
masyarakat secara keseluruhan (Kadariah et al., 2001).
Kadariah et al. (2001) juga mengungkapkan bahwa kedua unsur tersebut
berhubungan timbal balik di dalam pasar modal untuk menentukan tingkat harga
modal yaitu tingkat suku bunga, sehingga dengan tingkat suku bunga dapat
dimungkinkan

untuk

membandingkan

arus

biaya

dan

manfaat

yang

25
43

penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku
bunga ditentukan melalui proses discounting.

3.4 Analisis Finansial


Analisis finansial adalah suatu analisis yang membandingkan antara biaya
dan manfaat untuk menentukan apakah suatu proyek akan menguntungkan selama
umur proyek (Husnan dan Suwarsono, 2000). Analisis finansial terdiri dari:
3.4.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) suatu proyek menunjukkan manfaat bersih yang
diterima proyek selama umur proyek pada pada tingkat suku bunga tertentu. NPV
juga dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh
investasi. Dalam menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang
relevan. Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan.

NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang
dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya
tidak dilaksanakan.

NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar


modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,
proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

26
44

3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio)


Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) menyatakan besarnya
pengembalian terhadap setiap satu satuan biaya yang telah dikeluarkan selama
umur proyek. Net B/C merupakan angka perbandingan antara present value dari
net benefit yang positif dengan present value dari net benefit yang negatif .
Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi

3.4.3 Internal Rate Return (IRR)


Internal Rate Return adalah tingkat bunga yang menyamakan present value
kas keluar yang diharapkan dengan present value aliran kas masuk yang
diharapkan, atau didefinisikan juga sebagai tingkat bunga yang menyebabkan Net
Present Value (NPV) sama dengan nol (0).
Gittinger (1986) menyebutkan bahwa IRR adalah tingkat rata-rata
keuntungan intern tahunan bagi perusahaan yang melakukan investasi dan
dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR mencerminkan tingkat suku bunga
maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan.
Suatu investasi dianggap layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku
bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai IRR lebih kecil dari tingkat suku
bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
3.4.4 Payback Period (PBP)
Payback Period atau tingkat pengembalian investasi adalah salah satu
metode dalam menilai kelayakan suatu usaha yang digunakan untuk mengukur

27
45

periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat
kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali
dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999).

3.5 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas dilakukan untuk meneliti kembali analisa kelayakan
proyek yang telah dilakukan. Tujuannya adalah untuk melihat pengaruh yang akan
terjadi apabila keadaan berubah. Hal ini merupakan suatu cara untuk menarik
perhatian pada masalah utama proyek yaitu proyek selalu menghadapi
ketidakpastian yang dapat terjadi pada suatu keadaan yang telah diramalkan
(Gittinger, 1986).
Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas. Pada bidang
pertanian, proyek-proyek sensitif berubah-ubah akibat empat masalah utama,
yaitu:
1. Perubahan harga jual
2. Keterlambatan pelaksanaan proyek
3. Kenaikan biaya
4. Perubahan volume produksi

3.6 Kerangka Operasional


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan suatu proyek pertanian
dari usaha budidaya lobster air tawar. Analisis kelayakan dilakukan dengan
menganalisis aspek-aspek kelayakan investasi seperti aspek pasar, aspek teknis,
aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek finansial. Analisis finansial mengkaji

28
46

NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period, dan sensitivitas usaha budidaya
lobster air tawar ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada pengusaha budidaya lobster air
tawar. Berikut adalah kerangka operasional penelitian pada usaha budidaya
lobster air tawar.

29
47

Meningkatnya kebutuhan
protein yang disebabkan oleh
meningkatnya jumlah
penduduk

Produk perikanan sebagai


alternatif sumber protein
hewani

Lobster merupakan salah satu komoditas


perikanan yang berprotein juga bernilai
tinggi

Lobster Air Laut

Tidak dapat
dibudidayakan

Analisis Aspek Kelayakan


Usaha
Analisis Finansial
- NPV
- Net B/C
- IRR
- PBP

Lobster Air Tawar

Dapat dibudidayakan

Usaha Budidaya
Lobster Air Tawar
Kelayakan Usaha
Budidaya Lobster Air
Tawar

Tidak Layak

Layak

Tidak baik untuk


diusahakan karena hanya
mendatangkan kerugian

Baik untuk diusahakan


karena dapat memberikan
keuntungan bagi yang
berinvestasi

Gambar 5. Kerangka Operasional Penelitian

48

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di KBLATS Farm yang terletak di Kp.
Limusnunggal Rt 19/09, Desa Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja)
karena perusahaan ini tergolong baru karena baru berdiri pada Bulan Mei 2007.
Kegiatan pengumpulan data dilakukan selama bulan Desember 2007.

4.2 Jenis Data dan Sumber Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan manajer
perusahaan. Data primer yang didapat mencakup biaya-biaya yang dikeluarkan
selama umur proyek, terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional serta
penerimaan dari pengusahaan lobster air tawar.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dari studi
literatur berbagai buku, skripsi, internet, dan instansi terkait seperti Departemen
Kelautan dan Perikanan, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian serta Badan
Pusat Statistik (BPS).

4.3 Metode Analisis Data


Data kuantitatif dan informasi yang telah dikumpulkan diolah dengan
menggunakan komputer program Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk
tabulasi yang digunakan untuk mengklasifikasi data yang ada serta mempermudah

31
49

dalam melakukan analisis data. Data kuantitatif meliputi biaya-biaya yang


dikeluarkan perusahaan mencakup biaya investasi dan biaya operasional serta
penerimaan dari hasil penjualan lobster air tawar. Sedangkan untuk data kualitatif
disajikan dalam bentuk deskriptif. Data kualitatif merupakan hasil analisis
terhadap aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan aspek
sosial ekonomi dan lingkungan.

4.4 Analisis Kelayakan Investasi


Untuk mengetahui kelayakan usaha budidaya lobster air tawar, maka
dilakukan perbandingan antara biaya dan manfaat. Kriteria kelayakan investasi
yang digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate Return (IRR),
dan Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) dan Payback Periode (PBP).
4.4.1 Net Present Value (NPV)
Net Present Value (NPV) suatu proyek atau usaha adalah selisih antara nilai
sekarang (present value) manfaat dengan arus biaya. NPV juga dapat diartikan
sebagai nilai sekarang dari arus kas yang ditimbulkan oleh investasi. Dalam
menghitung NPV perlu ditentukan tingkat suku bunga yang relevan. Rumus
menghitung NPV adalah sebagai berikut:

Sumber : Gray Clive, 1992

Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun ;
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun
n = jumlah tahun

i = tingkat bunga (diskonto)

32
50

Kriteria investasi berdasarkan NPV yaitu:

NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan.

NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang
dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya
tidak dilaksanakan.

NPV = 0, artinya proyek tersebut mampu mengembalikan persis sebesar


modal sosial Opportunities Cost faktor produksi normal. Dengan kata lain,
proyek tersebut tidak untung dan tidak rugi.

4.4.2 Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio)


Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C Rasio) merupakan angka perbandingan
antara jumlah nilai sekarang yang bernilai positif dengan jumlah nilai sekarang
yang bernilai negatif. Rumus untuk menghitung Net B/C adalah:

Sumber : Gray Clive, 1992

Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga (diskonto)

33
51

Kriteria investasi berdasarkan Net B/C Rasio adalah:

Net B/C > 0, maka NPV > 0, proyek menguntungkan

Net B/C < 0, maka NPV < 0, proyek merugikan

Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi

4.4.3 Internal Rate Return (IRR)


IRR adalah tingkat rata-rata keuntungan intern tahunan bagi perusahaan
yang melakukan investasi dan dinyatakan dalam satuan persen. Tingkat IRR
mencerminkan tingkat suku bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek
untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu investasi dianggap layak apabila nilai
IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku dan sebaliknya jika nilai
IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka proyek tidak layak
untuk dilaksanakan. Rumus untuk menghitung IRR adalah:

Sumber : Kadariah et al., 2001

Keterangan :
i = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV = NPV yang bernilai positif
NPV = NPV yang bernilai negatif
4.4.4 Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Period)
Untuk melihat jangka waktu pengembalian suatu investasi dilakukan
perhitungan dengan menggunakan metode Payback Period yang menunjukkan
jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan melalui pendapatan bersih

34
52

tambahan yang diperoleh dari usaha budidaya lobster air tawar. Rumus yang
digunakan untuk menghitung jangka pengembalian investasi adalah:

Keterangan :
I = besarnya investasi yang dibutuhkan
Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Pada dasarnya semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil
resiko yang dihadapi oleh investor.

4.5 Analisis Sensitivitas


Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat dampak dari suatu keadaan
yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis. Tujuan analisis ini adalah untuk
melihat kembali hasil analisis suatu kegiatan investasi atau aktivitas ekonomi,
apakah ada perubahan dan apabila terjadi kesalahan atau adanya perubahan di
dalam perhitunagn biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas ini perlu dilakukan
karena dalam kegiatan investasi, perhitungan didasarkan pada proyek-proyek yang
mengandung ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan
datang (Gittinger, 1986).
Gittinger (1986) mengatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas
adalah nilai pengganti (switching value). Pada analisis sensitivitas secara langsung
memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dapat dilakukan perubahan
terhadap masalah yang dianggap penting pada analisis proyek dan kemudian dapat
menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek.

35
53

Dalam penelitian ini, digunakan analisis kepekaan apabila terjadi perubahan


pada kenaikan harga input, penurunan harga output, dan turunnya jumlah
produksi.

4.6 Asumsi Dasar Yang Digunakan


Analisis kelayakan usaha lobster air tawar ini menggunakan beberapa
asumsi dasar yaitu:
1. Usaha dilakukan dengan menggunakan modal sendiri.
2. Tingkat diskonto yang digunakan merupakan tingkat suku bunga deposito
Bank Indonesia pada bulan Desember 2007 sebesar 8,25 persen.
3. Umur proyek adalah 10 tahun, didasarkan pada umur ekonomis kolam
4. Inflow dan Outflow merupakan proyeksi berdasarkan pada penelitian dan
informasi yang didapatkan pada tahun 2007.
5. Lobster air tawar yang diusahakan adalah jenis Cherax quadricarinatus atau
yang disebut juga redclaw (lobster air tawar capit merah).
6. Jumlah kolam lobster yang diteliti sebanyak 5 buah.
7. Benih lobster digunakan untuk usaha pembesaran adalah benih dengan
panjang 2-3 inchi.
8. Tingkat kehidupan telur hingga menjadi benih adalah 85 persen sedangkan
tingkat kehidupan benih hingga ukuran konsumsi adalah 75 persen.
Sedangkan 25 persen lainnya gagal panen yang disebabkan oleh kondisi benih
yang tidak baik, gagal molting, serangan penyakit Eromonas sp (penyakit ekor
melepuh) dan predator seperti ular sawah, ikan bogo, dan katak. Data ini
diperoleh dari hasil wawancara dengan pemilik perusahaan.

36
54

9. Lobster yang siap panen adalah lobster yang telah menjalani masa pembesaran
selama 6 bulan dan panjangnya mencapai 5-6 inchi dengan bobot 100
gram/ekor.
10. Harga yang digunakan adalah harga konstan yaitu harga jual lobster air tawar
ukuran konsumsi Rp. 150.000 per kg.
11. Total produksi adalah jumlah lobster yang dihasilkan selama satu tahun. Nilai
total penjualan adalah hasil kali antara total produksi dan harga jual.
12. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya lobster air tawar ini terdiri dari
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun
ke-1 yaitu tahun 2007 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatanperalatan yang telah habis umur ekonomisnya.
13. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
14. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan
metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis.
Sedangkan untuk harga tanah diasumsikan harga beli sama dengan harga jual
pada akhir umur proyek.
15. Dilakukan tiga skenario yaitu analisis kelayakan usaha budidaya lobster air
tawar dengan menggunakan 3 jenis pola usaha yaitu pola I adalah usaha
pembenihan (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga benih),
pola II adalah usaha pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari benih
hingga ukuran konsumsi), dan pola III adalah usaha pembenihan dan
pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga
pembesaran). Pola usaha II adalah usaha yang benar-benar dilakukan oleh

37
55

perusahaan, sedangkan pola usaha I dan III adalah usaha rancangan untuk
membuat alternatif jenis pengusahaan yang lebih menguntungkan.
16. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progesif berdasarkan UU No.
17 tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
dan bentuk Usaha Tetap, yaitu:

Penghasilan Rp. 50 juta dikenakan pajak sebesar 5 persen

Penghasilan Rp 50-Rp 100 juta dikenakan pajak sebsar 10 persen

Penghasilan Rp 100 juta dikenakan pajak sebesar 30 persen

56

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

5.1 Profil Perusahaan


KBLATS Farm adalah suatu usaha agribisnis di bidang pengusahaan
lobster air tawar. KBLATS Farm adalah singkatan dari Keluarga Besar Lobster
Air Tawar Sukabumi yang artinya bahwa KBLATS Farm merupakan usaha
keluarga. Hal ini disebabkan semua pengelola usaha KBLATS Farm masih
memiliki ikatan keluarga satu sama lain. Perusahaan yang didirikan oleh Bapak
Sudradji pada tanggal 29 Mei 2007 di Kp. Limusnunggal, Desa Cibentang, Kec.
Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat ini merupakan usaha sampingan dari
pemilik. Meskipun belum berbentuk badan hukum, KBLATS Farm sudah
memperoleh izin resmi usaha dari pemerintah daerah setempat berdasarkan Surat
Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007. KBLATS Farm yang bergerak
dalam usaha pembesaran lobster air tawar ini masih beroperasi dalam skala kecil.
Hal ini disebabkan pemilik menggunakan modal sendiri dalam pembangunan
usahanya sehingga pemilik tidak dapat menjalankan usahanya dalam skala besar
secara langsung.
Perusahaan yang didirikan di tengah-tengah areal persawahan ini memiliki
luas 1300 m2 dan tanah yang digunakan adalah bekas sawah. Keuntungan
pemilihan lokasi yang berada di areal persawahan adalah adanya sumber mata air
yang menyebabkan ketersediaan air untuk menjalankan usaha ini selalu terjamin.
Usaha ini didirikan dengan tujuan sebagai investasi masa depan pemilik di hari
tuanya. Bapak Sudradji mempercayakan keponakannya yang mengerti tentang
budidaya lobster air tawar untuk mengelola usahanya dan beliau hanya bertindak

39
57

sebagai pemilik yang sesekali datang ke lokasi usaha untuk melakukan


pengontrolan.

5.2 Jenis dan Perkembangan Usaha


Produk yang dihasilkan oleh KBLATS Farm adalah lobster air tawar
ukuran konsumsi. Sejak didirikan, KBLATS Farm telah memiliki 5 buah kolam
pembesaran lobster air tawar yang semuanya telah ditebar benih lobster melalui 3
tahap. Karena tergolong perusahaan baru, maka belum ada perkembangan yang
menonjol yang terjadi pada perusahaan ini. Pemilik perusahaan berencana akan
meningkatkan produksi lobsternya dengan menambah jumlah kolam pembesaran.
Selain itu, perusahaan ini juga berencana untuk melakukan pembenihan sendiri
lobster air tawar yang menjadi bahan baku usaha pembesaran lobster air tawar.
Hal ini bertujuan untuk menghemat biaya bahan baku dan meningkatkan
pendapatan.

58

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

6.1 Aspek Pasar


Dalam aspek pasar akan dikaji mengenai potensi pasar lobster air tawar baik
dari sisi permintaan, penawaran maupun harga yang berlaku, juga strategi
pemasaran yang dilakukan perusahaan menyangkut bauran pemasaran yaitu harga,
tempat, promosi, dan distribusi.
6.1.1 Potensi Pasar
Potensi pasar untuk lobster air tawar sangat tinggi. Tingginya potensi pasar
lobster air tawar ini terbukti dari jumlah permintaan akan lobster air tawar yang
tinggi baik dalam maupun luar negeri. Permintaan lobster air tawar ini datang dari
restoran-restoran yang menyajikan hidangan lobster dalam daftar menunya dan
rumah tangga. Namun, penawaran lobster air tawar masih sangat terbatas karena
masih sedikit orang yang menggeluti usaha budidaya lobster air tawar. Hal ini
membuat harga lobster air tawar tinggi yaitu Rp. 150.000 per kg untuk lobster air
tawar ukuran konsumsi. Harga tersebut berlaku di tingkat pengumpul, sedangkan
harga pada tingkat end user dapat mencapai kisaran Rp. 200.000-250.000 per kg.
Ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran lobster air tawar
memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Dengan demikian, pasar
dapat menyerap seluruh jumlah produksi lobster yang dipanen oleh perusahaan.
Kebutuhan lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton
per bulan, sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air
tawar antara 6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya jika
diasumsikan bahwa 5 persen dari penduduk Indonesia mengkonsumsi lobster air

41
59

tawar. Dari angka tersebut dapat dilihat betapa menjanjikannya usaha budidaya
lobster air tawar ini (Cucun, 2006). Bahkan, permintaan lobster air tawar
diramalkan tidak akan surut selama masih ada konsumen yang berniat untuk
mengkonsumsinya.
6.1.2 Strategi Pemasaran
Mengenai sarana promosi, KBLATS Farm belum memiliki alat atau media
khusus untuk memasarkan lobster air tawar yang diproduksinya. Sejauh ini,
KBLATS Farm menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul lobster
BFC (Bintaro Fish Center). Distribusi dari perusahaan ke pengumpul dilakukan
sendiri oleh perusahaan. Lobster yang telah dipanen terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam kotak sterofoam dan diberi es balok serut sebagai pengawet, baru
kemudian dikirim ke pengumpul yaitu BFC (Bintaro Fish Center). Dari BFC,
lobster akan didistribusikan kepada end user baik itu restoran maupun rumah
tangga melalui pengecer. BFC sendiri telah memasang iklan di beberapa media
cetak seperti majalah trubus. BFC juga membuka situs www.lobsterairtawar.com
untuk memberikan informasi mengenai lobster air tawar dan pemasarannya.
Berikut adalah skema aliran pemasaran lobster air tawar yang dilakukan oleh
KBLATS Farm.
KBLATS Farm

Pedagang Pengumpul
(Bintaro Fish Center)
End User
(restoran, rumah tangga)
Sumber: KBLATS Farm

Gambar 6. Skema Aliran Pemasaran Lobster Air Tawar KBLATS Farm

42
60

6.1.3 Hasil Analisis Aspek Pasar


Berdasarkan analisis potensi pasar lobster air tawar di atas, dapat
disimpulkan bahwa pengusahaan lobster air tawar ini layak untuk diusahakan. Hal
ini dikarenakan besarnya potensi pasar lobster air tawar jika dilihat dari sisi
permintaan, penawaran, dan harga. Jumlah permintaan yang tidak diimbangi oleh
jumlah penawaran menciptakan peluang besar pada pengusahaan lobster air tawar.
Di samping itu, harga jual yang tinggi juga cukup menjanjikan bahwa usaha
lobster air tawar dapat mendatangkan keuntungan.

6.2 Aspek Teknis


Analisis dalam aspek teknis mencakup lokasi usaha proyek, besarnya skala
usaha proyek, jenis pemilihan mesin, proses produksi, dan ketepatan teknologi
yang digunakan. Berikut adalah hasil analisis pada tiap kriteria aspek teknis.
6.2.1 Lokasi Usaha
Lokasi usaha KBLATS Farm terletak di Kp. Limusnunggal, Desa
Cibentang, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Beberapa
pertimbangan dalam pemilihan lokasi produksi adalah:
1.

Ketersediaan bahan baku


Bahan baku utama yang digunakan oleh KBLATS Farm adalah benih
lobster air tawar. Perusahaan membeli benih tersebut dari perusahaan
pembenihan lobster yang terletak di daerah Pertukangan, Ciledug dengan
harga Rp 2000/ekor untuk ukuran 2 inchi dan Rp 3.500 untuk ukuran 3
inchi. Memang lokasi perusahaan pembenihan terbilang jauh dari lokasi
proyek. Tetapi, KBLATS Farm tidak mengalami kendala dalam hal ini

43
61

karena benih yang dibeli akan diantar ke lokasi proyek. Bahan baku lainnya
seperti pakan lobster dibeli secara bersamaan dengan benih dari perusahaan
yang sama. Bahan baku juga tidak sulit untuk diperoleh, karena penjual
benih dan pakan selalu mempunyai persediaan yang memadai dan dapat
dipesan secara mendadak. Jadi secara keseluruhan, perusahaan tidak
menghadapi masalah yang cukup berarti mengenai ketersediaan bahan baku.
2.

Letak pasar yang dituju


KBLATS Farm menjual hasil panen lobster air tawarnya kepada pedagang
pengumpul yang bernama BFC (Bintaro Fish Center). Hal ini disebabkan
untuk menjual langsung kepada end user seperti restoran, dibutuhkan
kontinuitas produksi yang belum dapat dilakukan oleh KBLATS Farm.
Sehingga untuk saat ini, KBLATS Farm baru dapat menjual lobster air
tawarnya ke pedagang pengumpul dengan harga yang telah ditetapkan oleh
pihak pedagang pengumpul yaitu Rp 150.000 per kg dengan isi 10 ekor.
BFC (Bintaro Fish Center) adalah pedagang pengumpul untuk komoditi
perikanan khususnya lobster air tawar. Perusahaan dapat menjual seluruh
hasil panen lobsternya kepada BFC. Tidak ada batasan kuota atau jumlah
lobster yang dapat dijual dan tidak ada syarat kontinuitas produksi. Setelah
itu, BFC lah yang akan mendistribusikan lobster air tawar tersebut kepada
end user. KBLATS Farm tidak menjual produknya ke pasar tradisional
karena sejauh ini masih sangat jarang pasar tradisional yang menjual lobster,
mungkin karena harganya yang mahal sehingga dikhawatirkan tidak
terjangkau oleh pembeli.

44
62

3.

Tenaga listrik dan air


Tenaga listrik sudah menjangkau daerah lokasi proyek. Sehingga untuk
penggunaan listrik, tidak ada masalah dalam hal ini. Sementara itu, air
sangat berlimpah di daerah lokasi proyek. Saat ini KBLATS Farm
menggunakan air yang berasal dari sumber mata air langsung untuk
keperluan usahanya. Hal ini sangat membantu perusahaan dalam masalah
ketersediaan air. Dengan menggunakan air yang langsung dari sumbernya,
KBLATS Farm tidak perlu mengeluarkan biaya untuk penggunaan air dan
listrik yang seyogyanya harus dikeluarkan perusahaan jika menggunakan
sumur pompa atau PAM. Selain itu, kebutuhan akan air bersih dan kaya
oksigen bagi lobster dapat terjaga karena air terus mengalir sepanjang hari.
Air yang digunakan pun tidak mengandung bahan kimia atau logam
sehingga perusahaan tidak perlu melakukan proses penyaringan air untuk
menghilangkan kandungan bahan kimia dan logam.

4.

Suplai tenaga kerja


Perusahaan tidak mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan tenaga
kerja. Suplai tenaga kerja dapat diperoleh dari warga sekitar lokasi proyek.
Tenaga kerja sangat dibutuhkan terutama saat pembuatan kolam lobster.
Sementara itu, tenaga kerja dalam mengelola kegiatan usaha berasal dari
anggota keluarga pemilik perusahaan.

5.

Fasilitas transportasi
Lokasi proyek yang terletak di perkampungan juga telah memiliki fasilitas
jalan aspal meskipun kondisinya agak rusak. Untuk alat transportasi tersedia
ojek dan angkutan umum (angkot). Tapi untuk menuju lokasi proyek hanya

45
63

dapat diakses dengan menggunakan ojek atau kendaraan pribadi, karena


tidak ada angkot yang beroperasi sampai ke lokasi proyek.
6.

Hukum dan peraturan yang berlaku


Sejauh ini, tidak ada hambatan hukum dan peraturan lokal yang melarang
kegiatan usaha ini. Perusahaan juga telah mendapat izin resmi usaha dari
pemerintah

setempat

berdasarkan

Surat

Keterangan

Usaha

No.

500/20/2003/V/2007 yang dikeluarkan oleh kepala desa Cibentang. Kondisi


sosial budaya masyarakat setempat pun tidak ada yang menentang kegiatan
usaha ini, meskipun sebagian besar mata pencaharian masyarakat sekitar
adalah petani.
7.

Iklim dan keadaan tanah


Kondisi iklim daerah Sukabumi cukup mendukung untuk dilakukan
pengusahaan lobster air tawar. Rentang perbedaan suhu antara siang dan
malam yang tidak terlalu jauh, sangat baik untuk pertumbuhan lobster air
tawar.

8.

Sikap masyarakat
Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha lobster air
tawar ini. Masyarakat sekitar juga mulai tertarik untuk membuka usaha yang
sama. Tetapi, mereka masih takut untuk mengambil resiko karena modal
yang diperlukan dalam usaha ini cukup besar. Selain itu, mereka juga
terbatas dalam pengetahuan budidaya lobster air tawar.

9.

Rencana untuk perluasan usaha


KBLATS Farm berencana untuk menambah jumlah kolam lobsternya.
Untuk merealisasikan harapan tersebut, tidak ada kendala yang menghambat

46
64

karena lokasi proyek bukan merupakan daerah padat sehingga masih ada
lahan yang dapat dimanfaatkan.
6.2.2 Skala Usaha
Saat ini KBLATS Farm masih beropersi dalam skala kecil. Produksinya
baru dapat dipasarkan ke pedagang pengumpul di BFC (Bintaro Fish Club). Untuk
mencapai skala ekonomis, KBLATS Farm setidaknya harus memiliki 12 kolam
agar dapat memanen lobsternya setiap bulan. Dengan demikian, perusahaan ini
akan dapat menjual langsung hasil produksinya kepada end user yaitu restoran
atau rumah tangga dengan harga yang lebih tinggi daripada menjual ke pedagang
pengumpul. Karena permintaan lobster air tawar masih sangat tinggi, maka
peluang untuk meraih keuntungan besar dapat diperoleh dengan memperluas skala
usaha. Kapasitas perusahaan juga masih belum tergarap secara optimal. Hal ini
dapat dijadikan modal dalam rencana perluasan skala usaha. Dapat dikatakan
bahwa KBLATS Farm masih sangat berpotensi untuk meningkatkan skala
usahanya untuk mencapai skala ekonomis.
6.2.3 Proses Produksi
Proses produksi lobster air tawar pada KBLATS Farm melalui beberapa
tahap mulai dari persiapan kolam sampai panen. Berikut adalah tahapan proses
produksi lobster air tawar:
a.

Persiapan Kolam
Pada usaha pembesaran, jenis kolam yang digunakan adalah kolam tanah.
Sebelum ditebarkan benih lobster, kolam harus disiapkan terlebih dahulu.
Persiapan kolam lobster mencakup kegiatan perawatan kolam. Kegiatan
yang dilakukan dalam persiapan kolam adalah pengeringan kolam,

47
65

penebaran kapur, pemberian garam perikanan, pemberian batu ziolid, dan


pengisian air. Pertama, kolam dikeringkan dan kemudian ditebarkan kapur
yang bertujuan untuk membunuh bakteri yang ada pada kolam. Penebaran
kapur ini harus sesuai dosis yaitu 100 gram per m2. Setelah ditebar kapur,
kolam didiamkan selama 1 hari dan kemudian baru diberikan garam
perikanan dengan dosis yang sama seperti kapur yaitu 100 gram per m2
untuk membunuh bakteri, penyakit, dan jentik-jentik ikan. Selanjutnya,
kolam diberikan batu ziolid granul untuk menyuburkan lumpur, menetralkan
amonia, dan mengikat logam-logam berat. Dosis yang diberikan masih sama
yaitu 100 gram per m2. Kemudian, kolam diisi air dan didiamkan selama 7
hari. Lalu kolam dikuras lagi dan diisi air serta diamkan selama 3 hari dan
siap untuk dimasukkan benih. Proses persiapan kolam pembesaran dapat
dilihat pada Gambar 7.
Kolam Tanah

Pengisian Air I
(diamkan selama
7 hari)

Pengurasan Kolam

Pengeringan Kolam

Pemberian
Kapur

Penebaran Batu
Ziolid Granul

Pemberian
Garam Ikan

Pengisian Air II
(diamkan 3 hari)

Kolam Siap
Digunakan

Sumber: KBLATS Farm

Gambar 7. Proses Persiapan Kolam Pembesaran Lobster Air Tawar


b.

Penebaran Benih
Benih ditebarkan pada kolam yang telah siap untuk ditanam. Benih yang
digunakan adalah benih lobster dengan ukuran 2-3 inchi. Penebaran lobster

48
66

dilakukan dalam 3 tahap. Jumlah benih yang ditebar disesuaikan dengan luas
kolam. Agar pertumbuhan lobster optimal, jumlah benih yang ditebar adalah
10-20 ekor per m2.
c.

Pemberian Pakan
Pemberian pakan lobster dilakukan 3 kali dalam sehari dengan proporsi 25
persen pada pagi hari, 37,5 persen pada sore hari, dan 37,5 persen pada
malam hari. Besarnya porsi pakan yang diberikan mengikuti aturan umum
pemberian pakan lobster yaitu 3 persen dari bobot lobster. Sedangkan jenis
pakan yang diberikan adalah pelet udang dengan kandungan protein 45
persen. Adapun pakan lain yang diberikan seperti keong mas dan cacing
diperoleh dari lokasi sekitar usaha secara gratis. Pakan seperti ini tidak
diberikan secara rutin melainkan diberikan pada saat-saat tertentu saja (bila
ada).

d.

Perawatan Benih
Perawatan benih yang dimaksud adalah menjaga kondisi benih dari hal-hal
yang dapat menghambat atau bahkan mengganggu pertumbuhan benih agar
dapat tumbuh optimal. Perawatan benih yang biasa dilakukan adalah
pemberian batu ziolid seminggu sekali untuk mengurangi kadar amonia
dalam air yang dihasilkan dari urin lobster. Selain itu, perawatan benih juga
dilakukan dengan memisahkan lobster-lobster yang sakit dengan lobsterlobster yang sehat. Hal ini bertujuan agar lobster yang sakit tidak dimangsa
oleh lobster lain.

49
67

e.

Panen
Panen dilakukan saat lobster telah berumur 5-6 bulan dengan panjang
mencapai 5-6 inchi dengan bobot sekitar 100 gram per ekor. Panen dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu cara pertama dengan menguras kolam untuk
memanen lobster dan yang kedua dengan menggunakan jaring ikan untuk
menangkap lobster. Biasanya perusahaan melakukan panen dengan cara
menguras kolam karena akan lebih mudah dalam menangkap lobster serta
memudahkan untuk persiapan kolam berikutnya.

f.

Pasca Panen
Lobster yang telah dipanen siap untuk dikemas dan didistribusikan.
Pengemasan lobster dilakukan dengan menggunakan kotak sterofoam dan es
balok serut sebagai pengawet. Kapasitas 1 kotak sterofoam adalah 8-10 kg
lobster. Lobster yang telah dimasukkan ke dalam sterofoam kemudian diberi
es balok serut dan ditutup dengan daun pepaya baru kemudian kotak ditutup
dan dilekatkan menggunakan lakban agar sterofoam tetap tertutup rapat.

6.2.4 Hasil Analisis Aspek Teknis


Dari hasil analisis terhadap aspek teknis, dapat dikatakan bahwa
pengusahaan lobster air tawar yang dilakukan oleh KBLATS Farm adalah layak
untuk dijalankan. Tidak ada masalah yang dapat menghambat jalannya kegiatan
usaha lobster air tawar ini. Usaha ini pun telah dilegalkan oleh pemerintah daerah
setempat melalui surat izin usaha yang dikeluarkan oleh kepala desa Cibentang.

50
68

6.3 Aspek Manajemen


Sejak didirikan pada tanggal 29 Mei 2007, KBLATS Farm belum
mempunyai struktur organisasi formal seperti perusahaan pada umumnya.
Alasannya adalah perusahaan ini masih tergolong baru dan masih merupakan
usaha keluarga. Jadi, karena sifatnya yang kekeluargaan membuat perusahaan ini
bergerak secara non formal tanpa struktur yang jelas. Meskipun tanpa struktur
organisasi lengkap, KBLATS Farm memiliki pembagian tugas yang jelas.
Pemilik perusahaan bertindak sebagai pengawas jalannya kegiatan usaha.
Sementara itu, pegawainya bertugas untuk memelihara lobster, merawat kolam,
dan pemanenan. Jumlah tenaga kerja yang digunakan sebanyak 2 orang.
Keduanya masih memiliki hubungan keluarga dengan pemilik perusahaan.
Kebutuhan tenaga kerja yang paling banyak adalah pada saat pembangunan
proyek. Tenaga kerja yang dibutuhkan untuk pembuatan kolam dan bangunan di
lokasi proyek.
Perusahaan ini cukup layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek
manajemen. Perusahaan ini memang belum memiliki struktur organisasi formal,
tetapi telah mempunyai pembagian tugas yang jelas antara pemilik dan pengelola
kegiatan usaha. Hal ini disebabkan karena perusahaan ini masih baru dan skala
usahanya kecil serta merupakan usaha keluarga. Jadi, cukup wajar apabila
perusahaan ini belum mempersiapkan struktur formal untuk sebuah organisasi
atau perusahaan.

51
69

6.4 Aspek Hukum


Pada aspek hukum, hal yang perlu dianalisis adalah bentuk badan hukum
usaha yang dijalankan serta izin usaha yang diperoleh perusahaan.
6.4.1 Bentuk Badan Usaha
Sebagai perusahaan baru, KBLATS Farm belum menentukan bentuk
badan hukum apa yang akan digunakan. Selain karena skala usaha yang masih
kecil, hampir seluruh modal yang digunakan untuk menjalankan kegiatan usaha
lobster air tawar ini berasal dari pemilik perusahaan. Berbeda dengan perusahaan
yang telah berbentuk CV atau Firma. Pada CV atau Firma, jumlah pemilik modal
biasanya berjumlah lebih dari 1 orang. Jadi, pengumpulan modal usaha dilakukan
oleh beberapa orang yang sepakat untuk menjalankan usaha bersama. Perbedaan
yang paling menonjol antara CV dan Firma adalah tanggung jawab antar pemilik
modal. Jika pada CV terdapat sekutu aktif yaitu orang yang memberikan
modalnya serta terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha dan sekutu pasif yaitu
orang yang hanya memberikan modal tanpa ikut serta dalam pelaksanaan kegitan
usaha. Sedangkan pada Firma, tidak terdapat sekutu aktif dan sekutu pasif, semua
pemilik modal ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan usaha.
Dengan kata lain, KBLATS Farm dapat digolongkan dalam usaha
perorangan karena modal usaha yang digunakan berasal dari 1 orang yang
berperan sebagai pemilik perusahaan. Keuntungan dari bentuk usaha ini adalah
pemilik perusahaan dapat menikmati seluruh keuntungan yang diperoleh
perusahaan. Sedangkan kelemahannya adalah segala bentuk kerugian atau beban
perusahaan harus ditanggung sendiri oleh pemilik perusahaan.

52
70

6.4.2 Izin Usaha


Dalam menjalankan kegiatan usaha lobster air tawar, KBLATS Farm telah
memperoleh izin usaha dari pemerintah setempat yaitu dari Kepala Desa
Cibentang melalui Surat Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007. Surat
tersebut menyatakan bahwa di Kp. Limusnunggal, Desa Cibentang ada kegiatan
pengusahaan lobster air tawar dan kegiatan usaha ini dinilai tidak berdampak
negatif bagi masyarakat sekitar.

6.5 Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Usaha yang dijalankan oleh KBLATS Farm juga memberikan kontribusi
bagi pendapatan negara atau pemerintah daerah berupa pajak dari keuntungan
usaha KBLATS Farm. Selain itu, keberadaan KBLATS Farm tidak
memberikan dampak buruk bagi kondisi lingkungan daerah sekitar proyek.
Berbeda dengan kegiatan usaha perindustrian yang menghasilkan limbah, kegitan
usaha budidaya lobster air tawar yang dilakukan oleh KBLATS Farm ini tidak
menghasilkan limbah yang dapat berdampak buruk bagi keseimbangan
lingkungan. Beberapa warga yang memiliki sawah di sekitar lokasi proyek justru
mendapat keuntungan. Di antara mereka pernah ada yang menemukan lobster
yang kabur atau terbawa aliran air di tengah-tengah sawah mereka. KBLATS
Farm juga memberikan peluang kerja tambahan bagi masyarakat sekitar.
Contohnya adalah pada saat pembangunan, dimana perusahaan membutuhkan
tenaga kerja yang cukup banyak untuk pembuatan kolam.
Jika dilihat dari aspek sosial ekonomi dan lingkungan, pengusahaan lobster
air tawar ini layak untuk dijalankan. Selain tidak menimbulkan limbah yang dapat

53
71

merusak lingkungan, kegiatan usaha ini juga dapat menambah kesempatan kerja
bagi masyarakat sekitar dan memberikan kontribusi bagi negara berupa pajak.

72

VII. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL

Pada penelitian ini dilakukan analisis kelayakan finansial untuk mengetahui


kelayakan pengusahaan lobster air tawar. Analisis kelayakan finansial yang
dilakukan pada ketiga pola usaha bertujuan untuk melihat jenis pola pengusahaan
lobster air tawar manakah yang lebih menguntungkan untuk dijalankan. Untuk
mengetahui hasil kelayakan pengusahaan lobster air tawar akan dilihat dari
kriteria-kriteria kelayakan finansial yang meliputi NPV, Net B/C, IRR, dan
Payback Periode.
7.1 Analisis Kelayakan Finansial Skenario I (Pembenihan)
7.1.1 Analisis Hasil Inflow
Pada usaha pembenihan lobster air tawar ini, arus penerimaan diperoleh dari
hasil penjualan benih lobster air tawar. Selain dari nilai penjualan benih,
penerimaan juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi berupa tanah dan
bangunan. Jumlah indukan lobster yang digunakan adalah 10 set indukan yang
terdiri dari 5 ekor betina dan 3 ekor jantan per set-nya, sehingga total jumlah
indukan yang digunakan adalah 50 ekor betina dan 30 ekor jantan. Proses
pemijahan atau perkawinan antara induk betina dan jantan dilakukan secara masal
dalam kolam pemijahan yang terbuat dari kolam plastik berukuran 168 cm x 46
cm. Satu buah kolam pemijahan dapat memuat 2 set indukan sehingga untuk
melakukan proses pemijahan diperlukan 5 buah kolam plastik. Tiap induk betina
dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian (SR) telur menjadi
benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap produksi
didapatkan 10.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 8.500 ekor.

55
73

Induk betina yang sudah bertelur kemudian dipindahkan ke kolam


pemeliharaan untuk menunggu telur-telurnya menetas dan mencegah agar telurtelur tersebut tidak dimakan oleh induk jantan. Setelah semua telur-telurnya
menetas, induk betina kemudian dipindahkan ke akuarium pemeliharaan induk,
dimana induk betina dan induk jantan dipisahkan dalam akuarium yang berbeda.
Benih-benih yang baru menetas dibesarkan dalam kolam pemeliharaan hingga
berukuran 2 inchi selama 2 bulan. Harga jual benih ukuran 2 inchi adalah Rp
2.000 per ekor. Indukan dapat dibuahi 3 kali dalam setahun dan masa produktif
indukan adalah 5 tahun.
Produksi benih pada tahun pertama adalah 17.000 ekor yang diperoleh dari
hasil produksi sebanyak 2 kali dimana tiap produksi menghasilkan 8.500 ekor
benih. Untuk tahun kedua sampai tahun ke-10, total produksi benih sebanyak
25.500 ekor yang dihasilkan dari 3 kali periode produksi dengan jumlah produksi
tiap periode adalah 8.500 ekor benih. Jumlah produksi per tahun dan nilai
penjualan benih lobster air tawar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih Lobster Air Tawar
Tahun Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total

Jumlah Produksi
(ekor)
17.000
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
238.000

Harga Satuan
(Rp/ekor)
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000

Nilai (Rp)
34.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
493.000.000

Setelah indukan tidak produktif lagi, maka indukan dapat dijual dengan
harga jual menggunakan harga jual lobster ukuran konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.

56
74

Bobot indukan diasumsikan sesuai dengan bobot lobster untuk konsumsi yaitu
100 gram/ekor. Jumlah indukan lobster yang digunakan adalah 10 set dengan total
50 ekor induk betina dan 30 ekor induk jantan. Karena diasumsikan bobot
indukan setara dengan lobster konsumsi yaitu 100 gram/ekor, maka dari indukan
afkir didapatkan 8 kg lobster (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Sehingga jumlah
penerimaan tambahan dari penjualan indukan afkir adalah Rp 1.200.000 (8 kg x
Rp 150.000/kg) dan selama umur proyek diperoleh 2 kali penerimaan tambahan
dari hasil penjualan indukan afkir ini yaitu pada tahun ke-5 dan ke-10.
Selain dari penjualan benih, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai
sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama yang
tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga akhir
umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi
pada usaha pembenihan lobster air tawar ini yang tidak habis terpakai antara lain
lahan dan bangunan. Untuk menghitung nilai sisa lahan, diasumsikan bahwa nilai
beli sama dengan nilai jual. Sementara nilai sisa bangunan dihitung dengan
mengurangi nilai beli dengan penyusutannya per tahun selama umur proyek. Nilai
sisa pada pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha I
No

Uraian

Nilai (Rp)

1.
2.

Lahan
Bangunan

21.200.000
10.000.000
Total

Umur
Ekonomis
(tahun)
15

Penyusutan
Per Tahun

Sisa (Rp)

666.666,67

21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33

57
75

7.1.2 Analisis Hasil Outflow


Arus pengeluaran pada pola usaha I terdiri dari pengeluaran untuk biaya
investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek yang terdiri dari:
1. Lahan digunakan untuk mendirikan bangunan dan kolam pemeliharaan benih.
Lahan tersebut dibeli seharga Rp 21.200.000
2. Bangunan sebagai kantor sekaligus tempat tinggal bagi pengelola agar dapat
terus mengontrol keadaan lobster.
3. Indukan sebagai bahan baku dalam usaha pembenihan untuk menghasilkan
telur. Jumlah indukan yang digunakan adalah 10 set (1 set terdiri dari 5 betina
dan 3 jantan) dengan umur produktif indukan adalah 5 tahun.
4. Kolam pemijahan adalah kolam untuk melakukan perkawinan massal indukan
lobster. Kolam pemijahan ini terbuat dari plastik karena lebih murah dan
mudah digunakan.
5. Kolam pemeliharaan merupakan kolam untuk memelihara benih lobster yang
baru menetas hingga benih berumur bulan.
6. Akuarium digunakan sebagai wadah pemeliharaan indukan lobster setelah
dilakukan perkawinan. Pemeliharaan induk lobster jantan dan betina dilakukan
secara terpisah pada akuarium yang berbeda.
7. Aerator sebagai penyuplai oksigen di kolam pemijahan dan akuarium.
8. Selang aerator digunakan untuk menyalurkan oksigen dari aerator ke dalam
kolam dan akuarium.
9. Pipa paralon digunakan sebagai tempat persembunyian induk lobster betina
saat menggendong telur.

58
76

10. Jaring atau serokan digunakan untuk menangkap benih lobster dari kolam
pemeliharaan.
11. Timbangan kecil digunakan untuk menimbang berat lobster.
12. Balas lampu dan lampu neon digunakan sebagai alat penerangan pada malam
hari di sekitar kolam.
13. Bambu digunakan sebagai pagar yang membatasi areal proyek dengan lahan
warga.
Rincian Biaya investasi pada pola usaha I ini terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya Investasi Pada Pola Usaha I
No

Uraian

1.
2.
3.
4.

Lahan
Bangunan
Indukan (set)
Kolam
Pemijahan
Kolam
Pemeliharaan
Akuarium

1
10
5

Aerator
Selang
Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Sero
kan
Timbangan
Kecil
Balas Lampu
Lampu
Bambu untuk
pagar

5.
6.

7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Jumlah
(buah)

Harga
Satuan
(Rp)

Nilai (Rp)

16.307,69
285.714,28
750.000
200.000

21.200.000
10.000.000
7.500.000
1.000.000

Umur
Ekonomis
(tahun)
15
5
5

5.000.000

25.000.000

10

175.000

1.400.000

10

10
-

1 m x 0,5
m x 0,5
m
50 m

170.000
2.000

1.700.000
100.000

5
5

80
3

@ 20 cm
-

1.250
15.000

100.000
45.000

5
5

45.000

45.000

10

1
1
50

25.000
10.000
10.000

25.000
10.000
500.000

5
2
10

5
8

Panjang
(m)/
Luas
(m2)
1300 m2
35m2
168 cm x
46 cm
70 m2

Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya

59
77

beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya
reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari:
Tabel 6. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha I
No

Uraian

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Indukan (set)
Kolam Pemijahan
Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serokan
Balas Lampu
Lampu

Umur
Ekonomis
(tahun)
5
4
5
5
5
5
5
2

Jumlah
(buah)/
Panjang (m)
10
5
10
50
80
3
1
1

Harga
Satuan
(Rp)
750.000
200.000
170.000
2.000
1.250
15.000
25.000
10.000

Nilai (Rp)
7.500.000
1.000.000
1.700.000
100.000
100.000
45.000
25.000
10.000

Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan


produksi lobster air tawar. Biaya operasional pada pola usaha I ini terdiri atas
biaya pakan, listrik, sterofoam, dan transportasi. Jumlah pakan (pelet) yang
digunakan pada usaha pembenihan dalam 1 periode produksi (4 bulan) adalah 25
kg dengan harga beli adalah Rp 20.000/kg. Sedangkan biaya listrik untuk daya
110 kwh dikenakan tagihan rata-rata Rp. 100.000/bulan. Biaya operasional lain
yang dikeluarkan adalah biaya pembelian sterofoam dan transportasi. Satu buah
sterofoam dapat memuat 240 ekor benih sehingga untuk mengemas 8.500 ekor
benih diperlukan 35 buah sterofoam. Biaya transportasi dikeluarkan untuk
mengantarkan hasil produksi ke tempat penjualan benih. Secara ringkas biaya
operasional pada pola usaha I dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 7. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 4 bulan)
No
1.
2.
3.
4.

Uraian
Pakan (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Transportasi

Jumlah
25
110
35
-

Harga Satuan (Rp)


20.000
100.000
35.000
-

Nilai (Rp)
500.000
400.000
1.225.000
300.000

60
78

Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan


biaya tetap yang terdiri dari biaya perawatan kolam dan gaji pegawai. Biaya
perawatan kolam dikeluarkan sebanyak 2 kali tiap periode produksi. Perawatan
kolam yang dilakukan adalah pemberian garam ikan untuk membunuh jentikjentik nyamuk maupun bakteri lain. Dosis pemberian garam ikan adalah 100
gram/m2 dan harga garam ikan hdala Rp 10.000/kg. Jadi biaya yang dikeluarkan
untuk setiap perawatan kolam adalah Rp. 350.000. Biaya tetap lain adalah gaji
pegawai sebesar Rp 800.000/bulan. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Biaya Tetap Pada Pola Usaha I
No
1.
2.

Uraian
Perawatan Kolam
Gaji Pegawai

Jumlah
2 kali/produksi
2 orang

Nilai (Rp)
700.000
1.600.000

7.1.3 Analisis Kelayakan Finansial


Analisis kelayakan finansial dilihat dari kriteria nilai NPV, Net B/C, IRR,
dan Payback Periode. Pada pola usaha I, diperoleh hasil analisis finansial sebagai
berikut.
Tabel 9. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha I
Kriteria
Net Present Value (NPV)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate Return (IRR)
Payback Periode (PBP)

Hasil
73.792.135
3,47
33 %
4,04

Berdasarkan analisis finansial di atas dapat dilihat bahwa usaha pembenihan


lobster air tawar ini memperoleh NPV > 0 yaitu sebesar Rp. 73.792.135 yang
artinya bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini layak untuk dijalankan.
NPV sama dengan Rp 73.792.135 juga menunjukkan manfaat bersih yang

61
79

diterima dari usaha pembenihan lobster air tawar selama umur proyek terhadap
tingkat diskon (discount rate) yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah
Net B/C, pada pola usaha I ini diperoleh nilai Net B/C > 0 yaitu sebesar 3,47 yang
menyatakan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini layak dijalankan. Nilai
Net B/C sama dengan 3,47 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur
proyek menghasilkan Rp 3,47 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari
analisis finansial pola usaha I adalah 33 persen dimana IRR tersebut lebih besar
dari discount factor yang berlaku yaitu 8,25 persen. Nilai IRR tersebut
menunjukkan tingkat pegembalian internal proyek sebesar 33 persen dan karena
IRR > 8,25 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan.. Pola usaha
pembenihan lobster air tawar ini memiliki periode pengembalian biaya investasi
selama 4,04 tahun.
7.1.4 Analisis Switching Value
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pada pola usaha I adalah sebagai berikut.
Tabel 10. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I
Perubahan
Penurunan Produksi
Kenaikan Harga Pakan
Penurunan Harga Jual

Persentase
(%)
23,8 %
774,95 %
23,8 %

NPV
8.275
803
8.275

Net
B/C
1,56
1,55
1,56

IRR
8%
8%
8%

Payback
Periode
7,96
8,52
7,96

Dari hasil analisis switching value diatas dapat dilihat bahwa batas maksimal
perubahan terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan
harga jual masing-masing adalah 23,8 persen, 774,95 persen, dan 23,8 persen.
Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha pembenihan

62
80

lobster air tawar ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya
penurunan produksi dan harga jual sebesar 23,8 persen menunjukkan bahwa usaha
pembenihan lobster air tawar ini masih layak apabila penurunan yang terjadi
terhadap produksi dan harga jual tidak lebih besar dari 23,8 persen. Sementara itu,
besarnya kenaikan harga pakan yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi
usaha pembenihan lobster air tawar adalah 774,95 persen. Ini berarti bahwa
kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelangsungan
usaha.
Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha I dapat
disimpulkan bahwa produksi dan harga jual merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap kelayakan usaha, sedangkan harga pakan tidak terlalu
berpengaruh karena penggunaan pakan tidak terlalu besar dan harganya pun relatif
murah. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase perubahan yang dapat
mengubah tingkat kelayakan usaha pembenihan lobster air tawar.

7.2 Analisis Kelayakan Finansial Skenario II


7.2.1 Analisis Hasil Inflow
Arus penerimaan pada pola usaha II yaitu usaha pembesaran lobster air
tawar diperoleh dari penjualan lobster ukuran konsumsi. Selain itu, penerimaan
juga diperoleh dari nilai sisa biaya investasi proyek berupa lahan, dan bangunan.
Pada usaha pembesaran ini, total jumlah benih yang ditebar adalah 3.545 ekor
yang dilakukan melalui 3 tahap. Dengan adanya selang penebaran benih pada tiap
kolam menyebabkan masa panen yang tidak bersamaan. Lama masa pembesaran
lobster hingga ukuran konsumsi dengan panjang 6 inchi dan bobot 100 gram/ekor

63
81

adalah 6 bulan. Jadi dalam 1 tahun, perusahaan melakukan 6 kali panen dimana
tiap tahap panen 2 kali dalam setahun. Tingkat kematian (SR) benih hingga
menjadi lobster konsumsi adalah 25%. Dengan demikian jumlah lobster yang
dapat dipanen hanya 75% dari total benih yang ditebar. Harga jual lobster ukuran
konsumsi pada tingkat pengumpul adalah Rp 150.000/kg dengan isi 10 ekor/kg.
Pada tahun pertama, jumlah produksi lobster air tawar sebanyak 2.659 ekor
atau 75 persen dari 3.545 ekor (jumlah benih yang ditebar), dengan berat total
sebesar 265,9 kg (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Pada tahun kedua sampai
dengan tahun ke-10 produksi lobster adalah 5.318 ekor atau 2 kali produksi pada
tahun pertama. Hal ini disebabkan pada tahun pertama terdapat proses persiapan
proyek sehingga produksi belum terlaksana secara penuh, sedangkan pada tahun
kedua hingga tahun ke-10 produksi sudah dapat dijalankan dengan penuh artinya
dalam setahun dilakukan 2 kali periode produksi. Berikut adalah Tabel penjualan
lobster air tawar ukuran konsumsi mulai tahun ke-1 hingga tahun ke-10.
Tabel 11. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Lobster Air Tawar
Konsumsi
Tahun
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total

Jumlah
Produksi
(ekor)
2.659
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318

Bobot (kg)

Harga Satuan
(Rp/kg)

265,9
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
4.875,75

150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000

Nilai (Rp)
39.885.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
757.815.000

Penerimaan pada pola usaha pembesaran lobster air tawar juga diperoleh
dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang tidak habis pakai hingga akhir

64
82

umur proyek. nilai sisa tersebut didapat dari lahan dan bangunan. Diasumsikan
nilai jual lahan sama dengan nilai belinya, sedangkan nilai sisa bangunan
diperoleh dengan menyusutkannya dari nilai bangunan dan umur ekonomis
bangunan tersebut. Nilai sisa pada pola usaha II disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha II
No

Uraian

Nilai (Rp)

1.
2.

Lahan
Bangunan

21.200.000
10.000.000
Total

Umur
Ekonomis
(tahun)
15

Penyusutan
Per Tahun

Sisa (Rp)

666.666,67

21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33

7.2.2 Analisis Hasil Outflow


Arus pengeluaran pada pola usaha II terdiri dari pengeluaran untuk biaya
investasi, biaya operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan pada tahun pertama proyek. Biaya investasi pada pola usaha II
terdiri dari:
1. Lahan yang digunakan sebagai tempat mendirikan bangunan dan kolam.
2. Bangunan digunakan sebagai kantor sekaligus tempat tinggal bagi pengelola
usaha.
3. Kolam digunakan untuk melakukan proses produksi yaitu pembesaran lobster
air tawar. Kolam yang digunakan adalah kolam tanah sebanyak 5 buah dengan
luas masing-masing 70 m2.
4. Naungan Kolam yang digunakan adalah paranet. Naungan kolam ini berfungsi
untuk mengurangi jumlah cahaya matahari yang jatuh ke atas kolam.
5. Naungan lobster digunakan sebagai tempat bersembunyi lobster di dalam
kolam. Bahan yang digunakan sebagai naungan lobster adalah genteng.

65
83

6. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam pada saat pengurasan
kolam.
7. Bak digunakan untuk penampungan sementara lobster yang sedang dipanen
sebelum dikemas di dalam sterofoam.
8. Jaring Ikan atau serokan digunakan untuk menangkap lobster
9. Timbangan besar digunakan untuk menimbang berat lobster keseluruhan saat
panen.
10. Timbangan kecil untuk menimbang bobot 1 ekor lobster.
11. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan pada malam hari di sekitar
kolam.
12. Aerator digunakan sebagai penghasil oksigen tambahan ke dalam kolam.
13. Selang aerator sebagai penyalur oksigen dari aerator ke dalam kolam.
14. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar.
15. Bambu untuk pagar sebagai pembatas areal usaha dengan lahan di luar areal
usaha.
Tabel 13 menyajikan daftar biaya investasi pada pola usaha II.

66
84

Tabel 13. Biaya Investasi Pada Pola Usaha II


No

Uraian

1.

Lahan (m2)

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Bangunan
Kolam
Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Bak
Jaring
Ikan/Serokan
Timbangan Besar
Timbangan Kecil
Balas Lampu Neon
Lampu Neon
Selang Aerator
Selang Pompa Air
Aerator
Bambu
untuk
pagar

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Jumlah
(buah)

1
5
1772
1
7
3
1
1
1
1
1
50

Panjan
g
(m)/
Luas
(m2)
1.300
m2
35 m2
70 m2
35 m
50 m
4m
-

Harga
Satuan
(Rp)

Nilai (Rp)

Umur
Ekono
-mis
(th)

16.307,69

21.200.000

285.714,28
5.000.000
4.857,14
500
350.000
12.000
15.000

10.000.000
25.000.000
170.000
886.000
350.000
84.000
45.000

15
10
5
2
5
10
5

110.000
45.000
25.000
9.000
2.000
15.000
170.000
10.000

110.000
45.000
25.000
9.000
100.000
60.000
170.000
500.000

10
10
5
2
5
5
5
10

Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya
beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek seperti
naungan kolam, naungan lobster, pompa air, jaring ikan atau serokan, balas
lampu, lampu neon, selang aerator, selang pompa air, dan aerator. Biaya
reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 14.

67
85

Tabel 14. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha II


No

Uraian

1.
2.
3.
4.

Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Jaring
Ikan/Serokan
Balas Lampu
Lampu Neon
Selang Aerator
Selang Pompa Air
Aerator

5.
6.
7.
8.
9.

Umur
Ekonomis
(tahun)
5
2
5
5

Jumlah
(buah)/
Panjang (m)
35
1772
1
3

Harga
Satuan
(Rp)
4.857,14
500
350.000
15.000

Nilai (Rp)

5
2
5
5
5

1
1
50
4
1

25.000
9.000
2.000
15.000
170.000

25.000
9.000
100.000
60.000
170.000

170.000
886.000
350.000
45.000

Biaya operasional adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melakukan


produksi lobster air tawar. Biaya operasional pada usaha pembesaran lobster air
tawar terdiri atas biaya benih, pakan, listrik, sterofoam, es balok, transportasi, dan
batu ziolid. Benih lobster yang digunakan adalah benih dengan ukuran 2-3 inchi
dengan harga satuan Rp. 2.000/ekor untuk ukuran 2 inchi dan Rp 3.500/ekor
untuk ukuran 3 inchi. Jumlah pakan yang digunakan untuk tiap periode produksi
adalah 75 kg dengan harga beli Rp 20.000/kg. Dalam menunjang kegiatan
produksi digunakan listrik dengan daya 110 kwh dan dikenakan tarif rata-rata per
bulan Rp 100.000. Biaya lain yang dikeluarkan adalah sterofoam untuk mengemas
hasil produksi. Sebuah sterofoam memiliki kapasitas 10 kg lobster air tawar
ukuran konsumsi. Jadi kebutuhan total sterofoam untuk tiap kali panen adalah 27
buah untuk menampung 265,9 kg lobster dengan harga beli Rp 35.000/buah.
Selain sterofoam, diperlukan juga es balok serut saat mengemas lobster.
Tujuannya adalah untuk mengurangi aktivitas lobster selama perjalanan. Satu
buah es balok dapat digunakan untuk 3 buah sterofoam sehingga jumlah es balok
yang dipakai pada tiap kali panen adalah 9 buah. Biaya operasional lain adalah

68
86

transportasi dan batu ziolid. Transportasi digunakan untuk mengantarkan hasil


produksi ke pedagang pengumpul di BFC sedangkan batu ziolid diberikan selama
proses produksi dengan tujuan untuk mengurangi kadar amonia pada air.
Pemberian batu ziolid ini dilakukan seminggu sekali dengan dosis 100 gram/m2
dengan harga beli batu ziolid adalah Rp 2.500/kg. Biaya operasional pola usaha II
disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya Operasional Tiap Produksi (per 6 bulan)
No

Uraian

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Jumlah

Harga Satuan
(Rp)

Nilai (Rp)

Benih (ekor)
a. Ukuran 3 inchi
b. Ukuran 2 inchi
Total

1.200
2.345
3545

3.500
2.000

4.200.000
4.690.000
8.890.000

Pellet (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Es Balok (buah)
Transportasi
Batu ziolid (kg)

75
110
27
9
840

20.000
100.000/bln
35.000
30.000
2.500

1.500.000
600.000
945.000
270.000
900.000
2.100.000

Selain biaya investasi dan biaya operasional, perusahaan juga mengeluarkan


biaya tetap. Biaya tetap yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri atas biaya
perawatan kolam dan gaji pegawai. Perawatan kolam dilakukan 1 kali dan 1
periode produksi yaitu pada saat panen lobster. Biaya perawatan kolam digunakan
untuk pembelian garam ikan dan batu ziolid. Jumlah garam ikan yang digunakan
saat perawatan semua kolam sebanyak 35 kg (dosis penggunaan 100 gram/m2)
dengan harga beli Rp 10.000/kg dan jumlah penggunaan batu ziolid sebanyak 35
kg (dosis penggunaan 100 gram/m2) dengan harga beli Rp 2.500/kg. Biaya tetap
lainnya adalah gaji pegawai sebesar Rp 800.000/orang/bulan. Biaya tetap pada
pola usaha II dapat dilihat pada Tabel berikut.

69
87

Tabel 16. Biaya Tetap Pada Pola Usaha II


No
1.
2.

Uraian
Perawatan Kolam (kali/bulan)
Gaji Pegawai (per bln)

Jumlah
1 kali/6 bulan
2 orang

Nilai (Rp)
437.500
1.600.000

7.2.3 Analisis Kelayakan Finansial


Kelayakan finansial usaha pembesaran lobster air tawar dapat dilihat dari
beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback Periode. Hasil cashflow
pada pola usaha ini menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 17. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha II
Kriteria
Net Present Value (NPV)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate Return (IRR)
Payback Periode (PBP)

Hasil
112.563.989
4,22
41 %
3,40

Pada pola usaha II diperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar Rp 112.563.989


sehingga usaha pembesaran lobster air tawar ini dikatakan layak. Nilai pada NPV
menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha pembesaran lobster air
tawar pada discount rate yang berlaku. Sedangkan hasil Net B/C diperoleh 4,22
dimana Net B/C > 0 sehingga usaha ini layak untuk dijalankan. Net B/C sama
dengan 4,22 berarti setiap Rp 1 biaya yang telah dikeluarkan selama umur proyek
menghasilkan Rp 4,22 manfaat bersih. IRR yang diperoleh pada usaha
pembesaran lobster air tawar adalah 41 persen dan lebih besar dari discount rate
yang berlaku yaitu 8,25 persen. Ini berarti usaha layak untuk dilaksanakan dengan
tingkat pengembalian internal sebesar 41 persen. Sedangkan periode yang
diperlukan untuk mengembalikan semua biaya investasi adalah 3,40 tahun.

70
88

7.2.4 Analisis Switching Value


Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pada pola usaha II adalah sebagai berikut.
Tabel 18. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha II
Perubahan
Penurunan Produksi
Kenaikan Harga Pakan
Penurunan Harga Jual

Persentase
(%)
23,11 %
571,77 %
23,11 %

NPV
11.664
1.205
11.664

Net
B/C
1,55
1,54
1,55

IRR
8%
8%
8%

Payback
Periode
8,16
8,63
8,16

Hasil switching value pada pola usaha II menunjukkan bahwa perubahan


terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual
yang masih membuat usaha ini layak adalah 23,11 persen, 571,77 persen, dan
23,11 persen. Perubahan terhadap produksi dan harga jual adalah perubahan yang
paling berpengaruh terhadap kelayakan usaha. Berdasarkan hasil analisis
switching value, usaha pembesaran lobster air masih layak apabila besarnya
penurunan produksi dan harga jual tidak melebihi 23,11 persen. Jika penurunan
yang terjadi lebih besar dari 23,11 persen, maka usaha pembesaran lobster air
tawar ini menjadi tidak layak.
Sementara itu, kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh yang besar
terhadap kelayakan usaha. Hal ini dapat dilihat dari besarnya perubahan kenaikan
harga pakan yang mencapai 571,77 persen. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa
usaha pembesaran lobster air tawar ini sangat sensitif terhadap perubahan
produksi dan harga jual karena dapat mengubah tingkat kelayakan usahanya.

71
89

7.3 Analisis Kelayakan Finansial Skenario III


7.3.1 Analisis Hasil Inflow
Pada pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan pembesaran lobster air
tawar, arus pemasukan diperoleh dari penjualan benih lobster dan penjualan
lobster konsumsi. Dalam hal ini perusahaan melakukan sendiri pembenihan untuk
kemudian benih tersebut digunakan sebagai bahan baku usaha pembesaran lobster
untuk konsumsi dan sisanya dijual. Jumlah kolam yang digunakan adalah 5 buah
terbagi atas 2 buah kolam untuk pembenihan dan 3 kolam untuk pembesaran.
Dengan kapasitas kolam yang ada, pembenihan dilakukan dengan menggunakan 5
set indukan yang terdiri dari 25 induk betina dan 15 induk jantan. Tiap induk
betina dapat menghasilkan 200 ekor telur dengan tingkat kematian (SR) telur
menjadi benih lobster berumur 2 bulan adalah 15 persen. Jadi, pada tiap produksi
didapatkan 5.000 butir telur dengan jumlah benih hidup sebanyak 4.250 ekor. Dari
4.200 ekor benih yang hidup tersebut sebanyak 2.100 ekor dibesarkan sampai
ukuran konsumsi dan sisanya sebanyak 2.150 ekor dijual sebagai benih.
Dalam setahun, indukan lobster dapat dibuahi sebanyak 3 kali. Sementara
proses pembesaran hanya dapat dilakukan 2 kali dalam setahun. Karena itulah ada
1 kali masa pembenihan dimana hasilnya dijual semua dalam bentuk benih.
Tingkat kematian (SR) benih hingga menjadi lobster konsumsi adalah 25% dan
ukuran lobster konsumsi yang dipanen adalah lobster yang telah mengalami masa
pembesaran selama 6 bulan dan mencapai bobot 100 gram/ekor. Harga jual yang
digunakan untuk benih sama seperti pada pola usaha I yaitu Rp 2.000/ekor.
Demikian juga dengan harga jual lobster konsumsi yang digunakan adalah harga
jual yang sama pada pola usaha II yaitu Rp 150.000/kg.

72
90

Pada tahun pertama, diperoleh hasil produksi benih sebanyak 8.500 ekor
yang dihasilkan dari 2 kali proses pembenihan. Sebanyak 2.100 ekor benih
dibesarkan di kolam pembesaran, sedangkan 6.400 ekor lainnya dijual. Sedangkan
produksi lobster konsumsi pada tahun pertama menghasilkan 1575 ekor (75% dari
2.100 ekor yang ditebar) atau setara dengan 157,5 kg lobster dimana benih
awalnya diperoleh dengan cara membeli dan pada proses pembesaran kedua baru
menggunakan benih hasil usaha pembenihan sendiri. Pada tahun kedua sampai
dengan tahun ke-10 jumlah produksi benih adalah 12.750 ekor dan yang
digunakan untuk proses pembesaran sebanyak 4.200 ekor untuk 2 kali proses
pembesaran. Sementara jumlah produksi lobster konsumsi sebanyak 3150 ekor
(75% dari 4.200 benih yang digunakan) atau 315 kg. Tabel 19 adalah tabel yang
memaparkan penjualan benih lobster dan lobster air tawar ukuran konsumsi.
Tabel 19. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih dan Lobster Konsumsi
Th
Ke

Benih
(ekor)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Total

6.400
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550

Harga
Satuan
(Rp)
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000

Produksi
Nilai (Rp)
Lobster
Konsumsi
(Kg)
12.800.000
157,5
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
166.700.000
Total

Harga
Satuan
(Rp)
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000

Nilai (Rp)

23.625.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
448.875.000

Selain dari penjualan benih dan lobster konsumsi, tambahan penerimaan


pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster ini juga diperoleh dari penjualan
indukan afkir yaitu indukan yang sudah tidak produktif lagi. Umur produktif
indukan adalah 5 tahun sehingga perusahaan harus mengganti indukan dengan

73
91

yang baru setelah umur produktifnya habis. Indukan afkir dijual dengan
menggunakan standar harga penjualan lobster konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.
Diasumsikan berat 1 ekor indukan adalah 100 gram sehingga 5 set indukan (terdiri
dari 25 induk betina dan 15 induk jantan) dapat dijual dengan berat 4 kg. Berikut
adalah tabel penjualan indukan afkir pada pola usaha III.
Tabel 20. Nilai Penjualan Indukan Afkir
Tahun
Ke
5
10

Jumlah Indukan Afkir


(ekor)
40
40

Berat (kg)
4
4

Harga Jual/kg

Nilai (Rp)

Rp 150.000
Rp 150.000

600.000
600.000

Sumber penerimaan lain adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak
habis pakai pada akhir umur proyek. Nilai sisa tersebut berasal dari lahan dan
bangunan. Nilai sisa lahan diasumsikan sama dengan harga beli lahan, sedangkan
nilai sisa bangunan diperoleh dari hasil penyusutan biaya investasi awal dengan
umur ekonomisnya. Berikut adalah Tabel nilai sisa pada pola usaha III.
Tabel 21. Nilai Sisa Pada Pola Usaha III
No

Uraian

Nilai (Rp)

1.
2.

Lahan
Bangunan

21.200.000
10.000.000
Total

Umur
Ekonomis
(tahun)
15

Penyusutan
Per Tahun

Sisa (Rp)

666.666,67

21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33

7.3.2 Analisis Hasil Outflow


Arus pengeluaran pada pola usaha III terdiri atas biaya investasi, biaya
operasional, dan biaya tetap. Biaya investasi pola usaha III terdiri atas:
1. Lahan sebagai tempat pelaksanaan usaha yaitu tempat mendirikan bangunan
dan kolam pemeliharaan.
2. Bangunan sebagai kantor juga tempat tinggal pengelola usaha agar dapat terus
mengontrol kondisi lobster.

74
92

3. Indukan sebagai input pada usaha pembenihan. Jumlah indukan yang


digunakan pada pola usaha III ini sebanyak 5 set (25 induk betina dan 15
induk jantan)
4. Benih lobster digunakan sebagai input pada usaha pembesaran di tahun
pertama saat usaha pembenihan belum berjalan. Pada saat usaha pembenihan
sudah berjalan maka benih tidak lagi dibeli melainkan menggunakan hasil dari
pembenihan.
5. Kolam pemijahan digunakan untuk mengawinkan indukan lobster. Kolam
pemijahan ini terbuat dari plastik karena lebih murah dan mudah digunakan.
6. Kolam pemeliharaan digunakan untuk pemeliharaan benih setelah menetas
dan pembesaran benih hingga ukuran konsumsi. Jumlah kolam pemeliharaan
sebanyak 5 buah dimana 2 buah digunakan untuk pemeliharaan benih dan 3
buah digunakan untuk pembesaran lobster.
7. Akuarium digunakan untuk pemeliharaan induk setelah proses pemijahan
(perkawinan).
8. Aerator sebagai penyuplai oksigen tambahan
9. Selang aerator untuk menyalurkan oksigen dari aerator ke kolam dan
akuarium)
10. Pipa paralon sebagai tempat persembunyian induk lobster betina saat
menggendong telur.
11. Jaring ikan atau serokan digunakan untuk menangkap lobster.
12. Timbangan kecil dan timbangan besar. Timbangan kecil digunakan untuk
mengukur bobot tiap lobster sedangkan timbangan besar untuk menimbang
hasil panen secara keseluruhan.

75
93

13. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan lokasi usaha di malam hari.
14. Bambu untuk pagar sebagai pembatas antara lokasi usaha dengan areal sekitar
lokasi usaha.
15. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam saat dilakukan
pengurasan kolam.
16. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar kolam.
17. Naungan Kolam digunakan untuk menghalangi sinar matahari jatuh secara
langsung ke kolam.
18. Naungan lobster digunakan sebagai tempat persembunyian lobster di dasar
kolam. Bahan yang digunakan sebagai naungan lobster adalah genteng.
Biaya investasi pada pola usaha ini terdapat pada Tabel 22.

76
94

Tabel 22. Biaya Investasi Pada Pola Usaha III


No

Uraian

1.
2.
3.
4.

Lahan
Bangunan
Indukan (set)
Benih Lobster
(ekor)
Kolam
Pemijahan
Kolam
Pemeliharaan
Akuarium

1
5
2.100

Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serok
an
Timbangan
Kecil
Timbangan
Besar
Balas Lampu
Lampu
Bambu untuk
pagar
Pompa Air
Selang Pompa
Air
Naungan
Kolam
Naungan
Lobster

5.
6.
7.

8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Jumlah
(buah)

Panjang
(m)/
Luas
(m2)
1300 m2
35 m2
-

Harga
Satuan
(Rp)

Nilai (Rp)

16.307,69
285.714,28
750.000
2.000

21.200.000
10.000.000
3.750.000
4.200.000

200.000

600.000

5.000.000

25.000.000

15

175.000

700.000

10

7
40
3

1 m x 0,5
m x 0,5
m
50 m
@ 20 cm
-

170.000
2.000
1.250
15.000

1.190.000
100.000
50.000
45.000

5
5
5
5

45.000

45.000

10

110.000

110.000

10

1
1
50

25.000
10.000
10.000

25.000
10.000
500.000

5
2
10

1
-

4m

350.000
15.000

350.000
60.000

5
5

35 m

4.857,14

170.000

1.050

500

525.000

3
5
4

168 cm x
46 cm
70 m2

Umur
Ekonomis
(tahun)
15
5
6 bln

Pada biaya investasi diatas, terdapat beberapa biaya yang memiliki umur
ekonomis lebih cepat daripada umur proyek. Komponen biaya tersebut harus
mengalami reinvestasi untuk menjaga kelangsungan produksi. Biaya reinvestasi
pada pola usaha ini terdiri atas:

77
95

Tabel 23. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha III


No

Uraian

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Indukan (set)
Kolam Pemijahan
Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serokan
Balas Lampu
Lampu
Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Selang Pompa Air

Umur
Ekonomis
(tahun)
5
4
5
5
5
5
5
2
5
2
5
5

Jumlah
(buah)/
Panjang
(m)
5
3
7
50
40
3
1
1
35
1.050
1
4

Harga
Satuan
(Rp)

Nilai (Rp)

750.000
200.000
170.000
2.000
1.250
15.000
25.000
10.000
4.857,14
500
350.000
15.000

3.750.000
600.000
1.190.000
100.000
50.000
45.000
25.000
10.000
170.000
525.000
350.000
60.000

Komponen biaya lain yang dikeluarkan oleh perusahaan adalah biaya


operasional. Biaya-biaya ini dikeluarkan selama proses produksi dilaksanakan.
Biaya operasional pada usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
terdiri atas biaya pakan, listrik, sterofoam, es balok, transportasi, dan batu ziolid.
Jumlah pakan yang digunakan selama setahun adalah 127,5 kg dengan pembagian
37,5 kg untuk pakan pembenihan dan 90 kg untuk pakan pembesaran dimana
harga beli pakan sebesar Rp 20.000/kg. Kegiatan produksi juga menggunakan
listrik dengan daya 110 kwh dan dikenakan tarif rata-rata per bulan Rp 100.000.
Biaya lain yang dikeluarkan adalah sterofoam untuk mengemas hasil produksi.
Sebuah sterofoam memiliki kapasitas 240 ekor untuk benih dan 10 kg lobster air
tawar ukuran konsumsi. Jadi kebutuhan total sterofoam untuk tiap tahun adalah 68
buah dengan rincian 36 buah untuk mengemas benih dan 32 buah untuk
mengemas lobster konsumsi. Harga beli sterofoam adalah Rp 35.000/buah. Selain
sterofoam, diperlukan juga es balok serut khusus pada saat mengemas lobster
konsumsi. Tujuannya adalah untuk mengurangi aktivitas lobster selama

78
96

perjalanan. Satu buah es balok dapat digunakan untuk 3 buah sterofoam sehingga
jumlah es balok yang dipakai pada tiap kali panen adalah 10 buah. Biaya
operasional lain adalah transportasi dan batu ziolid. Transportasi digunakan untuk
mengantarkan hasil produksi ke pedagang pengumpul di BFC sedangkan batu
ziolid diberikan selama proses produksi dengan tujuan untuk mengurangi kadar
amonia pada air. Pemberian batu ziolid ini dilakukan seminggu sekali dengan
dosis 100 gram/m2. Biaya operasional pada pola usaha ini terdapat pada Tabel
berikut.
Tabel 24. Biaya Operasional Tiap Produksi (per tahun)
No

Uraian

1.
2.
3.
4.
5.
6.

Pakan (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Es Balok
Transportasi
Batu Ziolid

Jumlah
127,5
110
68
10
5
1.008

Harga Satuan
(Rp)
20.000
100.000/bln
35.000
30.000
300.000
2.500

Nilai (Rp)
2.550.000
1.200.000
2.380.000
300.000
1.500.000
2.520.000

Selain biaya investasi dan biaya operasional, ada juga biaya tetap yang
dikeluarkan perusahaan. Biaya tetap terdiri dari biaya perawatan kolam dan gaji
pegawai. Perawatan kolam pada pola usaha pembenihan dan pembesaran lobster
dilakukan sebanyak 8 kali selama satu tahun. Perawatan kolam terdiri dari
pemberian garam ikan dan batu ziolid. Dosis pemberian garam ikan dan batu
diolid masing-masing 100 gram/m2 dengan harga baeli garam ikan adalah Rp
10.000/kg dan batu ziolid Rp 2.500/kg. Jumlah tenaga kerja yang digunakan
sebanyak 2 orang karena usaha budidaya lobster air tawar ini memang tidak
membutuhkan banyak tenaga kerja meskipun jenis pekerjaannya bertambah.
Biaya tetap pada pola usaha III ini dapat dilihat pada Tabel 25.

79
97

Tabel 25. Biaya Tetap


No
1.
2.

Uraian
Perawatan Kolam (kali/tahun)
Gaji Pegawai (per bln)

Jumlah
8 kali/th
2 orang

Nilai (Rp)
1.365.000
1.600.000

7.3.3 Analisis Kelayakan Finansial


Kelayakan finansial usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
dapat dilihat dari beberapa kriteria yaitu NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode. Hasil cashflow pada pola usaha ini menunjukkan hasil sebagai berikut:
Tabel 26. Hasil Analisis Finansial Pola Usaha III
Kriteria
Net Present Value (NPV)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate Return (IRR)
Payback Periode (PBP)

Hasil
138.280.330
5,14
52 %
2,79

Pada pola usaha II diperoleh nilai NPV>0 yaitu sebesar 138.280.330


sehingga usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar ini dikatakan layak.
Nilai pada NPV menunjukkan manfaat bersih yang diterima dari usaha
pembesaran lobster air tawar pada discount rate yang berlaku. Sedangkan hasil
Net B/C diperoleh 5,14 dimana Net B/C > 0 sehingga usaha ini layak untuk
dijalankan. Net B/C sama dengan 5,14 berarti setiap Rp 1 biaya yang telah
dikeluarkan selama umur proyek menghasilkan Rp 5,14 manfaat bersih. IRR yang
diperoleh pada usaha pembesaran lobster air tawar adalah 52 persen dan lebih
besar dari discount rate yang berlaku yaitu 8,25 persen. Ini berarti usaha layak
untuk dilaksanakan dengan tingkat pengembalian internal sebesar 41 persen.
Sedangkan peroide yang diperlukan untuk mengembalikan semua biaya investasi
adalah 2,79 tahun.

80
98

7.3.4 Analisis Switching Value


Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pada pola usaha III adalah sebagai berikut.
Tabel 27. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha III
Perubahan
Penurunan Produksi
Kenaikan Harga Pakan
Penurunan Harga Jual

Persentase
(%)
34,87 %
828,33 %
34,87 %

NPV
25.885
607
25.885

Net
B/C
1,55
1,54
1,55

IRR
8%
8%
8%

Payback
Periode
7,68
8,43
7,68

Dari tabel di atas dapat dilihat batas maksimal perubahan penurunan


produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan harga jual adalah 34,87 persen,
828,33 persen, dan 34,87 persen. Apabila perubahan terhadap penurunan produksi
dan penurunan harga jual yang terjadi melebihi 34,87 persen, maka usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar ini menjadi tidak layak. Demikian
pula dengan perubahan kenaikan harga yang masih dapat mendatangkan
keuntungkan bagi usaha ini adalah sebesar 828,33 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelayakan
usaha pembenihan dan pembesaran lobster air tawar.

7.4 Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha


Ketiga pola usaha lobster air tawar memang layak untuk dijalankan. Tetapi
untuk melihat jenis pengusahaan mana yang paling menguntungkan untuk
dijalankan, dapat dilihat dari perbandingan hasil kelayakan finansial ketiga pola
usaha pada Tabel 28 berikut.

81
99

Tabel 28. Perbandingan Hasil Kelayakan Finansial Ketiga Pola Usaha


Kriteria
Net Present Value (NPV)
Net Benefit and Cost Ratio (Net B/C)
Internal Rate Return (IRR)
Payback Periode (PBP)

Pola Usaha
I
73.792.135
3,47
33 %
4,04

Pola Usaha Pola Usaha


II
III
112.563.989 138.280.330
4,22
5,14
41 %
52 %
3,40
2,79

Tabel di atas menunjukkan bahwa pola usaha III (usaha pembenihan dan
pembesaran) merupakan pola usaha yang memberikan keuntungna paling besra
dibandingkan dengan pola usaha pembenihan dan pola usaha pembesaran.
Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV pola usaha III lebih besar dari pola
usaha II dan I. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pola usaha III
menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua pola yang lain.
Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha III
jauh lebih cepat dibanding pola usaha II dan I.

7.5 Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha


Untuk melihat perbandingan tingkat sensitivitas pengusahaan lobster air
tawar pada ketiga pola usaha dapat dilihat dari hasil analisis switching value.
Berikut adalah table perbandingan hasil switching value pada ketiga pola usaha
lobster air tawar.
Tabel 29. Perbandingan Hasil Switching Value Ketiga Pola Usaha
Perubahan
Penurunan Jumlah Produksi
Kenaikan Harga Pakan (Pelet)
Penurunan Harga Jual

Pola Usaha I
23,8 %
774,95 %
23,8 %

Pola Usaha II
23,11 %
571,77 %
23,11 %

Pola Usaha III


34,87 %
828,33 %
34,87 %

Dari hasil analisis switching value di atas dapat diketahui bahwa pola usaha
II merupakan pola usaha yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal

82
100

perubahan terhadap harga jual dan produksi yang masih memberikan keuntungan
pada pola usaha II hanya sebesar 23,11 persen. Sedangkan untuk pola usaha I dan
III masing-masing sebesar 23,8 persen dan 34,87 persen. Demikian pula dengan
perubahan kenaikan harga pakan. Meskipun pengaruhnya kecil, tetap saja pola
usaha II merupakan usaha dengan batas maksimal perubahan yang terkecil jika
dibandingkan dengan kedua pola usaha lainnya.
Berdasarkan switching value, dapat disimpulkan bahwa perubahan harga
jual dan produksi adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga
pola usaha. Sedangkan perubahan kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap kelayakan ketiga pola usaha. Hal ini disebabkan proporsi
penggunaan pakan yang tidak terlalu besar. Selain itu, lobster merupakan hewan
omnivora sehingga tidak tergantung pada 1 jenis pakan saja. Jadi pola usaha yang
paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang
kecil terhadap perubahan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan
pembesaran lobster air tawar.

101

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan
1. Lobster air tawar merupakan komoditi perikanan yang dapat dibudidayakan
dan memiliki prospek yang cerah. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non
finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial
ekonomi dan lingkungan, usaha yang dijalankan oleh KBLATS Farm layak
untuk dilaksanakan.
2. Pengusahaan lobster air tawar baik usaha pembenihan, pembesaran, maupun
pembenhan dan pembesaran semuanya dapat mendatangkan keuntungan.
Namun, jenis pengusahaan yang memberikan keuntungan paling besar adalah
pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar (pola usaha III).
Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola
usaha III>NPV pola usaha II dan I. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR
nya, sedangkan berdasarkan payback periode, pola usaha III lebih cepat dalam
hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha II dan I.
3. Jika dilihat dari hasil analisis switching value, pola usaha II (usaha
pembesaran lobster air tawar) adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap
perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, maupun
penurunan produksi. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal
yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha. Sementara harga
pakan (pelet) tidak terlalu berpengaruh karena lobster air tawar merupakan
hewan pemakan segala (omnivora) sehingga tidak tergantung pada 1 jenis
pakan saja.

84
102

8.2 Saran
1. Bagi perusahaan sebaiknya mengusahakan pola usaha III yaitu usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar. Selain karena lebih
menguntungkan juga lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti
penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, dan penurunan produksi.
2. Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis lobster air tawar, jangan takut untuk
menjalankan usaha ini karena pengusahaan lobster air tawar ini terbukti
menguntungkan meskipun dilaksanakan dalam skala kecil.
3. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
mengenai budidaya lobster air tawar agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui lobster air tawar dan tertarik untuk mengusahakannya.

103

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. KNPI Kepri Kembangkan Lobster. www.bisnis.com. [14 Nov


2007]
---------. 2007. Bisnis Lobster Bisa Bantu Entaskan Kemiskinan. www.bisnis.com.
[21 Nov 2007]
---------. 2006. Berita Budidaya Perikanan. Majalah Demersal. www.dkp.go.id.
[14 Nov 2007]
---------. 2005. Indonesia dan negara ASEAN Up Date Data Perikanan.
www.dkp.go.id.. [19 April 2008]
---------. 2005. Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara
Optimal. www.kompas.com. [14 Nov 2007]
Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor).
Badan Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2003. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2004. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
----------. 2005. Statistik Perdagangan Luar Negeri Indonesia (Impor). Badan
Pusat Statistik. Jakarta.
Clive, Gray. 1992. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Revitalisasi Perikanan Budidaya
2006-2009. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Ermin, Faisal. 2007. Analisis Kelayakan Investasi Pengusahaan Lobster Air tawar
CV. Vizan Farm Dan CV Sejahtera Lobster Farm. Skripsi. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Gittinger. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian. UI-Press. Jakarta
Gurusinga, Jagatnata. 2003. Kajian Agribisnis Dan Studi Kelayakan Usaha Udang
Windu Kasus Di Kec. Cimalaya, Kab Karawang. Jurusan Sosial Ekonomi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Husnan, Suad dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit.Penerbit dan
Pencetak AMP YKPN. Yogyakarta.
Iskandar. 2003. Budidaya Lobster Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.

86
104

Kadariah. 2001. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia. Jakarta.
Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Milenium.
Prenhallindo. Jakarta
Manurung, V. T dan Kurnia Suci. 1995. Profil Dan Masalah Pengembangan
Perikanan Laut Skala Kecil Di Jawa Timur Dan Maluku. Jurnal Forum
Penelitian Agro Ekonomi Vol. 13 No. 1. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Nasution, Roshayani. 2002. Kajian Pengembangan Bisnis Pengusahaan Udang
Vanname Pada PT. Indonusa Yudha Prawita, Kab. Indramayu. Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Perttiwi, Shi Astuti. 2003. Kajian Pengembangan Bisnis Pembenihan Lobster Air
Tawar Pada Distributor Of Live Fishes Fresh water Bogor. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Setiawan, Cucun. 2006. Teknik Pembenihan Dan Cara Cepat Pembesaran Lobster
Air Tawar. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Wawan, Koh. 2007. Walkamin: Dongkrak Produksi LAT Konsumsi. Trobos No.
88 Januari 2007 tahun VIII. Penerbit Permata Wacana Lestari. Jakarta
www.wikipedia.org. Lobster Air Tawar. [14 November 2007]

Anda mungkin juga menyukai