Ikan Hias PDF
Ikan Hias PDF
Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104
RINGKASAN
KAMMALA AFNI. A14104104. Analisis Kelayakan Pengusahaan Lobster Air
Tawar Kasus KBLATS Farm, Kec. Gunung Guruh, Kab. Sukabumi, Jawa barat.
Di bawah bimbingan RITA NURMALINA.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan kebutuhan
pokok termasuk di dalamnya pemintaan akan protein juga semakin meningkat.
Perubahan trend pola konsumsi protein masyarakat dari red meal to white meal
membuat permintaan akan komoditi perikanan meningkat. Namun, kebutuhan
tersebut belum dapat dipenuhi karena keterbatasan produksi perikanan tangkap.
Budidaya perikanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan konsumsi
ikan masyarakat ataupun kebutuhan non konsumsi lainnya. Salah satu komoditas
perikanan budidaya yang berprospek cerah untuk diusahakan adalah lobster air
tawar. Meskipun demikian, hingga kini belum banyak orang yang menggeluti
usaha budidaya lobster air tawar. Salah satu penyebabnya adalah belum banyak
yang mengetahui keberadaan lobster air tawar dan kebanyakan orang hanya
mengetahui tentang keberadaan lobster air laut yang ditangkap oleh nelayan.
Ukuran dan bentuk lobster air tawar memang mirip dengan lobster air laut.
Perbedaannya, lobster air tawar dapat dibudidayakan sementara lobster air laut
hingga kini belum dapat dibudidayakan. Pembudidayaan lobster air tawar pun
tidaklah sulit karena hewan ini tidak membutuhkan perawatan khusus, tidak
mudah terserang penyakit, pemakan tumbuhan sekaligus hewan (omnivora),
pertumbuhannya relatif cepat, serta memiliki daya telur yang tinggi. Keunggulan
lobster air tawar adalah dagingnya yang lebih sehat dibanding makanan laut lain.
Lobster air tawar rendah lemak, kolesterol, dan garam. Tekstur dan rasanya pun
tidak berbeda dengan lobster air laut. Selama ini pasokan lobster untuk pasar
dalam negeri lebih banyak mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan
permintaannya yang terus meningkat belum terpenuhi. Budidaya lobster air tawar
diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi permintaan lobster dalam
negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan untuk menjaga kelestarian
lobster air laut.
Meskipun tingkat keberhasilannya tinggi karena lobser air tawar tergolong
hewan yang mudah dibudidayakan, tetapi besarnya biaya yang dikeluarkan harus
diperhitungkan dengan hasil yang akan diperoleh. KBLATS Farm adalah
perusahaan baru yang bergerak dalam usaha budidaya lobster air tawar. Investasi
yang telah dikeluarkan oleh KBLATS Farm untuk membuka usaha pembesaran
lobster air tawar belum dianalisis kelayakannya secara finansial maupun non
finansial, sehingga belum dapat diketahui apakah usaha ini akan mendatangkan
keuntungan atau kerugian bagi KBLATS Farm.
Dari uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi dalam
usaha budidaya lobster air tawar adalah: (1) Bagaimana kelayakan usaha budidaya
lobster air tawar di KBLATS Farm dilihat dari aspek pasar, teknis, manajemen,
hukum, sosial lingkungan?, (2) Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya
lobster air tawar apabila dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I usaha pembenihan,
pola II usaha pembesaran, dan pola III usaha pembenihan dan pembesaran lobster
air tawar?, dan (3) Bagaimana sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar,
masa depan pemilik di hari tuanya. Meskipun belum berbentuk badan hukum,
KBLATS Farm sudah memperoleh izin resmi usaha dari pemerintah daerah
setempat berdasarkan Surat Keterangan Usaha No. 500/20/2003/V/2007.
KBLATS Farm yang bergerak dalam usaha pembesaran lobster air tawar ini
masih beroperasi dalam skala kecil.
Dalam penelitian ini dilakukan tiga skenario pola usaha yaitu pola usaha I
adalah usaha pembenihan, pola usaha II adalah usaha pembesaran, dan pola usaha
III adalah usaha pembenihan dan pembesaran. Dari hasil analisis finansial ketiga
pola usaha dengan menggunakan kriteria NPV, Net B/C, IRR, dan Payback
Periode, diperoleh hasil: untuk pola usaha I diperoleh NPV sebesar Rp
73.792.135, Net B/C sebesar 3,47, IRR sebesar 33 persen, dan PBP selama 4,04
tahun. Untuk pola usaha II diperoleh hasil NPV sebesar Rp 112.563.989, Net B/C
sebesar 4,22, IRR sebesar 41 persen, dan PBP selama 3,4 tahun. Sedangkan untuk
pola usaha III diperoleh hasil NPV sebesar Rp 138.280.330, Net B/C sebesar 5,14,
IRR sebesar 52 persen, dan PBP selama 2,79 tahun. Dari hasil analisis finansial
tersebut dapat dilihat bahwa jenis pengusahaan lobster air tawar yang paling
menguntungkan adalah pola usaha III atau usaha pembenihan dan pembesaran
lobster air tawar.
Untuk melihat kembali daya tarik proyek apabila terjadi perubahan pada
jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output digunakan analisis switching
value. Dari hasil analisis switching value diperoleh hasil: pola usaha I masih layak
untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan jumlah produksi sebesar 23,8
persen, kenaikan harga pakan sebesar 774,95 persen, dan penurunan harga jual
sebesar 23,8 persen. Pola usaha II masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi
penurunan jumlah produksi sebesar 23,11 persen, kenaikan harga pakan sebesar
571,77 persen, dan penurunan harga jual sebesar 23,11 persen. Sementara pola
usaha III masih layak untuk dilaksanakan apabila terjadi penurunan produksi
sebesar 34,87 persen, kenaikan harga pakan sebesar 828,33 persen, dan penurunan
hrga jual sebesar 34,87 persen. Berdasarkan analisis switching value tersebut
dapat disimpulkan bahwa pola usaha II adalah jenis usaha yang peling sensitif
terhadap perubahan jika dibandingkan dengan pola usaha I dan pola usaha III.
Dan jenis perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan ketiga pola
usaha adalah perubahan terhadap jumlah produksi dan harga jual.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah 1) kegiatan usaha budidaya
lobster air tawar yang dilakukan oleh KBLATS Farm sudah layak dilihat dari
aspek non finansial maupun aspek finansial, 2) pengusahaan lobster air tawar
yang paling menuntungkan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan
pembesaran, dan 3) pola usaha II adalah jenis pengusahaan lobster air tawar yang
paling sensitif terhadap perubahanan, penurunan harga jual dan penurunan
produksi merupakan perubahan yang paling berpengaruh terhadap kelayakan
usaha. Saran yang dapat diberikan antara lain: 1) bagi perusahaan sebaiknya
melakukan jenis pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
karena pola usaha ini adalah yang paling menguntungkan, 2) pemerintah
sebaiknya melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai budidaya lobster air tawar
agar semakin banyak masyarakat yang mengusahakan lobster air tawar ini, dan 3)
bagi masyarakat yang tertarik untuk menjalankan bisnis lobster air tawar tidak
perlu takut karena usaha ini terbukti menguntungkan meskipun dijalankan dalam
skala kecil.
Oleh:
KAMMALA AFNI
A14104104
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian pada
Fakultas Pertanian
Menyetujui,
Dosen Pembimbing,
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
PERNYATAAN
Kammala Afni
A14104104
Riwayat Hidup
KATA PENGANTAR
Penulis
10
11
9. Om Lili yang sudah banyak membantu penulis baik moril maupun materil.
Terima kasih atas doa, support, masukan, dan informasi yang diberikan.
10. Om Ketut dan Tante Lies dari Pusat Ristek DKP yang sudah banyak
membantu dalam penelusuran bahan-bahan tentang lobster air tawar.
11. Sahabatku Metha, Adi, Ratri, dan Ratieh yang banyak memberikan penulis
semangat dan keceriaan di saat-saat sulit. Well still be best friend forever.
12. Teman-teman AGB 41, terima kasih atas rasa kebersamaan dan kekeluargaan
selama kurang lebih 4 tahun.
13. Teman sebimbingan Endang, David, Nuy, Anggi, dan Yanti, yang selalu ingat
untuk memberitahu jadwal ketemu Bu Rita.
14. Kakak kelas AGB 40, Panji, Anin, Pipin, Arief, Nina, Anggun, Idham, Ical,
K Adhan, terima kasih telah mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan
penulis. Mas Fery (AGB 39), terima kasih untuk konsultasi dan masukannya.
15. Semua pihak yang telah membantu yang tak bisa disebutkan satu persatu oleh
penulis.
12
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................................... i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................................... 6
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 8
1.4 Ruang Lingkup Penelitian............................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lobster Air Tawar .............................................................................................. 9
2.1.1 Klasifikasi dan Anatomi Lobster Air Tawar ......................................... 9
2.1.2 Sifat dan Tingkah Laku Lobster Air Tawar .......................................... 11
2.1.3 Jenis-Jenis Lobster Air Tawar .............................................................. 13
Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................................ 15
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Studi Kelayakan Proyek................................................................................ 20
3.2 Teori Biaya dan Manfaat .............................................................................. 22
3.3 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 24
3.4 Analisis Finansial ......................................................................................... 25
3.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 25
3.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 26
3.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 26
3.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 26
3.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 27
3.6 Kerangka Operasional .................................................................................. 27
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 30
4.2 Jenis Data dan Sumber Data ......................................................................... 30
4.3 Metode Analisis Data ................................................................................... 30
4.4 Analisis Kelayakan Investasi ........................................................................ 31
4.4.1 Net Present Value (NPV) ..................................................................... 31
4.4.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C Rasio) ................................................ 32
4.4.3 Internal Rate Return (IRR)................................................................... 33
4.4.4 Payback Periode (PBP)........................................................................ 33
4.5 Analisis Sensitivitas...................................................................................... 34
13
14
DAFTAR TABEL
Nomor
1.
Halaman
2.
3.
Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih Lobster Air Tawar ....................... 55
4.
5.
6.
7.
8.
9.
15
16
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
17
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario II .................. 96
11. Laporan Laba Rugi Pengusahaan Lobster Air Tawar Skenario III ................. 97
12. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario I ............................. 98
13. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario I ......................... 99
14. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario I .......................... 100
15. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario II ............................ 101
16. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario II........................ 102
17. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario II ......................... 103
18. Analisis Switching Value Penurunan Produksi Skenario III........................... 104
19. Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan Skenario III ...................... 105
20. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Skenario III ........................ 106
21. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produks
Skenario I ..................................................................................................... 107
22. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
Skenario I ..................................................................................................... 108
23. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual
Skenario I ..................................................................................................... 109
24. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Penurunan Produksi
Skenario II.................................................................................................... 110
25. Laporan Laba Rugi Analisis Switching Value Kenaikan Harga Pakan
18
19
I. PENDAHULUAN
Departemen Kelautan dan Perikanan. www.dkp.go.id. Indonesia dan Negara ASEAN, Up Date Data Perikanan.
15/02/2005. Diakses pada tanggal 19 April 2008.
2
20
3
21
Budidaya Laut
Budidaya
Tambak
Budidaya Kolam
Budidaya
Keramba
Budidaya Jaring
Apung
Budidaya Sawah
Total
2000
2001
2002
2003
2004 Kena
-ikan
/th
(%)
1.227
19,4
489.811
3,97
614
419.282
713
438.010
951
458.107
981
480.762
77.647
76
85.900
80
94.240
86
97.821
93
99.137
93
6,52
5,23
416
803
807
948
952
27,86
157.346
655.381
150.680
676.186
148.909
703.100
151.414
732.019
124.495
716.317
-5,38
2,28
4
22
dan rasanya pun tidak berbeda dengan lobster air laut. Selain sebagai sajian
hidangan, lobster juga banyak dimanfaatkan sebagai hiasan penghuni akuarium
karena bentuknya yang menarik dengan beragam warna yang menarik pula. Harga
jual lobster air tawar pun cukup tinggi, untuk pasar lokal mencapai kisaran
Rp100.000-Rp120.000 per kg (isi 10-12 ekor). Apalagi bila produksi lobster itu
dikelola dengan pengawasan kualitas yang ketat, sehingga bisa menembus pangsa
mancanegara, maka harganya pun semakin tinggi. Di pasar ekspor, lobster air
tawar dihargai tidak pernah kurang dari Rp150.000 per kg untuk isi 10-12 ekor.2
Harga lobster air tawar juga lebih stabil dari harga lobster laut karena produksinya
dapat diatur oleh petani sehingga supplai senantiasa tersedia di pasar. Sementara
harga lobster air laut lebih fluktuatif karena apabila tangkapan lobster laut
melimpah, maka harganya akan jatuh (Wawan, 2007)
Budidaya lobster khususnya lobster air tawar merupakan salah satu budidaya
andalan yang saat ini sedang digalakkan oleh Departemen Kelautan dan
Perikanan. Prospek lungshia (dalam bahasa China berarti udang naga) sangat
bagus karena harganya yang tinggi dan pasarnya terbuka lebar. Permintaan pasar
domestik dan ekspor terus meningkat, sementara produksi terbatas.3 Kebutuhan
lobster air tawar untuk memenuhi pasar Jakarta saja mencapai 2-3 ton per bulan,
sedangkan untuk nasional diperkirakan jumlah kebutuhan lobster air tawar antara
6-8 ton per bulan dengan restoran sebagai penyerap utamanya (Cucun, 2006).
Dinas perikanan maupun pemerintah daerah (pemda) perlu memiliki perhatian
lebih serius terhadap pengembangan lobster air tawar Indonesia yang dinilai
berpeluang mengekspor lobster air tawar ke Singapura dan Hong Kong seharga
2
Bisnis Indonesia Online. http://web.bisnis.com. Bisnis lobster Bisa Bantu Entaskan Kemiskinan, 21/07/2007. Diakses
pada tanggal 21 November 2007.
Majalah Demersal. http://www.dkp.go.id. Berita Budidaya Perikanan. 21/07/06. Diakses pada tanggal 14 November 2007
5
23
Rp 250.000 per kilogram size 10. Pemimpin perusahaan budidaya lobster air
tawar Santoso Farm, FX. Santoso T., mengatakan, sektor usaha tersebut cukup
prospektif untuk dikembangkan seiring besarnya kebutuhan pasar internasional.4
Selama ini pasokan lobster untuk pasar dalam negeri lebih banyak
mengandalkan dari hasil tangkapan alam, sedangkan permintaannya yang terus
meningkat belum terpenuhi. Itulah yang menyebabkan Indonesia melakukan
impor lobster dari Singapura, Australia, Amerika Serikat, dan Jepang untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri. Besarnya jumlah dan nilai impor lobster
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah dan Nilai Impor Lobster Laut Indonesia Tahun 2002-2005
Tahun
2002
2003
2004
2005
Jumlah (Kg)
2.482
5.033
7.332
362
Nilai (US$)
12.069
18.402
9.303
1.621
Budidaya lobster air tawar diharapkan dapat menjadi solusi untuk memenuhi
permintaan lobster dalam negeri. Selain itu, kegiatan budidaya ini juga bertujuan
untuk menjaga kelestarian lobster air laut. Atas dasar itulah, perlu diadakan suatu
kajian atau penelitian mengenai kelayakan usaha budidaya lobster air tawar untuk
menganalisis apakah usaha budidaya lobster air tawar ini menguntungkan atau
tidak. Sehingga masyarakat tertarik untuk membuka usaha budidaya lobster air
tawar.
6
24
Kompas Online. http://kompas.com. Pasar Ekspor Perikanan Indonesia Belum Tergarap Secara Optimal. 13/05/05.
Diakses pada tanggal 14 November 2007.
7
25
8
26
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha budidaya lobster air tawar di KBLATS Farm
dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek hukum, dan
aspek sosial lingkungan.
2. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya lobster air tawar, apabila
usaha budidaya lobster air tawar ini dilakukan dalam 3 pola yaitu pola I adalah
usaha pembenihan, pola II adalah usaha pembesaran, dan pola III adalah usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar
3. Menganalisis sensitivitas usaha budidaya lobster air tawar, apabila terjadi
perubahan pada jumlah produksi, harga pakan, dan harga jual output.
27
Filum
: Arthopoda
Sub Filum
: Crustacea
Kelas
: Malacostrada
Famili
: Parastacidae
Ordho
: Decapoda
Genus
: Cherax
Spesies
10
28
Lobster air tawar merupakan spesies yang tidak memiliki tulang dalam
(internal skeleton), tetapi seluruh permukaan tubuh dan organ luarnya terbungkus
cangkang (external skeleton). Proses pembentukan cangkang membutuhkan bahan
berupa kalsium dan terjadi setelah proses pergantian semua cangkang berlangsung
sempurna.
Tubuh lobster dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian kepala (chepalothorax)
dan perut (abdomen). Jika dilihat dari organ tubuh luar, lobster air tawar memiliki
beberapa alat pelengkap sebagai berikut:
1. Sepasang antena yang berperan sebagai perasa dan peraba terhadap pakan dan
kondisi lingkungan.
2. Sepasang antanela yang berfungsi untuk mencium pakan, 1 mulut, dan
sepasang capit (celiped) yang lebar dengan ukuran lebih panjang dibandingkan
dengan ruas dasar capitnya.
3. Enam ruas badan (abdomen) agak memipih dengan lebar badan rata-rata
hampir sama dengan lebar kepala.
4. Ekor. Satu ekor tengah (telson) memipih, sedikit lebar, dan dilengkapi dengan
duri-duri halus yang terletak di semua bagian tepi ekor, serta 2 pasang ekor
samping (uropod) yang memipih.
5. Enam pasang kaki renang (pleopod) yang berperan untuk berenang. Kaki
renang pada induk betina yang sedang bertelur memberikan gerakan untuk
meningkatkan kandungan oksigen terlarut di sekitarnya. Kaki renang juga
digunakan untuk membersihkan telur atau larva dari kotoran yang terendap.
6. Empat pasang kaki untuk berjalan (walking legs).
11
29
12
30
b. Mengkonsumsi Pakan
Lobster tidak begitu senang dengan panas matahari sehingga hidupnya banyak
dihabiskan di dalam lubang-lubang persembunyian. Lobster air tawar bergerak
sangat lamban pada siang hari, tetapi akan berubah agresif pada malam hari. Hal
ini karena lobster termasuk hewan nocturnal yaitu hewan yang aktif mencari
makan pada malam hari. Makanan Lobster antara lain biji-bijian, sayuran, lumut,
daging segar, cacing, dan bangkai binatang sehingga digolongkan sebagai hewan
omnivora.
Lobster air tawar juga termasuk hewan yang suka memakan jenisnya sendiri.
Biasanya ini terjadi saat tidak tersedia pakan yang memadai. Sifat kanibal ini juga
timbul saat lobster lain dalam keadaan lemah dan tidak dapat mempertahankan
diri, khusunya pada saat molting.
c. Sistem Reproduksi
Lobster hanya akan kawin jika menemukan pasangan yang cocok. Meskipun
bertemu dan saling terangsang, lobster tidak akan melakukan perkawinan jika
tidak cocok. Di habitat aslinya, lobster mulai kawin pada saat berumur 1 tahun
dan terjadi pada awal musim penghujan. Perkawinan biasanya dilakukan pada
malam hari. Sepuluh hari setelah kawin, telur yang dibuahi oleh induk jantan akan
terlihat melekat di bawah perut induk betina. Telur ini akan menetas 1,5 bulan
setelah pembuahan.
13
31
b. Procambarus clarkii
Berbeda dengan genus cherax, genus procambarus bukan merupakan lobster
air tawar asal Australia. Keluarga Cambaridae merupakan keluarga lobster air
14
32
tawar yang hidup di bagian lintang utara. Procambarus clarkii sendiri berasal dari
daerah Amerika Utara, di Louisiana dan di Delta Missisippi. P. clarkii
mempunyai warna tubuh dominan merah. Oleh karena itu mereka sering disebut
sebagai red crayfish. P. clarkii dewasa berwarna merah gelap, sedangkan P.
clarkii muda berwarna merah kekelabuan.
Procambarus clarkii adalah lobster yang paling jarang mengalami molting
karena pertumbuhannya lambat dan ukuran tubuhnya relatif kecil. Panjang tubuh
lobster dewasa ini hanya sekitar 10-12 cm. Red crayfish bersifat sangat agresif,
teritorial, dan rakus, sehingga mereka bisa menjadi ancaman bagi hewan lain yang
dipelihara dalam satu wadah.
15
33
Lobster air tawar yabbie memiliki toleransi yang tinggi terhadap konsentrasi
oksigen terlarut sebesar 0,5 ppm dan suhu air 8-30o C. Metabolisme tubuh, nafsu
makan, dan pertumbuhannya rendah jika dipelihara di dalam wadah dengan suhu
air kurang dari 16oC. Lobster yabbie juga memiliki kemampuan membuat tempat
perlindungan dengan menggali lubang di dasar perairan hingga kedalaman 2
meter. Ciri spesifik lobster yabbie adalah capitnya hampir sama besar dengan
ukuran tubuhnya. Sementara itu, tubuhnya sendiri tergolong kecil jika
dibandingkan dengan lobster air tawar jenis lain.
16
34
17
35
IRR 52 persen, dan payback period 3,18 tahun. Analisis sensitivitas dilakukan
untuk memperoleh nilai NPV=0 untuk melihat tingkat kepekaan usaha apabila
terjadi penurunan harga output, peningkatan harga pakan, dan penurunan
produksi. Dari hasil analisis switcing value yang dilakukan terhadap ketiga pola
usaha menunjukkan bahwa pola usaha I merupakan pola usaha yang paling
sensitif terhadap perubahan harga pakan, perubahan harga output dan perubahan
produksi. Perubahan produksi dan harga output adalah faktor yang paling sensitif
yang mempengaruhi kelayakan usaha ini.
Meskipun komoditi perikanan yang diteliti penulis sama dengan kedua
peneliti terdahulu diatas yaitu lobster air tawar, tetapi terdapat perbedaan pada
perusahaan tempat penelitian ini dilakukan. Selain itu, peneliti hanya melakukan
penelitian pada satu perusahaan dimana perusahaan beroperasi pada usaha
pembesaran lobster air tawar saja.
Beberapa penelitian lain yang terkait dengan kelayakan usaha budidaya
komoditas perikanan juga dilakukan oleh Roshayani (2002) yang melakukan
penelitian pada usaha udang vanname. Dari hasil perhitungan terhadap arus
menfaat dan biaya pada tingkat diskonto 14 persen diperoleh nilai NPV sebesar
Rp 1.442.292.775,16, Net B/C rasionya 2,43 dan tingkat IRR 54,37 persen.
Berdasarkan analisis finansial tersebut, usaha ini dikatakan layak untuk
dijalankan. Analisis sensitivitas yang dilakukan untuk melihat kepekaan usaha
apabila terjadi kenaikan harga pakan sebesar 10 persen dan 98,58 persen,
penurunan harga jual udang sebesar 10 persen dan 28,69 persen. Berdasarkan
hasil perhitungan terhadap kenaikan harga pakan 10 persen, usaha masih layak
diusahakan. Sedangkan jika kenaikan harga pakan mencapai 98,58 persen, maka
18
36
usaha berada pada batas kelayakan. Begitu pula pada perhitungan penurunan
harga jual, bila harga jual udang menurun 10 persen maka usaha masih diikatakan
layak untuk dijalankan, sedangkan jika penurunan harga jual hingga 28,69 persen,
maka usaha berada pada ambang kelayakan.
Jagatnata (2003) dalam penelitiannya terhadap studi kelayakan usaha udang
windu, melakukan perhitungan analisis finansial dengan tingkat diskonto 14
persen pada beberapa jenis tambak udang windu yaitu tambak ekstensif, semi
ekstensif, intensif, dan super intensif. Hasilnya adalah semua jenis tambak layak
untuk diusahakan dengan nilai NPV untuk tambak ekstensif sebesar Rp
124.585.724, tambak semi intensif Rp 304.255.216, tambak intensif sebesar Rp
457.611.072, dan tambak super intensif Rp 382.380.835. Nilai Gross B/C nya
adalah 2,436 untuk usaha tambak ekstensif, 2,172 untuk tambak semi intensif,
1,531 untuk tambak intensif , dan 1,163 untuk tambak super intensif. Tingkat IRR
untuk setiap jenis tambak secara berurutan adalah 69 persen, 141 persen, 111
persen, dan 83 persen. Analisis sensitivitas dilakukan jika diasumsikan terjadi
perubahan harga jual udang, kenaikan biaya produksi, dan perubahan volume
produksi. Berdasarkan perhitungan switching value diperoleh hasil bahwa usaha
masih layak untuk dijalankan selama perubahan yang terjadi pada penurunan
harga jual sebesar 33 persen untuk tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif
dan 25 persen untuk tambak super intensif. Perubahan kenaikan biaya produksi
yang masih membuat usaha ini layak adalah bila terjadi kenaikan biaya sebesar
28,6 persen pada harga bibit. Sedangkan perubahan volume produksi yang masih
dapat ditolerir adalah apabila terjadi penurunan produksi sebesar 50 persen.
19
37
38
dimaksud
proyek
adalah
suatu
keseluruhan
aktivitas
yang
21
39
22
40
4. Aspek Hukum
Terdiri dari bentuk badan usaha yang akan digunakan, jaminan-jaminan yang
dapat diberikan apabila hendak meminjam dana, serta akta, sertfikat, dan izin
yang diperlukan dalam menjalankan usaha.
5. Aspek Sosial Lingkungan
Terdiri dari pengaruh proyek terhadap penghasilan negara, pengaruhnya
terhadap devisa negara, peluang kerja, dan pengembangan wilayah dimana
proyek dilaksanakan.
6. Aspek Finansial
Pengaruh finansial terhadap proyek.
Tujuan dilakukannya analisis proyek adalah 1) untuk mengetahui tingkat
keuntungan yang dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, 2) menghindari
pemborosan sumber-sumber, yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang
tidak menguntungkan, 3) mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang
ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan,
dan 4) menentukan prioritas investasi (Gray, et al, 1992).
23
41
manfaat yang diterima. Biaya yang diperlukan suatu proyek dapat dikategorikan
sebagai berikut:
1. Biaya modal merupakan dana untuk investasi yang penggunaanya bersifat
jangka panjang, seperti: tanah, bangunan, pabrik, mesin.
2. Biaya operasional atau modal kerja merupakan kebutuhan dana yang
diperlukan pada saat proyek mulai dilaksanakan, seperti: biaya bahan baku,
biaya tenaga kerja.
3. Biaya lainnya, seperti: pajak, bunga, dan pinjaman.
Manfaat juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat menimbulkan
kontribusi terhadap suatu proyek. Manfaat proyek dapat dibedakan menjadi:
1. Manfaat langsung yaitu manfaat yang secara langsung dapat diukur dan
dirasakan sebagai akibat dari investasi, seperti: peningkatan pendapatan dan
kesempatan kerja.
2. Manfaat tidak langsung yaitu manfaat yang secara nyata diperoleh dengan
tidak langsung dari proyek dan bukan merupakan tujuan utama proyek,
seperti: rekreasi.
Kriteria yang biasa digunakan sebagai dasar persetujuan atau penolakan
suatu proyek yang dilaksanakan adalah kriteria investasi. Dasar penilaian investasi
adalah perbandingan antara jumlah nilai yang diterima sebagai manfaat dari
investasi tersebut dengan manfaat-manfaat dalam situasi tanpa proyek. Nilai
perbedaannya adalah berupa tambahan manfaat bersih yang akan muncul dari
investasi dengan adanya proyek (Gittinger, 1986).
24
42
untuk
membandingkan
arus
biaya
dan
manfaat
yang
25
43
penyebarannya dalam waktu yang tidak merata. Untuk tujuan itu, tingkat suku
bunga ditentukan melalui proses discounting.
NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan.
NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang
dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya
tidak dilaksanakan.
26
44
Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi
27
45
periode jangka waktu pengembalian modal. Semakin cepat modal itu dapat
kembali, semakin baik suatu proyek untuk diusahakan karena modal yang kembali
dapat dipakai untuk membiayai kegiatan lain (Husnan dan Suwarsono, 1999).
28
46
NPV, IRR, Net B/C Rasio, Payback Period, dan sensitivitas usaha budidaya
lobster air tawar ini. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
rekomendasi mengenai pelaksanaan usaha kepada pengusaha budidaya lobster air
tawar. Berikut adalah kerangka operasional penelitian pada usaha budidaya
lobster air tawar.
29
47
Meningkatnya kebutuhan
protein yang disebabkan oleh
meningkatnya jumlah
penduduk
Tidak dapat
dibudidayakan
Dapat dibudidayakan
Usaha Budidaya
Lobster Air Tawar
Kelayakan Usaha
Budidaya Lobster Air
Tawar
Tidak Layak
Layak
48
31
49
Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun ;
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun
n = jumlah tahun
32
50
NPV > 0, artinya suatu proyek sudah dinyatakan menguntungkan dan dapat
dilaksanakan.
NPV < 0, artinya proyek tersebut tidak menghasilkan nilai biaya yang
dipergunakan. Dengan kata lain, proyek tersebut merugikan dan sebaiknya
tidak dilaksanakan.
Keterangan :
Bt = manfaat yang diperoleh tiap tahun
Ct = biaya yang dikeluarkan tiap tahun
n = jumlah tahun
i = tingkat bunga (diskonto)
33
51
Net B/C = 1, maka NPV = 0, proyek tidak untung dan tidak rugi
Keterangan :
i = Discount rate yang menghasilkan NPV positif
i = Discount rate yang menghasilkan NPV negatif
NPV = NPV yang bernilai positif
NPV = NPV yang bernilai negatif
4.4.4 Tingkat Pengembalian Investasi (Payback Period)
Untuk melihat jangka waktu pengembalian suatu investasi dilakukan
perhitungan dengan menggunakan metode Payback Period yang menunjukkan
jangka waktu kembalinya investasi yang dikeluarkan melalui pendapatan bersih
34
52
tambahan yang diperoleh dari usaha budidaya lobster air tawar. Rumus yang
digunakan untuk menghitung jangka pengembalian investasi adalah:
Keterangan :
I = besarnya investasi yang dibutuhkan
Ab = benefit bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya
Pada dasarnya semakin cepat Payback Period menandakan semakin kecil
resiko yang dihadapi oleh investor.
35
53
36
54
9. Lobster yang siap panen adalah lobster yang telah menjalani masa pembesaran
selama 6 bulan dan panjangnya mencapai 5-6 inchi dengan bobot 100
gram/ekor.
10. Harga yang digunakan adalah harga konstan yaitu harga jual lobster air tawar
ukuran konsumsi Rp. 150.000 per kg.
11. Total produksi adalah jumlah lobster yang dihasilkan selama satu tahun. Nilai
total penjualan adalah hasil kali antara total produksi dan harga jual.
12. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya lobster air tawar ini terdiri dari
biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan pada tahun
ke-1 yaitu tahun 2007 dan biaya reinvestasi dikeluarkan untuk peralatanperalatan yang telah habis umur ekonomisnya.
13. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel.
14. Nilai sisa dihitung berdasarkan perhitungan nilai sisa dengan menggunakan
metode garis lurus dimana harga beli dibagi dengan umur ekonomis.
Sedangkan untuk harga tanah diasumsikan harga beli sama dengan harga jual
pada akhir umur proyek.
15. Dilakukan tiga skenario yaitu analisis kelayakan usaha budidaya lobster air
tawar dengan menggunakan 3 jenis pola usaha yaitu pola I adalah usaha
pembenihan (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga benih),
pola II adalah usaha pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari benih
hingga ukuran konsumsi), dan pola III adalah usaha pembenihan dan
pembesaran (yaitu pengusahaan lobster mulai dari pemijahan hingga
pembesaran). Pola usaha II adalah usaha yang benar-benar dilakukan oleh
37
55
perusahaan, sedangkan pola usaha I dan III adalah usaha rancangan untuk
membuat alternatif jenis pengusahaan yang lebih menguntungkan.
16. Pajak pendapatan yang digunakan adalah pajak progesif berdasarkan UU No.
17 tahun 2000 Tentang Tarif Umum PPh Wajib Pajak Badan Dalam Negeri
dan bentuk Usaha Tetap, yaitu:
56
39
57
58
41
59
tawar. Dari angka tersebut dapat dilihat betapa menjanjikannya usaha budidaya
lobster air tawar ini (Cucun, 2006). Bahkan, permintaan lobster air tawar
diramalkan tidak akan surut selama masih ada konsumen yang berniat untuk
mengkonsumsinya.
6.1.2 Strategi Pemasaran
Mengenai sarana promosi, KBLATS Farm belum memiliki alat atau media
khusus untuk memasarkan lobster air tawar yang diproduksinya. Sejauh ini,
KBLATS Farm menjual hasil produksinya kepada pedagang pengumpul lobster
BFC (Bintaro Fish Center). Distribusi dari perusahaan ke pengumpul dilakukan
sendiri oleh perusahaan. Lobster yang telah dipanen terlebih dahulu dimasukkan
ke dalam kotak sterofoam dan diberi es balok serut sebagai pengawet, baru
kemudian dikirim ke pengumpul yaitu BFC (Bintaro Fish Center). Dari BFC,
lobster akan didistribusikan kepada end user baik itu restoran maupun rumah
tangga melalui pengecer. BFC sendiri telah memasang iklan di beberapa media
cetak seperti majalah trubus. BFC juga membuka situs www.lobsterairtawar.com
untuk memberikan informasi mengenai lobster air tawar dan pemasarannya.
Berikut adalah skema aliran pemasaran lobster air tawar yang dilakukan oleh
KBLATS Farm.
KBLATS Farm
Pedagang Pengumpul
(Bintaro Fish Center)
End User
(restoran, rumah tangga)
Sumber: KBLATS Farm
42
60
43
61
karena benih yang dibeli akan diantar ke lokasi proyek. Bahan baku lainnya
seperti pakan lobster dibeli secara bersamaan dengan benih dari perusahaan
yang sama. Bahan baku juga tidak sulit untuk diperoleh, karena penjual
benih dan pakan selalu mempunyai persediaan yang memadai dan dapat
dipesan secara mendadak. Jadi secara keseluruhan, perusahaan tidak
menghadapi masalah yang cukup berarti mengenai ketersediaan bahan baku.
2.
44
62
3.
4.
5.
Fasilitas transportasi
Lokasi proyek yang terletak di perkampungan juga telah memiliki fasilitas
jalan aspal meskipun kondisinya agak rusak. Untuk alat transportasi tersedia
ojek dan angkutan umum (angkot). Tapi untuk menuju lokasi proyek hanya
45
63
setempat
berdasarkan
Surat
Keterangan
Usaha
No.
8.
Sikap masyarakat
Sikap masyarakat sangat terbuka dan mendukung adanya usaha lobster air
tawar ini. Masyarakat sekitar juga mulai tertarik untuk membuka usaha yang
sama. Tetapi, mereka masih takut untuk mengambil resiko karena modal
yang diperlukan dalam usaha ini cukup besar. Selain itu, mereka juga
terbatas dalam pengetahuan budidaya lobster air tawar.
9.
46
64
karena lokasi proyek bukan merupakan daerah padat sehingga masih ada
lahan yang dapat dimanfaatkan.
6.2.2 Skala Usaha
Saat ini KBLATS Farm masih beropersi dalam skala kecil. Produksinya
baru dapat dipasarkan ke pedagang pengumpul di BFC (Bintaro Fish Club). Untuk
mencapai skala ekonomis, KBLATS Farm setidaknya harus memiliki 12 kolam
agar dapat memanen lobsternya setiap bulan. Dengan demikian, perusahaan ini
akan dapat menjual langsung hasil produksinya kepada end user yaitu restoran
atau rumah tangga dengan harga yang lebih tinggi daripada menjual ke pedagang
pengumpul. Karena permintaan lobster air tawar masih sangat tinggi, maka
peluang untuk meraih keuntungan besar dapat diperoleh dengan memperluas skala
usaha. Kapasitas perusahaan juga masih belum tergarap secara optimal. Hal ini
dapat dijadikan modal dalam rencana perluasan skala usaha. Dapat dikatakan
bahwa KBLATS Farm masih sangat berpotensi untuk meningkatkan skala
usahanya untuk mencapai skala ekonomis.
6.2.3 Proses Produksi
Proses produksi lobster air tawar pada KBLATS Farm melalui beberapa
tahap mulai dari persiapan kolam sampai panen. Berikut adalah tahapan proses
produksi lobster air tawar:
a.
Persiapan Kolam
Pada usaha pembesaran, jenis kolam yang digunakan adalah kolam tanah.
Sebelum ditebarkan benih lobster, kolam harus disiapkan terlebih dahulu.
Persiapan kolam lobster mencakup kegiatan perawatan kolam. Kegiatan
yang dilakukan dalam persiapan kolam adalah pengeringan kolam,
47
65
Pengisian Air I
(diamkan selama
7 hari)
Pengurasan Kolam
Pengeringan Kolam
Pemberian
Kapur
Penebaran Batu
Ziolid Granul
Pemberian
Garam Ikan
Pengisian Air II
(diamkan 3 hari)
Kolam Siap
Digunakan
Penebaran Benih
Benih ditebarkan pada kolam yang telah siap untuk ditanam. Benih yang
digunakan adalah benih lobster dengan ukuran 2-3 inchi. Penebaran lobster
48
66
dilakukan dalam 3 tahap. Jumlah benih yang ditebar disesuaikan dengan luas
kolam. Agar pertumbuhan lobster optimal, jumlah benih yang ditebar adalah
10-20 ekor per m2.
c.
Pemberian Pakan
Pemberian pakan lobster dilakukan 3 kali dalam sehari dengan proporsi 25
persen pada pagi hari, 37,5 persen pada sore hari, dan 37,5 persen pada
malam hari. Besarnya porsi pakan yang diberikan mengikuti aturan umum
pemberian pakan lobster yaitu 3 persen dari bobot lobster. Sedangkan jenis
pakan yang diberikan adalah pelet udang dengan kandungan protein 45
persen. Adapun pakan lain yang diberikan seperti keong mas dan cacing
diperoleh dari lokasi sekitar usaha secara gratis. Pakan seperti ini tidak
diberikan secara rutin melainkan diberikan pada saat-saat tertentu saja (bila
ada).
d.
Perawatan Benih
Perawatan benih yang dimaksud adalah menjaga kondisi benih dari hal-hal
yang dapat menghambat atau bahkan mengganggu pertumbuhan benih agar
dapat tumbuh optimal. Perawatan benih yang biasa dilakukan adalah
pemberian batu ziolid seminggu sekali untuk mengurangi kadar amonia
dalam air yang dihasilkan dari urin lobster. Selain itu, perawatan benih juga
dilakukan dengan memisahkan lobster-lobster yang sakit dengan lobsterlobster yang sehat. Hal ini bertujuan agar lobster yang sakit tidak dimangsa
oleh lobster lain.
49
67
e.
Panen
Panen dilakukan saat lobster telah berumur 5-6 bulan dengan panjang
mencapai 5-6 inchi dengan bobot sekitar 100 gram per ekor. Panen dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu cara pertama dengan menguras kolam untuk
memanen lobster dan yang kedua dengan menggunakan jaring ikan untuk
menangkap lobster. Biasanya perusahaan melakukan panen dengan cara
menguras kolam karena akan lebih mudah dalam menangkap lobster serta
memudahkan untuk persiapan kolam berikutnya.
f.
Pasca Panen
Lobster yang telah dipanen siap untuk dikemas dan didistribusikan.
Pengemasan lobster dilakukan dengan menggunakan kotak sterofoam dan es
balok serut sebagai pengawet. Kapasitas 1 kotak sterofoam adalah 8-10 kg
lobster. Lobster yang telah dimasukkan ke dalam sterofoam kemudian diberi
es balok serut dan ditutup dengan daun pepaya baru kemudian kotak ditutup
dan dilekatkan menggunakan lakban agar sterofoam tetap tertutup rapat.
50
68
51
69
52
70
53
71
merusak lingkungan, kegiatan usaha ini juga dapat menambah kesempatan kerja
bagi masyarakat sekitar dan memberikan kontribusi bagi negara berupa pajak.
72
55
73
Jumlah Produksi
(ekor)
17.000
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
25.500
238.000
Harga Satuan
(Rp/ekor)
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
Nilai (Rp)
34.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
51.000.000
493.000.000
Setelah indukan tidak produktif lagi, maka indukan dapat dijual dengan
harga jual menggunakan harga jual lobster ukuran konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.
56
74
Bobot indukan diasumsikan sesuai dengan bobot lobster untuk konsumsi yaitu
100 gram/ekor. Jumlah indukan lobster yang digunakan adalah 10 set dengan total
50 ekor induk betina dan 30 ekor induk jantan. Karena diasumsikan bobot
indukan setara dengan lobster konsumsi yaitu 100 gram/ekor, maka dari indukan
afkir didapatkan 8 kg lobster (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Sehingga jumlah
penerimaan tambahan dari penjualan indukan afkir adalah Rp 1.200.000 (8 kg x
Rp 150.000/kg) dan selama umur proyek diperoleh 2 kali penerimaan tambahan
dari hasil penjualan indukan afkir ini yaitu pada tahun ke-5 dan ke-10.
Selain dari penjualan benih, penerimaan perusahaan juga diperoleh dari nilai
sisa (salvage value) biaya investasi yang dikeluarkan pada tahun pertama yang
tidak habis terpakai selama umur proyek. Nilai sisa yang terdapat hingga akhir
umur proyek dapat ditambahkan sebagai manfaat proyek. Biaya-biaya investasi
pada usaha pembenihan lobster air tawar ini yang tidak habis terpakai antara lain
lahan dan bangunan. Untuk menghitung nilai sisa lahan, diasumsikan bahwa nilai
beli sama dengan nilai jual. Sementara nilai sisa bangunan dihitung dengan
mengurangi nilai beli dengan penyusutannya per tahun selama umur proyek. Nilai
sisa pada pola usaha I dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha I
No
Uraian
Nilai (Rp)
1.
2.
Lahan
Bangunan
21.200.000
10.000.000
Total
Umur
Ekonomis
(tahun)
15
Penyusutan
Per Tahun
Sisa (Rp)
666.666,67
21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33
57
75
58
76
10. Jaring atau serokan digunakan untuk menangkap benih lobster dari kolam
pemeliharaan.
11. Timbangan kecil digunakan untuk menimbang berat lobster.
12. Balas lampu dan lampu neon digunakan sebagai alat penerangan pada malam
hari di sekitar kolam.
13. Bambu digunakan sebagai pagar yang membatasi areal proyek dengan lahan
warga.
Rincian Biaya investasi pada pola usaha I ini terdapat pada Tabel 5.
Tabel 5. Biaya Investasi Pada Pola Usaha I
No
Uraian
1.
2.
3.
4.
Lahan
Bangunan
Indukan (set)
Kolam
Pemijahan
Kolam
Pemeliharaan
Akuarium
1
10
5
Aerator
Selang
Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Sero
kan
Timbangan
Kecil
Balas Lampu
Lampu
Bambu untuk
pagar
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Jumlah
(buah)
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
16.307,69
285.714,28
750.000
200.000
21.200.000
10.000.000
7.500.000
1.000.000
Umur
Ekonomis
(tahun)
15
5
5
5.000.000
25.000.000
10
175.000
1.400.000
10
10
-
1 m x 0,5
m x 0,5
m
50 m
170.000
2.000
1.700.000
100.000
5
5
80
3
@ 20 cm
-
1.250
15.000
100.000
45.000
5
5
45.000
45.000
10
1
1
50
25.000
10.000
10.000
25.000
10.000
500.000
5
2
10
5
8
Panjang
(m)/
Luas
(m2)
1300 m2
35m2
168 cm x
46 cm
70 m2
Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya
59
77
beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek. Biaya
reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan terdiri dari:
Tabel 6. Biaya Reinvestasi Pada Pola Usaha I
No
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Indukan (set)
Kolam Pemijahan
Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serokan
Balas Lampu
Lampu
Umur
Ekonomis
(tahun)
5
4
5
5
5
5
5
2
Jumlah
(buah)/
Panjang (m)
10
5
10
50
80
3
1
1
Harga
Satuan
(Rp)
750.000
200.000
170.000
2.000
1.250
15.000
25.000
10.000
Nilai (Rp)
7.500.000
1.000.000
1.700.000
100.000
100.000
45.000
25.000
10.000
Uraian
Pakan (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Transportasi
Jumlah
25
110
35
-
Nilai (Rp)
500.000
400.000
1.225.000
300.000
60
78
Uraian
Perawatan Kolam
Gaji Pegawai
Jumlah
2 kali/produksi
2 orang
Nilai (Rp)
700.000
1.600.000
Hasil
73.792.135
3,47
33 %
4,04
61
79
diterima dari usaha pembenihan lobster air tawar selama umur proyek terhadap
tingkat diskon (discount rate) yang berlaku. Kriteria lain yang dianalisis adalah
Net B/C, pada pola usaha I ini diperoleh nilai Net B/C > 0 yaitu sebesar 3,47 yang
menyatakan bahwa usaha pembenihan lobster air tawar ini layak dijalankan. Nilai
Net B/C sama dengan 3,47 artinya setiap Rp 1 yang dikeluarkan selama umur
proyek menghasilkan Rp 3,47 satuan manfaat bersih. IRR yang diperoleh dari
analisis finansial pola usaha I adalah 33 persen dimana IRR tersebut lebih besar
dari discount factor yang berlaku yaitu 8,25 persen. Nilai IRR tersebut
menunjukkan tingkat pegembalian internal proyek sebesar 33 persen dan karena
IRR > 8,25 persen, maka usaha ini layak dan menguntungkan.. Pola usaha
pembenihan lobster air tawar ini memiliki periode pengembalian biaya investasi
selama 4,04 tahun.
7.1.4 Analisis Switching Value
Analisis sensitivitas dilakukan dengan menggunakan nilai pengganti
(switching value) sampai memperoleh nilai NPV yang mendekati nol. Hasil
switching value pada pola usaha I adalah sebagai berikut.
Tabel 10. Hasil Analisis Switching Value Pola Usaha I
Perubahan
Penurunan Produksi
Kenaikan Harga Pakan
Penurunan Harga Jual
Persentase
(%)
23,8 %
774,95 %
23,8 %
NPV
8.275
803
8.275
Net
B/C
1,56
1,55
1,56
IRR
8%
8%
8%
Payback
Periode
7,96
8,52
7,96
Dari hasil analisis switching value diatas dapat dilihat bahwa batas maksimal
perubahan terhadap penurunan produksi, kenaikan harga pakan, dan penurunan
harga jual masing-masing adalah 23,8 persen, 774,95 persen, dan 23,8 persen.
Apabila perubahan yang terjadi melebihi batas tersebut, maka usaha pembenihan
62
80
lobster air tawar ini menjadi tidak layak atau tidak menguntungkan. Besarnya
penurunan produksi dan harga jual sebesar 23,8 persen menunjukkan bahwa usaha
pembenihan lobster air tawar ini masih layak apabila penurunan yang terjadi
terhadap produksi dan harga jual tidak lebih besar dari 23,8 persen. Sementara itu,
besarnya kenaikan harga pakan yang masih dapat mendatangkan keuntungan bagi
usaha pembenihan lobster air tawar adalah 774,95 persen. Ini berarti bahwa
kenaikan harga pakan memiliki pengaruh yang kecil terhadap kelangsungan
usaha.
Berdasarkan hasil analisis switching value terhadap pola usaha I dapat
disimpulkan bahwa produksi dan harga jual merupakan hal yang sangat
berpengaruh terhadap kelayakan usaha, sedangkan harga pakan tidak terlalu
berpengaruh karena penggunaan pakan tidak terlalu besar dan harganya pun relatif
murah. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase perubahan yang dapat
mengubah tingkat kelayakan usaha pembenihan lobster air tawar.
63
81
adalah 6 bulan. Jadi dalam 1 tahun, perusahaan melakukan 6 kali panen dimana
tiap tahap panen 2 kali dalam setahun. Tingkat kematian (SR) benih hingga
menjadi lobster konsumsi adalah 25%. Dengan demikian jumlah lobster yang
dapat dipanen hanya 75% dari total benih yang ditebar. Harga jual lobster ukuran
konsumsi pada tingkat pengumpul adalah Rp 150.000/kg dengan isi 10 ekor/kg.
Pada tahun pertama, jumlah produksi lobster air tawar sebanyak 2.659 ekor
atau 75 persen dari 3.545 ekor (jumlah benih yang ditebar), dengan berat total
sebesar 265,9 kg (1 kg terdiri dari 10 ekor lobster). Pada tahun kedua sampai
dengan tahun ke-10 produksi lobster adalah 5.318 ekor atau 2 kali produksi pada
tahun pertama. Hal ini disebabkan pada tahun pertama terdapat proses persiapan
proyek sehingga produksi belum terlaksana secara penuh, sedangkan pada tahun
kedua hingga tahun ke-10 produksi sudah dapat dijalankan dengan penuh artinya
dalam setahun dilakukan 2 kali periode produksi. Berikut adalah Tabel penjualan
lobster air tawar ukuran konsumsi mulai tahun ke-1 hingga tahun ke-10.
Tabel 11. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Lobster Air Tawar
Konsumsi
Tahun
Ke
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Total
Jumlah
Produksi
(ekor)
2.659
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
5.318
Bobot (kg)
Harga Satuan
(Rp/kg)
265,9
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
531,8
4.875,75
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
Nilai (Rp)
39.885.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
79.770.000
757.815.000
Penerimaan pada pola usaha pembesaran lobster air tawar juga diperoleh
dari nilai sisa (salvage value) biaya investasi yang tidak habis pakai hingga akhir
64
82
umur proyek. nilai sisa tersebut didapat dari lahan dan bangunan. Diasumsikan
nilai jual lahan sama dengan nilai belinya, sedangkan nilai sisa bangunan
diperoleh dengan menyusutkannya dari nilai bangunan dan umur ekonomis
bangunan tersebut. Nilai sisa pada pola usaha II disajikan pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Sisa Biaya Investasi Proyek Pada Pola Usaha II
No
Uraian
Nilai (Rp)
1.
2.
Lahan
Bangunan
21.200.000
10.000.000
Total
Umur
Ekonomis
(tahun)
15
Penyusutan
Per Tahun
Sisa (Rp)
666.666,67
21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33
65
83
6. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam pada saat pengurasan
kolam.
7. Bak digunakan untuk penampungan sementara lobster yang sedang dipanen
sebelum dikemas di dalam sterofoam.
8. Jaring Ikan atau serokan digunakan untuk menangkap lobster
9. Timbangan besar digunakan untuk menimbang berat lobster keseluruhan saat
panen.
10. Timbangan kecil untuk menimbang bobot 1 ekor lobster.
11. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan pada malam hari di sekitar
kolam.
12. Aerator digunakan sebagai penghasil oksigen tambahan ke dalam kolam.
13. Selang aerator sebagai penyalur oksigen dari aerator ke dalam kolam.
14. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar.
15. Bambu untuk pagar sebagai pembatas areal usaha dengan lahan di luar areal
usaha.
Tabel 13 menyajikan daftar biaya investasi pada pola usaha II.
66
84
Uraian
1.
Lahan (m2)
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Bangunan
Kolam
Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Bak
Jaring
Ikan/Serokan
Timbangan Besar
Timbangan Kecil
Balas Lampu Neon
Lampu Neon
Selang Aerator
Selang Pompa Air
Aerator
Bambu
untuk
pagar
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Jumlah
(buah)
1
5
1772
1
7
3
1
1
1
1
1
50
Panjan
g
(m)/
Luas
(m2)
1.300
m2
35 m2
70 m2
35 m
50 m
4m
-
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
Umur
Ekono
-mis
(th)
16.307,69
21.200.000
285.714,28
5.000.000
4.857,14
500
350.000
12.000
15.000
10.000.000
25.000.000
170.000
886.000
350.000
84.000
45.000
15
10
5
2
5
10
5
110.000
45.000
25.000
9.000
2.000
15.000
170.000
10.000
110.000
45.000
25.000
9.000
100.000
60.000
170.000
500.000
10
10
5
2
5
5
5
10
Selain biaya investasi juga ada biaya reinvestasi yang dikeluarkan oleh
perusahaan apabila biaya investasi yang dikeluarkan telah habis umur
ekonomisnya. Tidak semua biaya investasi mengalami reinvestasi, hanya
beberapa biaya saja yang umur ekonomisnya tidak selama umur proyek seperti
naungan kolam, naungan lobster, pompa air, jaring ikan atau serokan, balas
lampu, lampu neon, selang aerator, selang pompa air, dan aerator. Biaya
reinvestasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dilihat pada Tabel 14.
67
85
Uraian
1.
2.
3.
4.
Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Jaring
Ikan/Serokan
Balas Lampu
Lampu Neon
Selang Aerator
Selang Pompa Air
Aerator
5.
6.
7.
8.
9.
Umur
Ekonomis
(tahun)
5
2
5
5
Jumlah
(buah)/
Panjang (m)
35
1772
1
3
Harga
Satuan
(Rp)
4.857,14
500
350.000
15.000
Nilai (Rp)
5
2
5
5
5
1
1
50
4
1
25.000
9.000
2.000
15.000
170.000
25.000
9.000
100.000
60.000
170.000
170.000
886.000
350.000
45.000
68
86
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Jumlah
Harga Satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
Benih (ekor)
a. Ukuran 3 inchi
b. Ukuran 2 inchi
Total
1.200
2.345
3545
3.500
2.000
4.200.000
4.690.000
8.890.000
Pellet (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Es Balok (buah)
Transportasi
Batu ziolid (kg)
75
110
27
9
840
20.000
100.000/bln
35.000
30.000
2.500
1.500.000
600.000
945.000
270.000
900.000
2.100.000
69
87
Uraian
Perawatan Kolam (kali/bulan)
Gaji Pegawai (per bln)
Jumlah
1 kali/6 bulan
2 orang
Nilai (Rp)
437.500
1.600.000
Hasil
112.563.989
4,22
41 %
3,40
70
88
Persentase
(%)
23,11 %
571,77 %
23,11 %
NPV
11.664
1.205
11.664
Net
B/C
1,55
1,54
1,55
IRR
8%
8%
8%
Payback
Periode
8,16
8,63
8,16
71
89
72
90
Pada tahun pertama, diperoleh hasil produksi benih sebanyak 8.500 ekor
yang dihasilkan dari 2 kali proses pembenihan. Sebanyak 2.100 ekor benih
dibesarkan di kolam pembesaran, sedangkan 6.400 ekor lainnya dijual. Sedangkan
produksi lobster konsumsi pada tahun pertama menghasilkan 1575 ekor (75% dari
2.100 ekor yang ditebar) atau setara dengan 157,5 kg lobster dimana benih
awalnya diperoleh dengan cara membeli dan pada proses pembesaran kedua baru
menggunakan benih hasil usaha pembenihan sendiri. Pada tahun kedua sampai
dengan tahun ke-10 jumlah produksi benih adalah 12.750 ekor dan yang
digunakan untuk proses pembesaran sebanyak 4.200 ekor untuk 2 kali proses
pembesaran. Sementara jumlah produksi lobster konsumsi sebanyak 3150 ekor
(75% dari 4.200 benih yang digunakan) atau 315 kg. Tabel 19 adalah tabel yang
memaparkan penjualan benih lobster dan lobster air tawar ukuran konsumsi.
Tabel 19. Jumlah Produksi dan Nilai Penjualan Benih dan Lobster Konsumsi
Th
Ke
Benih
(ekor)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Total
6.400
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
8.550
Harga
Satuan
(Rp)
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
2.000
Produksi
Nilai (Rp)
Lobster
Konsumsi
(Kg)
12.800.000
157,5
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
17.100.000
315
166.700.000
Total
Harga
Satuan
(Rp)
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
150.000
Nilai (Rp)
23.625.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
47.250.000
448.875.000
73
91
yang baru setelah umur produktifnya habis. Indukan afkir dijual dengan
menggunakan standar harga penjualan lobster konsumsi yaitu Rp 150.000/kg.
Diasumsikan berat 1 ekor indukan adalah 100 gram sehingga 5 set indukan (terdiri
dari 25 induk betina dan 15 induk jantan) dapat dijual dengan berat 4 kg. Berikut
adalah tabel penjualan indukan afkir pada pola usaha III.
Tabel 20. Nilai Penjualan Indukan Afkir
Tahun
Ke
5
10
Berat (kg)
4
4
Harga Jual/kg
Nilai (Rp)
Rp 150.000
Rp 150.000
600.000
600.000
Sumber penerimaan lain adalah nilai sisa dari biaya investasi yang tidak
habis pakai pada akhir umur proyek. Nilai sisa tersebut berasal dari lahan dan
bangunan. Nilai sisa lahan diasumsikan sama dengan harga beli lahan, sedangkan
nilai sisa bangunan diperoleh dari hasil penyusutan biaya investasi awal dengan
umur ekonomisnya. Berikut adalah Tabel nilai sisa pada pola usaha III.
Tabel 21. Nilai Sisa Pada Pola Usaha III
No
Uraian
Nilai (Rp)
1.
2.
Lahan
Bangunan
21.200.000
10.000.000
Total
Umur
Ekonomis
(tahun)
15
Penyusutan
Per Tahun
Sisa (Rp)
666.666,67
21.200.000
3.333.333,33
24.533.333,33
74
92
75
93
13. Balas lampu dan lampu neon sebagai penerangan lokasi usaha di malam hari.
14. Bambu untuk pagar sebagai pembatas antara lokasi usaha dengan areal sekitar
lokasi usaha.
15. Pompa air digunakan untuk menyedot air dari kolam saat dilakukan
pengurasan kolam.
16. Selang pompa air untuk menyalurkan air dari kolam keluar kolam.
17. Naungan Kolam digunakan untuk menghalangi sinar matahari jatuh secara
langsung ke kolam.
18. Naungan lobster digunakan sebagai tempat persembunyian lobster di dasar
kolam. Bahan yang digunakan sebagai naungan lobster adalah genteng.
Biaya investasi pada pola usaha ini terdapat pada Tabel 22.
76
94
Uraian
1.
2.
3.
4.
Lahan
Bangunan
Indukan (set)
Benih Lobster
(ekor)
Kolam
Pemijahan
Kolam
Pemeliharaan
Akuarium
1
5
2.100
Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serok
an
Timbangan
Kecil
Timbangan
Besar
Balas Lampu
Lampu
Bambu untuk
pagar
Pompa Air
Selang Pompa
Air
Naungan
Kolam
Naungan
Lobster
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
Jumlah
(buah)
Panjang
(m)/
Luas
(m2)
1300 m2
35 m2
-
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
16.307,69
285.714,28
750.000
2.000
21.200.000
10.000.000
3.750.000
4.200.000
200.000
600.000
5.000.000
25.000.000
15
175.000
700.000
10
7
40
3
1 m x 0,5
m x 0,5
m
50 m
@ 20 cm
-
170.000
2.000
1.250
15.000
1.190.000
100.000
50.000
45.000
5
5
5
5
45.000
45.000
10
110.000
110.000
10
1
1
50
25.000
10.000
10.000
25.000
10.000
500.000
5
2
10
1
-
4m
350.000
15.000
350.000
60.000
5
5
35 m
4.857,14
170.000
1.050
500
525.000
3
5
4
168 cm x
46 cm
70 m2
Umur
Ekonomis
(tahun)
15
5
6 bln
Pada biaya investasi diatas, terdapat beberapa biaya yang memiliki umur
ekonomis lebih cepat daripada umur proyek. Komponen biaya tersebut harus
mengalami reinvestasi untuk menjaga kelangsungan produksi. Biaya reinvestasi
pada pola usaha ini terdiri atas:
77
95
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Indukan (set)
Kolam Pemijahan
Aerator
Selang Aerator
Pipa Paralon
Jaringan/Serokan
Balas Lampu
Lampu
Naungan Kolam
Naungan Lobster
Pompa Air
Selang Pompa Air
Umur
Ekonomis
(tahun)
5
4
5
5
5
5
5
2
5
2
5
5
Jumlah
(buah)/
Panjang
(m)
5
3
7
50
40
3
1
1
35
1.050
1
4
Harga
Satuan
(Rp)
Nilai (Rp)
750.000
200.000
170.000
2.000
1.250
15.000
25.000
10.000
4.857,14
500
350.000
15.000
3.750.000
600.000
1.190.000
100.000
50.000
45.000
25.000
10.000
170.000
525.000
350.000
60.000
78
96
perjalanan. Satu buah es balok dapat digunakan untuk 3 buah sterofoam sehingga
jumlah es balok yang dipakai pada tiap kali panen adalah 10 buah. Biaya
operasional lain adalah transportasi dan batu ziolid. Transportasi digunakan untuk
mengantarkan hasil produksi ke pedagang pengumpul di BFC sedangkan batu
ziolid diberikan selama proses produksi dengan tujuan untuk mengurangi kadar
amonia pada air. Pemberian batu ziolid ini dilakukan seminggu sekali dengan
dosis 100 gram/m2. Biaya operasional pada pola usaha ini terdapat pada Tabel
berikut.
Tabel 24. Biaya Operasional Tiap Produksi (per tahun)
No
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Pakan (kg)
Listrik (kwh)
Sterofoam (buah)
Es Balok
Transportasi
Batu Ziolid
Jumlah
127,5
110
68
10
5
1.008
Harga Satuan
(Rp)
20.000
100.000/bln
35.000
30.000
300.000
2.500
Nilai (Rp)
2.550.000
1.200.000
2.380.000
300.000
1.500.000
2.520.000
Selain biaya investasi dan biaya operasional, ada juga biaya tetap yang
dikeluarkan perusahaan. Biaya tetap terdiri dari biaya perawatan kolam dan gaji
pegawai. Perawatan kolam pada pola usaha pembenihan dan pembesaran lobster
dilakukan sebanyak 8 kali selama satu tahun. Perawatan kolam terdiri dari
pemberian garam ikan dan batu ziolid. Dosis pemberian garam ikan dan batu
diolid masing-masing 100 gram/m2 dengan harga baeli garam ikan adalah Rp
10.000/kg dan batu ziolid Rp 2.500/kg. Jumlah tenaga kerja yang digunakan
sebanyak 2 orang karena usaha budidaya lobster air tawar ini memang tidak
membutuhkan banyak tenaga kerja meskipun jenis pekerjaannya bertambah.
Biaya tetap pada pola usaha III ini dapat dilihat pada Tabel 25.
79
97
Uraian
Perawatan Kolam (kali/tahun)
Gaji Pegawai (per bln)
Jumlah
8 kali/th
2 orang
Nilai (Rp)
1.365.000
1.600.000
Hasil
138.280.330
5,14
52 %
2,79
80
98
Persentase
(%)
34,87 %
828,33 %
34,87 %
NPV
25.885
607
25.885
Net
B/C
1,55
1,54
1,55
IRR
8%
8%
8%
Payback
Periode
7,68
8,43
7,68
81
99
Pola Usaha
I
73.792.135
3,47
33 %
4,04
Tabel di atas menunjukkan bahwa pola usaha III (usaha pembenihan dan
pembesaran) merupakan pola usaha yang memberikan keuntungna paling besra
dibandingkan dengan pola usaha pembenihan dan pola usaha pembesaran.
Berdasarkan hasil analisis finansial, nilai NPV pola usaha III lebih besar dari pola
usaha II dan I. Demikian juga dengan nilai Net B/C dan IRR, pola usaha III
menghasilkan Net B/C dan IRR yang lebih besar daripada kedua pola yang lain.
Sedangkan masa pengembalian biaya investasi (payback periode) pola usaha III
jauh lebih cepat dibanding pola usaha II dan I.
Pola Usaha I
23,8 %
774,95 %
23,8 %
Pola Usaha II
23,11 %
571,77 %
23,11 %
Dari hasil analisis switching value di atas dapat diketahui bahwa pola usaha
II merupakan pola usaha yang paling sensitif terhadap perubahan. Batas maksimal
82
100
perubahan terhadap harga jual dan produksi yang masih memberikan keuntungan
pada pola usaha II hanya sebesar 23,11 persen. Sedangkan untuk pola usaha I dan
III masing-masing sebesar 23,8 persen dan 34,87 persen. Demikian pula dengan
perubahan kenaikan harga pakan. Meskipun pengaruhnya kecil, tetap saja pola
usaha II merupakan usaha dengan batas maksimal perubahan yang terkecil jika
dibandingkan dengan kedua pola usaha lainnya.
Berdasarkan switching value, dapat disimpulkan bahwa perubahan harga
jual dan produksi adalah perubahan yang paling sensitif terhadap kelayakan ketiga
pola usaha. Sedangkan perubahan kenaikan harga pakan tidak memiliki pengaruh
yang besar terhadap kelayakan ketiga pola usaha. Hal ini disebabkan proporsi
penggunaan pakan yang tidak terlalu besar. Selain itu, lobster merupakan hewan
omnivora sehingga tidak tergantung pada 1 jenis pakan saja. Jadi pola usaha yang
paling menguntungkan untuk diusahakan dan memiliki tingkat sensitivitas yang
kecil terhadap perubahan adalah pola usaha III yaitu usaha pembenihan dan
pembesaran lobster air tawar.
101
8.1 Kesimpulan
1. Lobster air tawar merupakan komoditi perikanan yang dapat dibudidayakan
dan memiliki prospek yang cerah. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non
finansial yaitu analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, dan sosial
ekonomi dan lingkungan, usaha yang dijalankan oleh KBLATS Farm layak
untuk dilaksanakan.
2. Pengusahaan lobster air tawar baik usaha pembenihan, pembesaran, maupun
pembenhan dan pembesaran semuanya dapat mendatangkan keuntungan.
Namun, jenis pengusahaan yang memberikan keuntungan paling besar adalah
pengusahaan pembenihan dan pembesaran lobster air tawar (pola usaha III).
Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola
usaha III>NPV pola usaha II dan I. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR
nya, sedangkan berdasarkan payback periode, pola usaha III lebih cepat dalam
hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usaha II dan I.
3. Jika dilihat dari hasil analisis switching value, pola usaha II (usaha
pembesaran lobster air tawar) adalah jenis usaha yang paling sensitif terhadap
perubahan baik penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, maupun
penurunan produksi. Penurunan harga dan penurunan produksi adalah hal
yang paling berpengaruh terhadap kelangsungan usaha. Sementara harga
pakan (pelet) tidak terlalu berpengaruh karena lobster air tawar merupakan
hewan pemakan segala (omnivora) sehingga tidak tergantung pada 1 jenis
pakan saja.
84
102
8.2 Saran
1. Bagi perusahaan sebaiknya mengusahakan pola usaha III yaitu usaha
pembenihan dan pembesaran lobster air tawar. Selain karena lebih
menguntungkan juga lebih dapat bertahan apabila terjadi perubahan seperti
penurunan harga jual, kenaikan harga pakan, dan penurunan produksi.
2. Bagi masyarakat yang tertarik pada bisnis lobster air tawar, jangan takut untuk
menjalankan usaha ini karena pengusahaan lobster air tawar ini terbukti
menguntungkan meskipun dilaksanakan dalam skala kecil.
3. Pemerintah sebaiknya memberikan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat
mengenai budidaya lobster air tawar agar semakin banyak masyarakat yang
mengetahui lobster air tawar dan tertarik untuk mengusahakannya.
103
DAFTAR PUSTAKA
86
104