Jtptunimus GDL Soesilowat 6105 3 Babii
Jtptunimus GDL Soesilowat 6105 3 Babii
TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Berkemih
Reflek berkemih adalah reflek medula spinalis yang seluruhnya bersifat
otomatis. Selama kandung kemih terisi penuh dan menyertai kontraksi
berkemih, keadaan ini disebabkan oleh reseptor regang sensorik pada dinding
kandung kemih sampai reseptor pada uretra posterior ketika mulai terisi urin
pada tekanan kandung kemih yang lebih tinggi. Sinyal sensorik dari reseptor
kandung kemih ke segmen sakral medula spinalis melalui nervus pelvikus
kemudian secara reflek kembali lagi ke kandung kemih melalui syaraf
parasimpatis (Syaifuddin, 2001).
Berkemih pada dasarnya merupakan reflek spinal yang akan difasilitasi
dan dihambat oleh pusat-pusat susunan syaraf yang lebih tinggi. Urin yang
memasuki kandung kemih tidak begitu meningkatkan tekanan intravesika
sampai terisi penuh. Pada kandung kemih ketegangan akan meningkat dengan
meningkatnya isi organ tersebut, tetapi jari-jaripun bertambah, oleh karena itu
peningkatan tekanan hanya akan sedikit saja, sampai organ tersebut relatif
penuh. Selama proses berkemih otot-otot perinium dan sfingter uretra eksterna
relaksasi, otot detrusor berkontraksi dan urin akan mengalir melalui uretra.
Kontraksi otot-otot perinium dan sfingter eksterna dapat dilakukan secara
volunter,
sehingga
mencegah
urin
mengalir
melewati
uretra
atau
10
4. Kebiasaan seseorang
Misalnya seseorang hanya bisa berkemih di toilet sehingga ia tidak dapat
berkemih menggunakan pot urin.
5. Tonus otot
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot kandung kemih, otot abdomen,
dan pelvis untuk berkontraksi. Jika ada gangguan tonus otot, dorongan
untuk berkemih juga akan berkurang. Mekanisme awal yang menimbulkan
proses berkemih volunter belum diketahui dengan pasti. Salah satu
peristiwa awal adalah relaksasi otot-otot dasar panggul, hal ini mungkin
menimbulkan tarikan yang cukup besar pada otot detrusor untuk
merangsang kontraksi. Kontraksi otot-otot perineum dan sfingter eksterna
dapat dilakukan secara volunter sehingga mampu mencegah urin mengalir
melewati uretra atau menghentikan aliran urin saat sedang berkemih
(Guyton, 2006).
6. Intake cairan dan makanan
Alkohol menghambat anti diuretik hormon, kopi, teh, coklat, dan cola
(mengandung kafein) dapat meningkatkan pembuangan dan ekskresi urin.
7. Kondisi penyakit
Pada pasien yang deman akan terjadi penurunan produksi urin karena
banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan iritasi organ
kemih menyebabkan retensi urin.
8. Pembedahan
11
B. Kateter
1. Pengertian
Kateterisasi uretra adalah sebuah prosedur memasukkan sebuah
pipa karet (latek, silicon, nelaton) yang fleksibel melalui uretra sampai ke
kandung kemih. Karakter politen menonjol biasanya mempunyai balon
12
lateks. Beberapa kateter silicon pada kenyataannya terbuat dari lateks yang
diselubungi silicon disebelah luarnya (Perry & Potter, 2005).
Kateterisasi kandung kemih dilakukan dengan memasukan selang
plastik atau karet melalui uretra ke dalam kandung kemih (Potter & Perry,
2005). Kateterisasi menetap adalah memasukan kateter ke dalam kandung
kemih melalui uretra untuk mengeluarkan urin secara terus menerus dan
tetap tinggal didalam kandung kemih selama periode tertentu.
2. Tujuan
Menurut Purnomo (2003) kateter yang dipasang untuk tujuan
therapi akan tetap dipertahankan di kandung kemih sampai tujuan
terpenuhi. Tindakan kateterisasi untuk tujuan therapi antara lain :
mengeluarkan urin dari kandung kemih pada keadaan obstruksi
infravesikal, mengeluarkan urin pada disfungsi kandung kemih, diversi
urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, sebagai splint
setelah rekonstruksi uretra, memasukan obat-obatan intra vesikal.
3. Indikasi
Indikasi penggunaan kateter yaitu untuk pasien yang tidak mampu
melakukan urinisasi, untuk menentukan perubahan jumlah urin sisa dalam
kandung kemih setelah buang air kecil, untuk menghasilkan drainase pada
pasca operasi pada kandung kemih, daerah vagina atau prostat. Kateter
sering digunakan pada pasien yang tidak mampu ke WC untuk buang air
kecil baik karena immobilitas atau pasien yang gerakannya dibatasi
(aktifitas terbatas), klien yang mengalami masalah dalam hal perkemihan,
13
14
C. Bladder Training
1. Pengertian
Bladder
training
merupakan
salah
satu
upaya
untuk
15
Latihan
kandung
kemih
harus
dimulai
dahulu
untuk
16
D. Kerangka Teori
Indikasi pemasangan kateter
menetap:
a. Inkontinensia urin
b. Retensi urin
c. pasien
yang
tidak
mampu ke WC
d. Obstruksi pada saluran
urin
e. Perbaikan
kandung
kemih,
uretra
dan
struktur di sekelilingnya
f. Mencegah
obstruksi
uretra akibat adanya
bekuan darah
g. Mengukur haluaran urin
h. Irigasi kandung kemih
i. Penderita
penyakit
terminal.
Pemasangan douer
catheter
Bladder training
Mengembalikan
fungsi berkemih
Tidak terjadi
inkontinensia urin
dan retensi urin
17
E. Kerangka Konsep
Intervensi pada kelompok kontrol
Fungsi berkemih pada
pasien yang terpasang DC
Intervensi
F. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh bladder training terhadap
fungsi berkemih pada pasien yang dipasang douer catheter di RSUD
Ambarawa.