Learning Objective Blok 14 Hematologi
Learning Objective Blok 14 Hematologi
Step I
1.
2.
3.
4.
5.
Granulosit
Ptekie
Konjungtiva palpebrae
Radiologi
Pembesaran limfonodi
Step II
1. Definisi dan klasifikasi dari limfoid neoplastik dan non neoplastik
2. Jelaskan diagnosis dari penyakit limfoid neoplastik dan non neoplastik
(berdasarkan gambaran histopatologis dan penampakan klinis)
3. Jelaskan tentang proses penatalaksanaan dari penyakit limfoid neoplastik
dan non neoplastik
4. Jelaskan prinsip prinsip pengobatan dan prognosis dari penyakit limfoid
non neoplastik dan neoplastik
5. Diagnosis kerja dan diagnosis banding dari pada skenario
6. Mengapa terjadi perbesaran perut bagian kiri, kembung, cepat lelah, dan
penurunan berat badan pada kasus di skenario?
7. Klasifikasi dari penyakit limfoma hodgkin dan non hodgkin
8. Etiologi dari diagnosis kerja pada skenario
9. Jelaskan klasifikasi pemeriksaan penunjang dari leukimia
10.Jelaskan tentang keganasan hematologis
11.Menjelaskan klasifikasi (leukimia akut dan leukimia kronik), prinsip terapi,
prognosis, manifestasi klinis, dan definisinya.
Jawab:
1. Limfoid neoplastik
- Leukemia / limofidlomfoblastik sel B dan T prekursor, tumor agresif ini
yang dibentuk oleh limfosit imatur (limfoblas), terutama terjadi pada anak
dan dewasa muda
- Limfoma lomfositik kecil / leukemia lomfositik kronis, keduanya adalah
tumor yang hampir identik dan berbeda hanya dalam derajat keterlibatan
darah perifer; yang memperlihatkan sel dalam sirkulasinya banyak disebut
leukemia limfositik kronis (CLL), sedangkan yang tidak disebut Limfoma
limfositik kecil (SLL)
- Limfoma folikular, tumor ini ditandai dengan arsitektur nodular atau
folikular, yang sangat sering ditemukan, membentuk 40% NHL dewasa di
amerika
- Limfoma sel mantel, limfoma sel mantel terdiri atas sel B yang mirip
dengan zona mantel pada folikel limfoid normal.
- Limfoma sel B besar difus, ini adalah jenis limfoma terpenting pada orang
dewasa, membentuk sektar 50% dari semua NHL pada orang dewasa.
- Limfoma Burkitt, adalah penyakit endemik di beberapa bagian Afrika dan
sporadik di tempat lain.
- Mieloma multipel dan gangguan sel plasma terkait, adalah sekelompok
neoplasma sel B yang sama sama memperlihatkan ekspansi satu klona
Penyakit Cat-Scratch
Cat-scratch disease adalah suatu limfadenitis swasirna yang
disebabkan oleh Bartonella henselae. Penyakit ini bermanifestasi
klinik sebagai limfadenopati regional, terutama di ketiak dan leher.
Sumber: Kumar V.,et al, 2007, Buku Ajar Patologi Robbins, EGC : Tanggerang.
2. Limfoid neoplastik
- Leukemia / limofidlomfoblastik sel B dan T prekursor,
- Limfoma lomfositik kecil / leukemia lomfositik kronis
- Limfoma folikular
- Limfoma sel mantel
- Limfoma sel B besar difus
- Limfoma Burkitt
- Mieloma multipel dan gangguan sel plasma terkait
- Limfoma hodgkin
- Neoplasma limfoid lainnya, terdiri dari:
Extranodal Marginal Zone Lymphoma (limfoma MALT)
Leukemia sel berambut
Mikosis fungoides dan sindrom sezary
Limfoma / leukemia sel T dewasa
Limfoma sel T perifer
Limfoid non- neoplastik
- Leukopenia,
Neutropenia / agranulositosis
perubahan anatomik sum sum tulang bergantung pada
penyebab neutropenia, apabila neutropenia disebabkan oleh
destruksi berlebihan neutrofil matur atau oleh granulopoiesis yang
inefektif, seperti yang terjadi pada anemia megaloblastik,
ditemukan hiperselularitas sumsum tulang akibat peningkatan
jumlah prekursor granulostik immature, sebaliknya zat yang
menekan granulositopoiesis menyebabkan penurunan mencolok
jumlah prekursor granulositik di sum sum tulang. Eritropoiesis dan
megakariopoiesis mungkin masih normal (apabila zat tersebut
secara khusus mengenai granulosit); tetapi pada obat mielotoksik
tertentu, semua elemen sumsum tulang dapat terkena.
- Leukositosis reaktif
Mononukelosis infeksiosa
Perubahan utama mengenai darah, kelenjar getah bening,
limpa, hati, susunan saraf pusat, dan kadang kadang organ lain.
- Limfadenitis reaktif
Limfadenitis non spesifik akut
Limfadenitis non spesifik kronik
Penyakit Cat-Scratch
Sumber:
3.
Sumber :
4.
Sumber:
5.
Sumber:
6.
Sumber:
7. klasifikasi penyakit non hodgkin limfoma menurut REAL / WHO
B cell neoplasms
I. Precursor B cell neoplasm : precursor B acte lymphoblastic leukemia /
lymphoblastic lymphoma (B-ALL, LBL)
II. Peripheral B cell neoplasm
a. B cell chronic lymphocytic leukemia / small lymphocytic lymphoma
b. B cell prolymphocytic leukemia
c. Lymphoplasmacytic lymphoma / immuno-cytoma
d. mantle cell lymphoma
e. follicular lymphoma
f. entranodal marginal zone B-cell lymphoma or MALT type
g. Nodal marginal zone B-cell lymphoma (monocytoid B-cells)
h. splenic marginal zone lymphoma ( villous lymphocytes)
i. hairy cell leukemia
j. plasmacytoma / plasma cell myeloma
k. diffuse large B-cell lymphoma
l. Burkitts lymphoma
T-Cell and NK Cell
I. T-cell and putative NK Cell neoplasms Precursor T-cell neoplasm: precursor T
acute lymphoblastic leukemia / lymphoblastic lymphoma (T-ALL, LBL)
II. Peripheral T-ce;; and NK-cell neoplasms
a. T-cell chronic lymphocytic leukemia/ prolymphocytic leukemia
b. T cell granular lymphocytic leukemia
c. Mycosis fungoides / Sezary syndrome
d. Peripheral T-cell lymphoma, not otherwise characterized
e. Hepatosplenic gamma/ delta lymphoma
f. subcutaneus panniculitis like T-cell lymphoma
g. Angiommunablastic T-cell lymphoma
fase blas, jumlah darah meningkat tajam dan tidak terkontrol dengan obat
lagi, biasanya pasien akan meninggal pada usia 3 4 tahun setelah onset.
VII.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Untuk membantu menegakkan diagnosa leukemia serta menentukan
sudah sejauh mana progresivitas atau perjalanan dari penyakitnya,
diperlukan beberapa pemeriksaan seperti :
1.
Pemeriksaan hematologis
Pada leukemia hasil pemeriksaan didapatkan anemia, dapat pula terjadi
trombositopenia dan neutropenia, namun pada LMK trombosit cenderung
meningkat meskipun bisa normal atau menurun. Jumlah leukosit adalah
hasil yang paling bermakna pada leukemia dimana terjadi peningkatan
massif hingga lebih dari 200.000/mm3 pada keadaan tertentu seperti LMA
yang telah mengalami DIC dan leukostasis. Biasanya jumlah leukosit
berkisar antara 10.000 50.000/mm3 pada LLA dan CML, pada AML tanpa
DIC biasanya dapat sampai diatas 100.000/mm3. Untuk mengetahui
keadaan DIC pada kasus AML juga perlu dilakukan tes waktu perdarahan
dan waktu pembekuan.
2.
Pemeriksaan sediaan apus darah tepi
Anemia normositik normokrom umumnya terjadi pada kasus leukemia
dimana terjadi penurunan jumlah ertirosit yang dibentuk tanpa disertai
adanya kelainan struktur atau komponennya. Hasil pemeriksaan SADT
menunjukkan ditemukannya sel blas dengan jumlah yang bervariasi.
Khusus pada LMK didapatkan jumlah basophil yang meningkat dan sel blas
tidak banyak dijumpai, namun ketika masuk fase krisis blas secara
morfologis ditemukan mieloblas meningkat, tetapi dapat juga terjadi
transformasi limfoblas.
3.
Pemeriksaan sumsum tulang
Diagnosis pasti leukemia ditegakkan melalui aspirasi sumsum tulang yang
akan memperlihatkan keadaan yang hiperseluler dengan sel blas leukemik
lebih dari 30%. Pada LMK yang jarang ditemukan sel blas, hasil
pemeriksaan sumsum tulang akan menunjukkan hiperseluler dengan
maturasi mieloid yang normal.
4.
Pungsi lumbal
Cairan serebrospinal juga perlu diperiksa karena sistem saraf pusat
merupakan tempat persembunyian penyakit ekstramedular. Hasilnya
dapat menunjukkan bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan
mengandung sel leukemia.
5.
Radiologis
Pemeriksaan sinar X mungkin diperlukan untuk memperlihatkan adanya
lesi osteolitik dan massa di mediastinum anterior yang disebabkan
pembesaran thymus dan/atau kelenjar getah bening mediastinum yang
khas untuk LLA-T.
6.
Fungsi hati dan ginjal
Uji fungsi hati dan ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai
pengobatan.
7.
Pemeriksaan biokimia darah
Hasilnya dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat dan laktat
dehydrogenase serum yang meningkat, dan lebih jarang, hiperkalsemia.
Keadaaan hiperurisemia dapat mengarah kepada gagal ginjal akut.
8.
Analisis sitogenetik darah
Pada kira kira 90% kasus, tanda sitogenik yang khas pada leukemia
myeloid kronik yang terlihat adalah kromosom Philadelphia. Kromosom ini
berkaitan dengan t(9;22) klasik. Pemeriksaan sitogenetik untuk leukemia
akut bertujuan untuk menentukan klasifikasi leukemia.
VIII. DIAGNOSIS
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan darah lengkap dapat
dipakai untuk menegakkan diagnosis leukemia. Untuk diagnosis pasti
harus dilakukan aspirasi sumsum tulang, dan dapat dilengkapi dengan
pemeriksaan pemeriksaan penunjang yang telah disebutkan sebelumnya.
Anemia dan trombositopenia sering tampak pada sebagian besar pasien.
Sel leukemia sering tidak tampak pada darah perifer dalam pemeriksaan
laboratorium rutin, meskipun terlihat, sel leukemia tersebut sering
dilaporkan sebagai limfosit atipikal. Bila hasil analisis darah perifer
mengarah kepada leukemia, maka pemeriksaan sumsum tulang harus
dilakukan dengan tepat untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan LCS
dapat menentukan derajat LLA. Bila ditemukan peningkatan limfoblas
pada LCS maka disebut leukemia meningeal. Ini menunjukkan derajat
yang berat dan memerlukan terapi SSP dan sistemik. Dengan
ditemukannya leukemia SSP, jumlah leukosit > 50.000/mm3, massa
mediastinum serta jumlah sel blas total >1000/mm3 setelah 1 minggu
terapi, maka pasien disebut LLA dengan resiko tinggi.
Diagnosis LMA dapat diawali sebagai prolonged preleukemia, yaitu
kekurangan produksi sel darah yang normal sehingga terjadi anemia
refrakter, neutropenia dan trombositopenia. Pemeriksaan sumsum tulang
tidak menunjukkan leukemia tetapi ada perubahan morfologis yang jelas,
biasanya hiperseluler, kadang hiposeluler yang akan menjadi leukemia
akut. Kondisi ini sering mengarah pada sindrom mielodiplastik dan
mempunyai klasifikasi FAB sendiri.
IX.
DIAGNOSIS BANDING
Gejala klinis dan pemeriksaan fisik pada awal manifestasi leukemia sangat
tidak spesifik dan tidak khas sehingga banyak penyakit lain yang dapat
dipikirkan sebelum melakukan pemeriksaan penunjang dan menegakkan
diagnosis leukemia.
Onset akut dari petekie, ekimosis dan perdarahan dapat mengarah pada
idiopatik trombositopenia dengan trombosit yang berukuran besar tanpa
ada tanda tanda anemia. Demam dan pembengkakan sendi dapat
menyerupai penyakit rheumatologi seperti juvenile rheumatoid arthritis
dan demam rematik, penyakit kolagen vaskuler, atau osteomyelitis.
Baik pada leukemia atau anemia aplastic keduanya memiliki gambaran
pansitopenia dan komplikasinya sama sama kegagalan sumsum tulang,
namun pada anemia aplastic hepatosplenomegali dan limfadenopati tidak
ditemukan, dan tidak ada lesi osteolitik seperti pada leukemia. Biopsi atau
aspirasi sumsum tulang akan menegakkan diagnosis.
Infeksi virus pada anak anak seringkali membuat diagnose leukemia sulit
ditegakkan terutama infeksi yang berkaitan dengan trombositopenia atau
anemia hemolitik. Membedakannya yaitu dengan kehadiran limfosit
atipikal dan titer virus yang meningkat. Demam dengan onset akut dan
6.Hull D, Johnston DI, Leukemia Akut dalam Dasar Dasar Pediatri Edisi 3
2008
7.Green T, Franklin W, Tanz RR, Leukemia in Pediatrics Just the Facts 2005