Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan gangguan buang air besar (BAB) yang ditandai dengan BAB
lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja cair dapat disertai dengan darah
dan atau lendir. Sebanyak 1,8 juta orang meninggal setiap tahunnya karena diare,
90% adalah anak usia dibawah lima tahun, terutama di negara berkembang.1
Pada tahun 2013 angka kejadian diare di Indonesia sebesar 4.128.256 kasus2
dan tahun 2014 meningkat menjadi 8.713.537 kasus.3 Selama tahun 2013 di
Kalimantan Barat terjadi 98.075 kasus diare, dimana Kota Pontianak merupakan
daerah dengan angka kejadian diare terbesar di Kalimantan Barat sebanyak 12.403
kasus4 dan tahun 2014 sebanyak 11.834 kasus.5 Angka kejadian diare di Unit
Pelayanan Tingkat Dasar (UPTD) Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak
Utara pada tahun 2014 adalah sebesar 2880 kasus.6
Diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada balita (25,2%). 5
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, angka kejadian diare paling tinggi
menurut kelompok usia terjadi pada balita (38,9%).1 Case Fatality Rate (CFR)
diare pada balita di Indonesia tahun 2011 sebesar 0,29%, tahun 2012 meningkat
menjadi 2,06%, dan tahun 2013 sebesar 1,08%.2
Tingginya angka kejadian diare pada balita dapat disebabkan berbagai faktor.
Faktor-faktor yang dapat memengaruhinya adalah faktor ibu, faktor anak, dan
faktor lingkungan. Faktor ibu dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap ibu7,
dimana ke dua hal tersebut akan mempengaruhi perilaku ibu dalam mencegah dan
menangani diare pada anak. Faktor anak berkaitan dengan usia anak, berdasarkan
hasil berbagai survei didapatkan bahwa diare lebih sering terjadi pada bayi dan
balita.7 Salah satu faktor Lingkungan meliputi sarana air bersih, sehingga apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi
dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan
mudah dapat terjadi.7,8

UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara merupakan suatu


unit kesehatan yang melayani kesehatan masyarakat di Kecamatan Pontianak
Utara, dengan penduduk binaan berjumlah 36.332 jiwa yang terdiri dari jenis
kelamin perempuan 17.776 jiwa. Berdasarkan karakteristik kesehatan lingkungan,
pada tahun 2014 jumlah rumah tangga yang dipantau dengan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) sebanyak 1.204 rumah tangga dan yang telah
melakukan PHBS sebanyak 155 (12,8%) rumah tangga. Informasi mengenai akses
masyarakat terhadap air bersih diketahui bahwa belum semua keluarga (544
rumah atau 54,7%) yang berada diwilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir
Kecamatan Pontianak Utara mendapatkan akses terhadap air bersih. Angka
kejadian diare di wilayah UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak
Utara cukup tinggi dan merupakan daerah dengan faktor risiko lingkungan tinggi
terhadap terjadinya diare.6
Berdasarkan kasus-kasus diatas, sangat diperlukan pengetahuan ibu yang baik
mengenai diare dalam upaya penanganan yang tepat terhadap diare pada balita.
Saat ini belum ada gambaran karakteristik, pengetahuan, dan sikap ibu terhadap
diare pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian gambaran
karakteristik, pengetahuan, dan sikap ibu terhadap diare pada balita di wilayah
kerja UPTD Puskesma Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran karakteristik ibu yang memiliki balita dengan
riwayat sakit diare?
2. Bagaimana gambaran pengetahuan ibu terhadap diare pada balita di
wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara
periode Januari-Juni 2015?
3. Bagaimana gambaran sikap ibu terhadap diare pada balita di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara periode
Januari-Juni 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran karakteristik, pengetahuan dan sikap ibu terhadap
diare pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara periode Januari-Juni 2015.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui letak geografis tersering dari kasus diare balita di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan Pontianak Utara
periode Januari-Juni 2015.
2. Mengetahui persentase ibu yang memiliki pengetahuan baik dan
pengetahuan buruk mengenai diare pada balita.
3. Mengetahui persentase ibu yang memiliki sikap baik dan sikap buruk
mengenai diare pada balita.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi peneliti
1. Menambah dan memperluas ilmu pengetahuan serta pengalaman peneliti
dalam melaksanakan suatu penelitian ilmiah.
2. Menambah dan memperluas ilmu pengetahuan peneliti dalam bidang
Ilmu Kedokteran Komunitas khususnya dalam kasus diare.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan


1. Sebagai masukan informasi bagi Puskesmas Siantan Hilir dan Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura
2. Sebagai bahan evaluasi dan rujukan bagi penelitian selanjutnya.
1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan
1. Sebagai tambahan informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Pontianak
tentang karakteristik ibu yang meiliki balita dengan riwayat diare di
wilayah Kecamatan Pontianak Utara.
2. Sebagai bahan masukan dalam merancang program berbasis kesehatan
lingkungan dalam membantu upaya penanggulangan penyakit.
1.4.4 Bagi masyarakat
1. Mendapat informasi mengenai wilayah tersering dengan kasus diare pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara.
2. Mendapat informasi mengenai gambaran pengetahuan dan sikap dari
para ibu di wilayah UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamatan
Pontianak Utara terhadap diare pada balita.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Pengetahuan Ibu
2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan
telinga. Pada penelitian ini yang diteliti adalah pengetahuan ibu terhadap diare
yang diperoleh setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.9,10
2.1.2 Tingkatan Pengetahuan
Pengetahuan yang mencakup dalam bagian kognitif mempunyai 6 tingkatan,
yaitu:9,10
1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain
menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
terhadap objek yang dipelajari. Misalnya seorang ibu yang mempunyai balita
diare dapat menyimpulkan dan menjelaskan tentang apa

dan

bagaimana

sebaiknya tindakan yang tepat untuk dilakukan pada anak yang diare.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah


dipelajari pada situasi sebenarnya seperti penggunaan hukum-hukum, rumus,
metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi yang lain. Misalnya seorang
ibu yang telah paham tentang tata laksana diare pada balita maka dia
dapat mengaplikasikannya pada saat anaknya mengalami diare.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen. Contohnya seorang ibu dapat membedakan
antara diare tanpa de hidrasi, diare dehidrasi ringan/sedang, diare dehidrasi
berat, dan sebagainya.
5. Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi yang ada. Misalnya: seorang ibu dapat menilai seorang anak
menderita diare atau tidak, dan sebagainya.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi Pengetahuan
Pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:9,10
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang
lain. Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan
seseorang. Pengalaman ibu sebelumnya dalam merawat anaknya yang
diare

dapat

memperluas

pengetahuannya

tentang

bagaimana

penatalaksanaan diare pada anak yang benar dan tepat.

2. Usia
Makin tua usia seseorang maka proses perkembangan mentalnya
bertambah baik, akan tetapi pada usia tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berusia
belasan tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh

usia. Dari uraian ini maka dapat disimpulkan bahwa bertambahnya


usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan
yang diperolehnya, akan tetapi saat menjelang usia lanjut kemampuan
penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. Seorang
ibu yang berusia 40 tahun pengetahuannya akan berbeda saat dia sudah
berusia 60 tahun.
3. Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang.
Secara umum seseorang

yang

berpendidikan

lebih

tinggi

akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan


seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang
berpendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang
penatalaksanaan

diare

pada

balita dibandingkan dengan ibu yang

tingkat pendidikannya lebih rendah.


4. Sumber Informasi
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia
mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan
meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan buku. Walaupun
seorang ibu berpendidikan rendah tetapi jika dia memperoleh informasi
tentang penatalaksanaan diare pada balita secara benar dan tepat maka
akan menambah pengetahuannya.

5. Sosial Budaya
Kebudayaan setempat

dan

kebiasaan

dalam

keluarga

dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap


sesuatu. Misalnya di daerah lain seorang ibu mempunyai persepsi lain
tentang cara merawat balita diare, maka hal itu akan mempengaruhi
pengetahuannya tentang perawatan diare pada balita.
2.2 Sikap
2.2.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap bukan merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku.9,10
2.2.2 Tingkatan Sikap
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:9,10
1. Menerima (Receiving)
Menerima diartikan sebagai

orang

(subjek)

yang

mau

dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap


seseorang terhadap

penatalaksanaan diare dapat diketahui dari

penanganan awal diare yang dilakukan di rumah.


2. Merespons (Responding)
Merespon adalah suatu indikasi sikap dimana memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Misalnya: sikap ibu terhadap penatalaksanaan diare dapat diketahui
dari tanggapan atau jawaban ibu bahwa diare harus segera ditangani.
3. Menghargai (Valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)


Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko. Misalnya

seorang

ibu bertanggung

jawab

atas

perawatan diare yang diberikan

kepada anaknya

saat anaknya

mengalami diare dengan segala resiko yang ada.


2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Sikap
Sikap seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:9,10
1. Pengalaman pribadi
Apa yang dialami seseorang akan mempengaruhi penghayatan dalam
stimulus sosial, tanggapan akan menjadi salah satu dasar dalam
pembentukan sikap, untuk dapat memiliki tanggapan dan penghayatan
seseorang harus memiliki pengamatan yang berkaitan dengan obyek
psikologis.

2. Orang lain
Seseorang cenderung akan memiliki sikap yang disesuaikan atau
sejalan dengan sikap yang dimiliki orang yang dianggap berpengaruh
antara lain adalah orang tua, teman dekat, teman sebaya.
3. Media Massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi,
radio, dan surat kabar mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap
pembentukan opini dan kepercayaan seseorang.
4. Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama suatu sistem mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap, dikarenakan keduanya meletakkan
dasar dan pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

5. Faktor Emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan
pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap
merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai
semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme
pertahanan ego.
2.3 Diare
2.3.1 Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair),
dengan atau tanpa darah atau lendir. Diare didefinisikan sebagai berak cair tiga
kali atau lebih dalam sehari semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi
menjadi dua, yaitu diare akut (< 2 minggu) dan diare kronik (2 minggu).11,12
2.3.2 Klasifikasi Diare
Jenis diare dibagi menjadi lima, yaitu:13
1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya
kurang dari 7 hari). Akibat diare akut adalah dehidrasi, sedangkan
dehidrasi merupakan penyebab utama kematian bagi penderita diare.

10

2. Diare kronik, yaitu diare yang berlanjut sampai dua minggu atau lebih
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah selama
masa diare tersebut.
3. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat disentri
adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, kemungkinan
terjadinya komplikasi pada mukosa.
4. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara
terus menerus. Akibat diare persisten adalah penurunan berat badan dan
gangguan metabolisme.
5. Diare dengan masalah lain, yaitu anak yang menderita diare (diare akut
dan diare persisten), mungkin juga disertai dengan penyakit lain, seperti
demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.
2.3.3 Etiologi Diare
Penyebab diare dapat dikelompokan menjadi:11
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Virus: Rotavirus.
Bakteri: Escherichia coli, Shigella spdan Vibrio cholerae.
Parasit: Entamoeba histolytica, Giardia lambliadan Cryptosporidium.
Makanan yang tercemar, basi, beracun, dan kurang matang.
Malabsorpsi: karbohidrat, lemak, dan protein.
Alergi: makanan, susu sapi.
Imunodefisiensi.

2.3.4 Gejala Diare


Gejala diare pada balita yaitu:14
1. Bayi atau anak menjadi cengeng dan gelisah. Suhu badannya pun
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

meninggi.
Tinja bayi encer, berlendir, atau berdarah.
Warna tinja kehijauan akibat bercampur dengan cairan empedu.
Anusnya lecet.
Gangguan gizi akibat asupan makanan yang kurang.
Muntah sebelum atau sesudah diare.
Hipoglikemia (penurunan kadar gula darah).
Dehidrasi.

11

2.3.5 Epidemiologi Diare


Epidemiologi penyakit diare, adalah sebagai berikut:13
1.

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya menyebar


melalui fekal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang
tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita.
Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik
dan meningkatkan risiko terjadinya diare, antara lain tidak memberikan
ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4/6 bulan pada pertama kehidupan,
menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada suhu
kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci tangan
dengan sabun sesudah buang air besar atau sesudah membuang tinja
anak atau sebelum makan atau menyuapi anak, dan tidak membuang
tinja dengan benar.

2.

Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.


Beberapa faktor pada penjamu yang dapat meningkatkan beberapa
penyakit dan lamanya diare yaitu tidak memberikan ASI sampai dua
tahun, kurang gizi, campak, immunodefisiensi, dan secara proporsional

3.

diare lebih banyak terjadi pada golongan balita.


Faktor lingkungan dan perilaku. Penyakit diare merupakan salah satu
penyakit yang berbasis lingkungan. Salah satu faktor yang dominan,
yaitu sarana air bersih. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena
tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku yang tidak
sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat
menimbulkan kejadian diare.

2.3.6 Distribusi Penyakit Diare


Distribusi penyakit diare berdasarkan kelompok usia sekitar 80% kematian
diare tersebut terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun. Data Tahun 2004
menunjukkan bahwa dari sekitar 125 juta anak usia 0-11 bulan dan 450 juta anak
usia 1-4 tahun yang tinggal di negara berkembang, total episode diare pada balita
sekitar 1,4 milyar kali per tahun. Dari jumlah tersebut total episode diare pada

12

bayi usia di bawah 0-11 bulan sebanyak 475 juta dan anak usia 1-4 tahun sekitar
925 juta kali per tahun.15
2.3.7 Penularan Diare
Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman seperti virus dan
bakteri. Penularan penyakit diare melalui jalur fekal oral yang terjadi karena:11-13
1. Melalui air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar
selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat
disimpan di rumah. Pencemaran ini terjadi bila tempat penyimpanan
tidak tertutup atau apabila tangan yang tercemar menyentuh air pada saat
mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja yang terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi, mengandung
virus atau bakteri dalam jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh
binatang dan kemudian binatang tersebut hinggap dimakanan, maka
makanan itu dapat menularkan diare bagi konsumen. Kuman penyebab
diare biasanya menyebar melalui fekal oral antara lain melalui makanan
atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja
penderita. Beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran
kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu: tidak
memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama
kehidupan, menggunakan botol susu, menyimpan makanan masak pada
suhu kamar, menggunakan air minum yang tercemar, tidak mencuci
tangan dengan sabun sesudah buang air besar, tidak mencuci tangan
sesudah membuang tinja anak, tidak mencuci tangan sebelum atau
sesudah menyuapi anak dan tidak membuang tinja termasuk tinja bayi
dengan benar.

2.3.8 Penanggulangan Diare


Penanggulangan diare antara lain:13

13

1. Pengamatan intensif dan pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)


Pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data tentang jumlah
penderita dan kematian serta penderita baru yang belum dilaporkan
dengan melakukan pengumpulan data secara harian pada daerah fokus
dan daerah sekitarnya yang diperkirakan mempunyai risiko tinggi
terjangkitnya penyakit diare. Sedangakan pelaksanaan SKD merupakan
salah satu kegiatan dari surveilance epidemiologi yang kegunaanya untuk
mewaspadai gejala akan timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) diare.
2. Penemuan kasus secara aktif
Tindakan untuk menghindari terjadinya kematian di lapangan karena
diare pada saat KLB di mana sebagian besar penderita berada di
masyarakat.
3. Pembentukan pusat rehidrasi
Tempat untuk menampung penderita diare yang memerlukan perawatan
dan pengobatan pada keadaan tertentu misalnya lokasi KLB jauh dari
puskesmas atau rumah sakit.
4. Penyediaan logistik saat KLB
Tersedianya segala sesuatu yang dibutuhkan oleh penderita pada saat
terjadinya KLB diare.
5. Penyelidikan terjadinya KLB
Kegiatan yang bertujuan untuk pemutusan mata rantai penularan dan
pengamatan intensif baik terhadap penderita maupun terhadap faktor
risiko.
6. Pemutusan rantai penularan penyebab KLB
Upaya pemutusan rantai penularan penyakit diare pada saat KLB diare
meliputi peningkatan kualitas kesehatan lingkungan dan penyuluhan
kesehatan.
2.3.9 Pencegahan Diare
Penyakit diare dapat dicegah melalui promosi kesehatan antara lain:13
1.
2.
3.
4.
5.

Meningkatkan penggunaan Air Susu Ibu (ASI).


Memperbaiki praktek pemberian makanan pendamping ASI.
Penggunaan air bersih yang cukup.
Kebiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
Penggunaan jamban yang benar.

14

6. Pembuangan kotoran yang tepat termasuk tinja anak-anak dan bayi yang
benar.
7. Memberikan imunisasi campak.
2.3.10 Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat. Menurut model segitiga epidemiologi, suatu penyakit
timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara faktor lingkungan, agent dan
host.9,16
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi penentu
pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor yang paling
penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan
sanitasi lingkungan. Masalah-masalah kesehatan lingkungan antara lain pada
sanitasi, penyediaan air minum, perumahan, pembuangan sampah dan
pembuangan air limbah.9,17,18

2.3.11 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Diare


Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit diare antara
lain:13
1. Faktor sanitasi lingkungan
a. Sumber air minum
Air merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Kebutuhan manusia
akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak, mencuci, mandi dan
sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah

15

kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk
untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare. Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:
1) Mengambil air dari sumber air yang bersih.
2) Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup,
serta menggunakan gayung khusus untuk mengambil air. Memelihara atau
menjaga sumber air dari pencemaran oleh binatang, anak-anak, dan
sumber pengotoran. Jarak antara sumber air minum dengan sumber
pengotoran (tangki septik), tempat pembuangan sampah, dan air limbah
harus lebih dari 10 meter.
3) Menggunakan air yang direbus.
4) Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan
cukup. Masyarakat membutuhkan air untuk keperluan sehari-hari, maka
masyarakat menggunakan berbagai macam sumber air bersih menjadi air
minum. Sumber-sumber air minum tersebut seperti:
a) Air hujan atau Penampungan Air Hujan (PAH)
Air hujan dapat ditampung kemudian dijadikan air minum. Tetapi air
hujan ini tidak mengandung kalsium. Oleh karena itu, agar dapat
dijadikan air minum yang sehat perlu ditambahkan kalsium di
dalamnya.
b) Air sungai dan danau
Menurut asalnya sebagian dari air sungai dan air danau ini juga dari air
hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai atau
danau. Kedua sumber air ini sering disebut air permukaan.
c) Mata air
Air yang keluar dari mata air ini biasanya berasal dari air tanah yang
muncul secara alamiah. Oleh karena itu, air dari mata air ini, bila belum
tercemar oleh kotoran sudah dapat dijadikan air minum langsung, tetapi
karena belum yakin apakah betul belum tercemar, maka sebaiknya air
tersebut direbus terlebih dahulu sebelum diminum.
d) Air sumur dangkal
Air ini keluar dari dalam tanah, maka juga disebut air tanah. Dalamnya
lapisan air ini dari permukaan tanah dari tempat yang satu ke tempat

16

yang lain berbeda-beda. Biasanya berkisar antara 5 sampai dengan 15


meter dari permukaan tanah.
e) Air sumur dalam
Air ini berasal dari lapisan air kedua di dalam tanah. Dalamnya dari
permukaan tanah biasanya di atas 15 meter. Oleh karena itu, sebagian
besar air minum dalam ini sudah cukup sehat untuk dijadikan air
minum yang langsung (tanpa melalui proses pengolahan).
b. Kualitas fisik air bersih
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau. Syarat-syarat air minum yang sehat adalah sebagai berikut:20
1) Syarat Fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak
berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di
luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang
memenuhi persyaratan fisik tidak sukar.

2) Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum
terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air
tersebut. Bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari empat
bakteri E. coli, maka air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
3) Syarat Kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam
jumlah tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di
dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia seperti
flour (1-1,5 mg/l), chlor (250 mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0
mg/l), besi (0,3 mg/l), zat organik (10 mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l), dan
CO2(0 mg/l).
Air mempunyai peranan besar dalam penyebaran beberapa penyakit
menular. Besarnya peranan air dalam penularan penyakit disebabkan keadaan air
itu sendiri sangat membantu dan sangat baik untuk kehidupan mikroorganisme.
Hal ini dikarenakan sumur penduduk tidak diplester dan tercemar oleh tinja.
Banyaknya sarana air bersih berupa sumur gali yang digunakan masyarakat

17

mempunyai tingkat pencemaran terhadap kualitas air bersih dengan kategori


tinggi dan sangat tinggi.21
Kondisi fisik sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan
berdasarkan penilaian inspeksi sanitasi dengan kategori tinggi dan sangat tinggi
dapat mempengaruhi kualitas air bersih dengan adanya pencemaran air kotor yang
merembes ke dalam air sumur.21
2. Faktor perilaku
Faktor perilaku yang dapat menyebabkan kuman enterik dan meningkatkan
risiko terjadinya diare. Perilaku-perilaku itu antara lain:13
a. Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan.
b. Penggunaan botol susu memudahkan pencemaran oleh kuman karena botol
susu susah dibersihkan.
c. Menggunakan air minum yang tercemar.
d. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja
anak.
e. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.
2.3.12 Prinsip Tatalaksana Diare
Intervensi untuk menurunkan angka kematian dan angka kesakitan adalah
melaksanakan tatalaksana penderita diare, yaitu:13
1. Mencegah terjadinya dehidrasi
Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan
memberikan minum lebih banyak dengan cairan rumah tangga yang
dianjurkan.
2. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa
ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk mendapatkan
pengobatan yang lebih cepat dan tepat, yaitu dengan oralit.
3. Memberi makanan
Memberikan makanan selama serangan diare sesuai yang dianjurkan
dengan memberikan makanan yang mudah dicerna. Anak yang masih
minum ASI harus lebih sering diberi ASI. Setelah diare berhenti,
pemberian makanan diteruskan selama dua minggu untuk membantu
pemulihan berat berat badan anak.
4. Mengobati masalah lain

18

Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka


diberikan pengobatan sesuai anjuran, dengan tetap mengutamakan
rehidrasi.

2.4 Kerangka Teori

Faktor Perilaku :

Faktor Sanitasi
Lingkungan :
Sumber air minum

ASI tidak eksklusif


Tidak mencuci tangan

Kualitas fisik air


minum

Membuang tinja yang


kurang tepat

KEJADIAN DIARE
Distribusi diare
Lingkungan dengan
sanitasi buruk

Banyak pada balita

80% kematian pada


anak usia < 2 tahun

Gambar 2.1 Kerangka Teori

2.5 Kerangka Konsep

KEJADIAN DIARE PADA BALITA


Karakteristik ibu pada balita diare

19

Pengetahuan ibu

Sikap ibu
Usia
Pendapatan keluarga

Keterangan :

Lokasi tempat tinggal


Tingkat pendidikan

variabel yang dinilai

Pekerjaan
Jumlah anak yang di
asuh air
Sumber
Gambar 2.2 Kerangka Konsep

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan desain penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey.
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai
balita dengan riwayat sakit diare di Pontianak dan populasi terjangkau pada
penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita dengan riwayat sakit
diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Kecamtan Pontianak Utara.
Jumlah populasi terjangkau pada penelitian ini sebanyak 520 orang.

20

3.2.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balita
dengan riwayat sakit diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir
Kecamatan Pontianak Utara yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel
pada peneitian ini sebesar 40 orang. Cara pengambilan sampel menggunakan
probability sampling jenis cluster random sampling.
3.3 Kriteria Subjek Penelitian
3.3.1 Kriteria Inklusi
1. Ibu yang memiliki anak berusia 1-5 tahun
2. Ibu dengan anak yang memiliki riwayat diare
3. Ibu yang berada dalam wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir
Kecamatan Pontianak Utara.
4. Ibu yang bersedia mengisi kuesioner secara lengkap.
3.3.2 Kriteria Ekslusi
Ibu yang tidak memiliki alamat yang lengkap dan jelas.
3.4 Variabel Penelitian
Variabel yang diteliti pada penelitian ini adalah variabel karakteristik yang
terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, Jumlah anak yang di asuh, pengetahuan,
dan sikap mengenai diare pada balita.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No

Variabel

Pengetahuan

Sikap

Definisi
Operasional
Hal yang diketahui
ibu mengenai diare
pada balita
Diwakili 10
pertanyaan

Tanggapan atau
reaksi ibu
mengenai dare.
Diwakili 12
pertanyaan

AlatUkur

Hasil Ukur

kuesioner 1. Baik, jika hasil


kuesioner mengenai
pengetahuan
memiliki skor 76100
2. Kurang, jika hasil
kuesioner mengenai
pengetahuan
memiliki skor <76
Kuesioner 1. Baik, jika hasil
kuesioner mengenai
sikap memiliki skor
46-60
2. Sedang, jika hasil
kuesioner mengenai

Skala
Ukur
Ordinal

Ordinal

21

No

Variabel

Definisi
Operasional

AlatUkur

Hasil Ukur
sikap memiliki skor
<46
-

Skala
Ukur

Diare

Berak cair tiga


kali atau lebih
dalam sehari
semalam

Kuesioner

Puskesmas

Kuesioner

6.

Usia

Unit pelayanan
kesehatan
masyarakat
Lama waktu hidup
seseorang sejak
dilahirkan

Kuesioner

1. 17-25 tahun
2. 26-35 tahun
3. > 35 tahun

Definisi
Operasional
Pendidikan formal
terakhir yang
ditempuh ibu

AlatUkur

Hasil Ukur

Skala
Ukur
-

Tabel 3.1 Lanjutan


No
7.

Variabel
Pendidikan

Kuesioner

1. Tidak pernah
sekolah
2. Tidak tamat
SD
3. Tamat SD
4. Tamat SMP
5. Tamat
SMA/SMK
6. Sarjana
(S1/D3)

3.6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan cara mengumpulkan data yang
dibutuhkan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.22 Pada penelitian ini
data yang dikumpulkan berupa data primer. Data primer diperoleh dengan
menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner mengenai karakteristik,
pengetahuan, dan sikap ibu terhadap diare pada balita dengan wawancara.
Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
3.7 Teknik Pengolahan dan Penyajian data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data

22

Pada penelitian ini data diolah menggunakan program pengolahan data.


Tahap-tahap pengolahan data adalah sebagai berikut:23,24
1. Editing, yaitu memeriksa data yang telah dikumpulkan oleh peneliti untuk
meneliti kelengkapan dan kesalahan hasil jawaban responden.
2. Coding, yaitu pemberian kode-kode pada data agar memudahkan data untuk
dianalisis.
3. Skoring, yaitu pemberian skor pada tiap-tiap butir pertanyaan.
4. Entry, yaitu memasukkan data dari kuesioner ke dalam komputer dan diolah
dengan sistem statistik.
5. Tabulation, yaitu penyusunan data berdasarkan data yang telah diberi kode
untuk disajikan dan dianalisis.
3.7.2 Teknik Penyajian Data
Data dalam penelitian ini disajikan dengan menggunakan statistika
sederhana dalam dua bentuk, yaitu:
1. Bentuk Tabel, penyajian data berupa tabel digunakan untuk memudahkan
pembacaan data.
2. Bentuk narasi, penyajian data berupa narasi digunakan untuk memberi
penjelasan dari data yang disajikan dalam bentuk tabel.
3.7.3 Analisis Data
Analisis data adalah kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel
dan jenis responden, menyajikan variabel yang diteliti, dan melakukan
penghitungan statistik. Analisis data dilakukan dengan analisis univariat. Analisis
univariat adalah analisis data yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan disesuaikan dengan tujuan penelitian yang hendak dicapai.25
3.8 Etika Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian, sebelumnya peneliti akan memberikan
penjelasan mengenai tujuan penelitian. Kepada responden yang bersedia ikut serta
dalam penelitian, diperhatikan hal di bawah ini:
1. Menerapkan prinsip informed consent. Peneliti meminta persetujuan kepada
responden sebelum melakukan penelitian dengan memberikan surat lembar
persetujuan untuk menjadi responden.
2. Menerapkan prinsip anonimity. Identitas responden menggunakan inisial nama
atau kode.

23

3. Menerapkan prinsip confidentiality. Data yang telah dikumpulkan disimpan di


tempat yang aman dan balam batas waktu yang sesuai. Data hanya dapat di
akses oleh peneliti atau pihak lain atas persetujuan subjek penelitian atau untuk
kepentingan hukum.

3.9 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir.
Perincian waktu kegiatan penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2 di bawah ini.
Tabel 3.2 Perincian Waktu Kegiatan Penelitian
Kegiatan

November
2015

Desember 2015

Penulisan
Pengambilan Data
Pengolahan Data
Pelaporan Hasil

3.10 Alur penelitian


Alur jalannya penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.3 di bawah ini
Mengidentifikasi variabel
Pengambilan data sekunder penelitian di bagian
KIA Puskesmas Siantan Hilir
Menetapkan sampel penelitian
Pengambilan data primer
penelitian oleh peneliti
Analisis hasil dan
pengolahan data
Kesimpulan penelitian

24

Gambar 3.1 Alur Penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Penelitian

ini

dilakukan

untuk

mengetahui

gambaran

karakteristik,

pengetahuan, dan sikap ibu terhadap diare pada balita. Data penelitian diperoleh
dengan menggunakan kuesioner yang berisikan 10 pertanyaan tentang
pengetahuan ibu mengenai diare pada balita dan 12 pertanyaan tentang sikap ibu
mengenai diare pada balita.
Pengambilan data dilakukan dengan membagikan kuesioner ke setiap ibu yang
memiliki balita dengan riwayat diare di wilayah kerja UPTD Puskesmas Siantan
Hilir Kecamatan Pontianak Utara, kemudian dilakukan pengisian kuesioner
dengan wawancara. Sampel yang didapat dalam proses pengumpulan data
sebanyak 40 responden dengan kuesioner yang terisi lengkap dan memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi.
4.1.1 Hasil Analisis Variabel Univariat
4.1.1.1 Distribusi Responden
Usia responden dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok usia 12-25 tahun, kelompok usia 26-35 tahun, dan kelompok usia 36
tahun ke atas26 dengan tingkat pendidikan dibagi menjadi 5 kategori, yaitu tidak
pernah bersekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA/SMK, dan
perguruan tinggi. Pekerjaan ibu pada penelitian ini dibagi menjadi ibu rumah
tangga, buruh, guru, dan wiraswasta. Sementara Jumlah anak ibu pada penelitian
ini dibagi berdasarkan program keluarga berencana (KB) yaitu sedikit bila ibu
mempunyai 1 orang anak, sedang bila ibu mempunyai 2 orang anak dan banyak
bila ibu mempunyai >2 orang anak.27 Pengetahuan dan sikap dibagi menjadi dua
kategori, yaitu baik dan buruk. Distribusi responden dapat dilihat pada Tabel 4.1.

25

26

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Pekerjaan, Jumlah


Anak, Pengetahuan, dan Sikap.
Karakterisik Responden
Usia
12-25
26-35
36
Pendidikan
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA/SMK
Perguruan Tinggi
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Buruh
Guru
Wiraswasta
Jumlah anak
Sedikit
Sedang
Banyak
Pengetahuan
Baik
Buruk
Sikap
Baik
Buruk

Jumlah responden

Persentase

13 orang
21 orang
6 orang

32,5%
52,5%
15%

0 orang
4 orang
7 orang
16 orang
12 orang
1 orang

0%
10%
17,5%
40%
30%
2,5%

36 orang
1 orang
1 orang
2 orang

90%
2,5%
2,5%
5%

18 orang
10 orang
12 orang

45%
25%
30%

7 orang
33 orang

17,5%
82,5%

4 orang
36 orang

10%
90%
Sumber: Data Primer 2015

Pada penelitian ini, responden yang diteliti berada pada rentang usia 21-47
tahun dan dari hasil analisis responden berdasarkan usia didapatkan responden
terbanyak berada pada kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 21 responden
(52,5%), sedangkan kelompok usia yang paling sedikit terdapat pada kelompok
usia 36 tahun keatas sebanyak 6 responden (15%). Dalam kategori pendidikan
yang terbanyak adalah tingkat pendidikan tamat SMP sebanyak 16 orang (40%).
Sementara dalam kategori pekerjaan, sebanyak 36 responden (90%) sebagai ibu
rumah tangga. Sebagian besar responden memiliki anak 1 orang (45%). Dilihat

27

dari tingkat pengetahuan, 33 responden (82,5%) memiliki pengetahuan buruk dan


sebanyak 36 responden (90%) memiliki sikap kategori buruk.
4.1.1.2 Pengetahuan Diare pada Balita Responden
Setelah dilakukan pengolahan data kuesioner pengetahuan ibu terhadap
diare pada balita yang diperoleh dari 40 responden, maka didapatkan hasil
sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Distribusi Pengetahuan Ibu terhadap Diare pada Balita di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Siantan Hilir Periode Januari-Juni 2015
Karakterisik Responden

Pengetahuan
Baik

Usia
12-25
26-35
36
Pendidikan
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA/SMK
Perguruan Tinggi
Tabel 4.2 Lanjutan

Buruk

2
3
2

5
7,5
5

11
18
4

27,5
45
10

0
0
1
3
2
1

0
0
2,5
7,5
5
2,5

0
4
6
13
10
0

0
10
15
32,5
25
0

Karakterisik Responden

Pengetahuan
Baik

Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Buruh
Guru
Wiraswasta
Jumlah anak diasuh
Sedikit
Sedang
Banyak

Buruk

3
0
1
0

15
0
2,5
0

2
0
0
1

3,92
0
0
1,96

3
2
2

7,5
5
5

15
37,5
8
20
10
25
Sumber: Data Primer 2015

Dari hasil tabel diatas, responden yang memiliki pengetahuan buruk


terbanyak terdapat pada kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 18 responden

28

(45%), berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak 13 responden (32,5%)


berpengetahuan buruk berada di tingkat pendidikan tamat SMP. Dilihat dari
pekerjaan, ibu rumah tangga memiliki pengetahuan buruk terbanyak dengan 30
responden (75%) dan sebanyak 15 responden (37,5%) yang memiliki anak 1
orang dikategorikan memiliki pengetahuan buruk.
4.1.1.3 Sikap terhadap Diare pada Balita Responden
Setelah dilakukan pengolahan data kuesioner pengetahuan ibu terhadap
diare pada balita yang diperoleh dari 40 responden, maka didapatkan hasil
sebagaimana disajikan dalam Tabel 4.3 di bawah ini.

Tabel 4.3 Distribusi Sikap Ibu terhadap Diare pada Balita di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Siantan Hilir Periode Januari-Juni 2015
Karakterisik Responden

Sikap
Baik

Usia
12-25
26-35
36
Pendidikan
Tidak pernah sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA/SMK
Perguruan Tinggi
Pekerjaan
Ibu rumah tangga
Buruh
Guru
Wiraswasta
Jumlah anak diasuh
Sedikit
Sedang

Buruk

1
1
2

2,5
2,5
5

12
20
4

30
50
10

0
0
0
2
1
1

0
0
0
5
2,5
2,5

0
4
7
14
11
0

0
10
17,5
35
27,5
0

3
0
1
0

7,5
0
2,5
0

33
1
0
2

82,5
2,5
0
5

1
1

2,5
2,5

17
9

42,5
22,5

29

Banyak

10
25
Sumber: Data Primer 2015

Dari hasil tabel diatas, responden yang memiliki sikap buruk terbanyak
terdapat pada kelompok usia 26-35 tahun sebanyak 20 responden (50%),
berdasarkan tingkat pendidikan sebanyak 14 responden (35%) yang memiliiki
sikap buruk berada di tingkat pendidikan tamat SMP. Dilihat dari pekerjaan, ibu
rumah tangga memiliki sikap buruk terbanyak dengan 33 responden (82,5%) dan
sebanyak 17 responden (42,5%) yang memiliki anak 1 orang dikategorikan
pmemiliki sikap buruk.
4.2. Pembahasan Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan distribusi terbesar usia ibu yang
masuk dalam kriteria inklusi penelitian merupakan kelompok usia 26-35 tahun,
sebanyak 21 responden (52.5%). Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmawati
tahun 2013 yang menyatakan bahwa responden terbanyak berada pada kelompok
usia 20-35 tahun, dimana kelompok usia ini merupakan kelompok usia dewasa
muda produktif yang tentunya merupakan kelompok yang memiliki balita dengan
jumlah paling banyak.28
Ditinjau dari segi pendidikan pada penelitian ini, responden dengan
pendidikan terakhir tamat SMP merupakan subjek terbanyak, dengan jumlah 16
orang (40%). Distribusi status pendidikan dapat menggambarkan secara kasar
tingkat pengetahuan seseorang pada sebagian besar penelitian deskriptif. Secara
umum seseorang

yang

berpendidikan

lebih

tinggi

pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

akan

mempunyai

seseorang yang tingkat

pendidikannya lebih rendah. Seorang ibu yang berpendidikan tinggi akan


memiliki pengetahuan yang lebih tentang penatalaksanaan diare pada balita
dibandingkan dengan ibu yang tingkat pendidikannya lebih rendah.9,10
Pada sebaran pekerjaan ibu, didapatkan responden terbanyak bekerja sebagai
ibu rumah tangga (90%). Hal ini sejalan dengan penelitian Hardi tahun yang
memaparkan distribusi pekerjaan ibu yang memiliki balita dan bersedia menjadi

30

responden merupakan mayoritas ibu rumah tangga (95%), karena aktivitasnya


yang lebih banyak berada di rumah dan lingkungan sekitarnya.29
Ditinjau dari jumlah anak yang dimiliki, mayoritas pada penelitian ini
merupakan ibu dengan jumlah anak yang sedikit yaitu sebanyak 18 responden
(45%). Sebagian besar responden merupakan dewasa muda produktif yang berada
pada tahap awal pengasuhan balita, dan dapat dikatakan memiliki pengalaman
yang minimal dalam mengasuh anak, sehingga masih memiliki keinginan keras
untuk berpartisipasi dan menggali informasi untuk kesehatan balitanya dengan
partisipasi mereka dalam pengisian kuesioner.28 Jumlah anak merupakan salah
satu bentuk karakteristik yang dapat mewakili faktor pengalaman sebagai faktor
yang mempengaruhi baik pengetahuan maupun sikap ibu terhadap balita yang
terkena diare. Pengalaman memang tidak hanya dari diri sendiri melainkan juga
dapat diperoleh dari orang lain, dan dapat memperluas pengetahuan seseorang.
Secara umum jika pengalaman ibu yang sebelumnya pernah menangani balita
yang diare, misal dalam kasus sebelumnya sudah pernah memiliki atau mengasuh
balita, maka ia dapat memperluas pengetahuannya serta memberikan tatalaksana
diare yang tepat pada anak. Pengalaman merupakan salah satu dasar dalam
pembentukan sikap seseorang.9,10
Berdasarkan dari data primer didapatkan sebagian besar ibu menggunakan air
hujan sebagai air minum (82,5%) serta air parit untuk keperluan mandi dan
mencuci (97,5%). Kurangnya sarana air bersih merupakan salah satu faktor risiko
yang menyebabkan terjadinya diare. Data terakhir menunjukkan bahwa kualitas
air minum, air mandi, dan air cuci yang buruk menyebabkan 300 kasus diare per
1000 penduduk.7
Distribusi sebaran ibu dengan pengetahuan kategori baik pada penelitian ini
hanya mencapai 17.5% dari keseluruhan jika dibandingkan dengan pengetahuan
ibu dengan kategori buruk (82.5%). Persentase jawaban salah terbanyak mengenai
pengetahuan ibu terhadap diare pada balita dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah
ini.
Tabel 4.4 Distribusi Pertanyaan Pengetahuan Ibu terhadap Diare pada Balita
dengan Frekuensi Salah Terbanyak

31

No
Soal
6
9

Pertanyaan
Bagaimana cara memberikan makanan yang paling baik saat anak
diare?
Perlukah diberikan obat penghenti diare pada anak seperti
enterostop, diapet, dll?

23

57,5

24

60

Sumber: Data Primer 2015


Tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi banyak faktor, seperti
pengalaman, usia, tingkat pendidikan, sumber informasi, penghasilan, dan faktor
sosial budaya. Faktor seperti pengalaman dapat dilihat dari jumlah anak yang
dimiliki ibu, dimana menggambarkan secara garis besar bahwa ibu telah memiliki
pengetahuan dan sikap saat pertama kali mengasuh balita diare dan akan lebih
paham jika pada anaknya yang lain menderita keluhan yang sama. 9,10 Selain itu,
semakin rendah status pendidikan maka memiliki hubungan bermakna terhadap
tingkat pengetahuannya juga. Hal ini sejalan dengan penelitian Rahmawati, yang
menyatakan hal serupa bahwa 70% ibu dengan status pendidikan rendah
cenderung memiliki pengetahuan yang lebih buruk.28
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan juga bahwa sikap ibu termasuk pada
kategori buruk, yaitu sebanyak 36 responden (90%). Sejalan dengan penelitian
Wawan tahun 2010 dimana didapatkan 70% ibu dengan pengetahuan yang buruk
mengenai balitanya yang terkena diare, serta serupa dengan penelitian Malikhah,
dimana 70.45% ibu dengan balita masih termasuk dalam kategori sifat yang buruk
terutama terhadap penanggulangan awal diare pada balita. 30 Persentase jawaban
salah terbanyak mengenai sikap ibu terhadap diare pada balita dapat dilihat pada
Tabel 4.5 di bawah ini.
Tabel 4.5 Distribusi Pertanyaan Sikap Ibu terhadap Diare pada Balita dengan
Frekuensi Salah Terbanyak
No
Soal
4
9

Pertanyaan

Pengobatan diare memerlukan biaya yang besar


Ibu akan segera memberikan larutan oralit saat anak balitanya
buang air besar terus menerus yang disertai mual dan muntah

24

60

26

65

Sumber: Data Primer 2015

32

Sikap ibu dapat dipengaruhi hal-hal seperti pengalaman pribadinya, orang


lain, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, serta faktor
emosional. Poin pengalaman juga ditinjau dari jumlah anak yang dimiliki pada
penelitian ini, serupa dengan gambaran yang dapat diberikan pada hasil
pengetahuan ibu, jumlah anak yang sedikit dapat mempengaruhi sikap seorang ibu
dalam menangani diare balitanya.9,10
Pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi yang dapat
mempengaruhi perilaku seseorang. Dengan demikian

ibu yang kurang baik

pengetahuan dan sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung perilaku


ibu dalam penatalaksanaan diare yang tepat.31,32 Maka dari itu pengetahuan dan
sikap ibu yang baik akan mendukung terhadap kesembuhan anak yang menderita
diare.32
Secara keseluruhan, distribusi responden yang memiliki pengetahuan dan
sikap masih dalam kategori buruk. Sulit untuk menilai perbandingan dari beragam
faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, dikarenakan perbedaan antara
kategori baik dan buruk responden cukup berbeda jauh. Hal ini tersebut akan
terjadi persentase pengetahuan dan sikap yang buruk akan didominasi pada
kelompok usia, status pendidikan, pekerjaan, dan jumlah anak dengan persentase
tertinggi pada penelitian ini.

33

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pengetahuan responden mengenai diare pada balita dengan kategori buruk
sebesar 82,5%.
2. Sikap responden mengenai diare pada balita dengan kategori buruk sebesar
90%.
5.2 Saran
1. Perlu diadakan penyuluhan kepada para ibu mengenai diare mulai dari
gejala

sampai

kepada

tatalaksana

pada

balita

dan

bagaimana

pencegahannya.
2. Peningkatan kinerja program kesehatan lingkungan sebagai upaya
pencegahan terhadap diare.
3. Perlu dilakukan pengawasan dari pihak kesehatan lingkungan di
Puskesmas Siantan Hilir terhadap kegiatan higiene dan sanitasi lingkungan
setempat.
4. Perlunya fasilitas penyediaan sumber air bersih dan sehat ke rumah-rumah
warga.

34

DAFTAR PUSTAKA
1.

Liu L, Johnson HL, Cousens S, Perin J, Scott S, Lawn JE, Rudan I, Campbell
H, Cibulskis R, Li M, Mathers C, Black RE; Child Health Epidemiology
Reference Group of WHO and UNICEF. Global, regional, and national
causes of child mortality: an updated systematic analysis for 2010 with time
trends since 2000. Lancet. 2012; 379(9832): 2151-61

2.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes RI. Riset


Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2014.

3.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015.

4.

Dinas Kesehatan

Kalimantan Barat. Profil Kesehatan Kalimantan Barat

Tahun 2013. Pontianak: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. 2014.


5.

Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Kesehatan Kota Pontianak tahun


2014. Pontianak: Kota Pontianak. 2015.

6.

UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak Utara. Profil Kesehatan Puskesmas


Kecamatan Pontianak Utara. Pontianak: UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Utara. 2015.

7.

Adisasmito, W. Faktor Resiko Diare pada Bayi dan Balita Di Indonesia.


Jakarta: Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan. FKM UI. 2007.

8.

Mubarak, W., Chayatin, N. Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi.


Jakarta: Salemba Medika. 2009.

9.

Notoatmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.


2003. h. 114-135.

10. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. 2003. h.


118-145.

35

11. Widoyono. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan


Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga. 2008.
12. Suraatmaja, S. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
2007.
13. Depkes RI. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes
RI. 2005.
14. Widjaja, M. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan
Pustaka. 2002.
15. Amiruddin, R. Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare (Skripsi).
Universitas Hasanuddin Makasar. 2007. Diakses: 12 November 2015.
16. Timmreck CT. Epidemiologi suatu Pengantar. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC. 2004.
17. Zubir, Juffrie M, Wibowo T. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare Akut pada
Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains Kesehatan.
2006;19(3). 1411-6197
18. Slamet, J. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
2002.
19. Wibowo, T., Soenarto, S., Pramono, D. Faktor-faktor Resiko Kejadian Diare
Berdarah pada Balitadi Kabupaten Sleman. Berita Kedokteran Masyarakat.
2004;20(1): 41-48.
20. Notoatmodjo, S. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta:
PT Rineka Cipta. 2003.
21. Rahadi, E. Hubungan Sanitasi Rumah dengan Kejadian Diare di Desa
Peganjaran Kecamatan Bae Kabupaten Kudus Tahun 2005. (KTI) UMS.
2005. Diakses: 12 November 2015. http://etd.library.ums.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptumsgdl-sl-2007-ekobagusra-9071.
22. Noor, J. Metodologi Penelitian.: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah.
Ed. 1. Jakarta: Kencana. 2011. h. 138.
23. Hasan, I. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Ed. 1. Jakarta: Bumi
Aksara. 2006. h. 24.
24. Budiarto, E. Biostatistika Untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Ed.
1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2002. h. 29-30.

36

25. Dahlan, S. Statistika Untuk Anak Kedokteran dan Kesehatan: Uji Hipotesis.
Ed. 1. Jakarta: Salemba Medika.2004
26. Departemen Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. 2009.
Diakses 10 November 2015. http://www.depkes.go.id.
27. Rahajeng U. Analisis Faktorfaktor yang Mempengaruhi Perbedaan
Kesejahteraan Keluarga di Desa Banaran dan Desa Krikilan Kecamatan
Kalijambe Kabupaten Sragen. 2006. Diakses 10 November Februari 2015.
http://etd.eprints.ums.ac.id.
28. Rahmawati, Nur Afita, and Istichomah Novi Anding Suciati. Hubungan
Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Kurang Pada Balita Terhadap
Kejadian Gizi Kurang Di Desa Penusupan Tahun 2013. 2015.
29. Hardi, Amin Rahman. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare
pada Batita di Wilayah Kerja Puskesmas Baranglompo Kecamatan Ujung
Tanah Tahun 2012. 2013.
30. Malikhah, Lina. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dalam Pencegahan
Dan Penanggulangan Secara Dini Kejadian Diare Pada Balita Di Desa
Hegarmanah Jatinangor. Students e-Journal. 2012;1(1): 33.
31. Badowski, N., Castro, C.M., Montgomery, M., Pickering, A.J., Mamuyaa, S.,
& Davis, J. (2011). Understanding Houshold Behaviour Risk Faktor for
Diarrheal

Dissease

in

Dar

Es

Salam: A photovoice

Community

Assessment. Hindiawi Publishing Corporation. Journal Environ Public


Health.;2011:130467.
32. Caruso, B., Stephenson, R., & Leon, J.S. (2010). Maternal Behavior
and Experience, Care Access, and Agency as Determinantsof Child Diarrhea
in Bolivia. Rev Panam Salud Publica 28 (6).

37

Anda mungkin juga menyukai