Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN dan SEJARAH MUNCULNYA TASAWUF

A. Pendahuluan
Tasawuf

sebagai

salah

satu

bentuk

usaha

dan

metode pendekatan diri manusia kepada Allah SWT.yang


dalam bahasa inggris juga disebut sufisme. Tasawuf juga
berarti suci, bersih dan murni. Tasawuf juga merupakan
upaya

melatih

jiwa

dengan

berbagai

cara

sehingga

tercermin akhlak yang mulia dan berada sedekat mungkin


dengan Allah SWT.
Para ahli dalam bidang tasawuf hampir sepakat
mengatakan bahwa sulit untuk merumuskan pengertian
tasawuf. Di antara sebab utama terjadinya hal itu karena
tasawuf merupakan refleksi diri dan pengalaman pribadi
seseorang, di samping masih banyaknya tokoh yang
meragukan validitas sumber tasawuf itu sendiri.
B. Pengertian Tasawuf
Para ahli dalam bidang tasawuf hampir sepakat
mengatakan bahwa sulit untuk merumuskan pengertian
tasawuf. Di antara sebab utama terjadinya hal itu karena
tasawuf merupakan refleksi diri dan pengalaman pribadi
seseorang, di samping masih banyaknya tokoh yang
meragukan validitas sumber tasawuf itu sendiri.1 Ada
beberapa pengertian tentang tasawuf, yakni:
1. Secara Etimologi
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul kata
tasawuf, diantaranya yaitu:
a. Ada yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari
kata shafa , artinya suci, bersih atau murni. Memang
jika dilihat dari segi niat maupun tujuan dari setiap
tindakan dan ibadah kaum sufi, maka jelas bahwa
1 Kasmuri Selamat dan Ihsan Sanusi, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Kalam
Mulia,2012), hal.79

semua

itu

dilakukan

dengan

niat

suci

untuk

membersihkan jiwa dalam mengabdi kepada Allah


SWT. Menurut beberapa orang:
1) al-Kalazabi, mengatakan: Para sufi dinamakan
demikian karena kemurnian hati dan kebersihan
tindakan mereka.
2) Bisyr ibn al-Haris mengatakan: Sufi adalah orang
yang hatinya tulus terhadap Allah.
3) Yang lain mengatakan : Sufi adalah orang tulus
terhadap Allah dan mendapat rahmat tulus pula
daripada-Nya.
b. Ada lagi yang mengatakan bahwa tasawuf berasal
dari kata shaf, artinya saf atau barisan. Mereka
dinamakan sebagai para sufi, menurut pendapat ini
karena mereka berada pada baris (shaf) pertama di
depan Allah, karena besarnya
mereka

akan

Dia.

mereka

Kecendrungan

keinginan

hati

mereka

terhadap-Nya. Akan tetapi bila istilah sufi mengacu


kepada kata shaf, maka bentuk seharusnya menjadi
saf, bukan suf.
c. Ada pula yang mengatakan bahwa tasawuf berasal
dari

kata

sufah

atau

sufah

al-masjid,

artinya

serambi mesjid. Istilah ini dihubungkan dengan suatu


tempat

di

sekelompok

Mesjid

Nabawi

yang

didiami

oleh

para sahabat Nabi yang sangat fakir

dan tidak mempunyai tempat tinggal. Mereka dikenal


sebagai ahli sufah. Mereka adalah orang yang
menyediakan

waktunya

untuk

berjihad

dan

berdakwah serta meninggalkan usaha-usaha yang


bersifat duniawi. Jelasnya mereka dinamakan sufi
karena sifat-sifat mereka menyamai sifat-sifat orang
yang tinggal di serambi mesjid (sufah) yang hidup

pada masa Nabi SAW. Tetapi, kalau istilah sufi berasal


dari kata sufah, maka bentuk yang benar menjadi
suf, bukan suf.
d. Ada yang menisbahkan kata tasawuf dengan kata
dari bahasa greek atau Yunani, yakni Sofia. Istilah
ini disamakan maknanya dengan kata hikmah yang
berarti

kebijaksanaan.

Orang

yang

berpendapat

seperti ini adalah Mirkas, kemudian diikuti oleh Jurji


Zaida,

dalam

kitabnyaAdab

Al-Lughah

Al-Arabiyyah, seperti yang dikutip oleh Rosihan


Anwar, yang menyebutkan bahwa para filosof Yunani
dahulu telah memasukkan pemikirannya atau katakatanya yang dituliskan dalam buku-buku filsafat
yang

mengandung

kebijaksanaan.

Ia

mendasari

pendapatnya dengan argumentasi bahwa istilah suf


atau tasawuf tidak ditemukan sebelum ada masa
penerjemahan kitab-kitab yang berbahasa Yunani ke
dalam bahasa Arab. Pendapat ini kemudian didukung
juga

oleh

Nouldik,

yang

mengatakan

bahwa

penerjemahan dari bahasa Yunani ke dalam bahasa


Arab terjadi proses asimilasi. Misalnya orang Arab
mentransliterasikan
shad,

seperti

huruf

dalam

sin
kata

menjadi
tasawuf

huruf

menjadi

tashawuf.
e. Sementara yang lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata suf, yaitu bulu domba atau wol.
Mereka tidak memakai pakaian yang halus disentuh
atau

tidak

atau

indah

dipandang,

untuk

menyenangkan dan menentramkan jiwa. Mereka


memakai

pakaian

hanya

untuk

menutupi

ketelanjangan mereka dengan bahan yang terbuat

dari kain kasar, suf (wol kasar). Bila kata suf


merupakan turunan dari kata suf dapat diterima,
maka kata sufi ini tepat dari sudut pandang etimologi
dan tata bahasa. Al-Kalabazi berpendapat bahwa jika
kata suf berasal dari kata suf ini dapat diterima,
maka ia tepat meurut gramatika bahasa Arab, dan
sekaligus memiliki semua makna yang dibutuhkan,
seperti mengelak atau cenderung menjauhkan diri
dari dunia, meninggalkan tempat tinggal yang sudah
mapan, terus-menerus melakukan pengembaraan,
menolak kesenangan jasmani, memurnikan tingkah
laku, membersihkan kesadaran, meluaskan ilmu dan
sifat kepemimpinan.2
2. Secara Terminologi
Sedangkan menurut
pendapat

ahli

yang

terminologi

ada

mengemukakan

beberapa
pengertian

tasawuf ini, diantaranya yaitu


a. Bisyiri bin Haris, mengatakan bahwa sufi adalah
orang yang suci hatinya menghadap Allah SWT.
b. Sahl At Tustari, mengatakan bahwa sufi adalah orang
yang

bersih

dari

kekeruhan

penuh

dengan

renungan, putus hubungan dengan manusia dalam


menghadap Allah SWT.
c. AL- Junaid Baqdadi, merupakan tokoh sufi modern,
beliau mengemukakan pengertian tasawuf sebagai
upaya membersihkan hati dari sifat yang menyamai
binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekan
sifat

kemanusiaan,

menjauhi

hawa

nafsu,

memberikan tempat bagi kerohanian, berpegang


pada kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih
2 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar: Batusangkar Press, 2010)
hal. 106-109

utama atas keabadianya, memberi nasihat kepada


umat, benar-benar menepati janji kepada Allah SWT,
dan mengikuti syariat rasulullah SAW.
d. Abu Qasim Abdul Karim Al Qusyairi, mengemukakan
bahwa tasawuf ialah menjabarkan ajaran-ajaran Al
Quran dan As Sunnah, berjuang mengendalikan
nafsu, menjauhi perbuatan bidah, mengendalikan
syahwat, dan menghindari sikap meringan-ringankan
ibadah.
e. Abu Yazid Al Bustami, yang mengemukakan arti
tasawuf secara lebih luas. Al Bustami menartikan
tasawuf mencakup tiga aspek, yaitu kha yang berarti
melepaskan diri dari perangai yang tercela. Ha yaitu
menghiasi diri dengan akahlak terpuji, dan jim yang
berarti mendekatkan diri kepada Allah.
f. Harun Nasution mendefenisikan tasawuf
suatu

ilmu

yang

mempelajari

cara

sebagai

dan

jalan

bagaimana seesorang bisa sedekat munkin dengan


Allah. 3
g. Ath Thusi mengatakan pengertian tasawuf dapat
dikaitkan dengan karakter para sufi, yaitu orangorang alim yang mengenal Allah dan hukm-hukum
Allah, mengamalkan apa yang diajarkan Allah kepada
mereka, menghayati apa yang diperintahkan Allah,
merasakan apa yang mereka hayati, dan lebur
dengan apa yang mereka rasakan, sebab masingmasing lebur dengan apa yang ia rasakan.
h. Ibnu Khaldun mengatakan bahwa tasawuf adalah
menjaga kebaikan tata krama bersama Allah dalam
amal-amal lahiriah dan batiniah dengan berdiri di
3 Bachrun Rifi dan Hasan Mudis, Filsafat Tasawuf, (Bandung: CV
Pustaka Setia, 2010) hal. 30-31.

garis-garisnya, saambil memberikan perhatian pada


penguncian hati dan mengawasi segala gerak-gerik
hati dan pikirannya demi memperoleh keselamatan.
Jadi menurut Ibnu Khaldun adalah lmu yang memberi
perhatian pada usaha menjaga tata krama bersama
Allah secara zhahir dan batin, yakni dengan tetap
menjalankan hukum-hukum syariat secara formal
sambil mensucikan hati secara substansial sehingga
fokus hanya kepada Allah. 4
C. Sejarah Munculnya Ajaran Tasawuf
Tasawuf sebagai aspek esoteris dalam islam, pada
intinya adalah kesadaran adanya hubungan komunikasi
manusia dengan Tuhannya, yang selanjutnya mengambil
bentuk rasa dekat atau (kurb) dengan Tuhan.5
Suatu kenyataan sejarah bahwa kelahiran tasawuf
bermula dari gerakan hidup zuhd. Dengan istilah lain
bahwa cikal bakal tasawuf adalah gerakan hidup zuhd. Jadi
sebelum orang sufi telah ada orang zahid yang secara
tekun mengamalkan ajaran-ajaran esoteris islam, yang
kemudian dikenal dengan ajaran tasawuf.
Untuk lebih mengenal tasawuf, berikut ini akan
dijelaskan sejarah perkembangan tasawuf, yang mana
perkembangannya dibagi menjadi beberapa priode, yaitu:
a. Masa pembentukan
4 Muhammad Fauqi Hajjaj, Tasawuf Islam dan Akhlak, (Jakarta: Amzah,
2011), hal. 4-5
5 Harun Nasution, Islam ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid II, (Jakarta:
UI-Press, 1986), hal. 71

Pada masa ini tasawuf telah kelihatan dalam


bentuk awalnya, yaitu sebagai awal perkembangan
agama islam. Telah kelihatan bahawa para kaum
muslim

tidak

puas

dengan

ibadah-ibadah

pendekatan diri kepada Allah dengan

atau

shalat, puasa,

zakat, dan haji saja.


Mereka ingin lebih dekat dengan Allah. Namun
penamaan yang digunakan untuk hal ini pada saat itu
bukanlah kata tasawuf melainkan yaitu zuhd. Gerakan
ini muncul pada akhir abad pertama hijriyah dan
permulaan abad ke dua hijriyah.gerakan ini lahir
sebagai reaksi terhadap hidup mewah dari khalifah dan
keluarga serta pembesar-pembesar negara sebagai
akibat dari kekayaan yang diperoleh setelah perluasan
wilayah islam ke Syiriya, Mesir, Mesopotamia, dan
Persia.
Pada dasarnya ada empat faktor yang menyebakan
kelahiran gerakan hidup zuhud dalam islam, yaitu
1) Ajaran-ajaran islam itu sendiri. Kitab suci Al Quran
telah

mendorong

kita

agar

hidup

shaleh

dan

bertaqwa kepada Allah SWT.


2) Evolusi rohani kaum muslim terhadap terhadap
sosial politik yang berlaku pada masa itu.
3) Dampak aksetisme masehi. Di zaman pra islam
bangsa Arab terkena dampak pendeta masehi.
Setelah

lahirnya

Islam

pun

dampaknya

tetap

berlangsung. Dampak asketisme masehi itu lebih


banyak

terhadap

terhadap

organisosialnya

ketimbang terhadap aspek-aspek prinsip umumnya,


sehingga

asketisme dalam islam tetap bercorak

islam.

4) Penentangan terhadap fiqih dan kalam. faktor ini


muncul karena tuntutan murni Islami, sama halnya
dengan faktor-faktor sebelumnya. Sebagian kaum
muslimin yang saleh pada masa itu merasa bahwa
pemahaman para fuqaha dan ahli kalam tentang
islam

tidak

dapat

sepenuhnya

memuaskan

perasaaan keagamaan mereka, sehingga mereka


memasuki

kehiduapan

zuhud

untuk

memenuhi

kehausan perasaan keagamaan mereka.


Adapun tokoh-tokoh zahid atau sufi yang terkemuka
pada saat itu diantaranya:
1) Dari kalangan sahabat

diantaranya

yaitu:

Salman Al Farisi, Abu Dzar Al Ghifari, Ammar


BinYasir, Hudzaifah bin Al Yaman, dan lain-lain.
2) Dari kalangan tabiin diantaranya: Hasan Basri,
yaitu seorang

zahid pertama dan termasyhur

dalam sejarah tasawuf . Hasan Basri tampil


pertama dengan membawa ajaran khauf

dan

raja, mempertebal takut dan harap kepada


Tuhan. Rabiah Al Adawiyah, yaitu seorang sufi
perempuan

yang

terkenal

dengan

ajaran

cintanya Malik Bin Dinar, Ibrahim Bin Adham,


Abu Hasyim As Sufi, Sufian Bin Said As Gauri,
Daud Ath Thai, Syaqiq Al Balkhi, dan masih
banyak yang lainnya.
Adapun beberapa karakter zuhud pada abad awal
hijriyah ini yaitu:
1) Menjauhkan diri dari dunia menuju akhirat yang
berakar pada nash agama, yang dilatarbelakangi
oleh sosial politik, coraknya bersifat sederhana,
praktis,

dan

tujuannya

moral.

untuk

meningkatkan

2) Masih bersifat praktis, dan para pendirinya tidak


menaruh perhatian untuk menyusun prinsipprinsip teoritis ats kezuduannya itu.
3) Motif zuhudnya adalah rasa takut, yaitu rasa
takut muncul dari landasan

amal keagamaan

secara sungguh-sungguh. Sementara pada akhir


abad ke dua hijriyah, ditangan Rabiah

Al

Adawiyah muncul motif rasa cinta yang bebas


dari rasa takut terhadap azab Allah maupun
harapan

terhadap

pahala-Nya.

Hal

ini

dicerminkan lewat penyucian diri, dan abstarksi


dalam hubungan antara hidup manusia dengan
Tuhan.
4) Menjelang akhir abad II H, sebagian zahid
khususnya di khurasan dan Rabiah Al-adawiyah,
ditandai dikedalaman membuat analisa, yang
bisa

dipandang

sebagai

fase

pendahuluan

tasawuf. Mereka lebih tepat dipandang sebagai


cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III
dan IV H. 6
b. Masa Pengembangan
Periode ini berlangsung sekitar abad tiga dan
empat hijriyah.

Pada saat ini tasawuf telah memiliki

corak yang jauh berbeda dengan zahid. Yang pada saat


ini tasawuf
kepada

telah bercorak kefanaan yang menjurus

persatauaan

hamba

dengan

khalik.

Perkembangan tasawuf pada periode ini para sufi telah


menaruh perhatian setidaknya pada tigahal berikut ini:
1) Jiwa yaitu tasawuf yang berisi cara pengobatan
jiwa, pengonsentrasian jiwa manusia kepada Allah

6 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar, Batusangkar Press: 2010), hal. 126-127.

sehingga

keteganan-ketegangan

kejiwaan

dapat

terobati.
2) Akhlak yaitu tasawuf yang berisi teori-teori akhlak,
tentang

cara berakhlak mulia dan menghindari

akhlak yang buruk.


3) Metafisika , yaitu tasawuf

yang berisi teori-teori

ketunggalan hakikat ilahi atau kemutlakan Allah.


Pada periode ini telah lahir teori-teori tentang
kemungkinan bersatunya Tuhan dengan manusia. 7
Bersatunya dengan kecintaan (ittihad al mahbub),
kekal dengan Tuhan, menyaksikan dan bertemu
dengan tuhan, serta menjadi satu dengan- Nya.
Adapun tokoh-tokoh

tasawuf pada periode ini

yaitu: Maruf Al Karhi, Surri As Saqti, Abu Sulaiman Ad


Darani,

Haris Al Muhasibi, Abu Faidh Dzun Nun bi

Ibrahim Al Mishri, Ahmad Bin Al-Hawari Ad Damsyiqi,


Abu Yazid Al Bustami, Junaid Al Baghdadi, Al Hallaj, Abu
Bakr Asy Syibli, Abu Thalib Al Makki, dan masih banyak
lagi yang lain.
Pada periode ini sebagian tokoh tasawuf

seperti

Junaid dan Surri As Saqti telah memberi pengajaran


kepada murid-murid dalam

bentuk sebuah jamaah.

Selain itu, tasawuf dibagi kepada dua, yaitu:


1) Tasawuf Sunni
Tasawuf Sunni adalah bentuk tasawuf yang
memagari ajarannya dengan Al-Quran dan Sunnah
secara ketat, serta mengaitkan keadaan atau ahwal
7 Bachrun Rifi dan Hasan Mudis, Filsafat Tasawuf,(Bandung, CV Pustaka Setia:
2010 ) hal. 77.

10

dan maqomat (tingkatan rohani) mereka kepada


sumber tersebut.
2) Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi

adalah

para

pengikutnya

cenderung pada ungkapan-ungkapan ganjil atau


syathahiyati

serta

bertolak

dari

keadaan fana

menuju pernyataan tentang terjadinya penyatuan


(ittihad/hulul).
c. Masa Konsolidasi
Pemikiran-pemikiran

atau

paham-paham

unik

bahkan ganjil yang dikemukakan oleh Abu Yazid dan Al


Hallaj,

tentang

kesatuan

kesatuan

khalik

dengan

makhluk , membuat resah para ulama yang kurang


menyukai tsawuf, bahkan dari kalangan tasawuf sunni.
Tasawuf falsafi yang telah bannyak diwarnai oleh
pemikiran-pemikiran filsafat, yakni pemikiran filsafat
yunani. Karena pemikirannya yang radikal, tasawuf
falsafi

menciptakan

pertentangan

dengan

antara

tasawuf dan fiqh. Bahkan munculnya wali-wali Allah


yang dianggap menempati kedudukan imama yang
gaib dalam pandangan syiah, telah menimbulkan
perdebatan panjang dan hiruk pikuk tasawuf, yang
mana

sebagian

teori-teorinya

dianggap

telah

menyimpang dari ajaran Al Qaran dan hadist.


Berdasarkan keadaan tersebut, tasawuf pada abad
V H mengadsakan konsolidsasi, pada saat ini terjadi
pertarungan antara tasawuf

falsaf dengan tasawuf

sunni. Tasawuf sunni memenangkan pertarungan dan


berkembang

sedemikian

rupa,

sedangkan

tasawuf

falsaf tenggelam dan akan muncul kembali pada adbad


VI Hijriyah dalam bentuknya yang lain. Kemenangan
tasawuf sunni dikarenakan menangnya aliran theology

11

ahl sunnah wa al jamaah yang dipelopori oleh abu


hasan

asyary,

yang

mengadakan

kritikan

pedas

terhadap teori abu yazib al bustami dan al hallaj,


sebagaimana

tertuang dalam

syathahiyatnya

yang

nampak bertentangan dengan kaidah dan aqidah islam.


Oleh karena itu, tasawuf pada periode ini cenderung
mengadakan

pembaharuan

atau

menurut

istilah

Annemariye Schimmael merupakan periode konsolidasi,


yakni

periode

yang

ditandai

pemantapan

dan

pengembalian tasawuf ke landasannya yaitu Al-Quran


dan Hadist. Tokoh-tokoh tasawuf pada masa ini adalah,
Al Qusayri, Al Harawi, dan Al Ghazali.
d. Masa Falsafi
Memasuki abad VI Hijriyah, tasawuf falsafyang
muncul pada abad III dan IV Hijriyah, tenggelam pada
abad V Hijriyah, muncul kembali dalam bentuknya yang
lebih sempurna. Bila tasawuf sunni memperoleh bentuk
yang final pada pengajaran Al-Ghazali, maka tasawuf
falsaf

mencapai

puncak

kesempurnaannya

pada

pengajaran Ibn Arabi, yaitu seorang sufi Andalusia.


Dengan pengetahuannya yang amat kaya, baik dalam
lapangan ilmu keislaman maupun dalam lapangan
filsafat, ia berhasil menghasilkan karya yang cukup
banyak(diantaranya Al Futuhat Al Makiyyah dan khusus
Al Hikam). Hampir semua praktek, pengajaran dan ide
yang berkembang di kalangan kaum sufi diliputnya
dengan penjelasan-penjelasan yang memadai. Di ajaran
sentral Ibn Arabi adalah tentang kesatuan wujud
(Wahda Al Wujud).
Tasawuf falsafi, karena telah dilengkapi oleh Ibn
Arabi dengan paham wahda al wujud,

12

lazim juga

disebut dengan tasawuf wahda al wujud atau tasawuf


wujudiyah. Melalui banyak sufi besar yang menjadi
murid atau pengikutnya, tasawuf ini memperoleh tanah
yang subur, terutama di Persia. Umumnya kalangan
Syiah Ismailliyah Syiah12 dapat membenarkan paham
ini dan berbagai paham falsafi lainnya. Karena itu juga,
tasawuf falsafi bisa juga disebut sebagai tasawuf Syiyi,
dengan

pengertian

umumnya

tasawuf

atau kebanyakan

yang

diterima

oleh

kaum Syiah. Adapun

tokoh-tokoh yang berperan dalam tasawu pada masa ini


yaitu, As Suhrawardi, Muhyoddin ibn Arabi, Umar ibn Al
Faridh, Ibn Sabin, dan masih ada lagi tasawuf lainnya.
e. Masa Pemurnian
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan
tasawuf,

penyelewengan

dan

skandal

mengancam

reputasi baik tasawuf. Tak terelakan lagi, legendalegenda tentang keajaiban dikaitkan dengan tokohtokoh sufi dan dikembangkan, dan masyarakat awam
langsung segera menyambut tipu muslihat itu, dan
bahkan

terjadi

pengkultusan

terhadap

wali-wali.

Khurufat dan takhayul, klenik dan hidupo memalukan,


bicara tak karuan merupakan jalan menuju ketenaran,
kekayaan dan kekuasaan.
Kemudian tasawuf pada saat itu ditandai bidah
khufarat,
moral

mengabaikan
dan

berbentangkan
menghindarkan

ayariat

penghinaan
diri

dari

diri

dari

dan
ilmu

dukungan

hukum-hukum
pengetahuan,
awam

rasionalitas,

untuk
dengan

menampilkan amalan yang orrasional. Azimat dan


ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan.
Bersamaan dengan itu, muncullah Ibn Taimiyah
yang dengan lantang menyerang penyelewengan para

13

sufi

tersebut.

Dia

terkenal

lingkungan

sosialnya,

meluruskan

ajran

kritis,

polemis
agama

dan

peka

terhadap

giat

berusaha

islam

yang

telah

diselwwengkan oleh para sufi tersebut, untuk kembali


kepada sumber ajaran Islam, Al Quran dan Al Sunnah.
Kepercayaan yang menyimpang diluruskan, seperti
kepercayaan kepada wali, khurafat, dan bentuk-bentuk
bidah pada umumnya. Menurut Ibn Tiamiyah yang
disebut wali (kekasi Allah) ialah orang berprilaku baik,
konsisten dengan syariah islamiyah. Sebutan yang
tepat bagi mereka adalah muttaqin.
Ibn
Taimiyah
lebih
cenderung
sebagaimana yang

bertasawuf

pernah diajarkan oleh Rasulullah

SAW, yakni menghayati tentang ajaran islam, tanpa


mengikuti

aliran

Thariqah

tertentu,

dan

tetap

melibatkan diri dalam kegiatan sosial, sebagaimana


manusia pada umumnya. Tasawuf seperti ini yang
cocok untuk dikembangkan di masa modern seperti
sekarang.8

8 Deswita, Akhlak Tasawuf, (Batusangkar, Batusangkar Press: 2010), hal. 132-141

14

Anda mungkin juga menyukai